Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA


(BPH)

Disusun Oleh:

Putri Lara Sati

1610070100008

PRESEPTOR
dr. Abdul Raziq Jamil, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M. NATSIR SOLOK

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya

sehingga penulis dapat meyelesaikan referat yang berjudul “Benign Prostate

Hyperplasia” ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan

kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan

kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan

menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Abdul Raziq Jamil, Sp. B

yang telah memberikan bimbingan serta arahan, sehingga referat ini dapat

diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak

kekurangan dalam penulisan tugas ilmiah ini karena keterbatasan pengetahuan,

kemampuan serta pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat

menghargai kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga

tugas ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

terutama dibidang ilmu kedokteran dan kesehatan dan juga bagi penulis sendiri.

Solok, 14 Juli 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Manfaat Penulisan 2
1.3.1 Bagi penulis 2
1.3.2 Bagi Pembaca 2
1.4 Batasan Masalah 3
1.5 Metode Penulisan 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Anatomi Prostat 4
2.2 Benign Prostatica Hyperplasia 7
2.2.1 Definisi 7
2.2.2 Etiologi 8
2.2.3 Patofisiologi 10
2.2.4 Manifestasi Klinik 12
2.2.5 Pemeriksaan Fisik 14
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang 16
2.2.7 Penatalaksanaan 21
BAB III : KESIMPULAN 35
DAFTAR PUSTAKA 36

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering

ditemukan pada pria yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic

hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat

hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Prevalensi BPH

secara histologi meningkat dari 20% pada umur 41-50 tahun, 50% pada umur 51-

60 tahun dan >90% pada umur lebih dari 80 tahun.1,2,3

Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang

mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar

prostat yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra

atau dikenal sebagai bladderoutlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus

disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostatdisebut sebagai benign prostate

obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan

struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran

kemih atas maupun bawah.1,4

Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih

dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai

dari tindakan secara konservatif (non operatif) sampai tindakan pembedahan.1

Colok dubur merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH,

disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan

adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan

1
adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat,dan adanya tidaknya nodul yang

merupakan salah satu tanda yang membedakannya dari keganasan prostat.5

1.2 Tujuan Penulisan

1. Referat ini dibuat untuk memenuhi syarat dalam kepaniteraan klinik senior

pada Departemen Bedah RSUD M. Natsir Kota Solok.

2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menerapkan defenisi,

epidemiologi, etiologi, patofisiologi, bakteriologi, klasifikasi, manifestasi

klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, komplikasi, prognosis

pada pasien BPH.

3. Mahasiswa mampu mengetahui penanganan dan penatalaksanaan yang tepat

pada pasien BPH

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Bagi penulis

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan referat ini

adalah untuk menambah pengetahuan bagi penulis tentang BPH terutama

mengenai penegakan diagnosa dan penatalaksanaan penyakit tersebut.

1.3.2 Bagi Pembaca

1. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang BPH

2. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang penegakan diagnosa dan

penatalaksanaan bagi teman sejawat.

3. Membantu memberikan informasi tambahan pada pembaca mengenai

BPH.

2
1.4 Batasan Masalah

Refarat ini membahas mengenai defenisi, epidemiologi, etiologi,

patofisiologi, bakteriologi, klasifikasi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang,

diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari penyakit BPH.

1.5 Metode Penulisan

Metode penulisan refarat ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk

pada berbagai literature.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.I ANATOMI PROSTAT

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di

sebelah inferior buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior.

Prostat berbentuk seperti piramid terbalik dan merupakan organ kelenjar

fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica dengan ukuran 4x3x2,5 cm

dan beratnya ± 20 gram. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra

pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli.5

Gambar 1. Alat Reproduksi Pria

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3

a. Lobus medius

b. Lobus lateralis (2 lobus)

c. Lobus anterior

d. Lobus posterior

4
Gambar 2. Lobus prostat

Pada kelenjar prostat juga dibagi dalam 5 zona:3

a. Zona Anterior atau Ventral .

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma

fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

b. Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar

prostat.Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal

karsinoma terbanyak.

c. Zona Sentralis.

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah

meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.

d. Zona Transisional.

Zona ini bersama-sama dengan kelenjarperiuretra disebut juga sebagai

kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang

lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior

menjadi benignprostatic hyperpiasia (BPH).

5
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif

tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Gambar 3. Zona Kelenjar Prostat

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen

dari cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara

di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain

pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan ± 25% dari seluruh volume

ejakulat.5

Prostat mendapatkan inervasi otomomik simpatik dan parasimpatik dari

pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut

parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus

(T10-L2). Rangsangan parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel

prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat

ke dalam uretra posterior, seperti saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan

inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Di tempat itu

banyak terdapat reseptor adrenergik-α. Rangsangan simpatik menyebabkan

6
dipertahankan tonus otot polos tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan

mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak sehingga dapat

menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran

kemih.5

2.2 HIPERLASIA PROSTAT BENIGNA/ BENIGN PROSTATIC

HYPERPLASIA (BPH)

2.2.1 DEFINISI

Hiperplasia Prostat Benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar

periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat

yang asli ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang

bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia

pertengahan atau lanjut.4

Gambar 4. Benign Prostat Hyperplasia

2.2.2 ETIOLOGI

7
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia

prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan

proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab

timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah: (1) Teori Dihidrotestosteron, (2)

Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel

stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5)

Teori Stem sel.5

a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat

penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di

dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.

DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk

kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth

factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak

jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,

aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada

BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga

replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.5

b. Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar

estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif

meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam

8
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan

sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan

jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat

(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan

terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel

prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa

prostat jadi lebih besar.5

c. Interaksi stroma epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel

prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator

(growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT

dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya

mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta

mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan

terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.5

d. Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)

Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis

kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju

proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang

apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin

meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon

androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah

dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.5

e. Teori stem cell

9
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada

kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada

hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel

akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada

androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung

secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan

menyebabkan terjadinya proliferasi sel.

2.2.3 PATOFISIOLOGI

Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,

sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan

kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel

kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron

(DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara

langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis

protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.5

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika

dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih

kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan

perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,

terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada

buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih

10
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal

dengan gejala prostatimus 5

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli

tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini

dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks

vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan

hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat

↓ ↓

Buli-buli: Ginjal dan ureter:

 Hipertrofi otot detrusor Refluks VU

 Trabekulasi Hidroureter

 Selula Hidronefrosis

 Divertikel buli-buli Gagal Ginjal

11
2.2.4 MANIFESTAS KLINIK

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)5

Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :

Obstruksi Iritasi

 Hesistansi  Frekuensi

 Pancaran miksi lemah  Nokturi

 Intermitensi  Urgensi

 Miksi tidak puas  Disuria

 Distensi abdomen Urgensi dan disuria jarang

 Terminal dribbling (menetes) terjadi, jika ada disebabkan oleh

 Volume urine menurun ketidakstabilan detrusor

sehingga terjadi kontraksi


 Mengejan saat berkemih
involunter.

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih

tergantung tiga faktor, yaitu:

 Volume kelenjar periuretral

 Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

 Kekuatan kontraksi otot detrusor

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli

untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan

(fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam

bentuk retensi urin akut.

12
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara

lain :

1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang

mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)

2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/

infeksi prostat)

3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot

detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-α)

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan

penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan

BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem

skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang

diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Skor AUA

terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan

obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-

35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.

13
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas5

Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara

lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/

urosepsis).

c. Gejala di luar saluran kemih5

Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit

hipertropiprostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada

saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.

2.2.5 PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh

dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-

14
kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari yang merupakan

pertanda dari inkontinensia paradoksa.5

1) Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )

Pada pemeriksaan colok dubur diperhatikan:

- Tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan adanya

kelainan buli-buli neurologik

- Mukosa rektum

- Keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, konsistensi

prostat, simetri antar lobus dan batas prostat.

Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi

prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris,

dan tidak didapatkan nodul; sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi

prostat keras/ teraba nodul dan mungkin di antara lobus prostat tidak

simetris.5

Gambar 5. Pemeriksaan Colok Dubur

15
2) Derajat berat obstruksi

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin

setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih

dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan

ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya

dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi

prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin

pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih

rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada

obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan maksimal

pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.6

2.2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium 5:

a. Sedimen urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada

saluran kemih.

b. Kultur urin

16
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan

sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan

c. Faal ginjal

Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian

atas.

d. Gula darah

Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat

menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)

e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)

Jika curiga adanya keganasan prostat

2. Pemeriksaan Patologi Anatomi

BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di

prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni,

meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia.6

Gambar 6. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

17
3. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:

a. Foto polos abdomen

Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya

batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang

penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine.5

b. Pemeriksaan trans abdominal ultrasonography (TAUS)

Dari TAUS diharapkan mendapat informasi mengenai:

- Perkiraan volume (besar) prostat

- Panjang protrusi prostat ke buli-buli atau intra prostatic protrusion (IPP)

- Mungkin didapatkan kelainan pada buli-buli (massa, batu, atau bekuan

darah)

- Menghitung sisa (residu) urin pasca miksi

- Hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat

IPP diukur dari ujung tonjolan (protusi) prostat di dalam buli-buli hingga

dasar (basis0 sirkumferensi buli-buli. Derajat 1 besarnya ≤ 1,5 mm, derajat 2

besarnya ≥ 5-10 mm, dan derajat 3 besarnya ≥ 10 mm. Besarnya IPP

berhubungan dengan derajat obstruksi pada leher buli-buli (BOO), jumlah

urin sisa pasca miksi, dan volume prostat. Artinya adalah pasien dengan

derajat IPP rendah, tidak menunjukkan urine residu yang bermakna (<100

mL), dan tidak menunjukkan keluhan yang nyata, sehingga tidak memerlukan

terapi atau pembedahan. Sebaliknya pada pasien yang menunjukkan IPP

derajat tinggi terbukti mempunyai urin sisa >100 mL, dengan keluhan yang

bermakna dan pasien seperti ini membutuhkan terapi yang lebih agresif.5

18
1.5.1

1.5.2

1.5.3

Gambar 7. Gambaran Sonografi Prostat Normal

1.5.4

1.5.5

1.5.6

Gambar 8. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia

c. Pemeriksaan trans rectal ultrasonography (TRUS)

Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya fokus keganasan prostat

berupa area hiperekoik dan kemudian sebagai petunjuk (guidance) dalam

melakukan biopsi prostat.5

Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan

gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari

kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang

abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk

memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan

beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy

terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat.7

Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur

volume prostat, caranya antara lain7:

19
 Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata area

horizontal diukur dari dasar sampai puncak.

 Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar

(W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : ½ (H x W x L)

4. Pemeriksaan lain5 :

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara

mengukur:

 Residual urin :

Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG

setelah miksi

 Pancaran urin/flow rate :

Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung

(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik

pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang

lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu

urin. Post-void residualmengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam

kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umumnya

menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran

100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta

untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG

atau kateterisasi.

20
Gambar 9. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH

Keterangan :

Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin

lebih dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.

Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,

terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s,

pasien ini urin residunya 100 mL.

2.2.7 PENATALAKSANAAN

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.

Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa

mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang

membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena

keluhannya semakin parah.

Tujuan terapi hiperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi,

(2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)

mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume

residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat

21
dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang

kurang invasif.

Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal

Watchful  Penghambat Prostatektomi terbuka  TUMT

waiting adrenergik α Endourologi  TUBD

 Penghambat 1. TURP  Stent uretra

reduktese α 2. TUIP
 TUNA

 Fisioterapi 3. TULP

 Hormonal 4. Elektovaporasi

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

22
Gambar 10 (a). Skema pengelolaan BPH di Indonesia8

23
Gambar 10 (b). Skema pengelolaaan BPH di Indonesia8

24
a. Watchful waiting 5

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS

dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.

Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai

sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1)

jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi

konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat),

(3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung

fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan

menahan kencing terlalu lama.

Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya

keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),

disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau

uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya,

mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

b. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi

resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi

infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa

blocker) dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan

cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT)

melalui penghambat 5α-reduktase.

25
1) Penghambat reseptor adrenergik α. 5

Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang

membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran

prostat di BPH.

Ditemukannya obat penghambat adrenergik-α1 dapat mengurangi penyulit

sistemik yang diakibatkan oleh hambatan pada α2 dari fenoksibenzamin

(penghambat alfa non selektif). Beberapa golongan obat penghambat adrenergik-

α1 adalah:prazosin yang diberikan 2 kali sehari, terazosin, afluzosin, dan

doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan

dapat emperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.

Gambar 11. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)

2) Penghambat 5 α reduktase 5

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan

dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α

reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis

protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH

26
secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan

pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

c. Terapi Invasif Minimal

Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap

pembedahan

1) Microwave transurethral.

Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan

gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat

yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy

transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter

untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat

Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama

prosedur.

Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat

jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi

ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan

BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan

intermitensi.

Gambar 12. Microwave Transurethral

27
2) Transurethral jarum ablasi.

pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi invasif

minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan

energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat

yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem

TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping

yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat

(TURP).

Gambar 13. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3) Thermotherapy dengan air.

Terapi ini menggunakan air panas untuk menghancurkan jaringan

kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa lubang diposisikan

dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah

komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan

prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat

prostat.Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi. Jaringan

yang hancur keluar melalui urin

28
Gambar 14. Thermotherapy dengan Air

d. Bedah

Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang: (1) tidak

menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa, (2) mengalami retensi

urin, (3) infeksi saluran kemih berulang, (4) hematuria, (5) gagal ginjal, dan

(6) timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran

kemih bagian bawah.

1) Pembedahan endoskopi.5

Pada jenis operasi ini, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah

memberikan anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan

instrumen melalui uretra.

Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat/ transuretral resection

of the prostate (TURP) digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat

dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope

dimasukkan melalui penis. Resectoscope dengan panjang sekitar 12 inci dan

diameter 1/2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan

loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.

Cairan irigan yang dipakai adalah aquades. Kerugian dari aquades adalah

sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan

29
menyebabkan hipotermia relatif atau gejala intoksikasi air yang dikenal

dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah,

somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak

segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma.

Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus

membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam danmemasang

sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi

penyerapan air ke sistemik.

Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope

untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu.

Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan

kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang

traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan

lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi

retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke

dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.

Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan

Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut

Perdarahan Perdarahan Inkontinensi

Sindrom TURP Dinsfungsi ereksi


Infeksi lokal/sistemik
Ejakulasi retrograde
Perforasi

Striktur uretra

30
(a)

(b)

(c)

Gambar 15. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika

pasca TURP

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur

ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher

kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan

pada hiperplasi prostat yang tidak tarlalu besar, tanpa ada pembesaran lobus

medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.

31
2) Open surgery.5

Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat

digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat

digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar

(>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak

dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan

suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin).

Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-

10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%).

Perbaikan gejala klinis 85-100%.

3) Operasi laser5

Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu

yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih

sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap

tahun. Kekurangannya adalah: tidak dapat diperoleh jaringan untuk

pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak

menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan,

tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih

rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat

menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan

energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan

jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

32
Gambar 16. Operasi Laser pada Prostat

a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi

laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat

untuk menghancurkannya.

Gambar 17. Interstitial laser coagulation

b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).

PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama

dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan

mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar

prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat

operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu

besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

33
Gambar 18. Potoselectif vaporisasi prostat

e. Kontrol berkala 5

 Watchfull waiting

Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah

terdapat perbaikan klinis

 Pengobatan penghambat 5α-reduktase

Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk melihat respon terhadap

terapi. Kemudian setiap tahun untuk menilai perubahan gejala miksi.

 Pengobatan penghambat 5α-adrenegik

Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan

pemeriksaan IPSS, uroflometri dan residu urin pasca miksi. Setlanjutnya

kontrol dilakukan setelah 6 bulan dan kemudian setiap tahun.

 Terapi invasive minimal

Setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan

penilaian skor miksi, juga diperiksa kultur urin

 Pembedahan

Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan

penyulit. Kontrol selanjutnya 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi

34
BAB III
KESIMPULAN

Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna

pada populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat

bertambah karena terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel

kelenjar (jaringan dalam kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini

terdiri dari gejala obstruksidan gejala iritatif.

Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi

bedah konvensional, dan terapi minimal invasif. Prognosis untuk BPH berubah-

ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung

meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang

buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartz’s Principles of Surgery


8th Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005
2. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam:
Kapita selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta, 2000; 329-344.
3. Sjamsuhidayat R, Wim de jong, 2010. Buku ajar ilmu bedah, edisi 3
jakarta : EGC
4. Rahardjo, J. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Binarupa
aksara, Jakarta, 1996; 161-703.
5. Purnomo, Basuki B.Dasar – Dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta :
Sagung Seto. 2011
6. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Prostat Hiperplasia. Dalam: Buku ajar
Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 2010; 900-1
7. Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan.
EGC. 1994.
8. Pedoman Pengeloaan BPH di Indonesia-iaui.

36

Anda mungkin juga menyukai