Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

BENIGNA PROSTATE HYPERPLASIA


Dosen Pembimbing: Wahyu Widodo, S.Kep., Ns.M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 3

1. Adi Prasetyo (21001)


2. Alminhaitussaniah (21007)
3. Annisa Fitri Ramadhani (21012)
4. Arif Ariyanto (21013)
5. Dewi Herlina (21020)
6. Erna Amalia (21030)
7. Fitri Nur Siyam (21039)
8. Ghefira Husnanissa H (21043)
9. Kunti Latifah (21057)
10. Lailla Muflihah (21058)

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KAB UPATEN PURWOREJO
Jln Raya Purworejo–Kutoarjo Km. 6,5 Grantung, Bayan, Purworejo
Tlp. (0275) 3140576 - 7530232 Fax: (0275) 3140576 Purworejo, 54152
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Terimakasih pula saya ucapkan kepada Bapak Wahyu Widodo selaku dosen
pembimbing. Terimakasih kami ucapkan kepada teman-teman serta pihak-pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga makalah yang berjudul
“Benigna Prostate Hyperplasia” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya serta
dapat digunakan dengan sebaik mungkin. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
Kami sadari, dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan untuk
kesempurnaan makalah-makalah berikutnya.

Purworejo,

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN……………….……………………………………………..

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Tujuan.............................................................................................................................2

C. Sistematika Penulisan……………………………..…………………………………...
BAB II TINJAUAN TEORI……………………….………………………………….

A. Pengertian........................................................................................................................3

B. Anatomi Fisiologi............................................................................................................4

C. Etiologi............................................................................................................................7

D. Patofisiologi....................................................................................................................8

E. Patoflowdiagram...........................................................................................................11

F. Tanda Dan Gejala..........................................................................................................13

G. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................14

H. Penatalaksanaan Medis..................................................................................................14

I. Komplikasi....................................................................................................................15

J. Konsep Dasar Keperawatan..........................................................................................16

1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Intervensi
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan penyakit yang umum yang


menyerang sistem reproduksi pada pria dewasa karena penyakit ini dipengaruhi oleh
faktor umur seseorang. Menurut Lewis (2005) Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
terjadi sekitar 50% pada pria umur 50 tahun ke atas dan sekitar 90% pria pada usia 80
tahun ke atas. Kurang lebih 25% membutuhkan terapi ketika mencapai umur 80 ke atas.
Menurut WHO (2004) penderita Benigna Prostat Hiperplasia diseluruh dunia mencapai
2.466.000 jiwa, sedangkan untuk benua asia mencapai 764.000 jiwa. Sedangkan
menurut badan pusat statistik Indonesia penderita benigna prostat hiperplasia mencapai
dan berdasarkan hasil rekam medik rumah sakit pandanarang boyolali pada tahun 2012
adalah sebanyak 90 kasus dan awal tahun 2012 sampai april 2013 tecatat 131 kasus.
Melihat jumlah penderita Benigna prostat hiperplasia cukup banyak dan
penatalaksanaannya juga bervariasi maka penulis tertarik untuk mempelajari lebih
dalam tentang Benigna Prostat Hiperplasia.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian BPH

2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi BPH

3. Untuk mengetahui etiologi BPH

4. Untuk mengetahui patofisiologi BPH

5. Untuk mengetahui pathway BPH

6. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada BPH

C. Sistematika Penulisan
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian

Benign prostate hyperplasia atau sering disebut pembesaran prostat jinak adalah
sebuah penyakit yang sering terjadi pada pria dewasa di Amerika dimana terjadi
pembesaran prostat (Dipiro et al, 2015). BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana
sel stroma dan sel epitel berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh
hormon seks dan respon sitokin. Pada penderita BPH hormon dihidrotestosteron (DHT)
sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin dapat memicu respon inflamasi dengan
menginduksi epitel. Prostat membesar mengakibatkan penyempitan uretra sehingga
terjadi gejala obstruktif yaitu : hiperaktif kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi
lemah (Skinder et al, 2016).

Benign prostate hyperplasia (BPH) dikaitkan dengan gejala saluran kemih


bawah, Gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat jinak
yaitu nookturia, inkontinensia urin, aliran urin tersendat-sendat, mengeluarkan urin
disertai darah, dan merasa tidak tuntas setelah berkemih (Dipiro et al, 2015).
B. Anatomi Fisiologi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah
inferior buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram.
Kelenjar prostat yang terbagi atas beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskuler, dan zona periuretra. Sebagian besar
hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional (Reynard J., 2006).

Gambar 2. 1 Kelenjar prostat (Reynard J., 2006 )

Kelenjar postat merupaka organ berkapsul yang terletak dibawah kandung


kemih dan ditembus oleh uretra. Uretra yang menembus kandung kemih ini
disebut uretra pars prostatika. Lumen uretra pars prostatika dilapisi oleh
epitel transisional (Eroschenko., 2008).

C. Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya


hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan
estrogen pada usia lanjut, peranan faktor pertumbuhan (growth factor) sebagai pemacu
pertumbuhan stroma kelenjar prostat, meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena
berkurangnya sel-sel yang mati dan terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Purnomo, 2000).

D. Patofisiologi

BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel epitel
berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon seks dan respon
sitokin. Di dalam prostat, testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT), DHT
merupakan androgen dianggap sebagai mediator utama munculnya BPH ini. Pada
penderita ini hormon DHT sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin berpengaruh
pada pembesaran prostat dengan memicu respon inflamasi dengan menginduksi epitel.
Prostat membesar karena hyperplasia sehingga terjadi penyempitan uretra yang
mengakibatkan aliran urin melemah dan gejala obstruktif yaitu : hiperaktif kandung
kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah (Skinder et al, 2016). Penyebab BPH masih
belum jelas, namun mekanisme patofisiologinya diduga kuat terkait aktivitas hormon
Dihidrotestosteron (DHT).

DHT merupakan suatu androgen yang berasal dari testosteron melaui kerja
enzim 5α-reductase dan metabolitnya, 5α- androstanediol merupakan pemicu utama
terjadinyaa poliferase kelenjar pada pasien BPH. Pengubahan testosteron menjadi DHT
diperantai oleh enzim 5αreductase. Ada dua tipe enzim 5α-reductase, tipe pertama
terdapat pada 10 folikel rambut, kulit kepala bagian depan, liver dan kulit. Tipe kedua
terdapat pada prostat, jaringan genital, dan kulit kepala. Pada jaringan-jaringan target
DHT menyebabkan pertumbuhan dan pembesaran kelenjar prostat (Mc Vary et al,
2010).
E. Patoflowdiagram
F. Tanda Dan Gejala

Manifestasi Klinis Obstruki prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran


kemih maupun keluhan di luar saluran kemih (Arora P. Et al,2006).

1. Gejala Saluran Kemih Bagian Atas

Gejala saluran kemih bagian atas berupa, nyeri pinggang, benjolan di daerah
pinggang, demam dan mual.

2. Gejala di Luar Saluran Kemih

Gejala di luar saluran kemih akibat benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah
hernia inguinalis, hemoroid, dan inkontinensia paradoksal.[1-3,5,6,17]

3. Gejala di Saluran Kemih Bagian Bawah (LUTS)

Gejala pada saluran kemih bagian bawah terdiri atas gejala iritatif (storage
symptoms) dan gejala obstruksi (voiding symptoms).

a.Gejala iritatif meliputi :


1) Peningkatan frekuensi berkemih
2) Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat
ditunda(urgensi)
4) Nyeri pada saat miksi (disuria)
b. Gejala obstruktif meliputi :
1) Pancaran urin melemah
2) Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong
dengan baik
3) Kalau mau miksi harus menunggu lama
4) Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
5) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
6) Urin terus menetes setelah berkemih
7) Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih
8) Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi
produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi
urinkronis dan volume residu yang besar.
9) Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mualdan
muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi (Sjamsuhidajat & Jong, 2010) :

a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih,


kencing tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama
padamalam hari
b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita
akan mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing
malam bertambah hebat.
c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap
inimaka bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi
ascendenmenjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan
pielonfritis,hidronefrosis.
d. Derajat IV : Blass penuh, colic abdomen, overlow
incontinence,teraba tumor, demam 40-41 c, gigil, delirium, come.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada benign prostatic

hyperplasia adalah:

a. Darah lengkap

b. Urinalysis: urin lengkap dan biakan urin

c. Serum kreatinin

d. Urea nitrogen darah/blood urea nitrogen (BUN)


e. Antigen prostat spesifik/prostate specific antigen (PSA) untuk diagnosis

banding kanker prostat

2. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam menentukan ukuran atau volume

prostat. Modalitas yang dapat dilakukan antara lain adalah:

a. Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG merupakan metode pilihan. USG dapat dilakukan secara

transabdominal atau transrektal. Pemeriksaan ini dapat menentukan volume

prostat, adanya batu buli-buli, serta urine residual.

b. CT Scan

CT scan pelvis dapat membantu evaluasi ukuran prostat. Jika terjadi

pembesaran, diameter prostat pada potongan transversal umumnya

berukuran >5 cm.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan ini sangat jarang dilakukan untuk kasus pembesaran prostat.

d. Pielogram Intravena/Intravenous Pyelography (IVP)

Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan pada benign prostatic hyperplasia dan

hanya dilakukan bila ada indikasi tertentu. Akan terlihat adanya indentasi

pada bagian dasar buli, elevasi trigonum buli, atau huruf “J” pada ureter

distal (gambaran mata pancing) saat buli terisi. Pada saat buli kosong, akan

terlihat sisa urin akibat obstruksi.

e. Uroflowmetri
Pemeriksaan uroflowmetri dilakukan oleh dokter spesialis urologi untuk

menilai progresivitas BPH dengan menilai laju urin saat miksi. Hasil laju

urin maksimum/maximum flow rate (Qmax) >20mL/detik dapat

menyingkirkan kemungkinan BPH pada pasien dengan LUTS; akurasi 90%.

f. Histologi

Pemeriksaan histologi dapat dilakukan terutama untuk membedakan

hiperplasia maligna dan benigna. Biopsi pada benign prostatic hyperplasia

akan menunjukkan kombinasi antara hiperplasia stroma dan epitel,

proliferasi otot polos, fibroadenoma, atau trabekulasi buli dengan

peningkatan kolagen.

H. Penatalaksanaan Medis

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH


tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis

a. Stadium I Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,


diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor   alfa
sepertialfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
lama.  

b. Stadium II Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan


biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra).

c. Stadium III Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam
1 jam. Sebaiknya dilakukan  pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat
dilakukan melalui trans vesika, retropubik  dan perineal.
d. Stadium IV Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan
penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah
itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian
terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.

I. Komplikasi

Komplikasi Akibat Benign Prostatic Hyperplasia Melansir dari Mayo Clinic,

berikut sejumlah komplikasi yang bisa disebabkan oleh BPH, yaitu:

1. Retensi urine

Retensi urine ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk buang air

kecil. Pengidap BPH yang mengalami retensi urine mungkin perlu dibantu

dengan kateter yang dimasukkan ke dalam kandung kemih untuk

mengeringkan urine.

2. Infeksi saluran kemih

BPH juga bisa membuat pengidapnya tidak mampu mengosongkan kandung

kemih sepenuhnya. Kondisi ini meningkatkan risiko infeksi saluran kemih.

3. Batu kandung kemih

Batu kandung kemih juga dapat terbentuk apabila pengidap BPH tidak mampu

mengosongkan kandung kemih sepenuhnya. Jika ukurannya semakin besar,

batu bisa menyebabkan infeksi, mengiritasi kandung kemih, dan menyumbat

aliran urine.

4. Kerusakan kandung kemih

Kandung kemih yang tidak dikosongkan sepenuhnya lama kelamaan dapat

meregang dan melemah. Akibatnya, dinding otot kandung kemih tidak lagi

berkontraksi dengan baik.


5. Kerusakan ginjal

Tekanan pada kandung kemih akibat retensi urine terus-menerus dapat

merusak ginjal atau menyebarkan infeksi kandung kemih sampai ke bagian

ginjal.

J. Konsep Dasar Keperawatan

A. Pengkajian
1. Meliputi Meliputi nama,umur, jenis kelamin, agama, suku,alamat, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Keluhan saat pengkajian
c. Keluhan terdahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pola fungsi kesehatan
a. Aktifitas
b. Istirahat
c. Eliminasi
d. Nutrisi
4. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
- Keadaan umum
- Kesadaran
- TTV
- TB dan BB
b. Pemeriksaan fisik secara head to toe
5. Data psikologis
a. pendidikan
b. hubungan siosial
c. gaya hidup
d. peran dalam keluarga
6. Data penunjang
7. Pengobatan
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP.
2. Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai
proses penyakit dan pengobatanya
C. Intervensi
Diagnosa I: Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada
TURP.
1. NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam rasa nyeri berkurang atau
hilang, dengan kriteria hasil:
a) klien mengatakan nyeri berkurang / hilang
b) ekspresi wajah klien tenang
c) tanda-tanda vital dalam batas normal
2. NIC
a) Kaji skala nyeri.
R/mengetahui skala nyeri.
b) Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih
R/klien dapat mendeteksi gejala dini spasmus kandung kemih.
c) Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk
mengenal gejala-gejala dini dari spasmus kandung kemih.
Diagnosa II: Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan.
1. NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi adanya
tanda-tanda infeksi, dengan kriteria hasil:
a) Klien tidak mengalami infeksi.
b) Dapat mencapai waktu penyembuhan.
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda shock.
2. NIC
a) Monitor tanda dan gejala infeksi
R/ mengetahui tanda dan gejala infeksi.
b) Ajarkan intake cairan yang cukup sehingga dapat menurunkan potensial
infeksi.
R/meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi isk dikurangi dan
mempertahankan fungsi ginjal .
c) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan antibiotik .
R/ mencegah infeksi.
D. Evaluasi
1. Pasien dapat bergerak dengan baik.
2. Kebutuhan pasien terpenuhi.
3. Tingkat pengetahuan pasien bertambah.

BAB III

KESIMPULAN

Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan gangguan umum yang memiliki


karateristik klinis berupa pembesaran dari prostat yang bersifat non malignan dan
obstruksi saluran pengeluaran urin serta secara patologis oleh paliferasi kelenjar dan
stroma yang berhubungan dengan usia seorang pria. Berapa faktor risiko seperti
penuaan,obesitas,penurunan aktivitas fisik,konsumsi alkohol,disfungsi ereksi,merokok
dan diabetes dapat menyebabkan pembesaran kelenjar prostat.
Pembesaran ini nantinya akan berakibat pada obstruksi saluran urin,sehingga akan
terjadinya retensi urin dan detensi kandung kemih. Jika hal ini tidak ditangani dengan
cepat,maka akan berpotensi untuk mengakibatkan komplikasi,serta gagal ginjal,infeksi
saluran urin,pembentukan batu ginjal pada kandung kemih dan azotemia atau adanya
akumulasi zat sisa nitrogen yang tidak terbuang dalam darah.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.alomedika.com/penyakit/urologi/benign-prostatic-hyperplasia/patofisiologi

https://www.alomedika.com/penyakit/urologi/benign-prostatic-hyperplasia/etiologi

https://www.google.com/search?q=patoflowdiagram+bph&client=ms-android-xiaomi-
rvo2&prmd=imvn&sxsrf=ALiCzsY4hX9Q1v3bFGSs0CO72_dU5uMc8g:1668345723052&source=l
nms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwjDkb2RoKv7AhUKTWwGHaW5CqYQ_AUoAXoECAEQAQ&
biw=491&bih=993&dpr=2.2#imgrc=FwMioliODghiJM

Anda mungkin juga menyukai