Anda di halaman 1dari 31

1

SISTEM PERKEMIHAN (BPH)

NAMA KELOMPOK 1V :

1. SITI RABIATUN ADAWIYAH

2. USWATUN HASANAH

3. YAYAN GUSMAN

4. ZALZALI

5. ZULFI JIHAD

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES HAMZAR LOTIM NTB

2022
2

KATA PENGAN TAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, penulis dapat

menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini dengan lancar. Dalam pembuatan

makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu

Dosen, yang telah memberikan kesempatan dan memberi fasilitas sehingga

makalah ini dapat tersampaikan dengan lancar. Akhir kata semoga makalah ini

bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya,

penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna

untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi

perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.


3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia

seperti halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas

keberadaannya dan akan berakhir dengan kematian. Perubahan-perubahan

pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang sukar

dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit seperti salah

satu contohnya penyakit yang hanya didapatkan pada laki-laki dan biasanya

muncul pada usia 40 tahun ke atas yaitu pembesaran prostat atau yang sering

disebut Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).

Secara epidemiologis Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) terjadi

pada kaum laki-laki dengan usia rata-rata 40 tahun ke atas, yaitu sekitar

40%, sedangkan pada usia 60-70 tahun, yaitu 50% (Abbas, 2005).

BPH menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan

pembatasan aliran urinarius dengan gejala-gejala subyektif yang dirasakan

oleh klien seperti penderita harus menunggu pada permukaan miksi , miksi

terputus, menetes pada akhir miksi. Selanjutnya gejala obyektif yang ada

adalah warna urine kuning, coklat gelap, merah gelap, penampilan keruh,

dan pada pemeriksaan rectal, toucher (Muhammad, 2009).

salah satu penyebab yang mendukung dan yang lebih dominan

terjadinya BPH karena ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron. Pada

usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
4

relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif

meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan dalam

terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan

sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,

meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian

sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah,

meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan

testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur

yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

Penatalaksanaan yang diberikan pada klien dengan BPH terbagi

menjadi tiga yaitu penatalaksanaan umum, penatalaksanaan medis, dan

penatalaksanaan bedah. Pada penatalaksanaan umum terapi bertujuan

memberikan keringanan simptomatik, melindungi fungsi ginjal dan

memperbaiki pengosongan kandung kemih. Satu diantara contohnya adalah

dengan melakukan pemasangan kateter. Disamping itu, pasien harus buang

air kecil (BAK) segera setelah timbul rasa buang air kecil dan ia tidak boleh

minum air jumlah besar dalam waktu yang singkat.

Dengan demikian, disinilah peran perawat sebagai pendidik

memberikan pengetahuan tentang hal-hal yang dapat menyebabkan serangan

penyakit BPH, sehingga penderita dapat menerapkan pola hidup yang sehat

dan frekuensi serangan yang mengakibatkan penderita harus mengalami

perawatan yang lama bisa di hindari, karena banyak masyarakat yang kurang

mengenal dengan baik dan benar tentang penyakit BPH. Selain itu penerapan
5

asuhan keperawatan yang tepat pada pasien lansia dengan BPH merupakan

salah satu tindakan dalam menangani lansia dengan BPH.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan studi

kasus dengan judul Asuhan Keperawatan klien dengan diagnosa medis post

TURP(Trans Urethal Resection Prostatektomi)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan

masalah: “Bagaimana Melakukan Asuhan Keperawatan yang baik dan benar

pada klien dengan diagnosa medis Post TURP(Trans urehtral Resection

prostatektomi)?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien

dengan gangguan sistem perkemihan pada kasus post TURP(Trans

Uretral Resection Prostatektomi)dengan baik dan benar, melalui

proses keperawatan sebagai suatu metode pemecahan masalah.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada pasien lansia dengan gangguan

sistem perkemihan pada kasus Benigna Prostat Hiperplasia

dengan baik dan benar.

b. Menyusun dan merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien

lansia dengan gangguan sistem perkemihan pada kasus Benigna

Prostat Hiperplasia dengan baik dan benar.


6

c. Membuat perencanaan keperawatan pada pasien lansia dengan

gangguan sistem perkemihan pada kasus Benigna Prostat

Hiperplasia dengan baik dan benar.

d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien lansia dengan

gangguan sistem perkemihan pada kasus Benigna Prostat

Hiperplasia dengan baik dan benar.

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien lansia dengan

gangguan sistem perkemihan pada kasus Benigna Prostat

Hiperplasia dengan baik dan benar.

f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien lansia

dengan gangguan sistem perkemihan pada kasus Benigna Prostat

Hiperplasia dengan baik dan benar.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Ilmu Keperawatan

Memberikan wawasan baru tentang ilmu keperawatan dan

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya pada kasus

TURP

2. Bagi Rumah Sakit

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi

masyarakat dalam menyusun strategi untuk meningkatkan asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan pada

kasus TURP dengan memberikan penyuluhan dan tindakan yang

tepat dalam penangan kasus TURP


7

3. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat memberikan masukan tentang pentingnya pengetahuan

tentang kasus TURP sehingga dapat digunakan sebagai acuan bagi

penulis selanjutnya.

4. Bagi Tenaga Kesehatan

Dapat memberikan masukan pada tenaga kesehatan dalam

memberikan asuhan keperawatan sehingga dapat mencegah

timbulnya TURP .

5. Bagi Masyarakat/Keluarga

Memberikan informasi pada masyarakat tentang penyakit

yang dideritanya, pencegahan penyakit tersebut serta penanganannya

dirumah.

6. Bagi penulis

Dapat menambah ilmu pengetahuan dan memberikan

pengalaman nyata bagi penulis dalam melakukan asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan system perkemihan pada

kasus TURP
8

BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Benigna Prostat Hiperplasi

1. Pengertian

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran prostat

yang mengenai uretra, menyebabakan gejala urinaria (Nursalam,

2009)

Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran

kelenjar dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan

dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan

(Suharyanto, 2009).

Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar

prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua

komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler

yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatikann (Basuki,

2009)
9

2. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Prostat

1. Anatomi Kelenjar Prostat

Gambar 2.1 Anatomi sistem perkemihan ( Basuki, 2009 )

Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan

mengelilingi uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan

dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini

menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot

dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar

buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 sampai 6

cm, lebar 3 sampai 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 sampai 3 cm.

Beratnya sekitar 20 gram. Prostat terdiri dari Jaringan Kelenjar (50-70

%), Jaringan Stroma (penyangga), Kapsul/Musculer ( Gibson, 2005 )

Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang

melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar

prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:

1. Panjang 3.4 cm

2. Lebar 4.4 cm
10

3. Tebal 2.6 cm

Secara embriologis terdiri dari 5 lobus :

1. Lobus medius 1 buah

2. Lobus anterior 1 buah

3. Lobus posterior 1 buah

4. Lobus lateral 2 buah

Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan

lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada

penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu

kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista

kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada

potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:

1 Kapsul anatomis

2 Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan

muskuler

3 Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

a. Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya

b. Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini

disebut juga sebagai adenomatus zone

c. Di sekitar uretra disebut periuretral gland

Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan

saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris

komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat

belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit

teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada
11

penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat

masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning

kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan

prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila

tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu (Andrianto, 2006)

2. Fisiologi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak

mengandung enzim yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah

mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang membawa

sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan

bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel sperma yang

dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan

yang dihasilkan meliputi 10 sampai 30 % dari ejakulasi. Kelainan

pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah

keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain seperti pertumbuhan yang

abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan

penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada

terjadinya gangguan aliran miksi yang sering terjadi pada laki-laki

usia diatas 50 tahun ( Jong, 2005 )

Sel epitel memproduksi asam fospat dan sekresi prostat yang

membentuk bagian besar dari cairan semen untuk teranspor

spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi

yang terkumpul berbentuk bulat yang disebut korpora amilase. Asinus

dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa dan otot polos (Jong, 2005 )
12

Pasokan darah ke prostat berasal dari arteri iliaka interna

cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan

ke pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka

interna (Reance, 2010)

Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan

berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga

batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral

sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan

ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang

berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang

dapat mengakibatkan peradangan (Suharmono, 2011).

3. Etiologi

Penyebab Benigna Prostat Hiperplasia belum jelas tetapi

beberapa hipotesis menyebutkan diantaranya sebagai berikut :

a. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan

menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami

hiperplasia.

b. Ketidak Seimbangan Estrogen dengan Testoteron

Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan

hormon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan estradiol

tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.


13

c. Interaksi Stroma dengan Epitel

Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth

faktor dan penurunan transforming gorwth faktor beta

menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.

d. Penurunan Sel yang Mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama

hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

e. Teori Stem Cell

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel

transit (Basuki, 2009).

4. Tanda dan Gejala Benigna Prostat Hyperplasia

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat

Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma

Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

a. Gejala Obstruktif yaitu :

1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali

disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot

destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama

meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya

tekanan dalam uretra prostatika.

2) Intermitency yaitu teputusnya aliran kencing yang disebabkan

karena ketidak mampuan otot destrussor dalam

pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya

miksi.

3) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.


14

4) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran

destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan

di uretra.

5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa

belum puas.

b. Gejala Iritasi yaitu :

1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat

terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.

3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing (Basuki, 2009)

5. Patofisiologi

Sejalan dengan pertambahan umur, dan dengan adanya

peningkatan 5 Alfa reduktase dan reseptor endogen, terjadinya

interaksi sel epitel dan stroma, berkurangnya sel yang mati serta

peningkatan sel sterm, akan menyebabkan kelenjar prostat akan

mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas

(bladder) dan mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat

aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal.

Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot

detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa

urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan

anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi,

terbentuknya sekula-sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur

pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing


15

bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS, seperti

frekuensi, urgensi, disuria, intermiten, hesistensi, terminal dribbling

(Basuki, 2009)

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh

muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Pada fase ini disebut

Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan

kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas

miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus

destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam

buli-buli. Kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra

abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia

dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak

berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine,

keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase

Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam

beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara

berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan

buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup

menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi

adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi

retensi urine. Retensi urine (Basuki, 2009).


16

6. Pathway

Estrogen dan
Growth faktor Sel prostate umur panjang
testosteron tidak
seimbang
Sel strom Sel yang mati
pertumbuhan kurang
berpacu

Prostat membesar

TURP Perubahan
pola seksual

Penyempitan Kurang informasi


lumen posterior Iritasi mukosa Pemasangan terhadap
kandung Dower Cateter pembedahan
Obstruksi kemih/terputusnya
jaringan Luka
Cemas
Retensi
urine Rangsangan
saraf diameter
Tempat masuknya
Gate kontrol mikroorganisme
terbuka

Saraf eferen
Resiko infeksi

Cortex cerebri

Nteri akut
17

Benigna Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai

dengan gangguan klinisnya :

1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1

sampai 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, nocturia,

berat prostat kurang lebih 20 gram.

2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nocturia

bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah

pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa

urine 50 sampai 100 cc dan berat prostat kurang lebih 20 sampai

40 gram.

3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah

tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 sampai 4

cm, dan berat prostat mencapai 40 gram.

4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm,

ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis (Basuki,

2009).

7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah

retensi urin kronik yang dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter

hidroureter hidronefrosis gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal

dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi. Karena selalu

terdapat sisa urine sehingga menyebabkan terbentuknya batu

hematuriaf, sistitis dan pielonefritis (Sorensens, 2005 ).


18

Ada juga beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi

prostate yaitu :

1. Aterosclerosis

2. Infark jantung

3. Impoten

4. Haemoragik post operasi

5. Fistula

6. Striktur pasca operasi & inconentia urine

(Sorensens, 2005).

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit

dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan

umum klien. Pemeriksaan urin lengkap dan kulturnya juga

diperlukan. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa

sebagai kewaspadaan adanya keganasan.

b. Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran

urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan

uroflowmeter dengan penilaian :

1) Flow rate maksimal  15 ml / dtk = non obstruktif.

2) Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.

3) Flow rate maksimal  10 ml / dtk = obstruktif.


19

c. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik

1) USG (Ultrasonografi)

Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan

besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin.

Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral

dan supra pubik.

2) IVP (Pyelografi Intravena)

Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan

adanya hidronefrosis. Dengan IVP, buli – buli dilihat

sebelum, sementara dan sesudah isinya dikosongkan.

Sebelum, untuk melihat adanya intravesikal tumor dan

divertikel. Sementara (voiding cystografi), untuk melihat

adanya reflux urin. Sesudah (post evacuation), untuk melihat

residual urin.

2. Pemeriksaan Panendoskop

Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli

(Sunaryo, 2006 ).

9. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

Terapi Bedah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan

fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu

saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:


20

1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat

melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui

uretra.

2) Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat

pada kandung kemih.

3) Prostatektomi Retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada

abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa

memasuki kandung kemih.

4) Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah

insisi diantara skrotum dan rektum.

5) Prostatektomi Retropubis Radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula,

vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui

sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra

dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker

prostat.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan

obstruksi, dan kondisi pasien. Jika pasien masuk RS dengan

kondisi darurat karena ia tidak dapat berkemih maka kateterisasi


21

segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin digunakan

kateter logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi

dibuat ke dalam kandung kemih (sitostomi supra pubik) untuk

drainase yang adekuat.

Jenis pengobatan pada BPH antara lain:

a. Observasi (watchfull waiting)

Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan.

Nasehat yang diberikan adalah mengurangi minum setelah

makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-

obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak

diperbolehkan minum agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3

bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan

pemeriksaan colok dubur.

b. Kaji riwayat adanya gejala meliputi serangan ,frekuensi

urinaria setiap hari, berkemih pada malam hari, sering

berkemih, perasaan tidak dapat mengosongkan vesica urinaria

dan menurunnya pancaran urine.

c. Gunakan indeks gejala untuk menentukan gejala berat, dan

dampak terhadap gaya hidup pasien

d. Lakukan pemeriksaan rectal ( palpasi ukuran , bentuk dan

konsistensi ) dan pemeriksaan abdomen untuk mendeteksi

distensi kandung kemih serta derajat pembesaran prostat

e. Lakukan pengukuran erodinamik yang sederhana ,

uroflowmetri dan pengukuran residual prostat, jika di

indikasikan
22

B. Konsep Asuhan Keperawatan Post Turp

1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Aspiani, Reny Yuli (2015 : 399) pengkajian merupakan

tahap awal dan landasan proses keperawatan. Penumpulan data yang

akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan

pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien,

serta merumuskan diagnosis keperawatan pengakajian dilakukan setelah

klien menjalani operasi yang meliputi

a. Keluhan utama

Keluhan pada klien berbeda-beda antara klien yang satu

dan yang lain. Kemungkinan keluhan yang bias timbul pada klien

post operasi TUR-P adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri, karena

spasme kandung kemih, atau karena adanya insisi waktu

pembedahan. Hal ini di tunjukan dari ekspresi klien dan ungkapan

dari klien sendiri.

b. Keadaan umum

Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.

c. Sistem respirasi

Bagaimana peranpasan klien, apa ada sumbatan pada jalan

nafas atau tidak. Apakah perlu dipasang O2 frekuensi nafas, irama

nafas, suara nafas, ada wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot

bantu nafas seperti gerakan cuping hidung, gerakan dada dan perut.

Tanda-tanda cyanosis ada atau tidak.


23

d. Sistem sirkulasi

Yang dikaji: nadi (takikardi/bradikardi, irama), tekanan

darah, suhu tubuh, monitor jantung (EKG)

e. Sistem gastrointestinal

Hal yang dikaji: inkontinensia alvi, konstipasi/obstruksi,

bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada

mual dan muntah.

f. Sistem neurology

Hal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri

kepala.

g. System muskuloskleletal

Bagaimana aktivitas klien sehari-hari setelah operasi.

Bagaimana memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan

dibagian mana dipasang serta keadaan di sekitar daerah yang

terpasang infuse. Keadaan ekstremitas.

h. Sistem eliminasi

Apakah ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung

kemih penuh, masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah

ada tanda-tanda pendarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa

irigasi kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi urine tiap

hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter.

i. Terapi yang di berikan setelah operasi

j. Infuse yang terpasang, obat-obatan seperti antibotika, analgetika,

cairan irigasi kandung kemih.


24

2. Diagnosa menurut Reny Yuli Aspiani (2015 : 407).

a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi

skunder pada TUR-P

b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder

dari TUR-P: bekuan darah.

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat

selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.

d. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan

impoten akibat dari TUR-P.

e. Kurang pengetahuan tentang TUR-P berhubungan dengan kurang

informasi.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa 1 :

Nyeri akut berhubunan dengan spasme kandung kemih dan insisi skunder

pada TUR-P.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapakan klien dapat mengontrol nyeri dan menunjukan tingkatan

nyeri.

Kriteria Hasil : mengenal faktor penyebab nyeri, tindakan mengunakan

analgetik, melaporkan gejala-gejala kepada tenaga kesehatan,

melaporkan nyeri berkurang, ekspresi wajah tenang kegelisahan

berkurang, tidak ada perubahan respirasi.


25

Tindakan :

1) Mengkaji secara komperhensif tentang nyeri, meliputi lokasi,

karakteristik, durasi frekuensi, kualitas, intensitas, faktor-faktor

prespitasi nyeri.

2) Mengunakan komunikasi terupetik agar klien dapat mengekspresikan

nyeri

3) Memberikan informasi nyeri seperti : penyebab, berapa lama terjadi

dan tindakan pencegahan.

4) Monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri

5) Dokumentasikan respon analgetik dan efek-efek yang tidak diinginkan

6) Kolaborasi dengan tim dokter dan kesehatan lain dalam pemberian

obat analgetik.

Diagnosa 2:

Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari

TUR-P: bekuan darah.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan: klien

menunjukan kontinensia urine.

Kriteria Hasil :

1) Klien menunjukan eliminasi urine tidak terganggu: bau, jumlah dan

warna urine dalam batas normal.

2) Klien berkemih tanpa retensi

3) Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.

Tindakan :

1) Kaji output urine dan karakteristiknya.


26

2) Pantau eliminasi, meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan

warna jika perlu.

3) Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam

pertama.

4) Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.

5) Setelah kateter diangkat, pantau jumlah urine dan ukuran aliran.

6) Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan

berkemih, urgensi atau gejala-gejala retensi.

Diagnosa 3 :

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama

pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan: Infeksi dapat dicegah dan klien dapat meningkatkan

pertahanan tubuh.

Kriteria Hasil :

1) Klien tidak menalami infeksi.

2) Klien menunjukan leukosit dalam batas normal.

3) Klien dapat mencapai waktu penyembuhan.

4) Klien tidak menunjukan tanda gejala shock.

Tindakan :

1) Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter steril.

2) Anjurkan intake cairan yan cukup (2500-3000) sehingga dapat

menurunkan potensial infeksi.

3) Observasi urine: warna, jumlah, bau.


27

4) Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.

Diagnosa 4 :

Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten

akibat dari TUR-P.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan: Fungsi seksual adekuat.

Kriteria hasil :

1) Klien menunjukan adanya keinginan untuk mendiskusikan perubahan

pada fungsi seksual.

2) Klien menyatakan pemahaman situasi individual.

3) Klien mengerti tentang pengaruh TUR-P pada seksual.

Tindakan :

1) Berikan privasi pastikan kerahasiaan klien.

2) Berikan informasi mengenai fungsi seksual sesuai kebutuhan.

3) Beri kesempatan klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh

TUR-P terhadap seksual.

4) Dorong klien untuk menanyakan kedokter selama di rawat di rumah

sakit dan kunjungan lanjutan.

Diagnosa 5 :

Kurang pengetahuan tentang TUR-P berhubungan dengan kurang

informasi.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan Klien mendapatkan pengetahuan tentang pantangan kegiatan

serta kebutuhan berobat lanjutan.


28

Kriteria Hasil :

1) Klien akan melakakukan perubahan perilaku.

2) Klien berpartisipasi dalam pengobatan.

3) Klien mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan

berobat lanjutan.

Tindakan :

1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang prosedur pengobatan yang

pasien lakukan.

2) Jelaskan tentan prosedur pengobatan yang telah dilakukan dan

perawatan.

3) Jelaskan kepada klien tujuan dari tindakan setiap pengobatan.

4) Berikan informasi tentang kondisinya.

5) Diskusikan perubahan perilaku yang dapat mencegah komplikasi.

6) Berikan penjelasan untuk mencegah mengedan wakatu BAB selama 4-6

minggu dan memakai pelumas tinja bisa mengurangi kebutuhan

mengedan pada waktu BAB.

7) Anjurkan intake cairan sekurang-kurangnya 2500-3000 ml/hari untuk

mengurangi resiko infeksi dan gumpalan darah.

4. Pelaksanaan Keperawatan

Menurut Damiarti, dkk (2009:96) merupakan inisiatif dari

rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap

pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan

ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan

yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik


29

dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

masalah kesehatan klien.

Adapun Tahapan Implementasi Keperawatan adalah sebagai berikut :

Tahap 1 : Persiapan. Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut

perawat untuk mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap

perencanaan.

Tahap 2 : Intervensi. Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah

kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi

kebutuhan fisik dan emosional.

Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan : independen,

dependen, dan interdependen.

Tahap 3 : Dokumentasi. Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti

oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam

proses keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Damiarti, dkk (2009:96) evaluasi adalah proses dan

dokumentasi keperawatan konsep dan klinik. Tahap evaluasi diletakan

pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral

(mengenai keseluruhan) pada setiap proses keperawatan. Tujuan dari

evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

Ada 2 komponen untuk melakukan evaluasi kualitas dari tindakan

keperawatan yaitu Evaluasi Formatif (proses) adalah hasil kulitas dari

pelayanan tindakan keperawatan dan harus terus menerus dilakukan

tindakan keperawatan sampai tujuan yang telah ditetapkan tercapai.


30

Evaluasi Sumatif (Hasil) evaluasi yang pada dasarnya untuk mengetahui

apakah tindakan keperawatan sudah tercapai atau belum tercapai.

Adapun tahap evaluasi mempermudah perawat untuk mengevaluasiatau

memantau perkembangan klien digunakan komponen SOAP adalah

Subjektif, perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan

setelah dilakukan tindakan keperawatan. Objektif, data berdasarkan hasil

pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien dan

yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan. Analisa,

intervensi dari data subjektif dan objektif merupakan suatu masalah atau

diagnosa keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat dituliskan

masalah/diagnosa baru yang terjadi akibat perubahan status klien yang

telah di identifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif. Planning,

yaitu perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan yang telah ditentukan

sebelumnya.
31

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reny Y. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Aplikasi

NANDA NIC-NOCJilid1.Jakarta : CV. Trans Info Media

Sulistyo-Basuki (2009) pengantar ilmu perpustakaan Jakarta. Gramedia

Sunaryo, Wijayanti, dkk.2015. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:

penerbit CV.ANDI OFFEST

Ary, D., Jacobs, L. C., Sorensens, C, K., &Walker, D. A. (2005). Introduction

to Research in Education Edition 9. USA:Wadswort.

Anda mungkin juga menyukai