Kelompok 5
Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penting bagi kita untuk mengetahui penyakit Benigna Prostat Hiperplasia (BPH),
karena hampir setiap laki-laki dengan usia rata 50 tahun mengalami penyakit ini.
Benigna Prostat Hiperplasia adalah suatu penyakit perbesaran atau hipertrofi dari
prostate. Kata-kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di kalangan klinik
karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas
terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh jumlah (kualitas). Namun, hiperplasia
merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel
(kuantitas). BPH sering menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin karena pembesaran
prostat yang cenderung kearah depan atau menekan vesika urinaria (Prabowo & Pranata,
2014,)
Oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan perawat mempunyai peran yang penting
dalam pencegahan dan pengobatan BPH.Pencegahan BPH itu sendiri diterapkan dengan
membudidayakan pola hidup sehat serta melakukan pemeriksaan secara berkala. Tidak
semua pasien yang mengalami BPH harus menjalani operasi. Sebagai perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien BPH dalam upaya kuratif yaitu pemberian
obat,pemberian antikolinergik mengurangi spasme kandung kemih. Dalam memenuhi
kebutuhan seperti gangguan eliminasi dengan cara pemantauan dalam pemasangan
kateter. Dan sangat diperlukan pula peran serta keluarga dalam pemberian asuhan
keperawatan klien dengan post prostatektomi baik dirumah sakit maupun rumah rena ini
merupakan peran perawat sebagai Edukator. (Prabowo & Pranata, 2014)
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Benigna Prostat Hiperplasia?
2. Apa etiologi Benigna Prostat Hiperplasia?
3. Bagaimana patofisiologi Benigna Prostat Hiperplasia?
4. Apa saja penatalaksanaan untuk Benigna Prostat Hiperplasia?
5. Bagaimana asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasiean Benigna Prostat
Hiperplasia?
C. Tujuan
Tujuan makalah ini dibuat untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya
Benigna Prostat Hiperplasia. Selain itu, makalah ini juga membahas asuhan
keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia beserta kasusnya yang
diberikan. Pada bab selanjutnya akan membahas definisi, etiologi, patofisiologi, dan
penatalaksanaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Prostat merupakan organ penting sistem reproduksi pada pada laki-laki. Posisi prostat
terletak pada bagian perut bawah, yaitu di bawah kandung kemih dan mengelilingi
saluran kemih. Prostat berfungsi untuk memproduksi enzim air mani dan melarutkan
sperma yang dihasilkan oleh testis yang terletak di dalam kantung zakar agar sperma
tetap sehat.
Hipertrofi prostat jinak (benign prostatic hyperthropy; BPH) merupakan kondisi yang
belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh meningktnya ukuran zona dalam (kelenjar
periuretra) dari kelenjar prostat (Pierce, 2006). Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah
pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau
semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.
Sutomo, 1994).
Jadi dapat disimpulkan bahwa benign prostat hipertrofi adalah pembesaran pada
kelenjar prostat, ditandai dengan meningkatnya ukuran kelenjar periuretra yang
disebabkan karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang biasanya
terjadi pada pria berusia lebih dari 50 tahun.
B. Etiologi
Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon enstrogen
(Mansjoer, 2000). Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperflasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperflasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotesteron (DHT) dan proses
aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut.
2. Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stoma kelenjar prostat.
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati.
4. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi kelenjar
prostat menjadi berlebihan.
Penyebab BPH tidak diketahui, tapi tampaknya terdapat kaitan dengan perubahan
derajat hormon yang dialami dalam proses lansia (Barbara C Long, 1999: 32).
C. Patofisiologi
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan
lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi
pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase
kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urine (Mansjoer, 2000).
Pathway
D. Penalataksanaan
1. Terapi
2. Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi
a. Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan
kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi
urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
b. Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter
berkelok kelok di vesikula) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu
urine atau filling defect divesikula.
Laboratorium
d. Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih.
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik (buli-
buli penuh / kosong ).
Cystoscopy
Kateterisasi
Mengukur “rest urine“ Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi sepontan
dengan cara kateterisasi. Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas
indikasi untuk melakukan intervensi pada hipertropi prostat.
3. Pembedahan
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b. Klien dengan residual urin > 100 ml.
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui
uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk
mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini
diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif
dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan
dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk
pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang
disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum
maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan
tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan
terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami
pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan
secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan
reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika
(Anonim,FK UI, 2015).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi
balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih.
Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan
darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat
setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus V
Tn. Z, 52 tahun di rawat di RS Kharisma dengan diagnose medis Prostat Hyperplasia, ia akan
menjalani operasi TURP hari selasa, tgl 13 Februari 2017. Keluhan umum klien baik, TD :
140/90 mmHg, Nadi : 88 kali/ menit, RR : 26 kali/menit, S : 37,5 C. hasil pemeriksaan fisik
didapatkan pembesaran kelenjar prostat 3cm, dengan berat kira- kira 40 gr, hasil diagnositic
Ro dada Cor, pulmo normal, EKG dalam batas normal. Hasil pemeriksaan lab: Hb 13 gr/dl,
leucocyt : 5500, LED : 7/jam. Klien baru pertama kali dirawat dirumah sakit, klien merasa
takut untuk operasi, sehingga keluarga merasa sangat khawatir dengan rencana operasi
tersebut. Klien dan keluarga bolak – balik menyanyakan tentang operasi yang akan dijalani
karena belum mendapatkan informasi yang jelas hanya tahu akan dilakukan operasi. Terapi
sementara valium 5mg diberikan malam, sangobion 1x1 cap pagi, klien terpasang kateter,
urin berwarna kuning, jernih, tidak terlihat ada endapan. Untuk mengatasi masalah tersebut
Ns. M mendapatkan tugas untuk memberikan pendidikan kesehatan
A. Pengkajian
1. Identitas Klien:
Nama : Tn. Z
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Pendidikan : SD
Alamat : Jl. Kramat jati Rw 001/07 Jakarta Pusat
2. Keadaan umum:
Klien mengatakan baik
Data :
Data subjectiv:
a. Klien mengatakan baru pertama kali dirawat di RS.
b. Klien mengatakan takut untuk di operasi.
c. Klien atau keluarga sering menanyakan tentang operasi yang akan dijalani
karena tidak mendapatkan informasi yang jelas, hanya tahu ingin di operasi
TURP.
Data objectiv:
a. TD : 140/90 mmHg.
b. Nadi : 88 x/menit.
c. RR : 26 x/menit.
d. Suhu : 35,5 c
e. Klien terpasang kateter.
f. Urin berwarna kuning jernih tidak ada endapan.
- HB : 13 gram/dl.
- Leucocyt : 13 gram/dl
- LED : 7/jam.
Terapi farmakologis:
Analisa data:
NO DATA Etiologi Masalah Keperawatan
1 DS: Kurang terpapar Kurang Pengetahuan
- Klien mengatakan takut Informasi
untuk operasi
- Keluarga Klien selalu
menanyakan rencana
operasi
DO:
- Klien tampak takut
2 DS : Prosedur pembedahan Cemas
- Klien mengatakn takut
untuk operasi
- Klien dan Keluarga
klien selalu menanyakan
prosedur operasi
DO :
- Klien tampak takut
- Klien tampak cemas
- Keluarga klien tampak
cemas
B. Diagnosa Keperawatan
2 Cemas b.d Setelah dilakukan 1. Jelaskan prosedur termasuk sensasi 1. kecemasan klien akan berkurang dengan
prosedur tindakan keperawatan seperti keadaan selama prosedur. informasi yang diberikan perawat
pembedahan selama 5 menit 2. Temani klien untuk meningkatkan 2. dengan ditemani perawat kecemasan klien akan
kecemasan klien keamanan dan menurunkan sedikit berkurang
berkurang dengan kecemasan 3. membantu menentukan jenis intervensi yang
kriteria : 3. Dengarkan keluhan klien akan dilakukan
- klien tampak 4. Identifikasi perubahan level 4. mengetahui perkembangan keadaan klien
tenang kecemasan 5. membuat perasaan terbuka dan bekerjasama
- klien mengatakan 5. Dorong klien untuk dalam memberikan informasi yang akan
rasa takutnya mengungkapkan secara verbal membantu identifikasi masalah
berkurang tentang perasaan, persepsi dan 6. kontak mata menumbuhkan hubungan saling
- klien mengatakan ketakutan percaya antara perawat klien
siap untuk 6. pertahankan kontak mata 7. menurunkan stimulus cemas dapat mencegah
dilakukan operasi 7. turunkan stimulus pembuat cemas cemas yang berkelanjutan
8. tunjukkan penerimaan 8. sikap penerimaan perawat dapat
9. jaga ketenangan meningkatkan kepercayaan diri klien
9. suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus
pembuat cemas
A. Kesimpulan
Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran pada kelenjar prostat, ditandai dengan
meningkatnya ukuran kelenjar periuretra yang disebabkan karena hiperplasi beberapa
atau semua komponen prostat yang biasanya terjadi pada pria berusia lebih dari 50 tahun.
Penyakit ini harus dilakukan operasi agar tidak menimbulkan komplikasi.
B. Saran
Untuk menambah pengetahuan pembaca tentang penyakit BPH ini dan agar tidak
menimbulkan komplikasi yang lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, A & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
salemba medika
Bruner & Sudart. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: Egc.
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T
Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Doenges Marilynn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien). Edisi 4. Jakarta: EGC