Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini dapat
menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari
buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang
lebih 20 gram (Purnomo, 2011).
Pada banyak pasien dengan usia diatas 50 tahun, kelenjar prostatnya mengalami
pembesaran, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
menutupi orifisium uretra. Kondisi ini dikenal sebagai hiperplasia prostatik jinak (BPH),
pembesaran, atau hipertrofi prostat. BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada
pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas
usia 60 tahun (Brunner & Suddarth, 2002).
Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
yang bergejala pada pria berusia 40–49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat
dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50–59 tahun prevalensinya mencapai hampir
25% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia
sebagai gambaran hospital prevalensi di dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan
Sumberwaras selama 3 tahun (1994–1999) terdapat 1040 kasus (Istikomah, 2010).
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30- 40 tahun. Bila
perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada
pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50 %. Usia 80 tahun sekitar 80% dan usia
90 tahun 100%. Prevalensi meningkat sejalan dengan peningkatan usia pada pria dan insiden
pada negara berkembang meningkat karena adanya peningkatan umur harapan hidup
(Mansjoer, 2000).
Dari latar belakang di atas, maka penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan BPH .
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa defenisi Benign Prostate Hyperplasia ?
2. Apa etiologi Benign Prostate Hyperplasia ?
3. Apa gejala Benign Prostate Hyperplasia ?
4. Bagaimana pastofisiologi Benign Prostate Hyperplasia ?
5. Bagaimana pemerikasaan diagnostik/penunjang Benign Prostate Hyperplasia ?
6. Apa komplikasi Benign Prostate Hyperplasia ?
7. Bagaimana penatalaksanaan Benign Prostate Hyperplasia ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Benign Prostate Hyperplasia?
C. TUJUAN PENULISAN
1) Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan memahami serta
mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Benign Prostate
Hyperplasia
2) Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang :
a. Defenisi Benign Prostate Hyperplasia
b. Etiologi Benign Prostate Hyperplasia
c. Gejala Benign Prostate Hyperplasia
d. Pastofisiologi Benign Prostate Hyperplasia
e. Pemerikasaan diagnostik/penunjang Benign Prostate Hyperplasia
f. Komplikasi Benign Prostate Hyperplasia
g. Penatalaksanaan Benign Prostate Hyperplasia
h. Asuhan keperawatan pada pasien dengan Benign Prostate Hyperplasia
D. MANFAAT PENULISAN
1. Menambah pengetahuan dan informasi mengenai asuhan keperawatan pada pasien
dengan Benign Prostate Hyperplasia
2. Merangsang minat pembaca untuk lebih mengetahui asuhan keperawatan pada pasien
dengan Benign Prostate Hyperplasia
3. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Benign Prostate
Hyperplasia
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFENISI
Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia ) adalah pembesaran
progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasi beberapa atau
semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika
(Muttaqin,arif dan Kumala sari , 2011)
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo,
1994 : 193 ).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral
dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara pasti;
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan (purnomo, 2005).
Selain factor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hyperplasia prostat, yaitu sebagai berikut :
1. Dihidrotestosteron, peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi
2. Ketidakseimbangan hormon estrogen-testosteron. Pada proses penuaan pria terjadi
peningkatan hormone estrogen dan penurunan testosterone yang mengakibatkan
hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma-epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan
lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliperasi sel transit.
( Roger Kirby, 1994 : 38 )
C. GEJALA
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai
Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya
tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
D. PATOFISIOLOGI
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengal;ami hyperplasia.
Jika prostat membesar maka akan meluas keatas (kandung kemih) sehingga pada bagian
dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat saluran urine.
Keadaan ini dapat meningkatkan iintrafesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan
uretra prostatica, maka detrusor dan kandung kemih berkontraksi kuat agar dapat memompa
urine keluar. Kontraksi yang terus menerus menyebabkan perubahan anatomi dari kandung
kemih berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan divertikel
kandung kemih.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan keseluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi redluks vesiko-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Hiperplasia prostat
Tindakan pembedahan
Respons psikologis: koping
maladaptif, kecemasan
F. KOMPLIKASI
Urinary traktus infection
Retensi urin akut
Obstruksi dengan dilatasi urethra, hydronefrosis
Bila operasi bisa terjadi :
Impotensi (kerusakan nefron pudendes)
Hemoragic pasca bedah
Fistula
Struktur pasca bedah
Inkontinensia urin
G. PENATALAKSANAAN
1. Penghambat adrenergik agar mengurangi resistensi otot polos prostat
2. Teknik pembedahan:
a. Pembedahan endourologi (TURP) atau pembedahan terbuka. Bertujuan
untuk reseksi prostat yang membesar.
b. Kriteria pembedahan dilakukan: klien yang mengalami retensi urine akut
atau pernah retensi urine akut, klien dengan residu urine >100 ml. Klien
dengan penyulit, terapi medikamentosa tidak berhasil dan Flowmetri
menunjukkan pola obstruksif.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Fokus Pengkajian
Kaji berapa lama keluhan hesistansi ( mengejan untuk memulai urine )
Keluhan intermitensi (miksi berhenti dan kemudian memancar lagi)
Pancaran miksi melemah
Keluhan miksi tidak puas
Keluhan miksi menetes
Keluhan peningkatan frekuensi miksi
Keluhan miksi sering pada malam hari
Keluhan sangat ingin miksi dan keluhan rasa sakit sewaktu miksi mulai dirasakan
Kaji pengaruh gangguan miksi pada respon psikologis dan perencanaan
pembedahan
Pada pengkajian sering didapatkan adanya kecemasan, gangguan konsep diri
(gambaran diri) yang merupakan respon dari adanya penyakit dan rencana untuk
dilakukan pembedahan.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum:
2. Kesadaran :
3. Tanda-tanda vital :
4. Status gizi :
5. Pemeriksaan head to toe :
a. Kulit, rambut, dan kuku
Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b. Kepala
c. Mata
d. Hidung
e. Telinga
f. Mulut dan faring
g. Leher
h. Thorak dan tulang belakang
i. Paru posterior, lateral, anterior
j. Jantung dan pembuluh darah lingkar perut
k. Genitourinari
l. Ekstremitas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pemenuhan eliminasi b.d retensi urine, obstruksi uretra sekunder dari
pembesaran prostat dan obstruksi uretra.
2. Nyeri b.d peregangan dari termianl saraf, disuria, resistensi otot prostat, efek
mengejan saat miksi efek sekunder dari obstruksi uretra
3. Kurang pengetahuan b.d rencana pembedahan, prognosis penyakit.
4. Ansietas b.d prognosis pembedahan, tindakan invasif diagnostik.
C. RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan dari rencana keperawatan praoperatif adalah mengadaptasikan keluhan nyeri,
pemenuhan eliminasi urine, penurunan kecemasan dan terpenuhinya kebutuhan informasi
tentang asuhan perioperatif.
1. Gangguan pemenuhan eliminasi b.d retensi urine, obstruksi uretra sekunder dari
pembesaran prostat
Tujuan: Dalam waktu 7 x 24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi klien.
Kriteria Evaluasi:
─ Frekuensi miksi dalam batas 5-8 x/24 jam
─ Persiapan prapembedahan berjalan lancar
─ Respons pascabedah, meliputi: kateter tetap kondisi baik, tidak ada sumbatan aliran
darah melalui kateter, dan tidak terjadi retensi pada saat irigasi
Intervensi Rasional
Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih
tiap 6 jam. dengan frekuensi miksi.
Menghindari minum banyak dalam waktu Mencegah oven distensi kandung kemih
singkat, menghindari alkohol dan diuretic. akibat tonus otot detrusor menurun.
Intervensi pascabedah:
Kaji urine dan sistem kateter/drainase, Retensi dapat terjadi karena edema area
khususnya selama irigasi kandung bedah, bekuan darah dan spasme kandung
kemih. kemih.
Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan Kateter biasanya dilepas 2-5 hari setelah
ukuran aliran setelah kateter dilepas. bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut
menjadi masalah untuk beberapa waktu
karena edema uretra dan kehilangan tonus.
Dorong pemasukan cairan 3.000 ml Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi
sesuai toleransi. ginjal untuk aliran urine.
Kolaborasi:
Pemberian obat penghambat adrenergik Untuk mengurangi resistensi otot polos
. prostat.
Tindakan Trans Uretral Reseksi Tindakan endourologi adalah tindakan
Prostat. invasif minimal untuk reseksi prostat. Lebih
aman apabila pada klien yng mengalami
resiko tinggi pembedahan tidak perlu insisi
pembedahan.
2. Nyeri b.d peregangan dari termianl saraf, disuria, resistensi otot prostat, efek
mengejan saat miksi efek sekunder dari obstruksi uretra
1). Tujuan
Nyeri terkontrol / berkurang
2). Kriteria hasil
Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan
relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu.
Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.
3). Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ).
Rasional:
Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar
kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada
pendekatan TURP (biasanya menurun dalam 48 jam ).
b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang
bebas dari lekukan dan bekuan.
Rasional :
Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko
distensi / spasme buli - buli.
c) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Rasional : Diperlukan selama fase awal selama fase akut.
d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi,
pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.
Rasional :
Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan
dapat meningkatkan kemampuan koping.
e) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic
Rasional : Menghilangkan spasme
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin,arif dan Kumala sari. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan . Jakarta : Salemba Medika .
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas
Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.