DOSEN PEMBIMBING:
Setio Budi Raharjo, S.KP., M.Kep
DISUSUN OLEH:
Tingkat II Reguler A
KELOMPOK 3:
1. Muhardin Abil Ihcsan P0712012 2023 6. Muhammad Rais P07120122029
2. Najwa Azzahira P07120122024 7. Rizkina Putro Tazkia P07120122032
3. Naurah Andini P07120122025 8. Rona Lufia P07120122033
4. Putri Rahmalia Z P07120122027 9. Siti Salinah. Zk P07120122035
5. Rahma Fadillah P07120122028 10. Selvi Angeli Yolanda P07120122034
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas petunjuk dan
hidayah-Nya lah tugas membuat makalah mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
dengan judul”FORMAT LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN” dapat
terselesaikan. Sholawat serta salam tidak lupa kami panjatkan kehadirat Nabi agung
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang
terang benderang yakni agama islam. Selesainya penulisan makalah ini tidak terlepas
dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Setio Budi Raharjo, S.KP., M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah 1 yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
2. Teman-teman dalam kelompok ini yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini sangat
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas
ketidaksempurnaan dari makalah ini. Dengan demikian penulis mengundang para
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini
dapat tersusun lebih baik lagi. Terimakasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan kesehatan bagi
kita semua. Amin yarobbal’alamin.
Penulis
1
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I PENDAHUUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................
B. Tujuan........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
A. Konsep Dasar Penyakit.............................................................................
B. Asuhan Keperawatan.................................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................
B.Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah kelenjar prostat yang mengalami
pembesaran sehingga dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urin keluar dari vesika (Arifianto dkk, 2019). Penyebab dari
BPH kemungkinan berkaitan dengan penuaan yang disertai dengan perubahan
hormon. Akibat penuaan, kadar testosteron serum menurun dan kadar estrogen serum
meningkat. Terdapat teori bahwa rasio estrogen atau androgen yang lebih tinggi akan
merangsang hiperplasia jaringan prostat (Arifianto dkk, 2019).
Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH dan pada tahun 2017 di
Indonesia BPH merupakan penyakit urutan kedua setelah batu saluran kemih. Jika
dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50% pria di Indonesia yang berusia di
atas 50 tahun ditemukan menderita penyakit BPH atau diperkirakan sebanyak 2,5
juta orang (Sumberjaya & Mertha, 2020). Angka kejadian BPH di Provinsi Bali
berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Bali tahun 2018 sebanyak 4.122 orang
dimana penderita BPH tertinggi ada di Kabupaten Gianyar yaitu sebesar 794 kasus
(Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2018). Data yang didapatkan di Ruang Bedah
Sentral RSUD Sanjiwani tercatat sebanyak 19 penderita BPH yang menjalani operasi
TURP dalam 3 bulan terakhir.
Gejala awal BPH yaitu kesulitan dalam buang air kecil dan perasaan buang air
kecil yang tidak lengkap. Saat kelenjar prostat tumbuh lebih besar, maka akan
menekan dan mempersempit uretra sehingga menghalangi aliran urin. Kandung
3
kemih mulai mendorong lebih keras untuk mengeluarkan urin, yang menyebabkan
otot kandung kemih menjadi lebih besar dan lebih sensitif. Hal ini membuat kandung
kemih tidak pernah benar-benar kosong dan menyebabkan perasaan sering buang air
kecil. Gejala lain BPH yaitu aliran urin yang lemah (Amadea, 2019).
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami laporan asuhan keperawatan
mengenai penyakit BPH
b. Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami definisi, etiologic, manisfestasi
klinis, patofisiologi (pathway), komplikasi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan medis
2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatann
mengenai penyakit BPH
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Pembesaran jinak kelenjar prostat adalah proses yang sangat umum terjadi
pada hampir semua laki-laki dengan testis yang berfungsi. Istilah pembesaran
prostat jinak didefinisikan sebagai pertumbuhan prostat yang cukup untuk
mengobstruksi (menghambat) jalan keluar uretra, yang menyebaban gejala saluran
kemih bawah (LUTS) yang mengganggu, infeksi saluran kemih (ISK), hematuria
atau gangguan fungsi saluran kemih atas. Namun demikian, istilah hiperplasia
prostat jinak (BPH), yang didefinisikan sebagai pertumbuhan histologis
nonmaligna elemen glanduler prostat. Benigna Prostatic Hyperplasia atau BPH
adalah masalah umum pada sistem genitourinari pada pria dewasa yang
ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah sel-sel epitel dan jaringan stroma
di dalam kelenjar prostat (Andre, Terrence & Eugene, 2011). Benigna Prostat
Hiperplasi adalah kelenjar prostat yang mengalami pembesaran, yang dapat
menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine
keluar dari buli-buli (Purnomo 2011).
2. Etiologi
Etiologi BPH hanya dimengerti sebagian. Walaupun pembesaran prostat
hampir pada umumnya dialami oleh laki-laki dengan testis yang berfungsi,
5
didapatkan bahwa hal ini terjadi setelah orkiektomi bilateral. Walaupun androgen,
dan terutama testosteron, bukan penyebab langsung BPH, keberadaannya sangat
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan prostat normal serta BPH.
6
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth
factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,
sel-sel stroma mensintesis suatu growth faktor yang selanjutnya mempengaruhi
sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel
epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dapat
menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar
pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. BFGF dapat diakibatkan oleh
adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel
yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini
sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormon
androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-
sel BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
7
3. Manifestasi klinis (pathway)
2. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
8. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besar.
8
Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh
waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah
hebat
Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul
aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan
dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.
9
4. Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia, a
terjadi perubahan keseimbangan testosterone, estrogen, karena produksi
textosterone menurun, produksi estrogen meningkat dan terjadi konversi
testosterone menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini
10
tergantung pada hormon testosterone, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat
hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu
mRNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga
mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hiperplasia yang akan meluas
menuju kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan
penyumbatan aliran urine (Azizah, 2018).
5. Komplikasi
11
yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat sehingga menyebabkan
penurunan fungsi ginjalProses perusakan ginjal dapat dipercepat bila terjadi
infeksi pada waktu miksiKemudian komplikasi lainnya adalah hernia/hemoroid,
kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroidHematuria, sistitis dan pielonefritis (Andra dan Yessie2013)Stasis urin
dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan
iritasi dan hematuriaSelain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat dan de Jong2005)
6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Andra Saferi dan Yessie Mariza (2013) dalam Darmawan (2014)
pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan pada pasien dengan BPH,
yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jani telunjuk yang sudah diberi
pelicin ke dalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur dinilai:
c. Pencitraan
1. Trans-abdominal USG
12
Pemeriksaan dilakukan untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol
ke buli- buli yang dapat dipakai untuk meramalkan derajat berat obstruksi
apabila ada ham dalam bali-bali
3. USG transcktal
4. Сулоору
1. Residual urin
7. Penatalaksanaan medis
13
a.Terapi medikamentosa
3. Fitoterapimisalnya eviprostat
b. Terapi bedah
1. Prostatektomi
B. Asuhan Keperawatan
14
1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : Tn S
Umur : 73 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Desa Paya Roh
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 10 Juli 2023
Tanggal pengkajian : 14 Juli 2023
Nomor RM : 40.0038
Diagnosa medis : Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn M
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Anak
b. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh susah BAK ± 1 tahun. Pasien berobat ke Puskesmas lalu
dirujuk ke RSUD Sambas.
b.Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka operasi. Pasien meringis
kesakitan.
P : saat ditekan dan beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi
S : 5-6
15
T : intermitten
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit kronis sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita BPH.
e. Pola hygiene
- Mandi
SMRS : Pasien mandi 2 x sehari.
MRS : Pasien mandi 1 x sehari dibantu oleh keluarga.
16
- Cuci rambut
SMRS : Pasien cuci rambut setap hari saat mandi.
MRS : Pasien hanya membasahi rambut.
- Gogok gigi
SMRS : Pasien gosok gigi dua kali sehari pagi dan malam.
MRS : Pasien tidak menggosok gigi.
f. Pola aktifitas
SMRS : Pasien melakukan aktifitas sehari-hari dibantu oleh orang lain.
MRS : - Pasien melakukan aktifitas dibantu oleh orang lain.
- Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara
mandiri.
- Pasien tampak lemah.
- Pasien tampak kesakitan dalam melakukan aktifitas.
g. Data Sosial
a. Hubungan dengan keluarga
Baik.
b. Hubungan dengan tetangga
Baik.
c. Hubungan dengan pasien sekitar
Baik.
d. Hubungan dengan keluarga pasien lain
Baik.
h. Data Psikologis
a. Status emosi
Pasien dapat mengendalikan emosi dengan baik.
b. Peran diri
Pasien tidak dapat mejalankan peran seagai kepala keluarga yang baik
karena dirawat di rumah sakit.
c. Gaya komunikasi
d. Pola Koping
17
Pertahan tubuh menurun karena proses penyakit.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : E4M6V5 (GCS = 15) Compos Mentis
TTV : TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 16 x/menit
S = 36,5 ºC
a. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, beruban, kulit kepala kering, tidak ada
ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
b. Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata simetris,
konjungtiva merah muda, ada reaksi terhadap cahaya (miosis)
tidak mengguakan alat bantu penglihatan, fungsi penglihatan
normal.
Palpasi : Tidak nyeri tekan.
c. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan pembengkakan.
d. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga, tidak ada lesi
dan serumen.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
e. Mulut
Inspeksi : Gigi tampak hitam, lidah bersih, mukosa mulut lembab, bibir
lembab.
Palpasi : Otot rahang kuat.
f. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
18
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri
tekan.
g. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 16 x/m, ada batuk sedikit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler.
Perkusi : Sonor.
h. Thoraks (jantung)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Auskultasi : S1 dan S2 reguler.
Perkusi : Batas jantung normal.
i. Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, terdapat luka insisi bedah tanggal 11-07-
2014 di abdomen inguinalis kanan dengan karakteristik panjang
luka 8-10 cm jumlah hecting 7 jahitan tidak ada tanda-tanda
infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor). Terpasang drain dengan
produksi ± 50 cc warna merah muda.
Palpasi : ada nyeri tekan di sekitar luka post operatif di abdomen inguinalis
kanan, skala 5-6 (nyeri sedang), teraba hangat di daerah sekitar
luka.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus 6 x/menit.
j. Genetalia
(pasien menolak untuk dikaji).
e. Pemeriksaan Penunjang
LABORATORIUM
19
14 Juli 2023 Hasil Nilai Normal
RONTGEN
a. Pengobatan
- Tramadol 2 x 100 ml (IV)
- Ranitidine 2 x 50 ml (IV)
- As. Tranexamat 3 x 500 mg (IV)
- Cefoprazone 2 x 1 gr (IV).
- NaCl/RL 20 Tpm.
20
2. PERUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN (ANALISA DATA)
- Ps mengatakan nyeri
Luka insisi pembedahan
dibagian bekas luka
R : dibagian abdomen
bawah (kandung
kemih) luka operasi
S : 5-6
T : intermitten
DO:
- Ps tampak meringis
kesakitan
BPH
2. DS: - Resiko infeksi
DO:
Tindakkan pembedahan
- Terdapat luka post
operasi pada abdomen Proses inflamasi
bawah.
Terpapar organisme
- Tampak luka insisi post
operasi 11-07-2014
Resiko infeksi
- Panjang luka 8-10cm
21
kalor, tumor)
- Terpasang drain
TTV
TD : 120/80 mmHg
RR : 16x/menit
N : 80x/menit
S : 36,7oC
Leukosit 6.600mm3/drh
Tindakkan pembedahan
3. DS: Intoleransi aktifitas
DO:
- Ps tampak lemah.
- Ps terpasang kateter
triway no. 22
- Ps terpasang infus RL 20
tpm.
22
3. RENCANA KEPERAWATAN
23
dengan kriteria hasil : setiap 6 jam.
DS:
Do : tidak tampak Support :
DO: adanya tanda tanda - Ganti balutan
infeksi (rubor, dolor, setiap hari
- Terdapat luka post operasi pada
kalor, tumor) dengan teknik
abdomen bawah.
Leukosit normal 4.000- aseptik dan
- Tampak luka insisi post operasi 11.000 steril
11-07-2014 Teaching :
S : 36,7 -37,5 0C
- Ajarkan pasien
- Panjang luka 8-10cm
dalam menjaga
RR : 16x/menit - Berikan
antibiotik sesuai
N : 80x/menit
anjuran dokter.
S : 36,7 Co
- Kolaborasikan
Leukosit 6.600mm3/drh dengan ahli gizi
dalam
pemberian diit
TKTP.
- Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat yang sesuai
nyeri: sedang).
25
beraktivitas meringis
Q : seperti ditusuk kesakitan
jarum ketika bagian
abdomen
R : dibagian
ditekan.
abdomen bawah
(kandung kemih) A : Masalah belum
luka operasi teratasi.
S : 5-6 P : Intervensi 1, 2
dan 4 dilanjutkan.
T : intermitten
08.20
3. Megajarkan teknik
relaksasi napas
dalam. R/ Pasien
mengikuti dengan
baik.
08.30
4. Memberi terapi
injeksi sesuai
instruksi dokter.
R/ Tramadol 1
amp IV.
26
bekas operasi. P : Intervensi 1 dan
11.00 R/ pasien dan 3 dilanjutkan.
keluarga
mendengarkan
dengan baik.
3. Memberikan
terapi injeksi .
R/ Cifrofloxacin
14 Juli 2023
500 mg IV.
13.00 S : Pasien
mengatakan
1. Mengkaji tingkat
belum bisa
aktifitas pasien. H/
beraktifitas
13.30 pasien hanya
secara mandiri.
beraktifitas di
O : Pasien tampak
tempat tidur.
lemah.
2. Mengajarkan A : Masalah belum
latihan fisik aktif teratasi .
dan pasif. R/
P : Intervensi 1 dan
pasien mengikuti
2 dilanjutkan.
dengan baik.
08.30 T: intermiten
(kadang-kadang).
3. Memberi terapi
injeksi sesuai
dengan resep
dokter. R/
Tramadol 1 amp
IV.
4. Memberikan
posisi nyaman bagi
pasien. H/ Pasien
tampak nyaman.
15 Juli 2023 S : Pasien
09.00 mengatakan
1. Memberikan tidak ada rasa
terapi injeksi . gatal, panas
R/ Cifrofloxacin dan sakit.
11.00
500 mg IV. O : Tidak ada
tanda-tanda
2. Melakukan
infeksi.
perawatan luka
A : Masalah masih
08.00 dengan teknik
resiko.
aseptik dan steril.
P : Intervensi 1,2
H/ perban tambak
dan 3
bersih, tidak
dilanjutkan.
terdapat tanda-
tanda infeksi.
S : Pasien
15 Juli 2023 mengatakan
28
13.00 sebagian
08.30 T: intermiten
(kadang-kadang).
29
3. Memberi terapi
injeksi sesuai
dengan resep
dokter. R/
Tramadol 1 amp
IV.
16 Juli 2023
31
32
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Lebih teliti dalam pengkajian dan analisa data, karena yang menjadi acuan
dalam menentukan diagnosa Keperawatan adalah analisa data sebelum
menentukan rencana tindakannya.
33
DAFTAR PUSTAKA
Engram Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Nurarif, Amin Huda, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Wijaya Andra Saferi, dkk. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika.
34