Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

ASKEP BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1

Nama Dosen : Ns. Ibu Mesaroh, S.Kep. Ners , MM

Disusun Oleh : Kelompok 6

1. Alif Munajah 6. Raihan Muhammad Ihsan

2. Afitri 7. Rifa Suci Adithia

3. Khoiril Mala 8. Rika Oktaviara

4. Kriswanda 9. Sarah Delita

5. Maulana Achmad Rifaldi 10. Seftia Indriani

11. Resty Nurul Amaliah

AKADEMI KEPERAWATAN BUNTET PESANTEREN CIREBON


Jl. Buntet Pesantren Mertapada Kulon Kec. Astanajapura Kab. Cirebon 45181 Tlp.
(0231)635747 - 63985
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas limpahan rahmat-Nya
penyusunan dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal Bedah 1 Tentang Askep
Benign Prostatic Hyperplasia. Makalah ini merupakan keharusan untuk diselesaikan oleh
mahasiswa Akper Buntet Pesantren Cirebon

Tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah untuk memantapkan pembelajaran
teori yang sudah dipelajari sebelumnya

Dalam proses pembuatan makalah ini tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada
kedua orang tua yang telah banyak memberikan dorongan semangat dari awal hingga akhir
penyusunan makalah ini dan segala hormat kami ucapkan banyak terimakasih kepada ibu dan
bapak Dosen di kampus sehingga kami dapat menerapkan ilmu yang bapak dan ibu berikan
kepada kami.

Ucapan terimakasih ini juga kami ucapkan kepada Ns. Ibu Mesaroh, S.Kep. Ners ,
MM selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dengan segala
kekurangannya. Untuk itu kami berharap adanya kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi teman-teman dan
pembaca sekaligus untuk menambah pengetahuan tentang makalah ini.

Cirebon, November 2020

Kelompok 6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit prostat merupakan penyebab yang sering terjadi pada berbagai masalah
saluran kemih pada pria, insidennya menunjukan peningkatan sesuai dengan umur,
terutama mereka yang berusia 60 tahun. Sebagian besar penyakit prostat menyebabkan
pembesaran organ yang mengakibatkan terjadinya penekanan/pendesakan uretra pars
intraprostatik, keadaan ini menyebabkan gangguan aliran urine, retensi akut dari infeksi
traktus urinarius memerlukan tindakan kateterlisasi segera. Penyebab penting dan sering
dari timbulnya gejala dan tanda ini adalah hiperlasia prostat dan karsinoma prostat.
Radang prostat yang mengenai sebagian kecil prostat sering ditemukan secara tidak
sengaja pada jaringan prostat yang diambil dari penderita hiperlasia prostat atau
karsinoma prostat (J.C.E Underwood, 1999).

Beranekaragamnya penyebab dan bervariasinya gejala penyakit yang


ditimbulkannya sering menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaan BPH, sehingga
pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak tepat sesuai dengan etiologinya. Terapi
yang tidak tepat bisa mengakibatkan terjadinya BPH berkepanjangan. Oleh karena itu,
mengetahui secara lebih mendalam faktor-faktor penyebab (etiologi) BPH akan sangat
membantu upaya penatalaksanaan BPH secara tepat dan terarah.

Peran perawat pada klien meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Secara promotif perawat dapat memberikan penjelasan pada klien tentang
penyakit BPH mulai dari penyebab sampai dengan komplikasi yang akan terjadi bila
tidak segera ditangani. Kemudian pada aspek preventif perawat memberikan penjelasan
bagaimana cara penyebaran penyakit BPH, misalnya cara pembesaran prostat akan
menyebabkan obstruksi uretra. Secara kuratif perawat berperan memberikan obat-obatan
sebagai tindakan kolaborasi dengan tim dokter. Aspek rehabilitatif meliputi peran
perawat dalam memperkenalkan pada anggota  keluarga cara merawat klien dengan BPH
dirumah, serta memberikan penyuluhan tentang pentingnya cara berkemih. Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat dengan judul
“Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Perkemihan Post Open Prostatectomi
atas Indikasi Benigna Prostat Hiperplasia”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi BPH ?
2. Apa Etilogi BPH ?
3. Bagaimana anatomi dan fisiologi BPH ?
4. Bagaimana Patofis BPH ?
5. Apa Manifestasi Klinik BPH ?
6. Bagaimana Klasifikasi BPH ?
7. Apa Diagnostik Pemerikasaan BPH ?
8. Apa saja Komplikasi dari BPH ?
9. Bagaimana Askep BPH ?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa/i dapat memahami tentang Definisi BPH
2. Agar mahasiswa/i mengetahui Etilogi BPH
3. Agar mahasiswa/i mengetahui anatomi dan fisiologi BPH
4. Agar mahasiswa/i mengetahui Patofis BPH
5. Agar mahasiswa/i mengetahui Klinik BPH
6. Agar mahasiswa/i mengetahui Klasifikasi BPH
7. Agar mahasiswa/i mengetahui Diagnostik Pemerikasaan BPH
8. Agar mahasiswa/i mengetahui Komplikasi dari BPH
9. Agar mahasiswa/i mengetahui konsep asuhan keperawatan BPH
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Hiperplasia prostat jinak atau Benign prostatic hyperplasia (BPH) juga dikenal
sebagai hipertrofi prostat jinak (secara teknis keliru), pembesaran prostat jinak (BEP),
dan hiperplasia adenofibromyomatous, mengacu pada peningkatan ukuran prostat. Ada
beberapa referensi pengertian bph menurut beberapa sumber bacaan diantaranya:

Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,


disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193).

Benigna Hipertropi Prostat adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar


prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter (Arifyanto
D,2008).

Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran non-kanker


(noncancerous) dari kelenjar prostat (prostate gland) yang dapat membatasi aliran urin
(kencing) dari kandung kemih (bladder) (Adel,2008).

Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler kelenjar


prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan.
Kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan urethra, sehingga hipertropi prostat
sering menghalangi pengosongan kandung kemih (Doenges, 2002).

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian


mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de,
1998).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna
Hipertropi Prostat (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang  menyumbat aliran
keluar urine dan dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.

B. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia sampai sekarang
belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya
Benigne Prostat Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut.

Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain :

1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel


dan stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.

2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron

Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen


dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat
menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.

3. Interaksi stroma – epitel

Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan


penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma
dan epitel.

4. Penurunan sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan


epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem cell

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit. (Roger Kirby,
1994 : 38).

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari


uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan
bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering
disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih
sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 – 6 cm, lebar 3 – 4
cm, dan tebalnya kurang lebih 2 – 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.

Prostat terdiri dari :

1. Jaringan Kelenjar 50 – 70 %
2. Jaringan Stroma (penyangga) & Kapsul/Musculer 30 – 50 %

Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang


berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di
dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar
prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang
dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan
meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses
reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang
abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada
proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing.
Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.

D. PATOFISIOLOGI

Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia,


jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran
uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan
intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor
dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang
terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan
struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian
bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76).

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor
berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah.
Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan
kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,
kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat
sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat
Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra
abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid
puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine
dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia
Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan
mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi
oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan
kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi
urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal
(Sunaryo, H. 1999 : 11)

E. MANIFESTASI KLINIS

Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu
disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:

1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih


2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi
kandung kemih dan cystitis.

Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hipertrofi: Retensi urin. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing. Miksi yang tidak
puas. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia). Pada malam hari
miksi harus mengejan. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria). Massa pada
abdomen bagian bawah. Hematuria. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak
untuk mengeluarkan urin). Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik. Kolik renall.
Berat badan turunm. Anemia.Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama
sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin
selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya
merusak ginjal.

F. KLASIFIKASI BPH

Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :

1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine
kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat,
panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas
atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.
3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine
lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal
seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:


1. Laboratorium Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan
urin
2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning,
cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila
fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans
rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran
prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine
dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim
De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung
kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui
insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi Parineal Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui
perineum.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi kronik
dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b.
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia /
hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.
Hematuria. Sistitis dan Pielonefritis
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN BPH

A. FOKUS PENGKAJIAN

Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat
penulis kelompokkan menjadi:

a. Data subyektif :

- Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.


- Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
- Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan
- Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

b. Data Obyektif:

- Terdapat luka insisi


- Takikardi
- Gelisah
- Tekanan darah meningkat
- Ekspresi wajah ketakutan
- Terpasang kateter

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter


2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme melalui
kateterisasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit dan
perawatannya.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat
kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil:

a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang


b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi:

a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.
b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan
tekanan darah dan denyut nadi)
c. Beri kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen
tegang)
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan
perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat

2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi


sekunder.

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin
Kriteria :

Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.

Intervensi :

a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab,
takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah
menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau
jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari
kedua post operasi)
f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000
ml/hari, jika tidak ada kontra indikasi. Berikan latihan perineal (kegel training)
15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk
melakukannya.

3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran


ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi
seksualnya

Kriteria hasil :

Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas
secara optimal.

Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan
perubahannya
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek
prostatektomi dalam fungsi seksual
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pemecahan masalah fungsi seksual
e. Beri penjelasan penting tentang:

1. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal


2. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari
hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya Mikroorganisme


melalui kateterisasi

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi

Kriteria hasil:

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal


b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik

Intervensi:

a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.


b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan,
kebocoran)
c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan
drainage
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin
dressing
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,


perawatannya

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari

Kriteria :

Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan


perawatan

Intervensi :

a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit


kepada perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:

- Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter


- Perawatan di rumah.
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Prostat merupakan sebuah kelenjar fibromuskular yang


mengelilingi urethra pars prostatica. Semakin tua laki-laki tersebut, memiliki
potensi untuk terkena pembesaran prostat atau benign prostat hyperplasia (BPH).
Samapi saat ini belum diketahui factor penyebabnya namun biasanya terjadi usia
lanjut dan testis.

B. Saran

Lebih teliti dalam pengkajian dan analisa data, karena yang menjadi acuan
dalam menentukan diagnosa Keperawatan adalah analisa data sebelum menentukan
rencana tindakannya.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mansjoer et all. (2006) Kapita Selekta Kedokteran. Media Aeusculapius. Jakarta

Carpenito, Linda Jual. (2003). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan).
PT EGC. Jakarta.

Doenges, et all. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I


(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan


Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Smeltzer, Suzan,et all. (2000) Keperawatan Medikal Bedah. Volume II (terjemahan).EGC.


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai