Anda di halaman 1dari 18

SP KDK 2 SEMESTER 1

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

Kelompok 5

Auliannisa Muhtariyati 2016720116


Ari Lesmana 2016720062
Dina Hafizhah 2016720067
Ela Trisnawati 2016720012
Eneng Suryani 2016720070
M. F. Habibi 2016720032

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019-2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Puji syukur Alhamdulillah kami mengucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pengkajian.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk ini kami ingin
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat membuat makalah lebih
baik kedepannya. Sekian dari kami, semoga ini sesuai dengan apa yang diharapkan dan
bermanfaat.
Wasalammua’laikum Warahmatullahi Wabarakat.

Jakarta, 15 Maret 2020

Kelompok 5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penting bagi kita untuk mengetahui penyakit  Benigna Prostat Hiperplasia (BPH),
karena hampir setiap laki-laki dengan usia rata 50 tahun mengalami penyakit ini.
Benigna Prostat Hiperplasia adalah suatu penyakit perbesaran atau hipertrofi dari
prostate. Kata-kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di kalangan klinik
karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas
terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh  jumlah (kualitas). Namun, hiperplasia
merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel
(kuantitas). BPH sering menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin karena pembesaran
prostat yang cenderung kearah depan atau menekan vesika urinaria (Prabowo & Pranata,
2014,)

Oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan perawat mempunyai peran yang penting
dalam pencegahan dan pengobatan BPH.Pencegahan BPH itu sendiri diterapkan dengan
membudidayakan pola hidup sehat serta melakukan pemeriksaan secara berkala. Tidak
semua pasien yang mengalami BPH harus menjalani operasi. Sebagai perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien BPH dalam upaya kuratif yaitu pemberian
obat,pemberian antikolinergik mengurangi spasme kandung kemih. Dalam memenuhi
kebutuhan seperti gangguan eliminasi dengan cara pemantauan dalam pemasangan
kateter. Dan sangat diperlukan pula peran serta keluarga dalam pemberian asuhan
keperawatan klien dengan post prostatektomi baik dirumah sakit maupun rumah rena ini
merupakan peran perawat sebagai Edukator. (Prabowo & Pranata, 2014)

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Benigna Prostat Hiperplasia?
2. Apa etiologi Benigna Prostat Hiperplasia?
3. Bagaimana patofisiologi Benigna Prostat Hiperplasia?
4. Apa saja penatalaksanaan untuk Benigna Prostat Hiperplasia?
5. Bagaimana asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasiean Benigna Prostat
Hiperplasia?
C. Tujuan
Tujuan makalah ini dibuat untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya
Benigna Prostat Hiperplasia. Selain itu, makalah ini juga membahas asuhan
keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia beserta kasusnya yang
diberikan. Pada bab selanjutnya akan membahas definisi, etiologi, patofisiologi, dan
penatalaksanaannya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Prostat merupakan organ penting sistem reproduksi pada pada laki-laki. Posisi prostat
terletak pada bagian perut bawah, yaitu di bawah kandung kemih dan mengelilingi
saluran kemih. Prostat berfungsi untuk memproduksi enzim air mani dan melarutkan
sperma yang dihasilkan oleh testis yang terletak di dalam kantung zakar agar sperma
tetap sehat.

Hipertrofi prostat jinak (benign prostatic hyperthropy; BPH) merupakan kondisi yang
belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh meningktnya ukuran zona dalam (kelenjar
periuretra) dari kelenjar prostat (Pierce, 2006). Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah
pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau
semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.
Sutomo, 1994).

Jadi dapat disimpulkan bahwa benign prostat hipertrofi adalah pembesaran pada
kelenjar prostat, ditandai dengan meningkatnya ukuran kelenjar periuretra yang
disebabkan karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang biasanya
terjadi pada pria berusia lebih dari 50 tahun.

B. Etiologi

Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon enstrogen
(Mansjoer, 2000). Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperflasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperflasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotesteron (DHT) dan proses
aging (menjadi tua).

Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah :

1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut.
2. Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stoma kelenjar prostat.

3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati.

4. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi kelenjar
prostat menjadi berlebihan.

Penyebab BPH tidak diketahui, tapi tampaknya terdapat kaitan dengan perubahan
derajat hormon yang dialami dalam proses lansia (Barbara C Long, 1999: 32).

C. Patofisiologi

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya


usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron
menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya
penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA
sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia
kelenjar prostat (Mansjoer, 2000).

Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan
lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi
pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase
kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urine (Mansjoer, 2000).
Pathway
D. Penalataksanaan
1. Terapi
2. Pemeriksaan Diagnostik

Radiologi

a. Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan
kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi
urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.

b. Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter
berkelok kelok di vesikula) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu
urine atau filling defect divesikula.

c. Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal


(trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran
prostat < pemeriksaan USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng
ukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan
batu .Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis
terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG
suprapubik.

d. Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan


cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor
dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang
dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga
memberi keterangan mengenahi besarprostat dengan mengukur panjang
uretra pars prostatika dan melihat penonjalan prostat kedalam uretra.

Laboratorium

a. Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita.

b. Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit


diabetus militus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli
(buli-buli nerogen).
c. Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.

d. Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih.

e. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang


menyebadkan infeksi dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap
beberapa anti mikroba yang diujikan.

Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik (buli-
buli penuh / kosong ).

b. Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin


kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan
“Ballottement”.

c. Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.

Cystoscopy

Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop.


Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih
atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu
radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi
besarprostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan
prostat kedalam uretra.

Kateterisasi

Mengukur “rest urine“ Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi sepontan
dengan cara kateterisasi. Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas
indikasi untuk melakukan intervensi pada hipertropi prostat.

3. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada BPH adalah :

a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b. Klien dengan residual urin > 100 ml.

c. Klien dengan penyulit.

d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.

e. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

1) Insisi Prostat Transuretral ( TUIP )

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui
uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk
mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini
diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif
dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan
dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.

2) TURP (TransUretral Reseksi Prostatat)

TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk
pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang
disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum
maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan
tingkat morbiditas minimal.

TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan
terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami
pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan
secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan
reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika
(Anonim,FK UI, 2015).

Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi
balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih.
Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan
darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat
setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.

Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik)


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus V

Tn. Z, 52 tahun di rawat di RS Kharisma dengan diagnose medis Prostat Hyperplasia, ia akan
menjalani operasi TURP hari selasa, tgl 13 Februari 2017. Keluhan umum klien baik, TD :
140/90 mmHg, Nadi : 88 kali/ menit, RR : 26 kali/menit, S : 37,5 C. hasil pemeriksaan fisik
didapatkan pembesaran kelenjar prostat 3cm, dengan berat kira- kira 40 gr, hasil diagnositic
Ro dada Cor, pulmo normal, EKG dalam batas normal. Hasil pemeriksaan lab: Hb 13 gr/dl,
leucocyt : 5500, LED : 7/jam. Klien baru pertama kali dirawat dirumah sakit, klien merasa
takut untuk operasi, sehingga keluarga merasa sangat khawatir dengan rencana operasi
tersebut. Klien dan keluarga bolak – balik menyanyakan tentang operasi yang akan dijalani
karena belum mendapatkan informasi yang jelas hanya tahu akan dilakukan operasi. Terapi
sementara valium 5mg diberikan malam, sangobion 1x1 cap pagi, klien terpasang kateter,
urin berwarna kuning, jernih, tidak terlihat ada endapan. Untuk mengatasi masalah tersebut
Ns. M mendapatkan tugas untuk memberikan pendidikan kesehatan

A. Pengkajian
1. Identitas Klien:
Nama : Tn. Z
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Pendidikan : SD
Alamat : Jl. Kramat jati Rw 001/07 Jakarta Pusat
2. Keadaan umum:
Klien mengatakan baik

Data :

 Data subjectiv:
a. Klien mengatakan baru pertama kali dirawat di RS.
b. Klien mengatakan takut untuk di operasi.
c. Klien atau keluarga sering menanyakan tentang operasi yang akan dijalani
karena tidak mendapatkan informasi yang jelas, hanya tahu ingin di operasi
TURP.
 Data objectiv:
a. TD : 140/90 mmHg.
b. Nadi : 88 x/menit.
c. RR : 26 x/menit.
d. Suhu : 35,5 c
e. Klien terpasang kateter.
f. Urin berwarna kuning jernih tidak ada endapan.

Hasil pemeriksaan fisik:

- Didapatkan pembesaran kelenjar prostat 3 cm dengan berat 40 gram.

Hasil data penunjang:

- Rongent dada Cor.


- Pulmo normal.
- EKG normal.

Hasil pemeriksaan Lab:

- HB : 13 gram/dl.
- Leucocyt : 13 gram/dl
- LED : 7/jam.

Terapi farmakologis:

- Valium : 5 mg, 1x1


- Sangobion : 1x1

Analisa data:
NO DATA Etiologi Masalah Keperawatan
1 DS: Kurang terpapar Kurang Pengetahuan
- Klien mengatakan takut Informasi
untuk operasi
- Keluarga Klien selalu
menanyakan rencana
operasi
DO:
- Klien tampak takut
2 DS : Prosedur pembedahan Cemas
- Klien mengatakn takut
untuk operasi
- Klien dan Keluarga
klien selalu menanyakan
prosedur operasi
DO :
- Klien tampak takut
- Klien tampak cemas
- Keluarga klien tampak
cemas

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi


2. Cemas berhubungan dengan Prosedur pembedahan
C. Intervensi
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
O Keperawatan
1 Kurang Dalam waktu 1x24 1. Identifikasi faktor internal dan 1. Pengetahuan dasar yang memadai dapat
pengetahuan b.d jam pengetahuan
eksternal yang dapat meningkatkan kerjasama pasien mengenai
kurang terpapar klien bertambah.
informasi Setelah diberi meningkatkan motivasi orangtua program pengobatan dan mendapatkan
penjelasan
dan keluarga, jelaskan pengertian, penyembuhan yang optimal
pengetahuan klien
bertambah dan tanda gejala, komplikasi , rencana 2. Pengetahuan mengenai lokasi operasi dapat
memahami tentang
tindakan yang akan dilakukan. meningkatkan tindakan koperatif klien
penyakitnya dengan
kriteria : 2. Jelaskan mengenai jadwal dan 3. Durasi tindakan operasi dapat menenangkan klien
- Pasien dan
lokasi operasi 4. Tingkat kecemasan klien untuk mengetahui
keluarga
mengatakan 3. Jelaskan durasi tindakan operasi kesiapan klien operasi
pemahaman 4. Identifikasi kecemasan klien 5. Gambaran tindakan pre operatif dapat
tentangpenyakit-
kondisi-prognosis 5. Gambarkan tindakan pre operasi meningkatkan kesiapan klien dalam melaksanakan
dan program rutin (anestesi, diet, test operasi
pengobatan
- Pasien dan laboratorium, IV terapi, ruang
keluarga mampu tunggu keluarga).
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara
benar
- Pasien dan
keluarga mampu
menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan
perawat/tim
kesehatan lainnya

2 Cemas b.d Setelah dilakukan 1. Jelaskan prosedur termasuk sensasi 1. kecemasan klien akan berkurang dengan
prosedur tindakan keperawatan seperti keadaan selama prosedur. informasi yang diberikan perawat
pembedahan selama 5 menit 2. Temani klien untuk meningkatkan 2. dengan ditemani perawat kecemasan klien akan
kecemasan klien keamanan dan menurunkan sedikit berkurang
berkurang dengan kecemasan 3. membantu menentukan jenis intervensi yang
kriteria : 3. Dengarkan keluhan klien akan dilakukan
- klien tampak 4. Identifikasi perubahan level 4. mengetahui perkembangan keadaan klien
tenang kecemasan 5. membuat perasaan terbuka dan bekerjasama
- klien mengatakan 5. Dorong klien untuk dalam memberikan informasi yang akan
rasa takutnya mengungkapkan secara verbal membantu identifikasi masalah
berkurang tentang perasaan, persepsi dan 6. kontak mata menumbuhkan hubungan saling
- klien mengatakan ketakutan percaya antara perawat klien
siap untuk 6. pertahankan kontak mata 7. menurunkan stimulus cemas dapat mencegah
dilakukan operasi 7. turunkan stimulus pembuat cemas cemas yang berkelanjutan
8. tunjukkan penerimaan 8. sikap penerimaan perawat dapat
9. jaga ketenangan meningkatkan kepercayaan diri klien
9. suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus
pembuat cemas

D. Implementasi Dan Evaluasi


N Hari, Tanggal, Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi
O Keperawatan
1 Senin, 12 Februari Kurang 1. menjelaskan jadwal dan lokasi S : klien menanyakan prosedur operasi
2017, 09.00 wib Pengetahuan b.d operasi O : klien terlihat tegang
kurang 2. menjelaskan durasi operasi A : masalah teratasi
terpaparnya 3. menggambarkan jalannya operasi P : hentikan intervensi
informasi rutin (anastesi, diit, dll)
2 Senin, 12 Februari Cemas b.d 1. menjelaskan prosedur operasi S : klien mengatkan takut dan,emas
2017, 11.00 wib prosedur 2. menemani klien untuk O : wajah klien tegang, klien tampak membaca
pembedahan menurunkan kecemasan doa
3. mendengarkan keluhan klien A : cemas teratasi
4. mendorong klien untuk P : hentikan intervensi
mengungkapkan rasa takutnya
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran pada kelenjar prostat, ditandai dengan
meningkatnya ukuran kelenjar periuretra yang disebabkan karena hiperplasi beberapa
atau semua komponen prostat yang biasanya terjadi pada pria berusia lebih dari 50 tahun.
Penyakit ini harus dilakukan operasi agar tidak menimbulkan komplikasi.
B. Saran
Untuk menambah pengetahuan pembaca tentang penyakit BPH ini dan agar tidak
menimbulkan komplikasi yang lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
salemba medika

Aulawi, K. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta: Rapha Publishing.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta

Bruner & Sudart. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: Egc.

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T
Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Doenges Marilynn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien). Edisi 4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai