Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2

MUHAMMAD LATIF 19.20.3020

NURHOLISOH 19.20.3023

RUWAIDA 19.20.3026

SITI NORKHALISA 19.20.3007

TRIE YUNIAR ARIEF 19.20.3028

Dosen Pengampu: Agustina Lestari, Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah Kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kekuatan dan pengetahuan
selama dalam menyusun sebuah Laporan Pendahuluan ini dengan judul “Laporan
Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan”. Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Untuk itu dalam kesempatan ini, penyusun menyampaikan terimakasih yang setulus-
tulusnya kepada :
1. Ibu Agustina Lestari, Ns., M.Kep selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II.
2. Orang tua yang selalu mendukung, memberi nasehat, semangat dan do’a yang tiada
putus-putusnya.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini.
Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat berarti bagi Kami untuk
menjadi lebih baik di masa mendatang. Semoga laporan ini dapat membawa manfaat
bagi pengembangan dan peningkatan Ilmu Keperawatan. Terimakasih.

Banjarmasin, 18 April 2021

` Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2

A. Pengertian........................................................................................................................2

B. Etiologi............................................................................................................................2

C. Tanda dan Gejala.............................................................................................................3

D. Phatway...........................................................................................................................3

E. Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................4

F. Penatalaksanaan..............................................................................................................4

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................8

A. Pengkajian.......................................................................................................................8

B. Diagnosa Keperawatan....................................................................................................9

C. Rencana Tindakan Keperawatan.....................................................................................9

D. Implementasi.................................................................................................................12

E. Evaluasi.........................................................................................................................13

BAB IV PENUTUP.................................................................................................................14

A. Kesimpulan...................................................................................................................14

B. Saran..............................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan seluler
kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses
penuaan (Suharyanto,Toto, 2009).Pembesaran prostat disebabkan oleh dua faktor penting
yaitu ketidakseimbangan hormon estrogen dan androgen, serta faktor umur atau proses
penuaan sehingga obstruksi saluran kemih dapat terjadi(Andredkk, 2011).
Adanya obstruksi ini akan menyebabkan, respon nyeri pada saat buang air kecil dan
dapat menyebabkan komplikasi yang lebih parah seperti gagal ginjal akibat terjadi aliran
balik ke ginjal selain itu dapat juga menyebabkan peritonitis atau radang perut akibat
terjadinya infeksi pada kandung kemih (Andredkk, 2011)
.Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) dapat menyebabkan obstruksi sehingga dapat
dilakukan penanganan dengan cara melakukan tindakan yang paling ringan yaitu secara
konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi. Terdapat
macam-macam tindakan bedah yang dapat dilakukan pada klien BPH antara lain,
Prostatektomi Suprapubis, Prostatektomi Parineal, Prostatektomi Retropubik, Insisi
Prostat Transuretral (TUIP), Transuretral Reseksi Prostat (TURP) (Purnomo,2011).
Tindakan pembedahan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang actual dan
potensial sehingga seseorang dapat mengalami nyeri yang berdampak pada aktivitas
sehari-hari. Nyeri merupakan salah satu gejala yang sering timbul pasca bedah dimana
melibatkan empat proses fisiologis: transduction, transmission, modulationdanperception.
Nyeri sebagai konsekuensi operasi yakni pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan, terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Herdman, 2015).
Nyeri pasca operasi disebabkan karena trauma (reseksi jaringan prostat), iritasi foley
kateter dan traksi kateter pasca operasi pada luka operasi (Ariani, dkk, 2010)

B. Tujuan Penulisam

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Benigna
Prostat Hyperplasia (BPH)
2. Tujuan Khusus
a. Untuk dapat memeahami tentang konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
b. Agar mampu menerapkan perawatan yang baik bagi pasien dengan penyakit
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Benign prostatic hyperplasia / hiperplasia prostat jinak adalah penyakit yang


disebabkan oleh penuaan yang biasanya muncul pada lebih dari 50% laki-laki yang
berusia 50 tahun ke atas (Wilson dan Price, 2005).
Benign prostatic hyperplasia adalah penyakit yang disebabkan karena penuaan (Price
dan Wilson, 2005). BPH dapat didefenisikan sebagai pembesaran kelenjar prostat yang
memanjang ke atas ke dalam kandung kemih yang menghambat aliran urin, serta
menutupi orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2003).
Secara patologis BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel stoma dan
epitella pada bagian perluretra prostat disebabkan adanya proliferasi atau gangguan
pemrogaman kematian sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel (Roehrborn,
2011)
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa BPH adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh faktor penuaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang
ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi
orifisium uretra.

B. Etiologi

Dari berbagai penelitian dan survey disimpulkan bahwa etiologi dan faktor resiko
kanker prostat adalah sebagai berikut:
 Usia
Resiko menderita kanker prostat dimulai saat usia 50 tahun pada pria kulit putih
dengan tidak ada riwayat keluarga menderita kanker prostat. Data yang diperoleh
melalui autopsi diberbagai negara menunjukkan sekitar 15-30% pria berusia 50 tahun
menderita kanker prostat secara samar. Pada usia 80 tahun sebanyak 60-70% pria
memiliki gambaran histologi kanker prostat (K. OH. William, 2000).
 Ras dan tempat tinggal
Penderita prostat tertinggi ditemukan pada pria dengan ras Afrika-Amerika. Pria
berkulit hitam memiliki resiko 1,6 lebih besar untuk menderita kanker prostat
dibandingkan dengan pria berkulit putih (Moul, J. W, et al, 2005).
 Riwayat keluarga
Carter, dkk menunjukkan bahwa kanker prostat didiagnosa pada 15% pria yang
memiliki ayah atau saudara laki-laki yang menderita kanker prostat, bila
dibandingkan dengan 8% populasi kontrol yang tidak memiliki kerabat yang
terkena kanker prostat (Haas. E. P dan Weel A. S, 1997).
 Faktor hormonal
Testosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan oleh sel Leydig pada testis yang
akan ditukar menjadi bentuk metabolit berupa dihidritestosteron (DHT) di organ

2
prostat oleh enzim 5-a reduktase.Beberapa teori menyimpulkan bahwa kanker prostat
terjadi karena adanya peningkatan kadar kadar testosteron pada pria, tetapi hal ini
belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Beberapa penelitian menemukan terjadinya
kadar penurunan testosteron pada penderita kanker prostat, selain itu juga ditemukan
peningkatan kadar DHT pada penderita prostat tanpa diikuti dengan meningkatnya
kadar testosteron (Haas.E. P dan Weel A. S, 1997).
 Pola makan
Pola makan diduga memiliki pengaruh dalam perkembangan berbagai jenis kanker
atau keganasan. Pengaruh makanan dalam terjadinya kanker prostat belum dapat
dijelaskan secara rinci karena adanya perbedaan konsumsi makanan pada ras atau
suku yang berbeda, bangsa, tempat tinggal, status ekonomi dan lain sebagainya
(Roehrborn, 2011).

C. Tanda dan Gejala


1. Peningkatan frekuensi urin penuh
2. Nokturia
3. Dorongan ingin berkemih
4. Abdomen tegang
5. Aliran urine tidak lancer
6. Nyeri saan BAK

D. Phatway

3
E. Pemeriksaan Penunjang

1. Urinalisa
Analisis urin dan mikrokopi urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, bakteri dan infeksi. Bia terdapat hematuria harus diperhitungkan adanya
etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih,
walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari
fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostat spesifik antigen (PSA)
dilakukan sebagai penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan.
Bila nilai PSA <4 ng/ml tidakperlu biopsy sedangkan bia nilai PSA 4-10 ng/ml,
dihitung protate spesifik antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan
volume prostat. Bila PSAD >0,15, sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula
bila nilai PSA > 0ng/ml.
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan kompikasi utama pasca operatif maka semua
defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan bisanya
menyertai [enderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan
penafasan harus dikaji.pemeriksaan darah mencakup hb, leukosit, hitung jenis
leukosit, ct, bt, golongan darah, hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologi
Biasanya dilakuannfoto polos abdomen, prelegrafi intravena, USG, dan
sitoskopi.Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disungsi buli
dan volume residu urin.dari foto polos dapat dilihat adanya batu paa traktus urinarus,
pembesaran ginjal atau buli-buli.Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda
metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari
pielografi intravena dapat dilihat suprei komplit dari fungsi ranal, hidronefrosis dan
hidroureter gambaran ureter berbelok- belok di visika urinaria, dari USG dapat
diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urine dan
batu ginjal.
BNO/IVP untuk menilai apakah ada pembearan dari ginjal, apakah terlihat
bayangan radioopak daerah traktus urinarius.IVP untuk melihat atau mengetahui
fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis.Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum,
sementara, dan sesudah isinya dikencingkan.Sebelum kencing adalah untuk melihat
adanya tumor, divertikel.Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat
adanya reflex urine.Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin

F. Penatalaksanaan

1. Medis
Menurut sjamsuhidayat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH,
tergantung pada stdium-stadium dari gambaran klinis
- Stadium I

4
- Pada stadium ini biasanya belum memerluksn tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoreseptor alfa seperti
alfasozin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
lama.
- Stadium II
- Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseki endoskopi melalui uretra (trans uretra)
- Stadium III
Pada stadium III reaksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehingga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat
dilakukan melalui trans vesika, retropublik dan perineal.
- Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari
retensi urine total dengan memasang kateter atau sitostomi. Selain itu,
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian
terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka
Menurut Mansjoer (2000) dan Urnomo(2000) penatalaksanaan pada BPH
dapat dilakukan dengan :
a) Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongstan,
kurangi kopi, hindari alcohol, tiap 3 bulan control keluhan, sisa
kencing dan colok dubur.
b) Medikamentosa (Baradero dkk 2007)
- Menghambat adrenoreseptor a
- Obat anti androgen
- Penghambat enzim a-2 reduktase
- Fisioterapi
c) Terapi bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan
fungsi ginjal, infeksi saluran kemih, hidroureter, hidronrfrosis, jenis
pembedahan:
- TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat
melalui sitoskopi atau resektoskop yang di masukan melalui uretra
- Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen
begian bawah melalui fosa prostat radikal melalui sebuah insisi

5
dibuat pada kandung kemih
- Prostatektomi suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen
begian bawah melalui fosa prostat radikal melalui sebuah insisi
dibuat pada kandung kemih
- Prostat peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi
diantara skrotum dan rektum
- Prostat retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula
seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada
abdomen bagian bawah, uretra diasnastomosiskan ke leher
kandung kemih pada kanker prostat.
d) Terapi invasive minimal
- Trans uretral microwave the motheraphy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengn gelombang mikro yang
disalurkan ke kelenjar prostat melalui antenna yang dipasang
melalui atau pada ujung kateter.
- Trans uretral ultrasound guided laser induced proststectomy
(TULIP)
- Trans uretral ballon dilatation (TUBD)
2. Keperawatan
a) Pra operasi
- Pemeriksaan darah lengkap (hb minimal 10g/dl, golongan darah,
CT, BT, AL)
- Pemeriksaan EGK, GDS mengingat penderita BPH kebanyakan
lansia
- Pemeriksaan radiologi : BNO, IVP, Rongen totax
- Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam.
Sebelum pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap hari,
lavemen puasa minimal 8 jam dan mengurangi bicara untuk
meminimalkan masuknya udara.
b) Post operasi
 Irigasi/ spoling dengan Nacl
- Post operasi hari 0 : 80 tetes/m
- Hari pertama post operasi : 60 tetes/m
- Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/m

6
- Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/m
- Hari ke 4 post operasi : di klem
- Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada
masalah (urine dalam kateter bening)
 Hari ke enam post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada
masalah (cairan serohemoragis < 50cc
 Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi
selama hari, bila pasien sudah mmpu makan dan minum obat
dengan baik obat injeksi bias diganti dengan obat oral
 Tirah baring selama 24 jam pertama mobilisasi setelah 24 jam post op
 Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke 3 post op dengan
betadin
 Anjurkan banyak minum (2-3L/hari)
 DC bisa dilepas hari ke 10 post op
 Cek hb post op bila kurang dari 10 berikan transfuse
 Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan
dorongan untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada
kandung kemih dan perdarahan dari uretral sekitar kateter.
Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu
menghilangkan spasme-spasme hangat pada pubis dapat
membantu menghilangkan spasme
 Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-
jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatakan
tekanan abdomen/perdarahan
 Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai control berkemih
 Drainase dibawah sebagai urin berwarna marah mudah kemerahan
kemudian jernih hingga sedikit merah merah mudah dalam 24 jam
setelah pembedahan
 Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan
sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan vena dengan
memasang traksi pada kateter sehingga balon yang menahan
kateter pada tempatnya memberikan tekanan pada fossa prostatic

7
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas atau biodata klien
umur biasa 50 tahun ke atas, jenis kelamin laki-laki, ras (tertinggi di afrika
dan amerika) dan pria berkulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih besar
untuk menderita kanker prostat di bandingkan pria berkulit putih.
b. Keluhan Utama
Susah buang air besar dan nyeri
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah memiliki riwayat penyakit infeksi saluran kemih (ISL),
adakah riwayat mengalami kanker prostat, apakah pasien pernah
mengalami pembedahan prostat/hernia sevelumnya
d. Riwayat kesehatan sekarang
Pada pasien BPH, keluhan yang biasanya dalah frekuensi, nokturia,
urgensi, dysuria, pancaran melemah, rasa tidak puass sehabis miksi,
hesistensi (sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus –putus),
waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine dan nyeri saat
BAK.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit BPH.
2. Data dasar pengkajian pasien
a. Sirkulasi
Peningkatan darah efek pembesaran ginjal
b. Eliminasi
Tanda : merasa padat di bagian abdomen bawah (distensi kandung
kemih), nyeri tekan kandung Kemih, Hernia Inguinalis : Hemoroid
(mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan
pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan.
Gejala: penurunan kekuatan/ dorong aliran urin : tetesan, keragu-
raguan pada berkemih awal, ketidakmampuan untuk mengosongkan
kandung kemih dengan lengkap, nokturia, dysuria, hematuria, duduk
untuk berkemih, ISK berulang, riwayat batuk / stasis urinaria,

8
konstipasi.
c. Makanan/cairan
Anoreksia, mual muntah, penurunan BB.
d. Nyeri/kenyamanan
Nyeri suprapubis, panggul, punggung, dan demam

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia menurut Carpenita,2007:
1. Pre Operasi
a. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik
pembesaran prostat, dekompensasi otot detrusor, ketidakmampuan
kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat
b. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi
kandung kemih, infeksi urinaria, efek mengejan dan obstruksi uretra
c. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit
2. Post Operasi
a. Nyeri akkut berhubungan dengan spasme andung kemih, insisi sekunder
pada pembedahan
b. Ganggguan Pola Tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek
pembedahan
c. Resiko Perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah, reaksi
bladder, kelainan profil darah
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive : alat pembedahan,
kateter, irisai kandung kemih.

C. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Pre Operasi
a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi saluran kemih yang
bermuara ke vesika urinaria
1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan pasien berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi
2) Kriteria hasil: pasien mempertahankan keseimbangan cairan, asupan
sebanding dengan haluaran
3) Intervensi
a) Kaji haluaran urin dengan system drainase
Rasional : pengukuran dan haluaran yang akurat sanagt penting
untuk terapi penggantian cairan
b) Pantau pola berkemih pasien
Rasional: di perlukan untuk menetapkan pola inkontensia
c) Bantu pasien dalam melakukan prosedur eliminasi kandung kemih
yang di programkan
Rasional: melatih pasien dalam berkemih
d) Kolaborasi dengan dokter pemasangan kateter

9
Rasional: mempermudah pengeluaran urine
e) Kolaborasi dengan dokter rencana pembedahan (operasi)
Rasional: mengatasi obstruksi
b. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan vesika urinaria melebihi
kapasitas
1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x24 jam di
harapkan nyeri berkurang
2) Kriteria hasil: nyeri berkurang, ekspresi wajah tenang, skala nyeri 0-
10, TTV dalam batas normal.
3) Intervensi
a) Kaji nyeri secara komprehensif
Rasional: nyeri tajam, dengan dorongan berkemih sekitar kateter
menunjukan spasme kandung kemih
b) Lakukan teknik menegement nyeri dengan cara tarik nafas dari
hidung dan keluar lewat mulut
Rasional: dapat menghilangkan atau merileksasikan pasien dalam
menghadapi nyeri, menurunkan tekanan pada bagian tubuh.
c) Anjurkan pasien untuk menggunakan aktivitas oengalihan nyeri,
seperti menengarkan music.
Rasional: tindakan untuk mengurangi nyeri dan untuk
meningkatkan kualitas hidupnya
d) Berikan posisi nyaman pada pasien
Rasional: membantu mengurangi nyeri.
e) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: analgetik obat untuk mnegurangi nyeri
c. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit
1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, di
harapkan tidak terjadi ansietas
2) Kriteria hasil: pasien tidak menunjukan tanda-tanda kecemasan TTV
dalam batas normal, mengerti tentang penyakitnya
3) Intevensi
a) Lakukan pendekatan pada passion dan keluarga dengan
komunikasi terapeutik
Rasional: komunikasi terapeutik untuk menciptakan hubungan
yang bersifat potensional dan rasa saling percaya
b) Kai tingkat kecemasan pasien
Rasional: mengkaji kecemsan untuk membantu pemberian asuhan
keperawatan yang tepat.
c) Berikan penjelasan kepada pasien tnetnag penyebab
ketidakmampuan untuk berkemih
Rasional: penjelasan dan informasi yang tepat dapat membantukan
mengurangi ansietas pada pasien.
d) Observasi TTV
Rasional: mengetahui perkembangan kesehatan pasien

10
2. Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan vesika urinaria melebihi
kapasitas
1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan nyeri pasien berkurang.
2) Kriteria hasil: nyeri berkurang, ekspresi wajah tenang, skala nyeri 0-
10, TTV dalam batas normal.
3) Intervensi
a) Kaji nyeri secara komprehensif
Rasioanal: nyeri tajam, dengan dorongan berkemih sekkitar kateter
menunjukkan spasme kandung kemih
b) Lakukan teknik menegement nyeri dengan cara tarik nafas dari
hidung dan keluar dari mulut.
Rasional: dapat menghilangkan atau merileksasikan pasien dalam
menghadapi nyeri, menurunkan tekanan pada bagian tubuh
c) Anjurkan pasien untuk menggunakan aktivitas pengalihan nyeri,
seperti mendengarkan music
Rasional: tindakan untuk mengurangi nyeri dan untuk
menigkatkan kualitas hidupnya.
d) Berikan informasi mengenai nyeri, penyebab nyeri dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat prosedur
Rasional: Mengurangi nyeri dengan teknik tarik nafass dalam.
e) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: analgetik obat untuk mengurangi nyeri.
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah
1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 2x24 jam, di
harapkan tidak terjadi perdarahan
2) Kriteria hasil: pasien tidak menunjukkan tanda-tanda perdarahan, TTV
dalam batas normal, urin lancer lewat kateter.
3) Intervensi
a) Jelaskan pada pasien tentang sebab terjadi perdarahan setelah
oembedahan dan tanda-tanda perdarahan.
Rasional: menurunkan kecemasan pasien, dna mengetahui tanda-
tanda perdarahan.
b) Irigas aliran kateter jika terdeteksi gumpalan darah dalam saluran
kateter.
Rasional: gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan
pereganagan dari kandung kemih.
c) Pantau TTV tiap 4 jam
Rasional: melihat perubahan yang terjadi
d) Mencegah pemakaian thermometer rectal, pemeriksaan rectal
untuk sekurang-kurangnya satu minggu.
Rasional: dapat menimbulkan perdarahan prostat.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

11
1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, di
harapkan pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
2) Kriteria hasil: pasien tidak mengalami tanda-tanda infeksi, dapat
mencapai waktu sembuh, ttv dalam batas normal dan tidak ada tanda-
tanda infeksi.
3) Intervensi
a) Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan
steril.
Rasional: mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
b) Anjurkan intake cairan yang cukup 2500-3000 sehingga dapat
menurunkan potensi infeksi
Rasional: meningkatkan output urin, sehingga resiko terjadi ISK di
kurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.
c) Pantau gejala tanda-tanda infeksi (misalnya suhu, denyut jantung,
penampilan luka, urin, malise)
Rasional: mengetahui terjadinya tanda-tanda infeksi.
d) Ajarkan pasien tehnik mencuci tangan dengan benar.
Rasional: mencegah terjadinya infeksi.
e) Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional: mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek
pembedahan
1) Tujuan: setelah dilaukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam,
diharapakan tidak terjadi gangguan pola tidur.
2) Kriteria hasil: pasien mampu beristirahat dengan cukup, pasien
mengungkapkan bias tidur, pasien mampu menjelaskan faktor
penghambat tidur
3) Intervensi
a) Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan
kemungkinan cara menghindarinya.
Rasional: meningkatkan pengetahuan pasien sehingga koperatif
dalam tindakan keperawatan.
b) Ciptalah suasana yang mendukung dengan mengurangi kebisingan.
Rasional: suasana tenang akan mendukung istirahat
c) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan penyebab
gangguan tidur.
Rasional: menentukan rencana untuk mengatasi gangguan
d) Kolaborasi untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri
Rasional: mengurangi nyeri sehingga pasien bisa istirahat yang
cukup

D. Implementasi

Implementasi dilakuakan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah direncanakan

12
E. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan , dimana perawat menilai
hasil yang di harapkan terhadap perubahan dari klien dan menilai sejauhmana masalah
klien dapat di atasi. Di samping itu perawat juga memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai.

Hasil evaluasi yang mungkin didapat adalah:


1. Tujuan tercapai seluruhnya
Yaitu klien menunjukkan tanda dan gejala sesuai dengan kriteria yang di
harapakan
2. Tujuan
Sebagiannya itu klien menunjukan tanda dan gejala sesuai dengan kriteria
yang di harapakan
3. Tujuan tidak tercapai
Yaitu klien menunjukan tanda dan gejala sesuai dengan kriteria yang di
harapkan

13
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Benign prostatic hyperplasia / hiperplasia prostat jinak adalah penyakit yang


disebabkan oleh penuaan yang biasanya muncul pada lebih dari 50% laki-laki yang
berusia 50 tahun ke atas (Wilson dan Price, 2005).
Benign prostatic hyperplasia adalah penyakit yang disebabkan karena penuaan
(Price dan Wilson, 2005). BPH dapat didefenisikan sebagai pembesaran kelenjar prostat
yang memanjang ke atas ke dalam kandung kemih yang menghambat aliran urin, serta
menutupi orifisium uretra (Smeltzer dan Bare 2003).
Secara patologis BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel stoma
dan epitella pada bagian perluretra prostat disebabkan adanya proliferasi atau gangguan
pemrogaman kematian sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel (Roehrborn,
2011)
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa BPH adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang ke
atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium
uretra.

B. Saran

1. Bagi penderita
Bagi penderita Benign prostatic hyperplasia (BPH) di harapan lebih dapat
memperhatikan kesehatannya, terutama untuk pola makan dan aktivitas yang
dilakukan
2. Bagi perawat dan tenaga kesehatan
Bagi perawat ataupun tenaga kesehatan lain diharapkan dapat memberikan pelayanan
kesehatan aau keperawatan yang baik terhadap klien dan bisa bertugas sesuai dengan
fungsinya masing-masing.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan BPH: style sheet: https://askepnursing.wordpress.com/2010


Doengoes E. Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). 2003. Pedoman Penatalaksanaan BPH di
Indonesia. Style sheet: www. Iaui.or.id/ast/file/bph.pdf
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu
Taylor. M. C dan Ralph, S. S. 2010. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan
Edisi 10. Jakarta: EGC
Universitas Indonesia.2009. Laporan Pendahuluan BPH, style sheet:
www.academia.edo/12903496
Wilkinson, M Judith dan Ahern R. Nancy. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Jakarta: EGC

15

Anda mungkin juga menyukai