Disusun oleh:
Fitrika Asmarita
NIM. 1708435990
Pembimbing
jinak dari kelenjar prostat pada pria. Pada BPH terjadi hiperplasia dari sel-sel
stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Pembesaran prostat terjadi pada 2
periode sepanjang usia pria. Periode pertama muncul pada saat awal pubertas saat
prostat membesar 2 kali daripada normal. Periode kedua muncul pada usia 25
tahun dan terus membesar sepanjang usia pria. Benign prostatic hyperplasia
(BPH) biasa muncul mulai dari periode dua tersebut. Saat prostat membesar,
kelenjar menekan dan mempersempit uretra yang menyebabkan retensi urin dan
dinding vesica urinaria menjadi tebal. Hal tersebut menyebabkan vesica urinaria
Angka kejadian BPH meningkat dengan usia. Semakin tinggi usia harapan
hidup maka semakin meningkat pula angka kejadian BPH. Pada usia kurang dari
30 tahun sangat jarang ditemukan adanya gejala BPH yang timbul. Pada usia 40-
51 tahun prevalensi BPH meningkat menjadi 20%, pada usia 51-60 tahun
meningkat hingga 50% dan pada usia 80 tahun prevalensinya dapat lebih dari
90%.2 Angka kejadian BPH di Indonesia belum diteliti secara pasti jumlahnya
2
Meskipun pernyakit ini tidak mematikan, BPH menyebabkan gangguan
aktifitas sehari-hari pada pasien sehingga diperlukan penanganan yang tepat agar
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PROSTAT
beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri dari jaringan fibromuskular
dan glandular yang terbagi menjadi beberapa zona, yaitu zona perifer, sentral,
dari buli-buli dan prostat berakhir pada bagian apex sebelum menjadi striated
spinchter uretra externa.1 Secara embriologi, prostat, vesikula seminalis dan vas
deferens berasal dari 2 struktur yang berbeda. Prostat berkembang dari jaringan
sinus urogenital sedangkan vesikula seminalis dan vas deferens berasal dari
4
duktus mesonefrik. Prostat mulai terbentuk pada minggu ke 10. Pada minggu ke
12 terdapat 5 grup tubulus yang membentuk lobus pada prostat. Grup pertama
membentuk lobus medial, grup kedua dan ketiga membentuk lobus lateral kiri dan
kanan, grup keempat membentuk lobus posterior dan grup kelima membentuk
lobus anterior. Prostat dikelilingi oleh kapsul yang terbentuk dari kolagen, elastin
dan otot halus dan dilindungi oleh 3 lapisan fasia pada bagian anterior, lateral dan
posterior. Prostat dikelilingi oleh bagian puborektal dari levator ani. Vesikula
seminalis bersandar pada bagian superior prostat pada basis buli-buli dan
memiliki panjang kurang lebih 6 cm. Vesikula seminalis akan bergabung dengan
Secara histopatologik, Prostat terdiri dari jaringan glandular (70%) dan stroma
fibromuskular (30%). Stroma terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah,
saraf, dan jaringan penyangga yang lain. Prostat dibagi menjadi 3 zona yaitu zona
transisi, zona sentral dan zona perifer. Zona transisi berawal dari leher buli-buli
sampai ke membran uretra dan memiliki 2 lobus lateral dan 1 lobus medial. Zona
ini merupakan tempat yang paling sering untuk terjanya hiperplasia prostat. Zona
merupakan zona yang mengandung jaringan glandular paling banyak dan tempat
dilarikan melalui duktus sektretorius dan bermuara di uretra posterior. Cairan ini
akan dikeluarkan bersama cairan semen pada saat ejakulasi. Kurang lebih 25%
Arteri prostat berasal dari arteri vesika inferior yang berasal dari arteri
5
prostat, bagian dasar buli-buli dan ureter distal. Cabang utama pertama adalah
leher vesika urinaria pada arah jam 7 dan jam 5. Kemudian arteri uretra tersebut
transisi. Cabang utama kedua adalah arteri kapsular. Arteri ini berjalan pada
dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2).
6
2.2 BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA
2.2.1 DEFINISI
dimana terjadi pembesaran jinak dari kelenjar prostat dan menyebabkan uretra
merupakan suatu diagnosis histologis dimana terjadi proliferasi dari otot polos dan
sel epitel pada zona transisi prostat. Nama lain dari BPH adalah benign prostatic
kali. Pertumbuhan pertama terjadi pada saat pubertas dimana prostat membesar
hingga 2 kali dari ukuran sebelumnya. Pertumbuhan kedua dimulai pada usia
2.2.2 EPIDEMIOLOGI
50% pria diatas 60 tahun menderita BPH dan meningkat menjadi 90% pada laki-
laki usia 90 tahun. Benign prostat hyperplasia merupakan kejadian nomor 4 paling
sering pada pria usia lebih dari 50 tahun setelah penyakit koroner dan
hiperlipidemia, hipertensi dan Diabetes Mellitus tipe 2.7 Penyakit ini memiliki
prevalensi 6,8 % per 1000 pasien. Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua
setelah batu saluran kemih dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia
diatas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di Indonesia yang sudah
mencapai 65 tahun.8 Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun
mencapai hampir 15%. Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum
pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital prevalence di dua rumah sakit
7
besar di Jakarta yaitu Ciptomangunkusumo dan Sumber waras selama 3 tahun
diantaranya:6
1. Usia ≥ 40 tahun
3. Obesitas
7. Disfungsi ereksi
2.2.4 ETIOLOGI
mikroskopik pada prostat mulai pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan
mikroskopik terus berlanjut, akan terjadi perubahan patologi anatomi. Efek yang
timbul perlahan-lahan karena pertumbuhan yang lambat. Etiologi dari BPH belum
diketahui secara pasti namun terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai
8
tersebut diakibatkan oleh tidak seimbangnya proliferasi sel dengan
massa prostat.
Sitokin (IL-2, IFN alfa, IL-6, IL-8 dan IL-15) ditemukan pada area
2.2.5 PATOFISIOLOGI
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, terjadi resistensi pada
leher vesika dan prostat. Terjadi fase penebalan detrusor yang disebut fase
penonjolan serat detrusor ke dalam vesika. Bila dilihat dengan sistoskopi akan
tampak penonjolan seperti balok pada vesika yang disebut dengan trabekulasi.
Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat otot destrusor. Tonjolan kecil
disebut dengan sakula dan yang besar disebut dengan divertikulum. Apabila
dekompensasi dimana otot tersebut menjadi lemah sehingga tidak mampu lagi
9
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin karena terjadi obstruksi.
Biasanya ditemukan gejala obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda yang biasa
pada akhir kencing, pancaran kencing menjadi lemah dan rasa ada tersisa setelah
kencing. Gejala iritasi dapat disebabkan oleh hipersensitivitas otot destrusor yang
kencing sulit ditahan dan disuria. Hal ini terjadi karena pengosongan yang tidak
terjadi sumbatan total sehingga penderita tidak dapat kencing. Urin didalam
vesika akan terus bertambah karena produksi urin akan terus terjadi dan
menyebabkan tekanan intra vesika meningkat. Apabila tekanan intra vesika lebih
juga dapat disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul
prostat dan otot polos pada leher buli-buli. Pada BPH terjadi peningkatan rasio
stroma dan epitel dimana jumlah stroma menjadi lebih banyak dibandingkan
jumlah epitel. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tonus otot prostat
10
Gambar 2.3 Benign Prostatic Hyperplasia
2.2.6 DIAGNOSIS
1. Anamnesis
11
Dari gambar diatas dapat pula dikelompokkan gejala BPH berdasarkan
Obstruksi Iritasi
Hesitansi Frekuensi
Pancaran miksi lemah Nokturia
Intermitensi Urgensi
Miksi tidak puas Disuri
Menetes setelah miksi
keluhan miksi
pembedahan.
Salah satu alat diagnostik lainnya yang tepat untuk mengatahui ada atau
tidaknya obstruksi pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdapat adanya
12
Gambar 2.5 International Prostatic Symptoms Score
2. Pemeriksaan Fisik11
13
Lakukan pemeriksaan secara umum untuk menilai kelainan pada pasien
Pada daerah suprapubis perhatikan apakah ada massa atau tidak. Pada
BPH akan terjadi penumpukan urin pada vesika urinaria akibat penderita
skrotum.
inguinal.
14
3. Refleks bulbocavernosus (dengan cara menggores glans penis/menarik
kateter) : positif/negatif
6. Prostat
b. Konsistensi : keras/lunak
c. Kesimetrisan :
e. Nodul
konsistensi dan ada atau tidaknya nodul. Apabila konsistensi teraba lunak tanpa
15
dengan nodul dapat dicurigai sebagai keganasan. Pemeriksaan RT juga dapat
menilai ada atau tidaknya batu prostat yang ditandai dengan adanya krepitasi.7
urin setelah miksi spontan. Sisa urin dapat diukur dengan kateterisasi ataupun
3. Pemeriksaan Penunjang6
Urinalisis
lainnya.
16
pada BPH kadar PSA menjadi tinggi karena jumlah sel prostat
Uroflometri
terapi.
Biopsi
USG
Uretirosistokopi
17
pembesaran prostat, obstruksi uretra dan leher vesika urinaria, batu,
Pemeriksaan urodinamika
2.2.7 PENATALAKSANAAN
Tatalaksana utama untuk BPH adalah watchful waiting, terapi farmakologi dan
terapi pembedahan.9,12
1. Watchful waiting12
Terapi ini dapat dilakukan pada pasien dengan gejala LUTS ringan skor
IPSS ≤7 atauu pasien dengan gejala sedang ataupun berat (IPSS ≥8 yang tidak
memiliki komplikasi. Terapi ini akan dimonitor oleh dokter ataupun tenaga
kesehatan. Hal yang perlu dilakukan pasien pada terapi watchful waiting ini
adalah:
18
Penyesuaian/menghentikan/monitor konsumsi obat-obatan tertentu
keluhan yang dirasakan, volume residual urine dan skor IPSS. Jika keluhan
menetap atau bertambah jelek perlu dipikirkan untuk memberikan terapi lain.
2. Farmakoterapi9
a. Alpha bloker
leher vesika urinaria dengan cara menghalangi reseptor alpha 1-a. Apabila
otot polos relaksasi, saluran urinaria akan terbuka dan akan memperlancar
aliran urin. Alpha bloker memiliki onset of action yang cepat (3-5 hari).
Apabila terapi ini dihentikan, gejala akan muncul kembali. Terdapat 5 jenis
utama alpha bloker yaitu, obat generasi kedua, terasozin (hytrin) dan
kualitas yang kurang lebih sama dan memiliki efek samping hipotensi
19
alpha bloker memperlancar aliran urin, namun terapi ini tidak mengurangi
ukuran prostat dan tidak menurunkan resiko retensio urin dalam jangka
panjang.
lebih lambat dari alpha bloker (4-6 bulan). Dua jenis utama 5-ARIs adalah
signifikan.
c. Terapi kombinasi
Terapi ini sangat efektif pada pasien dengan ukuran prostat yang
20
tekanan darah
5- α reduktase Terapi untuk Kedua jenis obat memiliki efektifitas yang sama
inhibitor BPH dengan Menurunkan skor IPSS sebangnyak 15-30%
Dutaseride 0,5 mg gejala LUTS setelah terapi selama 2-4 tahun tergantung dari
Finasteride 5 mg sedang-berat besarnya ukuran prostat
dengan ukuran Perkembangan terlihat setelah terapi selama
prostat yang minimal 6-12 bulan
besar Dapat mengurangi progresifitas pentakit dengan
mengurangi resiko retensi urin dan rencana
operasi
Tidak cocok apabila diberikan pada BPH dengan
LUTS tanpa prostat yang berukuran besar
Menurunkan kadar PSA
21
3. Pembedahan5
gejala sedang hingga berat atau BPH dengan komplikasi. Tindakan pembedahan
diabsorbsi oleh air dan memiliki hasil dengan penetrasi optikal sedalam 0,4
mm.
memisahkan adenoma dengan kapsul dari apex ke basis setelah lobus medial
dilepaskan dari leher vesika urinaria. Teknologi ini digunakan untuk kelenjar
prostat dengan ukuran prostat yang besar dan sebelumya sudah diterapi
dengan prostatektomi.
resection (TUR).
22
Merupakan tindakan prostatektomi transuretral yang menggunakan 600
memiliki panjang gelombang 532 nm yang diabsorbsi oleh irigasi air dan
urin.
TUIP merupakan terapi yang efektif dan cocok pada penderita BPH
dengan LUTS gejala sedang-berat dan atau penderita dengan ukuran prostat
kecil (<30 mL). Pada prosedur ini, dibuat satu sampai dua potongan pada
prostat dan kapsul prostat yang akan memperbaiki konstriksi pada uretra.
ereksi.
TUVP merupakan terapi yang efektif dan cocok pada penderita BPH
dengan LUTS gejala sedang-berat dan atau terganggu dengan gejala BPH.
23
Transurethral resection of the prostate (TURP)
TURP merupakan terapi yang efektif dan cocok pada penderita BPH
dengan LUTS gejala sedang-berat dan atau terganggu dengan gejala BPH.
uretra tanpa insisi kulit luar. Prosedur ini merupakan yang paling sering
adalha disfungsi ereksi, iritasi saat pengeluaran urin, kontraktur leher vesika
2.2.8 KOMPLIKASI
Proses gagal ginjal akan terjadi lebih cepat apabila terdapat adanya infeksi.2
Dalam jangka waktu yang lama, urin yang terus menumpuk didalam
endapan didalam vesika. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
2.2.9 PROGNOSIS
apabila sudah terjadi gagal ginjal dan uremia meskipun kejadian tersebut sudah
sangat jarang. BPH tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik namun pada
24
penyakit yang sudah kronik dapat terjadi retensi urin, insufisiensi renal, rekurensi
Daftar Pustaka
25
10. Rashdan E, Hazmi D, Ababneh E. Benign Prostatic Hyperplasia
Guideline. AHRQ. [updated 2013, cited Jan 2018]. Available from :
http://www.just.edu.jo/DIC/ClinicGuidlines/Benign%20prostatic%20hype
rplasia.pdf
11. Barry MJ, Fowler FJ, O’Leary MP, et al. The American Urological
Association Symptom Index for Benign Prostatic Hyperplasia. J Urol 148:
1549, 1992
26