Anda di halaman 1dari 35

FOEMAT LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN BPH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:


Keperawatan Medikal Bedah 1

DOSEN PEMBIMBING:
Setio Budi Raharjo, S.KP., M.Kep

DISUSUN OLEH:
Tingkat II Reguler A
KELOMPOK 3:
1. Muhardin Abil Ihcsan P0712012 2023 6. Muhammad Rais P07120122029
2. Najwa Azzahira P07120122024 7. Rizkina Putro Tazkia P07120122032
3. Naurah Andini P07120122025 8. Rona Lufia P07120122033
4. Putri Rahmalia Z P07120122027 9. Siti Salinah. Zk P07120122035
5. Rahma Fadillah P07120122028 10. Selvi Angeli Yolanda P07120122034

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBRIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
PRODI D-III KEPERAWATAN BANDA ACEH
TAHUN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas petunjuk dan
hidayah-Nya lah tugas membuat makalah mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
dengan judul”FORMAT LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN” dapat
terselesaikan. Sholawat serta salam tidak lupa kami panjatkan kehadirat Nabi agung
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang
terang benderang yakni agama islam. Selesainya penulisan makalah ini tidak terlepas
dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Setio Budi Raharjo, S.KP., M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah 1 yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.

2. Teman-teman dalam kelompok ini yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini.

3. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini sangat
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas
ketidaksempurnaan dari makalah ini. Dengan demikian penulis mengundang para
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini
dapat tersusun lebih baik lagi. Terimakasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan kesehatan bagi
kita semua. Amin yarobbal’alamin.

Banda Aceh, 29 Agustus


2023

Penulis

1
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I PENDAHUUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................
B. Tujuan........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
A. Konsep Dasar Penyakit.............................................................................
B. Asuhan Keperawatan.................................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................
B.Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah kelenjar prostat yang mengalami
pembesaran sehingga dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urin keluar dari vesika (Arifianto dkk, 2019). Penyebab dari
BPH kemungkinan berkaitan dengan penuaan yang disertai dengan perubahan
hormon. Akibat penuaan, kadar testosteron serum menurun dan kadar estrogen serum
meningkat. Terdapat teori bahwa rasio estrogen atau androgen yang lebih tinggi akan
merangsang hiperplasia jaringan prostat (Arifianto dkk, 2019).

Insidensi BPH akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia,


yaitu sekitar 20% pada pria usia 40 tahun, kemudian menjadi 70% pada pria usia 60
tahun dan akan mencapai 90% pada pria usia 80 tahun (Amadea, 2019). Berdasarkan
data yang diperoleh dari World Health Organization (2015) diperkirakan terdapat
sekitar 70 juta kasus degeneratif salah satunya adalah BPH, dengan insiden di negara
maju sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35% kasus
(Amadea, 2019).

Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH dan pada tahun 2017 di
Indonesia BPH merupakan penyakit urutan kedua setelah batu saluran kemih. Jika
dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50% pria di Indonesia yang berusia di
atas 50 tahun ditemukan menderita penyakit BPH atau diperkirakan sebanyak 2,5
juta orang (Sumberjaya & Mertha, 2020). Angka kejadian BPH di Provinsi Bali
berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Bali tahun 2018 sebanyak 4.122 orang
dimana penderita BPH tertinggi ada di Kabupaten Gianyar yaitu sebesar 794 kasus
(Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2018). Data yang didapatkan di Ruang Bedah
Sentral RSUD Sanjiwani tercatat sebanyak 19 penderita BPH yang menjalani operasi
TURP dalam 3 bulan terakhir.

Gejala awal BPH yaitu kesulitan dalam buang air kecil dan perasaan buang air
kecil yang tidak lengkap. Saat kelenjar prostat tumbuh lebih besar, maka akan
menekan dan mempersempit uretra sehingga menghalangi aliran urin. Kandung

3
kemih mulai mendorong lebih keras untuk mengeluarkan urin, yang menyebabkan
otot kandung kemih menjadi lebih besar dan lebih sensitif. Hal ini membuat kandung
kemih tidak pernah benar-benar kosong dan menyebabkan perasaan sering buang air
kecil. Gejala lain BPH yaitu aliran urin yang lemah (Amadea, 2019).

Penatalaksanaan jangka panjang pada pasien dengan BPH adalah dengan


melakukan pembedahan. Salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan pada
pasien dengan BPH adalah tindakan pembedahan Transurethral Resection Of the
Prostate (TURP) yaitu prosedur pembedahan dengan memasukkan resektoskopi
melalui uretra untuk mengeksisi dan mereseksi kelenjar prostat yang mengalami
obstruksi (Sumberjaya & Mertha, 2020). TURP menjadi pilihan utama pembedahan
karena lebih efektif untuk menghilangkan gejala dengan cepat dibandingkan dengan
penggunaan obat-obatan (Amadea, 2019).

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami laporan asuhan keperawatan
mengenai penyakit BPH
b. Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami definisi, etiologic, manisfestasi
klinis, patofisiologi (pathway), komplikasi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan medis
2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatann
mengenai penyakit BPH

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Pembesaran jinak kelenjar prostat adalah proses yang sangat umum terjadi
pada hampir semua laki-laki dengan testis yang berfungsi. Istilah pembesaran
prostat jinak didefinisikan sebagai pertumbuhan prostat yang cukup untuk
mengobstruksi (menghambat) jalan keluar uretra, yang menyebaban gejala saluran
kemih bawah (LUTS) yang mengganggu, infeksi saluran kemih (ISK), hematuria
atau gangguan fungsi saluran kemih atas. Namun demikian, istilah hiperplasia
prostat jinak (BPH), yang didefinisikan sebagai pertumbuhan histologis
nonmaligna elemen glanduler prostat. Benigna Prostatic Hyperplasia atau BPH
adalah masalah umum pada sistem genitourinari pada pria dewasa yang
ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah sel-sel epitel dan jaringan stroma
di dalam kelenjar prostat (Andre, Terrence & Eugene, 2011). Benigna Prostat
Hiperplasi adalah kelenjar prostat yang mengalami pembesaran, yang dapat
menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine
keluar dari buli-buli (Purnomo 2011).

Bukti histologis pembesaran prostat dimulai sekitar dekade ketiga


kehidupan dan meningkat secara proporsional dengan penuaan. Secara spesifik,
sekitar 43% laki-laki berusia 40-an akan tampak jelas mengalami BPH, juga 50%
laki-laki pada usia 50-an, 75%-88% pada usia 80-an, dan hampir 100% laki-laki
yang mencapai dekade kesembilan kehidupannya. Orang Eropa dan Afrika
Amerika memiliki angka prevalensi BPH yang serupa, namun Asia Amerika
cenderung memiliki angka BPH yang lebih rendah. Namun, insiden BPH paling
rendah di antara imigran, dan meningkat pada generasi berikutnya, yang
menunjukkan adanya perbedaan lingkungan dan ras.

2. Etiologi
Etiologi BPH hanya dimengerti sebagian. Walaupun pembesaran prostat
hampir pada umumnya dialami oleh laki-laki dengan testis yang berfungsi,

5
didapatkan bahwa hal ini terjadi setelah orkiektomi bilateral. Walaupun androgen,
dan terutama testosteron, bukan penyebab langsung BPH, keberadaannya sangat
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan prostat normal serta BPH.

Etiologi yang belum jelas maka terdapat beberapa faktor yang


mempengaruhi timbulnya BPH meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori
hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron), faktor interaksi
stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori sel
stem. (Purnomo, 2011).

a). Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Di dalam prostat, testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT)


di bawah pengaruh enzim 5α -reduktase. DHT adalah bentuk aktif testosteron
yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan prostat selama kehidupan,
dan prostat tetap sensitif terhadap produksi androgen selama kehidupan untuk
mempertahankan ukuran dan fungsi prostat. Saat laki-laki menjadi tua dan
pembesaran prostat terjadi, kadar 5α - reduktase dan DHT tetap serupa
dengan yang tampak pada laki-laki lebih muda, namun bukti terbaru
menunjukkan bahwa keseimbangan antara kedua bentuk enzim dapat
terganggu, yang berkontribusi terhadap pembesaran prostat. (Brunner &
Suddarth, 2002).

b) Teori hormon ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)

Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone


sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara
kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam
prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat
dengan cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan
jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi
sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa
prostat jadi lebih besar.

c) Faktor interaksi Stroma dan epitel

6
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth
factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,
sel-sel stroma mensintesis suatu growth faktor yang selanjutnya mempengaruhi
sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel
epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dapat
menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar
pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. BFGF dapat diakibatkan oleh
adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.

d) Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)

Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme


fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis
terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang
mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian
didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan
antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan
prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru
dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel
prostat baru dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah
sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi
pertambahan masa prostat.

e) Teori sel stem

Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel
yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini
sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormon
androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-
sel BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

7
3. Manifestasi klinis (pathway)

Obstruki prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun


keluhan di luar saluran kemih (Arora P. Et al,2006).

a) Gejala iritatif meliputi :

1. Peningkatan frekuensi berkemih

2. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)

3. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)

4. Nyeri pada saat miksi (disuria)

b) Gejala obstruktif meliputi :

1. Pancaran urin melemah

2. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik

3. Kalau mau miksi harus menunggu lama

4. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih

5. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus

6. Urin terus menetes setelah berkemih

7. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan


inkontinensia karena penumpukan berlebih.

8. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besar.

9. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah,


dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi;

Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak puas,


frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari

8
Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh
waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah
hebat

Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul
aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan
dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

Derajat IV : Blass  penuh, colic abdomen, overlow incontinence, teraba tumor,


demam 40-41 c, gigil, delirium, come.

9
4. Patofisiologi

Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia, a
terjadi perubahan keseimbangan testosterone, estrogen, karena produksi
textosterone menurun, produksi estrogen meningkat dan terjadi konversi
testosterone menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini

10
tergantung pada hormon testosterone, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat
hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu
mRNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga
mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hiperplasia yang akan meluas
menuju kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan
penyumbatan aliran urine (Azizah, 2018).

Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat


mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi
dari buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus (Azizah, 2018).

Semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase


dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin, Retensi urine ini diberikan obat-obatan non invasif tetapi
obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan yang paling
tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP. TURP adalah
suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F
untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan dan counter
yang disambungkan dengan arus listrik (Azizah, 2018)

5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada Benign Prostatic Hyperplasia adalah


retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter dan
hidronefrosis. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin
terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin

11
yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat sehingga menyebabkan
penurunan fungsi ginjalProses perusakan ginjal dapat dipercepat bila terjadi
infeksi pada waktu miksiKemudian komplikasi lainnya adalah hernia/hemoroid,
kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroidHematuria, sistitis dan pielonefritis (Andra dan Yessie2013)Stasis urin
dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan
iritasi dan hematuriaSelain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat dan de Jong2005)

6. Pemeriksaan penunjang

Menurut Andra Saferi dan Yessie Mariza (2013) dalam Darmawan (2014)
pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan pada pasien dengan BPH,
yaitu:

a. Pemeriksaan laboratorium

1. Urinaliza untuk melihat adanya infeksi dan hematuria,

2. Ureum, kreatinn, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal.

b. Pemeriksaan celok dubur (Rectal Toucher)

Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jani telunjuk yang sudah diberi
pelicin ke dalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur dinilai:

1. Tomus sirgter ani dan refleks bulbic-kavernous

2. Mencan kemungkinan adanya massa di calam lumen rectum.

3. Menilai keadaan prostat

c. Pencitraan

1. Trans-abdominal USG

12
Pemeriksaan dilakukan untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol
ke buli- buli yang dapat dipakai untuk meramalkan derajat berat obstruksi
apabila ada ham dalam bali-bali

2. IVP (Inta Vena Pielografi)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya kelamar ginjal atau


ureter berupa hidroureter, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit
pada

3. USG transcktal

Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui besar atau kecilnya volume


prostat menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan lain yang
mungkin ada

4. Сулоору

Pemeriksaan ini untuk melihat adanya penalan pada dinding bladder.

d. Pemeriksaan derajat berat obstruksi

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat dilakukan dengan mengucur

1. Residual urin

Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal


sisa urin kosong dan batas intervensi urin lebih dari 100 cc)

2. Pancaran urin (uroflowmetri)

Pemeriksaan yang dilakukan dengan menghitung jumlah urin dibagi


dengan lamanya miksi berlangsung (ml-detik). Angki normal rata-rata 10 s/d
12ml/detik, dengan syarat jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml

7. Penatalaksanaan medis

Menurut Haryono (2012), penatalaksaan BPH meliputi :

13
a.Terapi medikamentosa

1. Penghambat adrenergik, misalnya prazosindoxazosin, alfuzosin

2. Penghambat enzim, misalnya finasteride

3. Fitoterapimisalnya eviprostat

b. Terapi bedah

Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya


gejala dan komplikasiadapun macam-macam tindakan bedah meliputi:

1. Prostatektomi

a. Prostatektomi suprapubis, adalah salah satu metode mengangkat kelenjar


melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat kedalam kandung
kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas

b. Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi


dalam perineum.

c. Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding


pendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati
kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa
memasuki kandung kemih

2. Insisi prostat transurethral (TUIP)

Suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen


melalui uretraCara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil
(30 gr/kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH

3. Transuretral Reseksi Prostat (TURP)

Prosedur operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra


menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi
dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat
pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik.

B. Asuhan Keperawatan

14
1. PENGKAJIAN

a. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : Tn S
Umur : 73 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Desa Paya Roh
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 10 Juli 2023
Tanggal pengkajian : 14 Juli 2023
Nomor RM : 40.0038
Diagnosa medis : Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn M
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Anak

b. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh susah BAK ± 1 tahun. Pasien berobat ke Puskesmas lalu
dirujuk ke RSUD Sambas.
b.Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka operasi. Pasien meringis
kesakitan.
P : saat ditekan dan beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi
S : 5-6

15
T : intermitten
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit kronis sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita BPH.

c. Pemeriksaan Kebutuhan Dasar


a. Pola nutrisi
SMRS : Pasien makan 3x sehari dengan menu bervariasi.
MRS : Pasien makan 3x sehari, dengan porsi yang disediakan rumah
sakit.
b. Pola minum
SMRS : Pasien minum 1,5-2 liter/hari.
MRS : Pasien minum 1-1,5 liter/hari.
c. Pola eliminasi
SMRS : Pasien BAB 1-2x/hari, BAK bisa lebih 10-15 x/hari dengan
keluhan urin keluar sedikit-sedikit.
MRS : Pasien BAB 1 kali setelah operasi, terpasang kateter triway no. 22
dengan karakteristik warna urin kuning jernih, 500 ml/hari,
kadang-kadang terasa nyei saat BAK. Pasien terpasang irigasi 30
tpm.
d. Pola istirahat/tidur
Waktu tidur
SMRS : Pasien tidur 7-8 jam/hari dan cemas terhadap penyakitnya.
MRS : Pasien tidur sekitar 6-8 jam/hari, dengan penerangan yang
cukup.

e. Pola hygiene
- Mandi
SMRS : Pasien mandi 2 x sehari.
MRS : Pasien mandi 1 x sehari dibantu oleh keluarga.

16
- Cuci rambut
SMRS : Pasien cuci rambut setap hari saat mandi.
MRS : Pasien hanya membasahi rambut.
- Gogok gigi
SMRS : Pasien gosok gigi dua kali sehari pagi dan malam.
MRS : Pasien tidak menggosok gigi.
f. Pola aktifitas
SMRS : Pasien melakukan aktifitas sehari-hari dibantu oleh orang lain.
MRS : - Pasien melakukan aktifitas dibantu oleh orang lain.
- Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara
mandiri.
- Pasien tampak lemah.
- Pasien tampak kesakitan dalam melakukan aktifitas.
g. Data Sosial
a. Hubungan dengan keluarga
Baik.
b. Hubungan dengan tetangga
Baik.
c. Hubungan dengan pasien sekitar
Baik.
d. Hubungan dengan keluarga pasien lain
Baik.
h. Data Psikologis
a. Status emosi
Pasien dapat mengendalikan emosi dengan baik.

b. Peran diri

Pasien tidak dapat mejalankan peran seagai kepala keluarga yang baik
karena dirawat di rumah sakit.

c. Gaya komunikasi

Menggunakan bahasa verbal.

d. Pola Koping

17
Pertahan tubuh menurun karena proses penyakit.

d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : E4M6V5 (GCS = 15) Compos Mentis
TTV : TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 16 x/menit
S = 36,5 ºC
a. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, beruban, kulit kepala kering, tidak ada
ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
b. Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata simetris,
konjungtiva merah muda, ada reaksi terhadap cahaya (miosis)
tidak mengguakan alat bantu penglihatan, fungsi penglihatan
normal.
Palpasi : Tidak nyeri tekan.
c. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan pembengkakan.
d. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga, tidak ada lesi
dan serumen.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
e. Mulut
Inspeksi : Gigi tampak hitam, lidah bersih, mukosa mulut lembab, bibir
lembab.
Palpasi : Otot rahang kuat.
f. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.

18
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri
tekan.
g. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 16 x/m, ada batuk sedikit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler.
Perkusi : Sonor.
h. Thoraks (jantung)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Auskultasi : S1 dan S2 reguler.
Perkusi : Batas jantung normal.
i. Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, terdapat luka insisi bedah tanggal 11-07-
2014 di abdomen inguinalis kanan dengan karakteristik panjang
luka 8-10 cm jumlah hecting 7 jahitan tidak ada tanda-tanda
infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor). Terpasang drain dengan
produksi ± 50 cc warna merah muda.
Palpasi : ada nyeri tekan di sekitar luka post operatif di abdomen inguinalis
kanan, skala 5-6 (nyeri sedang), teraba hangat di daerah sekitar
luka.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus 6 x/menit.

j. Genetalia
(pasien menolak untuk dikaji).

e. Pemeriksaan Penunjang
LABORATORIUM

19
14 Juli 2023 Hasil Nilai Normal

Hb 10.0 Lk = 14-16 gr%, Pr = 12-14 gr%

Leucocyt 6.600 5.000-10.000 mm3/drh

Hematokryt 31 % Lk = 47-54 %, Pr = 42-46 %

Eritrocyt 3.71 4,6-6 Jt mm3/drh

RONTGEN

Dari hasil rontgen tanggal 12 Juli 2023 menunjukkan adanya pembesaran


prostat.

a. Pengobatan
- Tramadol 2 x 100 ml (IV)
- Ranitidine 2 x 50 ml (IV)
- As. Tranexamat 3 x 500 mg (IV)
- Cefoprazone 2 x 1 gr (IV).
- NaCl/RL 20 Tpm.

20
2. PERUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN (ANALISA DATA)

N DATA ETIOLOOGI MASALAH


O
Proses pembedahan
1. DS: Nyeri akut

- Ps mengatakan nyeri
Luka insisi pembedahan
dibagian bekas luka

P : saat ditekan dan Nyeri


beraktivitas

Q : seperti ditusuk jarum

R : dibagian abdomen
bawah (kandung
kemih) luka operasi

S : 5-6

T : intermitten

DO:

- Ps tampak meringis
kesakitan

BPH
2. DS: - Resiko infeksi

DO:
Tindakkan pembedahan
- Terdapat luka post
operasi pada abdomen Proses inflamasi
bawah.
Terpapar organisme
- Tampak luka insisi post
operasi 11-07-2014
Resiko infeksi
- Panjang luka 8-10cm

- Jumlah heating 7 jahitan

- Tidak terdapat tanda


infeksi (rubor, dolor,

21
kalor, tumor)

- Terpasang drain

TTV

TD : 120/80 mmHg

RR : 16x/menit

N : 80x/menit

S : 36,7oC

Leukosit 6.600mm3/drh

Tindakkan pembedahan
3. DS: Intoleransi aktifitas

- Ps mengatakan tidak bisa


Nyeri
melakukan aktifitas
secara mandiri Susah beraktifitas
- Ps mengatakan luka
terasa nyeri saat Intoleransi aktifitas
melakukan aktifitas

DO:

- Ps tampak lemah.

- Ps tampak kesakitan jika


melakukan aktivitas.

- Ps terpasang kateter
triway no. 22

- Ps terpasang infus RL 20
tpm.

22
3. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI


Nyeri akut luka post operasi, Setalah dilakukan Guidance :
1.
ditandai dengan: tindakan keperawatan - Kaji skala nyeri
3x24 jam diharapkan - Kaji TTV setiap
DS:
nyeri dapat berkurang 4 jam
- Ps mengatakan nyeri dibagian
atau hilang dengan Support :
bekas luka
kriteria hasil : - Berikan posisi
P : saat ditekan dan beraktivitas - Ds : pasien yang nyaman

Q : seperti ditusuk jarum mengatakan nyeri untuk klien.


berkurang dengan Teaching :
R : dibagian abdomen bawah
skala 1-3 - Ajarkan
(kandung kemih) luka operasi.
- Do : pasien tampak manajemen
S : 5-6 tenang, TTV dalam nyeri (teknik
T : intermitten batas normal relaksasi napas
dalam dan
teknik
DO:
distraksi).
- Ps tampak meringis kesakitan Dev. Env :
- Ciptakan
lingkungan
yang nyaman
dan tenang
Collaboration :
- Berikan
analgetik sesuai
instruksi dokter
(Tramadol 2 x
100 ml)

Resiko infeksi kerusakan jaringan Setelah dilakukan Guidance :


2.
efek sekunder dari prosedur tindakan keperawatan - Kaji tanda tanda
pembedahan ditandai dengan : 3x24 jam diharapkan infeksi
infeksi tidak terjadi - Observasi TTV

23
dengan kriteria hasil : setiap 6 jam.
DS:
Do : tidak tampak Support :
DO: adanya tanda tanda - Ganti balutan
infeksi (rubor, dolor, setiap hari
- Terdapat luka post operasi pada
kalor, tumor) dengan teknik
abdomen bawah.
Leukosit normal 4.000- aseptik dan
- Tampak luka insisi post operasi 11.000 steril
11-07-2014 Teaching :
S : 36,7 -37,5 0C
- Ajarkan pasien
- Panjang luka 8-10cm
dalam menjaga

- Jumlah heating 7 jahitan kebersihan pada


daerah luka post
- Tidak terdapat tanda infeksi op.
(rubor, dolor, kalor, tumor) Dev. Env :
- Ciptakan
- Terpasang drain
lingkungan
TTV
yang bersih.
TD : 120/80 mmHg Collaboration :

RR : 16x/menit - Berikan
antibiotik sesuai
N : 80x/menit
anjuran dokter.
S : 36,7 Co
- Kolaborasikan
Leukosit 6.600mm3/drh dengan ahli gizi
dalam
pemberian diit
TKTP.

Intoleran aktivitas nyeri akibat Setelah dilakukan Guidance :


3.
luka bekas operasi, ditandai tindakan 3x24 jam - Kaji tanda tanda
dengan: diharapkan intoleran infeksi
aktivitas dengan criteria - Kaji tingkat
DS:
hasil : aktifitas
- Ps mengatakan tidak bisa
- Pasien mengatakan Support :
melakukan aktifitas secara
bisa beraktivitas - berikan posisi
24
secara mandiri dan senyaman
mandiri
secara perlahan mungkin
- Ps mengatakan luka terasa nyeri
- dekatkan
Pasien biisa melakukan
saat melakukan aktifitas
barang yang
secara mandiri
DO: diperlukan

- Ps tampak lemah. pasien


Teaching :
- Ps tampak kesakitan jika
- ajarkan pasien
melakukan aktivitas.
untuk latihan
- Ps terpasang kateter triway no. aktif dan pasif
22 sesuai kondisi
Ps terpasang infus RL 20 tpm. Dev. Env :
- Ciptakan
lingkungan
yang tenang
Collaboration :

- Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat yang sesuai

4. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

N TANGGAL/ DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


O JAM KEPERAWATAN
1. 14 Juli 2023 1. Mengkaji TTV
Nyeri Akut S : Pasien
07.30 H/ TD : 120/80 mengatakan
Resiko Infeksi
nyeri pada
N : 80 x/m
Intoleransi Aktivitas
bagian bekas
RR: 16 x/m
luka operasi
S : 36,7 C
o
dengan skala 5-
08.10 2. Mengkaji skala 6 (nyeri

nyeri: sedang).

P : saat ditekan dan O : Pasien terlihat

25
beraktivitas meringis
Q : seperti ditusuk kesakitan
jarum ketika bagian
abdomen
R : dibagian
ditekan.
abdomen bawah
(kandung kemih) A : Masalah belum
luka operasi teratasi.

S : 5-6 P : Intervensi 1, 2
dan 4 dilanjutkan.
T : intermitten
08.20
3. Megajarkan teknik
relaksasi napas
dalam. R/ Pasien
mengikuti dengan
baik.
08.30
4. Memberi terapi
injeksi sesuai
instruksi dokter.
R/ Tramadol 1
amp IV.

14 Juli 2023 1. Mengkaji tanda-


S : Pasien
09.00 tanda infeksi.
mengatakan
H/ Tidak ada tidak ada rasa
tanda-tanda gatal, panas, dan
infeksi (rubor, sakit.
dolor, kalor,
10.00 O : Tidak tampak
tumor.
adanya tanda-
2. Memberikan tanda
penkes kepada infeksi.Pasien
pasien dalam terlihat tenang
menjaga
A : Masalah masih
kebersihan luka
resiko.

26
bekas operasi. P : Intervensi 1 dan
11.00 R/ pasien dan 3 dilanjutkan.
keluarga
mendengarkan
dengan baik.

3. Memberikan
terapi injeksi .

R/ Cifrofloxacin
14 Juli 2023
500 mg IV.
13.00 S : Pasien
mengatakan
1. Mengkaji tingkat
belum bisa
aktifitas pasien. H/
beraktifitas
13.30 pasien hanya
secara mandiri.
beraktifitas di
O : Pasien tampak
tempat tidur.
lemah.
2. Mengajarkan A : Masalah belum
latihan fisik aktif teratasi .
dan pasif. R/
P : Intervensi 1 dan
pasien mengikuti
2 dilanjutkan.
dengan baik.

2. 15 Juli 2023 1. Mengkaji TTV S : Pasien


Nyeri Akut
mengatakan
07.30 H/ TD : 150/80,
Resiko Infeksi
nyeri sedikit
N : 82 x/m, RR:
Intoleransi Aktivitas berkurang.
16 x/m, S : 36,5oC
O : Pasien tampak
2. Mengkaji skala
08.10 lebih tenang.
nyeri R/
A : Masalah
P: Saat ditekan dan teratasi
saat beraktifitas. sebagian.

Q:Seperti ditusuk- P : Intervensi 1, 2


dan 3
27
tusuk. dilanjutkan.
R: Di bagian
abdomen (luka
operasi).

S: 4-5 nyeri sedang.

08.30 T: intermiten
(kadang-kadang).

3. Memberi terapi
injeksi sesuai
dengan resep
dokter. R/
Tramadol 1 amp
IV.

4. Memberikan
posisi nyaman bagi
pasien. H/ Pasien
tampak nyaman.
15 Juli 2023 S : Pasien
09.00 mengatakan
1. Memberikan tidak ada rasa
terapi injeksi . gatal, panas
R/ Cifrofloxacin dan sakit.
11.00
500 mg IV. O : Tidak ada
tanda-tanda
2. Melakukan
infeksi.
perawatan luka
A : Masalah masih
08.00 dengan teknik
resiko.
aseptik dan steril.
P : Intervensi 1,2
H/ perban tambak
dan 3
bersih, tidak
dilanjutkan.
terdapat tanda-
tanda infeksi.
S : Pasien
15 Juli 2023 mengatakan

28
13.00 sebagian

1. Mengkaji tingkat aktifitas sudah

aktifitas pasien. bisa dilakukan


sendiri.
H/ sebagian
O : Pasien tampak
aktifitas pasien
lebih
13.30 sudah dapat
bersemangat
dilakukan sendiri
dalam
2. Mengajarkan melakukan
latihan fisik aktif aktifitas.
dan pasif. A : Masalah
R/ pasien teratasi
mengikuti dengan sebagian .
baik. P : Intervensi 1 dan
2 dilanjutkan.

3. 16 Juli 2023 1. Mengkaji TTV S : Pasien


Nyeri Akut
mengatakan
07.30 H/ TD : 120/80, N
Resiko Infeksi
nyeri sudah
: 80 x/m, RR: 16
Intoleransi Aktivitas berkurang.
x/m, S : 36,5oC
08.10 O : Pasien tampak
2. Mengkaji skala
lebih tenang.
nyeri R/
A : Masalah
P: Saat ditekan dan teratasi
saat beraktifitas. sebagian.

Q: Seperti ditusuk- P : Intervensi 1, 2


tusuk. dan 3
dilanjutkan.
R: Di bagian
abdomen (luka
operasi).

S: 1-3 nyeri ringan.

08.30 T: intermiten
(kadang-kadang).

29
3. Memberi terapi
injeksi sesuai
dengan resep
dokter. R/
Tramadol 1 amp
IV.
16 Juli 2023

09.00 1. Mengkaji tanda- S : Pasien

tanda infeksi. mengatakan


tidak ada rasa
H/ Tidak ada tanda-
gatal, panas
tanda infeksi (rubor,
dan sakit.
dolor, kalor, tumor).
O : Tidak terlihat
2. Memberikan ada tanda-tanda
11.00
terapi injeksi infeksi.
sesuai dengan A : Masalah masih
anjuran dokter. resiko.
R/ Cifrofloxacin P : Intervensi
08.00 500 mg IV. dihentikan.
Delegasikan
3. Melakukan
rencana
perawatan luka
intervensi
dengan teknik
kepada teman
aseptik dan steril.
sejawat.
H/ perban tambak
bersih, tidak terdapat
16 Juli 2023
tanda-tanda infeksi.
09.00 S : Pasien
1. Mengkaji tingkat
aktifitas pasien. mengatakan
sebagian
H/ sebagian
aktifitas sudah
aktifitas pasien
bisa dilakukan
sudah bisa
sendiri.
13.30 dilakukan secara
O : Pasien tampak
mandiri.
lebih
30
2. Mengajarkan bersemangat
latihan fisik aktif dalam
dan pasif. melakukan
aktifitas.
R/ pasien
A : Masalah
mengikuti dengan
teratasi
baik.
sebagian.
P : Intervensi 1
dilanjutkan.

31
32
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Prostat merupakan sebuah kelenjar fibromuskular yang


mengelilingi urethra pars prostatica. Semakin tua laki-laki tersebut, memiliki
potensi untuk terkena pembesaran prostat atau benign prostat
hyperplasia (BPH). Pembesaran akan menyebabkan komplikasi refluks,
hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal dan pionefrosis pilonefritis. Biasanya
penanganan pasti pada BPH adalah pembedahan dengan cara TURP, TUIP dan
prostatektomi terbuka.

B. Saran

Lebih teliti dalam pengkajian dan analisa data, karena yang menjadi acuan
dalam menentukan diagnosa Keperawatan adalah analisa data sebelum
menentukan rencana tindakannya.

33
DAFTAR PUSTAKA

Engram Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing.

Wijaya Andra Saferi, dkk. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika.

34

Anda mungkin juga menyukai