Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN PRAKTIK KLINIK PROFESI NERS

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners

Stase Keperawatan Dasar Profesi (KDP)

OLEH

SAFITRI

221030230347

PEMBIMBING

Ns. Amelia, M. Tr. Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


TAHUN 2022

LAPORAN PRAKTIK KLINIK PROFESI NERS

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners

Stase Keperawatan Dasar Profesi (KDP)

OLEH

SAFITRI

221030230347

PEMBIMBING

Ns. Amelia, M. Tr. Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

TAHUN 2022

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

Diajukan untuk memenuhi tugas Profesi Ners


Dosen Pembimbing : Ns. Amelia, M. Tr. Kep

DISUSUN OLEH:

SAFITRI
NIM. 221030230347

STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2022
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian

Istilah Benign prostatic hyperplasia (BPH), yang biasa dikenal dengan nama benign
prostatic hypertrophy, adalah diagnosis histologis yang ditandai dengan proliferasi
elemen seluler prostat, yang menyebabkan kelenjar prostat membesar1 yaitu adanya
hiperplasia sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat. Banyak faktor yang diduga berperan
dalam proliferasi/ pertumbuhan jinak kelenjar prostat. Pada dasarnya BPH tumbuh pada
pria yang menginjak usia tua dan memiliki testis yang masih menghasilkan testosteron.
Di samping itu, pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), pola diet, mikrotrauma,
inflamasi, obesitas, dan aktivitas fisik diduga berhubungan dengan proliferasi sel kelenjar
prostat secara tidak langsung. Faktor-faktor tersebut mampu memengaruhi sel prostat
untuk menyintesis growth factor, yang selanjutnya berperan dalam memacu terjadinya
proliferasi sel kelenjar prostat.

Sementara itu, istilah Benign Prostatic Enlargement (BPE) merupakan istilah klinis yang
menggambarkan bertambahnya volume prostat akibat adanya perubahan histopatologis
yang jinak pada prostat (BPH). Diperkirakan hanya sekitar 50% dari kasus BPH yang
berkembang menjadi BPE. Pada kondisi yang lebih lanjut, BPE dapat menimbulkan
obstruksi pada saluran kemih, disebut dengan istilah Benign Prostatic Obstruction (BPO).
BPO sendiri merupakan bagian dari suatu entitas penyakit yang mengakibatkan obstruksi
pada leher kandung kemih dan uretra, dinamakan Bladder Outlet Obstruction (BOO).
Adanya obstruksi pada BPO ataupun BOO harus dipastikan menggunakan pemeriksaan
urodinamik.

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior
buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah
kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram. Kelenjar prostat
yang terbagi atas beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona fibromuskuler, dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia
prostat terdapat pada zona transisional (Reynard J, 2006).
Kelenjar postat merupakan organ berkapsul yang terletak dibawah kandung kemih
dan ditembus oleh uretra. Uretra yang menembus kandung kemih ini disebut uretra
pars prostatika. Lumen uretra pars prostatika dilapisi oleh epitel transisional
(Eroschenko, 2008).
Mc. Neal Melakukan analisa komparatif tentang zona prostat melalui potongan
sagital, koronal dan koronal obliq yaitu :
a. Stroma fibromuskular anterior Merupakan lembaran tebal yang menutupi
seluruh permukaan anterior prostat. Lembaran ini merupakan kelanjutan
dari lembaran otot polos disekitar urethra proksial pada leher buli,
dimana lembaran ini bergabung dengan spinkter interna dan otot
detrusor dari tempat dimana dia berasal. Dekat apeks otot polos ini
bergabung dengan striata yang mempunyai peranan sebagai spinkter
eksterna.
b. Zona Perifer Merupakan bagian terbesar dari prostat. Zona ini terdiri atas
65-67 % dari seluruh jaringan prostat. Hampir semua karsinoma berasal
dari zona ini.
c. Zona sentral Zona sentral mengelingi ductus ejakularis secra penuh diatas
dan dibelakang verumontanium. Mc. Neal membedakan zona ini sentral
dan zona perifer berdasarkan arsitektur sel dan sitologinya.
d. Zona Transisional Merupakan sekelompok kecil ductus yang berasal dari
suatu titik pertemuan urethra proksimal dan distal. Besarnya 5 % dari
seluruh massa prostat. Pada zona ini asiner banyak mengalami proliferasi
dibandingkan ductus periurethra lainnya.

2. Fisiologi

Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung
kepada pengaruh endokrin. Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah,
sedangkan bagian tepi peka terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian
tengahlah yang mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang sehingga
kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat membentuk enzim
asam fosfatase yang paling aktif bekerja pada pH 5. Kelenjar prostat mensekresi
sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung
asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulase serta fibrinolisis. Selama
pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersamaan
dengan kontraksi vas deferen dan cairan prostat keluar bercampur dengan semen yang
lainnya. Cairan prostat merupakan 70% volume 12 cairan ejakulat dan berfungsi
memberikan makanan spermatozon dan menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di
dalam tubuh wanita, dimana sekret vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini
dialirkan melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian
dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan
prostat kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat. Dengan demikian sperma
dapat hidup lebih lama dan dapat melanjutkan perjalanan menuju tuba uterina dan
melakukan pembuahan, sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH cairan
sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya mungkin bahwa cairan prostat
menetralkan keasaman cairan dan lain tersebut setelah ejakulasi dan sangat
meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma (Wibowo dan Paryana, 2009 )
C. Klasifikasi

Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong (2005)


secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :

Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan


penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari
50ml
Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas
atas dapat dicapai, sedangkan sisa volume urin 50-100 ml
Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak
dapat diraba dan sisa volume urin lebih dari 100ml
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total.

D. Etiologi

Saat ini etiologi BPH belum sepenuhnya dimengerti. Terdapat banyak pendapat tentang
hal ini. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
1. Teori Dihidrotestosteron
Pertumbuhan sel kelenjar prostat sangat dibutuhkan suatu metabolit androgen
yaitu dihidrotestosteron (DHT). Dihidrotestosteron dihasilkan dari reaksi
perubahan testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan
bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah berikatan dengan reseptor androgen
(RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat (Purnomo,
2012).
2. Ketidakseimbangan antara Estrogen-Testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen: progesteron relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan didalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah meskipun rangsangan
terbentuknya selsel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel
prostat yang telah ada .

3. Interaksi Stromal-Epitel
Differensasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol
oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator tertentu (growth factor). Setelah sel
stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis
suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri
secara intrakrin atau autokrin serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu sendiri menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel
stroma (Purnomo, 2012).
4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Saat pertumbuhan prostat
sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan
yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang
mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat
(Purnomo, 2012).
5. Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk selsel
baru. Didalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ektensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung
pada keberadaan hormon androgen sehingga jika hormon ini kadarnya menurun
seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan apoptosis. Terjadinya proliferasi
sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem
sehingga terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel
(Purnomo, 2012).
6. Teori Inflamasi Sejak tahun 1937
Terdapat hipotesa bahwa BPH merupakan peyakit inflamasi yang dimediasi oleh
proses imunologi. Uji klinis terbaru juga menunjukkan adanya hubungan antara
proses inflamasi pada prostat dengan LUTS (Purnomo, 2012). Dikatakan bahwa
pasien dengan prostatitis memiliki risiko delapan kali lebih besar untuk terjadinya
BPH (Krieger, 2008).
E. Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat


aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada bulibuli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau LUTS yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatismus (Purnomo, 2012).
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian bulibuli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat
jatuh ke dalam gagal ginjal (Purnomo, 2012).
Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau tidak adanya
aliran kemih, dan ini memerlukan intervensi untuk membuka jalan keluar urin. Metode
yang mungkin adalah prostatektomi parsial, Transurethral Resection of Prostate (TURP)
atau insisi prostatektomi terbuka, untuk mengangkat jaringan periuretral hyperplasia
insisi transurethral melalui serat otot leher kandung kemih untuk memperbesar jalan
keluar urin, memperbesar lumen uretra, dan terapi antiandrogen untuk membuat atrofi
kelenjar prostat (Price & Wilson, 2012). Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen
stroma terhadap kelenjar. Pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan kelanjar
adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH
terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam
hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot
polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat (Purnomo,
2012).

Patologis BPH ditandai dengan pertumbuhan kelenjar hiperplastik dan stroma yang
bergabung menjadi nodul mikroskopis dan makroskopis di kelenjar prostat. Ada lima
jenis umum dari nodul BPH, yaitu Fibromyoadenomatous (umum), Fibroadenomatous,
Fibrous/fibrovaskular, Fibromuskular, dan Muskular (jarang). Umumnya BPH terdiri
dari kelenjar (mengandung sebagian besarsel kelenjar prostat), campuran (mengandung
stroma dan sel epitel kelenjar), dan stroma (yang hanya berisi sel stroma). Nodul awal
yang berkembang pada BPH ditemukan di daerah periuretra dan biasanya stroma, terdiri
dari jaringan fibrosa dan beberapa otot polos. Pada beberapa kasus, nodul BPH dapat
ditemukan di zona perifer, yang dapat teraba dengan pemeriksaan colok dubur, dan
biasanya terdiri dari unsur-unsur kelenjar epitel. Kurangnya unsure kelenjar di nodul
stroma BPH, dan pengamatan perbedaan zona diawal nodul BPH menyebabkan etiologi
yang berbeda dari nodul stroma dibandingkan dengan BPH komponen kelenjar. Ketika
zona transisi membesar secara makroskopik, karena pertumbuhan BPH nodular, keadaan
ini dapat menghambat aliran urin melalui uretra prostat dan karenanya menjadi LUTS
(Nicholson & Ricke, 2012).
F. Tanda dan Gejala

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan
diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu:
keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan
gejala di luar saluran kemih.
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran
miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelah miksi)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
c. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang
(merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda
infeksi atau urosepsis.
d. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan
miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan
tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat
didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan,
anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal
ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.

G. Pemeriksaan Diagnostik

Dalam mendiagnosis pembengkakan prostat jinak (BPH), Dokter akan menanyakan


gejala yang dirasakan oleh pasien dan kemudian untuk mengetahui ukuran kelenjar
prostat maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan secara fisik, dimana dokter akan
melakukan pemeriksaan colok dubur dan beberapa jenis tes lanjutan yang diperlukan
untuk mendiagnosis BPH, antara lain:
1. Tes Urine: analisa kemungkinan adanya infeksi
2. Tes Darah : menilai kondisi ginjal dan kadar Prostate Spesific Antigen (PSA)
3. Tes kelancaran urine (Uroflowmetry) : mengukur laju dan volume aliran urine
4. USG transrektal : untuk mendapatkan gambar kelenjar prostat dan bagian di
sekelilingnya secara lebih rinci guna mengetahui apakah pasien menderita BPH
atau kondisi lainnya seperti kanker.
5. Biopsi Prostat : pengambilan sampel jaringan prostat pasien untuk diperiksa
secara seksama dalam upaya penegakan diagnosis / menyingkirkan dugaan
kanker prostat.

H. Penatalaksanaan

1. Terapi Bedah Invasif Minimal


Pasien akan direkomendasikan terapi bedah invasif minimal Transurethral Resection
of the Prostate (TURP) apabila pasien mengalami beberapa kondisi berikut:
a. Tingkat keparahan gejala yang dialami pasien pada derajat sedang sampai
parah
b. Terapi obat tidak menghilangkan gejala yang dialami pasien
c. Pasien mengalami penyumbatan saluran kemih, batu kandung kemih, darah
dalam urin atau masalah ginjal
d. Pasien memilih untuk melakukan terapi definitif/terapi yang khusus
diperuntukkan untuk BPH.

2. Transurethral resection of the prostate (TURP)


TURP adalah tindakan bedah invasif minimal yang merupakan gold standard
pembedahan pada pasien dengan BPH.mTujuan dari operasi TURP adalah untuk
mengangkat bagian-bagian kelenjar prostat yang menekan uretra dan menghalangi
aliran urine. Prosedurnya:
 Pasien akan diberikan anestesi umum  supaya tertidur, atau anestesi spinal
dimana pasien tetap sadar tetapi tidak akan merasakan sakit.
 Dokter  akan memasukkan alat yang disebut resectoscope melalui penis
dan ke dalam uretra. Instrumen ini berisi cahaya dan kamera untuk
membantu dokter melihat, dan loop listrik yang digunakan untuk
memotong jaringan prostat  yang menekan uretra.
 Tindakan TURP umumnya memakan waktu 60 - 90 menit. Paska prosedur
TURP
 Di akhir prosedur operasi  Dokter akan memasang kateter di dalam
kandung kemih selama 24 - 48 jam, atau sampai pembengkakan mereda
dan pasien dapat buang air kecil sendiri.
 Lama perawatan di RS dapat bervariasi dan umumnya adalah 1-2 hari.

Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan:

 Adanya darah dalam urin. Adalah normal untuk melihat darah dalam urin
segera setelah operasi. Hubungi dokter jika darah dalam urin terlihat tebal
seperti saus tomat,  dan perdarahan tampaknya memburuk atau aliran urin
tersumbat. Gumpalan darah dapat menghalangi aliran urin.
 Rasa sakit pada saat buang air kecil.  Pasien dapat mengalami rasa perasaan
urgensi atau sering perlu buang air kecil disertai dengan rasa sakit, yang
umumnya akan membaik dalam 6-8 minggu.

Rekomendasi paska prosedur TURP


 Minum banyak air (setidaknya 8 gelas/hari) untuk membersihkan kandung
kemih.
 Mengkonsumsi makanan tinggi serat untuk menghindari sembelit dan
mengejan saat buang air besar. Dokter dapat merekomendasikan obat
pelembut feses.
 Bagi pasien yang mengkonsumsi obat pengencer darah  perlu
mengkonsultasikan ke Dokter sebelum melanjutkan minum obat
pengencer darah kembali.
 Hindari aktivitas berat, seperti angkat berat, selama 4-6  minggu atau
sampai dokter mengatakan tidak apa-apa.
 Tidak melakukan hubungan seks selama 4-6 minggu
 Tidak mengemudi sampai kateter dilepas dan tidak lagi minum obat
penghilang rasa sakit

Tindakan operasi TURP dapat meredakan gejala dengan cepat. Kebanyakan pasien 


akan mengalami aliran urin yang lebih kuat dan lancar secara signifikan dalam beberapa
hari.

I.
BAB II

TINJAUAN TEORI KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan informasi subjektif dan objektif, dan peninjauan
informasi riwayat pasien pada rekam medik. Informasi subjektif, misalnya dengan
wawancara pasien/ keluarga. Sedangkan informasi objektif, misalnya dengan pengukuran
tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik (Herdman, 2015). Data yang perlu dikaji yaitu :
1. Identitas Pasien
Meliputi nama klien, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat
rumah, nama suami/penanggung jawab.
2. Diagnosa dan informasi medik
Tanggal masuk, no mr, ruang rawat, diagnosa medik, alasan masuk RS, yang
merujuk
3. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama : Klien mengatakan perih saat BAK dan mengeluarkan urine
bercampur darah segar ±250 cc, air urinenya tersumbat meskipun sudah
terpasang dower cateter, setiap BAK terasa tidak tuntas, ada mual,ada cemas
karena akan dilakukan Tindakan operasi sehingga tidur malamnya sering
terganggu.

b. Kronologiskeluhan

 Faktorpencetus : Adanya BPH


 Timbulnyakeluhan : Saat BAK
 Lamanya : 1 hari
 Cara mengatasi : Klien segera dibawa ke rumah sakit

c. Riwayat Kesehatan MasaLalu

 Riwayat Alergi ( obat, makanan, binatang, lingkungan ):


Klien alergi makanan (ikan tongkol)
 Riwayat kecelakaan:
Klien tidak memiliki riwayat kecelakaan
 Riwayat dirawat di Rumah sakit ( kapan, alasan, dan berapa lama ):
Klien pernah di rawat di RS Persahabatan dengan keluhan yang sama
selama 1 minggu pada bulan September 2019
 Riwayat pemakaian obat:
Klien pernah mengonsumsi obat sucralfat suspensi untuk asam lambung

B. Diagnosa yang sering muncul


Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan actual atau potensial yang
membutuhkan intervensi dan manajemen keperawatan (Siregar, 2021). Adapun diagnosa
keperawatan yang muncul adalah:

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan klien mengatakan
nyeri skala nyeri 7
2. Gangguan Rasa nyaman b. d gejala penyakit dibuktikan dengan klien susah tidur
3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan. Intervensi
keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah
tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penentuan luaran keperawatan dalam
rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif, dan etis (Tim Pokja SLKI
DPP PPNI, 2018). Ada empat elemen penting yang harus diperhatikan pada saat membuat
perencanaan keperawatan yaitu membuat prioritas, menetapkan tujuan dan membuat
kriteria hasil. Merencanakan intervensi keperawatan yang akan diberikan (termasuk
tindakan mandiri dan kolabirasi dengan tenaga kesehatan lainnya), dan melakukan
pendokumentasian.

Diagnosa Tujuan & kriteria hasil Intervensi


Keperawatan
Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Observasi :
cedera fisiologis Tindakan keperawatan  Identifikasi karakteristik
selama 1x24 jam tingkat nyeri (mis pencetus,
nyeri menurun dengan pereda, kualitas, lokasi,
Ds: kriteria hasil intensitas, frekuensi,
1. Klien  Keluhan nyeri durasi)
mengatakan sedang (3)  Identifikasi riwayat
nyeri dan  Meringis alergi obat
perih saat menurun (5)  Identifikasi kesesuaian
BAK
 Gelisah menurun jenis analgesik dengan
2. Klien
(5) tingkat keparahan nyeri.
mengatakan
 Sikap protektif  Monitor tanda tanda vital
setalah
menurun (5) sebelum dan sesudah
BAK tidak
 Kesulitan tidur pemberian analgesic
tuntas
menurun (5)  Monitor efektifitas
Do :
 Tekanan darah analgesik
 Klien tampak
membaik (5) Terapeutik
meringis
 Fungsi berkemih  Diskusikan jenis
 Klien tampak
membaik (5) analgesik yang disukai
menghindari
 Pola tidur untuk mencapai
duduk setelah
membaik (5) analgesia optimal, jika
BAK
perlu
 Klien tampak
 Pertimbangkan
gelisah
penggunaan infus
 Klien
kontinue, atau oploid
mengatakan
untuk mempertahankan
sering
kadar dalam serum
terbangun pada
 Tetapkan target
malam hari
efektifitas analgesik
 Skala nyeri 7
untuk mengoptimalkan
respon pasien
TD 130/80 mmhg
 Dokumentasikan respon
pasien terhadap efek
analgesik dan efek yang
tidak diinginkan.
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberiaan dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi

D. Implementasi Keperawatan
Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan
keperawatan yang dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi mencakup
penyelesaian tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya dan menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil pada diagnosa
keperawatan. Implementasi bertujun untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang
optimal dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang berubah dalam berbagai fasilitas
kesehatan seperti pelayanan kesehatan di rumah, klinik, rumah sakit, dan lainnya.
Implementasi juga mencakup pendelegasian tugas dan pendokumentasian tindakan
keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencenaan,
membanduingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai
dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. Evaluasi disusun menggunakan
SOAP.
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

Diajukan untuk memenuhi tugas Profesi Ners


Dosen Pembimbing : Ns. Amelia, M. Tr. Kep

DISUSUN OLEH:

SAFITRI
NIM. 221030230347
STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2022

FORMAT PENGKAJIAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian tgl : Selasa, 01 Oktober 2019 No. RM : 251.6401


Tanggal MRS : Kamis, 26 September 2019 Dx. Masuk : BPH
Dokter yang merawat : -

Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 72 Tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Kristen Prostestan
Identitas

Penanggung Biaya : JKN


Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku/Bangsa : Indonesia
Alamat : Kp. Kapaedang
Keluhan utama :
klien mengatakan perih saat BAK dan mengeluarkan urine bercampur darah segar ±250 cc, air
urinenya tersumbat meskipun sudah terpasang dower cateter, setiap BAK terasa tidak tuntas,
ada mual, ada cemas karna akan dilakukan tindakan operasi sehingga tidur malamnya sering
terbangun.

Riwayat penyakit saat ini :


a. Faktor pencetus : Adanya BPH
b. Timbulnya keluhan : Saat BAK
c. Lamanya : 1 hari
d. Cara mengatasi : Klien segera dibawa ke rumah sakit
Riwayat sakit dan Kesehatan

Penyakit yang pernah diderita :

a. Riwayat Alergi ( obat, makanan, binatang, lingkungan ) :


Klien alergi makanan (ikan tongkol)
b. Riwayat kecelakaan :
Klien tidak memiliki riwayat kecelakaan
c. Riwayat dirawat di Rumah sakit ( kapan, alasan, dan berapa lama ) :
Klien pernah di rawat di RS Persahabatan dengan keluhan yang sama selama 1
minggu pada bulan September 2019
d. Riwayat pemakaian obat :
Klien pernah mengonsumsi obat sucralfat suspensi untuk asam lambung

Riwayat penyakit keluarga : -

Riwayat alergi:  ya  tidak

Jelaskan : Klien alergi makanan (ikan tongkol)


Keadaan Umum:  baik  sedang  lemah
Pemeriksaan fisik Kesadaran : composmentis
Tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Suhu : 37,5 ◦C
Nadi : 88 x/mnt
RR : 20 x/mnt

Pola nafas irama:  Teratur  Tidak teratur


Jenis  Dispnoe  Kusmaul  Ceyne StokesLain-lain:
Suara nafas:  vesikuler  Stridor  Wheezing  Ronchi Lain-lain:
Pernafasan

Sesak nafas  Ya  Tidak  Batuk  Ya  Tidak

Irama jantung:  Reguler  Ireguler


Masalah : RR pasien 20 x/mnt
S1/S2 tunggal  Ya  Tidak
Nyeri dada:  Ya  Tidak
Bunyi jantung:  Normal  Murmur  Gallop lain-lain
Kardiovaskuler

CRT:  < 3 dt  > 3 dt


Akral:  Hangat Panas Dingin kering Dingin basah

Masalah : tidak ada masalah


GCS Eye : 3 Verbal : 4 Motorik : 6 Total : 13

Refleks fisiologis:  patella  triceps  biceps lain-lain:


Refleks patologis:  babinsky  budzinsky  kernig lain-lain:
Lain-lain:
Gangguan tidur : ada mual, ada cemas karna akan dilakukan tindakan operasi sehingga tidur
Persyarafan

malamnya sering terbangun.

Masalah : Gangguan pola istirahat tidur

Penglihatan (mata)
Pupil :  Isokor  Anisokor  Lain-lain:
Sclera/Konjungtiva :  Anemis  Ikterus  Lain-lain:
Lain-lain :
Pendengaran/Telinga :
Gangguan pendengaran :  Ya  Tidak
Jelaskan : pasien tidak memiliki gangguan pendengaran
Lain-lain :
Penginderaan

Penciuman (Hidung)
Bentuk :  Normal  Tidak
Jelaskan : hidung klien normal, tidak terpasang selang NGT, tidak ada polip, tidak ada
perdarahan
Gangguan Penciuman :  Ya  Tidak Jelaskan:
Lain-lain

Masalah : tidak ada masalah


Kebersihan :  Bersih  Kotor
Urin : Urine bercampur darah segar ±250 cc
Jumlah : 250 cc/hr Warna : kuning + Darah Bau :
Alat bantu (kateter, dan lain-lain) : Dower cateter
Perkemihan

Kandung kencing: Membesar  Ya  Tidak


Nyeri tekan  Ya  Tidak
Gangguan:  Anuria  Oliguri  Retensi
 Nokturia  Inkontinensia Lain-lain:
Masalah : Gangguan pada perkemihan

Nafsu makan:  Baik  Menurun Frekuensi: 1 x/hari


Porsi makan:  Habis  Tidak Ket:
Diet :-
Minum : 500 cc/hari Jenis : air putih
Mulut dan Tenggorokan
Mulut:  Bersih  Kotor  Berbau
Mukosa  Lembab  Kering  Stomatitis
Tenggorokan  Nyeri telan  Kesulitan menelan  Pembesaran tonsil  Lain-
lain:
Pencernaan

Abdomen  Tegang  Kembung  Ascites Nyeri tekan, lokasi : Saat BAK


Peristaltik 16 x/mnt
Pembesaran hepar  Ya  Tidak
Pembesaran lien  Ya  Tidak
Buang air besar x/hari Teratur:  Ya  Tidak
Konsistensi Bau: Warna:
Lain-lain:

Masalah : 1. Nyeri saat BAK skala 7


Kemampuan pergerakan sendi :  Bebas  Terbatas
Kekuatan otot : 4 4
4 4
Kulit
Warna kulit:  Ikterus  Sianotik  Kemerahan  Pucat
Muskuloskeletal/ Integumen

 Hiperpigmentasi
Turgor:  Baik  Sedang  Jelek
Odema:  Ada  Tidak ada Lokasi : -
Luka  Ada  Tidak ada Lokasi : -
Tanda infeksi luka  Ada  Tidak ada
Yang ditemukan : kalor/dolor/tumor/Nyeri/Fungsiolesa
Lain-lain :

Masalah : 1. Intoleransi aktifitas


2. Nyeri akut
3. Resti infeksi/ resiko infeksi

Pembesaran Tyroid  Ya  Tidak


Hiperglikemia  Ya  Tidak
Hipoglikemia  Ya  Tidak
Luka gangren  Ya  Tidak
Endokrin

Pus  Ya  Tidak
Masalah : tidak ada masalah
Personal Higiene

Mandi : 1x/hari Sikat gigi : 2x/hari


Keramas : 1x/minggu Memotong kuku: Potong kuku tidak teratur
Ganti pakaian : 1x/hari
Orang yang paling dekat : Keluarga Masalah: Tidak ada
Psiko-sosio-spiritual Hubungan dengan teman dan lingkungan sekitar : Pasien dapat bersosialisasi dengan baik
antar teman, tetangga dan dilingkungan sosialnya

Kegiatan ibadah :

Keluarga mengatakan pasien sangat taat beribadah

Lain-lain : Masalah : tidak ada


Analisa Gas Darah (30/09/19)

Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan


pH H 7.492 7,350-7,450
PCO2 L 25.90 mmHg 35,00-45,00
PO2 100.00 mmHg 75,00-100,00
HCO3 L 20.80 mmol/L 21,00-25,00
Total CO2 21.80 mmol/L 21,00-27,00
Base excess -2.80 mmol/L -2,50 - +2,50
Saturasi O2 99.50 % 95,00-98,00
Standard 23.8 mmol/L 22,0-24,0
HCO3

Hematologi (03/10/2019)

Darah Perifer Hasil Unit Nilai Rujukan


Lengkap

Hemoglobin L 9.6 g/dl 13.0-16.0

Hematokrit L 26.6 % 40.0-48.0

Eritrosit L 3.56 10^3/uL 4.50-5.60

VER 79.7 fL 52.0-92.0


Pemeriksaan penunjang

HER L 26.7 Pg 27.0-31.0

KHER 33.6 g/dl 32.0-36.0

Trombosit 194 10^3/uL 150-400

Leukosit H 20.13 10^3/uL 5.00-10.00

Hitung jenis

Basofil 0.1 % 0-1

Eosinofil H 3.1 % 1-3

Neutrofil H 87.0 % 52.0-76.0

Limfosit L 5.7 % 20-40


Radiologi/ USG, dll
1. Cairan : Sodium chloride 0,9% 1500 ml/24 jam

2. Diet :Diit nasi biasa energi 1848 kkal protein 58 gr

2x 200 cc susu

3. Obat :
- Cefotaxime 3 x 1 gr via IV (jam 12.00,20.00, 04.00)
Fungsi: mengobati infeksi
- Ranitidine 2 x 50 mg via IV (jam 12.00, 04.00)
Fungsi: menghambat sekresi asam lambung
- Keterolac 3x 30 mg via IV (jam 12.00,20.00, 04.00 )
Fungsi: mengurangi nyeri
- Asam traneksamat 3 x 500 mg via IV (jam 12.00,20.00,
Terapi

04.00)
Fungsi: menghentikan perdarahan
- Vitamin K 3 x 10 mg via IV (jam 12.00,20.00, 04.00 )
Fungsi: membantu proses pembekuan darah dan mencegah
perdarahan
- Levofloxacin 1 x 500 gr via oral (jam 12.00, 04.00)
Fungsi: mengobati infeksi saluran kemih
- Omeprazol 2 x 20 mg via oral (jam 12.00, 04.00)
Fungsi: untuk mengobati asam lambung yang meningkat
- Domperidon 3 x 10 mg via oral (jam 12.00,20.00, 04.00)
Fungsi: untuk meredakan mual
- KSR 3 x 600 mg via oral (jam 12.00,20.00, 04.00)
Fungsi: mencegah kalium yang rendah dalam darah
B. ANALISA DATA

No. Data Problem Etiologi


1. Ds : Nyeri Akut Agen pencedera
 Klien mengatakan perih fisiologis
dan nyeri saat BAK
 Klien mengatakan setiap
BAK merasa tidak tuntas
Do :
 Klien tampak meringis
 Klien tampak menghindari
duduk setelah BAK
 Klien tampak gelisah

 Klien mengatakan sering


terbangun pada malam
hari

 Skala nyeri 7
2. Ds : Gangguan rasa Gejala penyakit
 Klien mengatakan perih nyaman
ketika BAK
 Klien mengatakan mual
 Klien mengatakan setiap
BAK terasa tidak tuntas
 Klien mengatakan cemas
karena akan dilakukan
tindakan operasi
 Klien mengatakan
tidurnya sering terbangun
Do :
 Klien tampak gelisah
 Klien tampak meringis
setelah BAK
 TD: 130/80 mmHg
 Nadi: 88 x/mnt
 RR: 18x/mnt
3. Ds : Defisit Kurang terpapar
 Klien mengatakan kapan pengetahuan informasi
dirinya akan di operasi
 Klien mengatakan apa
yang harus dilakukan saat
operasi nanti
Do :
 Klien tampak bingung

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan klien mengatakan
nyeri skala nyeri 7
2. Gangguan Rasa nyaman b. d gejala penyakit dibuktikan dengan klien susah tidur
3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. A Nama Mahasiswa : SAFITRI


Ruang : Anggrek Tengah NIM : 221030230347
No.M.R : 251.6401

No Tgl dan Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


jam Keperawatan (PES) Hasil
1. 12 Nyeri akut b.d agen Nyeri akut b.d agen Observasi :
September cedera fisiologis cedera fisiologis  Identifikasi
2022, Ds: Ds: karakteristik nyeri
Jam 08.00 3. Klien 5. Klien (mis pencetus,
mengatakan mengataka pereda, kualitas,
nyeri dan n nyeri dan lokasi, intensitas,
perih saat perih saat frekuensi, durasi)
BAK BAK  Identifikasi riwayat
4. Klien 6. Klien alergi obat
mengatakan mengataka  Identifikasi
setalah n setalah kesesuaian jenis
BAK tidak BAK tidak analgesik dengan
tuntas tuntas tingkat keparahan
Do : Do : nyeri.
 Klien tampak  Klien tampak  Monitor tanda
meringis meringis tanda vital sebelum
 Klien tampak  Klien tampak dan sesudah
menghindari menghindari pemberian
duduk setelah duduk setelah analgesic
BAK BAK  Monitor efektifitas
 Klien tampak  Klien tampak analgesik
gelisah gelisah Terapeutik
 Klien  Klien  Diskusikan jenis
mengatakan mengatakan analgesik yang
sering sering disukai untuk
terbangun pada terbangun pada mencapai analgesia
malam hari malam hari optimal, jika perlu
 Skala nyeri 7  Skala nyeri 7  Pertimbangkan
TD 130/80 mmhg TD 130/80 mmhg penggunaan infus
kontinue, atau
oploid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
 Tetapkan target
efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan
respon pasien
 Dokumentasikan
respon pasien
terhadap efek
analgesik dan efek
yang tidak
diinginkan.
Edukasi
 Jelaskan efek
terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberiaan
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi
2. 12 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan Observasi
b.d gejala penyakit tindakan keperawatan  Identifikasi lokasi,
September
Ds 3x24 jam karakteristik,
2022, jam  Klien status kenyamanan durasi, frekuensi,
mengatakan pasien meningkat kualitas, intensitas
12.00
dengan kriteria hasil:
perih ketika  Keluhan tidak nyeri
BAK nyaman  Identifikasi skala
 Klien menurun (5) nyeri
mengatakan  Gelisah  Identifikasi
mual menurun (5) respons nyeri non
 Klien  Keluhan suli verbal
mengatakan tidur menurun  Identifikasi faktor
setiap BAK (5) yang memperberat
terasa tidak  Keluhan mual dan memperingan
tuntas menurun (5) nyeri
 Klien  Merintih  Identifikasi
mengatakan menurun (5) pengetahuan dan
cemas karena  Pola tidur keyakinan tentang
akan dilakukan membaik (5) nyeri
tindakan operasi  Identifikasi
 Klien pengaruh budaya
mengatakan terhadap nyeri
tidurnya sering  Identifikasi
terbangun pengaruh nyeri
Do pada kualitas hidup
 Klien tampak  monitor efek
gelisah samping
Klien tampak meringis penggunaan
setelah BAK analgetik
Terapeutik
 berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
 kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
 fasilitasi istirahat
dan tidur
 pertimbangan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
 jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan emonitor
analgetik secara
tepat
 Ajarkan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik.
3. 12 Defisit Pengetahuan b.d Setelah dilakukan Observasi
Kurang terpapar Tindakan keperawatan  Identifikasi
September
Informasi selama 3x24 jam kesiapan dan
2022, jam Ds : tingkat pengetahuan kemampuan
 Klien meningkat dengan menerima
14.00
mengatakan kriteria hasil: informasi
kapan dirinya  Perilaku sesuai  Identifikasi fakto-
akan di operasi anjuran faktor yang dapat
 Klien meningkat (5) meningkat dan
mengatakan apa Perilaku sesuai menurunkan
yang harus motivasi perilaku
dengan pengetahuan
dilakukan saat hidup bersih dan
operasi nanti meningkay (5) sehat
Do : Terapeutik
Klien tampak bingung  Sediakan materi
dan media
pendidikan
kesehatan
 Jadwalkan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
 Berikan
kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
 jelaskan faktor
risiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
 ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
 ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN STROKE

Diajukan untuk memenuhi tugas Profesi Ners


Dosen Pembimbing : Ns. Amelia, M. Tr. Kep

DISUSUN OLEH:

SAFITRI
NIM. 221030230347
STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2022
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori
1. Gangguan Mobilitas Fisik
a. Pengertian
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) gangguan
mobilitas fisik atau immobilisasi merupakan suatu kedaaan dimana individu
yang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerakan fisik (Kozier,
Erb, Berman & Snyder, 2010). Ada lagi yang menyebutkan bahwa gangguan
mobilitas fisik merupakan suatu kondisi yang relatif dimana individu tidak
hanya mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya kehilangan
tetapi juga kemampuan geraknya secara total (Ernawati, 2012). Kemudian,
Widuri (2010) juga menyebutkan bahwa gangguan mobilitas fisik atau
imobilitas merupakan keadaan dimana kondisi yang mengganggu
pergerakannya, seperti trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai
fraktur pada ekstremitas dan sebagainya. Tidak hanya itu, imobilitas atau
gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh baik satu maupun lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif A.H & Kusuma H, 2015).
b. Etiologi
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), faktor penyebab terjadinya
gangguan mobilitas fisik, antara lain kerusakan integritas struktur tulang,
perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot,
penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan
perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan
muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, indeks masa tubuh di atas persentil
ke-75 usia, efek agen farmakologi, program pembatasan gerak, nyeri, kurang
terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan, gangguan kognitif,
keengganan melakukan pergerakan, dan gangguan sensoripersepsi. NANDA-I
(2018) juga berpendapat mengenai etiologi gangguan mobilitas fisik, yaitu
intoleransi aktivitas, kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat,
penurunan ketahanan tubuh, depresi, disuse, kurang dukungan lingkungan,
fisik tidak bugar, serta gaya hidup kurang gerak. Pendapat lain menurut
Setiati, Harimurti, dan Roosheroe (dalam Setiati, Alwi, Sudoyo, Stiyohadi,
dan Syam, 2014) mengenai penyebab gangguan mobilitas fisik adalah adanya
rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, masalah psikologis,
kelainan postur, gangguan perkembangan otot, kerusakan sistem saraf pusat,
atau trauma langsuung dari sistem muskuloskeletal dan neuromuskular.
c. Patofisiologi
Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago,
dan saraf sangat mempengaruhi mobilisasi. Gerakan tulang diatur otot skeletal
karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagi
sistem pengungkit. Tipe kontraksi otot ada dua, yaitu isotonik dan isometrik.
Peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek pada kontraksi
isotonik. Selanjutnya, pada kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak terjadi pemendekan atau gerakan aktif
dari otot, misalnya menganjurkan pasien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter merupakan gerakan kombinasi antara kontraksi isotonik dan
kontraksi isometrik. Perawat harus memperhatikan adanya peningkatan energi,
seperti peningkatan kecepatan pernapasan, fluktuasi irama jantung, dan
tekanan darah yang dikarenakan pada latihan isometrik pemakaian energi
meningkat. Hal ini menjadi kontraindikasi pada pasien yang memiliki penyakit
seperti infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik. Kepribadian dan
suasana hati seseorang digambarkan melalui postur dan gerakan otot yang
tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi
dan pengaturan kelompok otot tergantung tonus otot dan aktivitas dari otot
yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot
sendiri merupakan suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot dapat mempertahankan
ketegangan. Immobilisasi menyebabkan aktivitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Rangka pendukung tubuh yang terdiri dari empat tipe tulang,
seperti panjang, pendek, pipih, dan irreguler disebut skeletal. Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah (Potter
dan Perry, 2012). Pengaruh imobilisasi yang cukup lama akan terjadi respon
fisiologis pada sistem otot rangka. Respon fisiologis tersebut berupa gangguan
mobilisasi permanen yang menjadikan keterbatasan mobilisasi. Keterbatasan
mobilisasi akan mempengaruhi daya tahan otot sebagai akibat dari penurunan
masa otot, atrofi dan stabilitas. Pengaruh otot akibat pemecahan protein akan
mengalami kehilangan masa tubuh yang terbentuk oleh sebagian otot. Oleh
karena itu, penurunan masa otot tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa
peningkatan kelelahan. Selain itu, juga terjadi gangguan pada metabolisme
kalsium dan mobilisasi sendi. Jika kondisi otot tidak dipergunakan atau karena
pembebanan yang kurang, maka akan terjadi atrofi otot. Otot yang tidak
mendapatkan pembebanan akan meningkatkan produksi Cu, Zn. Superoksida
Dismutase yang menyebabkan kerusakan, ditambah lagi dengan menurunya
catalase, glutathioneperoksidase, dan mungkin Mn, superoksida dismutase,
yaitu sistem yang akan memetabolisme kelebihan ROS. ROS menyebabkan
peningkatan kerusakan protein, menurunnya ekspresi myosin, dan peningkatan
espresi komponen jalur ubiquitine proteolitik proteosome. Jika otot tidak
digunakan selama beberapa hari atau minggu, maka kecepatan penghancuran
protein kontraktil otot (aktin dan myosin) lebih tinggi dibandingkan
pembentukkannya, sehingga terjadi penurunan protein kontraktil otot dan
terjadi atrofi otot. Terjadinya atrofi otot dikarenakan serabut-serabut otot tidak
berkontraksi dalam waktu yang cukup lama sehingga perlahan akan mengecil
dimana terjadi perubahan antara serabut otot dan jaringan fibrosa. Tahapan
terjadinya atrofi otot dimulai dengan berkurangnya tonus otot. Hal ini
myostatin menyebabkan atrofi otot melalui penghambatan pada proses
translasi protein sehingga menurunkan kecepatan sintesis protein. NF-κB
menginduksi atrofi dengan aktivasi transkripsi dan ubiquinasi protein. Jika
otot tidak digunakan menyebabkan peningkatan aktivitas transkripsi dari NF-
κB. Reactive Oxygen Species (ROS) pada otot yang mengalami atrofi. Atrofi
pada otot ditandai dengan berkurangnya protein pada sel otot, diameter
serabut, produksi kekuatan, dan ketahanan terhadap kelelahan. Jika suplai
saraf pada otot tidak ada, sinyal untuk kontraksi menghilang selama 2 bulan
atau lebih, akan terjadi perubahan degeneratif pada otot yang disebut dengan
atrofi degeneratif. Pada akhir tahap atrofi degeneratif terjadi penghancuran
serabut otot dan digantikan oleh jaringan fibrosa dan lemak. Bagian serabut
otot yang tersisa adalah membran sel dan nukleus tanpa disertai dengan
protein kontraktil. Kemampuan untuk meregenerasi myofibril akan menurun.
Jaringan fibrosa yang terjadi akibat atrofi degeneratif juga memiliki
kecenderungan untuk memendek yang disebut dengan kontraktur (Kandarian
(dalam Rohman, 2019).
d. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala pada gangguan mobilitas fisik menurut Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (2017) yaitu :
1) Tanda dan gejala mayor
Tanda dan gejala mayor subjektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas. Kemudian, untuk tanda dan
gejala mayor objektifnya, yaitu kekuatan otot menurun, dan rentang gerak
menurun.
2) Tanda dan gejala minor
Tanda dan gejala minor subjektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu nyeri
saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, dan merasa cemas saat
bergerak. Kemudian, untuk tanda dan gejala minor objektifnya, yaitu sendi
kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah.
NANDA-I (2018) berpendapat bahwa tanda dan gejala dari gangguan
mobilitas fisik, antara lain gangguan sikap berjalan, penurunan
keterampilan motorik halus, penurunan keterampilan motorik kasar,
penurunan rentang gerak, waktu reaksi memanjang, kesulitan
membolakbalik posisi, ketidaknyamanan, melakukan aktivitas lain sebagai
pengganti pergerakan, dispnea setelah beraktivitas, tremor akibat bergerak,
instabilitas postur, gerakan lambat, gerakan spastik, serta gerakan tidak
terkoordinasi.
e. Kondisi klinis terkait
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) kondisi terkait yang dapat
mengalami gangguan mobilitas fisik, yaitu stroke, cedera medula spinalis,
trauma, fraktur, osteoarthritis, ostemalasia, dan keganasan. Selain itu, menurut
NANDA-I (2018) kondisi terkait yang berisiko mengalami gangguan
mobilitas fisik, antara lain kerusakan integritas struktur tulang, gangguan
fungsi kognitif, gangguan metabolisme, kontraktur, keterlambatan
perkembangan, gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, agens
farmaseutika, program pembatasan gerak, serta gangguan sensoriperseptual.
f. Dampak yang ditimbulkan
Menurut Widuri (2010) gangguan mobilitas fisik akan mengakibatkan
individu mengalami immobilisasi yang dapat mempengaruhi sistem tubuh,
seperti :
1) Perubahan metabolisme
Kecepatan metabolisme dalam tubuh akan turun dengan dijumpainya basal
metabolisme rate (BMR) yang akibatnya energi yang digunakan untuk
perbaikan sel-sel tubuh berkurang sehingga dapat mempengaruhi
gangguan oksigenasi sel. Dampak lainnya seperti anabolisme akan
menurun sedangkan katabolisme akan meningkat yang berisiko
meningkatkan gangguan metabolisme.
2) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang akan mengakibatkan persediaan
protein menurun dan konsentrasi protein serum berkurang yang dapat
mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Selain itu, berkurangnya
perpindahan cairan dari intravaskuler menuju interstisial dapat
menyebabkan edema.
3) Gangguan pengubahan zat gizi
Pemasukan protein dan kalori yang menurun dapat menyebabkan
pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun sehingga tidak
cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
4) Gangguan fungsi gastrointestinal
Makanan yang dicerna akan menurun sehingga dapat menyebabkan
keluhan, seperti perut kembung, mual, serta nyeri lambung yang
berdampak pada proses eliminasi.
5) Perubahan sistem pernapasan
Dampak yang ditimbulkan pada sistem pernapasan, antar lain kadar
hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan otot mengalami
kelemahan yang mengganggu proses metabolisme.
6) Perubahan kardiovaskular
Perubahan pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi artostatik,
meningkatnya kerja jantung, serta terjadi pembentukan trombus.
7) Perubahan sistem muskuloskeletal
Dampak yang ditimbulkan, antara lain gangguan muskular yang berupa
menurunnya massa otot yang menyebabkan turunnya kekuatan otot serta
atropi pada otot, gangguan skeletal berupa kontraktur sendi serta
osteoporosis.

8) Perubahan sistem integumen


Pada sistem integumen akan terjadi penurunan elastisitas kulit, terjadi
iskemia serta nekrosis jaringan superfisial ditandai dengan adanya luka
dekubitus akibat tekanan dan sirkulasi ke jaringan menurun.
9) Perubahan eliminasi
Kurangnya asupan dan penurunan curah jantung mengakibatkan
penurunan jumlah urine.
10) Perubahan perilaku
Seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan yang
berdampak ke perilaku yang ditimbulkan, seperti rasa bermusuhan,
bingung, cemas, emosional yang tinggi, depresi, siklus tidur berubah, serta
penurunnya mekanisme koping. Kemudian, menurut Potter & Perry
(dalam Uda H.D.H, Muflih, Amigo T.A.E, 2016) selain pada sistem
muskuloskeletal, gangguan mobilitas fisik juga memberikan dampak pada
sistem kardiovaskuler, pernapasan, metabolik, perkemihan, pencernaan,
dan integumen berupa penurunan kemampuan atau fungsi jantung,
pembuluh darah, paru-paru, tergangguanya metabolisme tubuh, gangguan
fungsi ginjal, kerusakan kulit, serta gangguan pada proses pencernaan.
Dampak psikososial dari gangguan mobilitas sendiri yaitu respon
emosional yang bervariasi, seperti frustasi dan penurunan harga diri,
apatis, menarik diri, regresi, dan marah serta agresif. Menurunnya
kemampuan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan, gangguan
pada perkembangan sosial, yaitu terjadi hambatan dalam interaksi dengan
orang lain maupun lingkungan dikarenakan kurangnya stimulasi
intelektual.
g. Komplikasi
Menurut Garrison (dalam Bakara D.M & Warsito S, 2016) gangguan mobilitas
fisik dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abnormalitas tonus, orthostatic
hypotension, deep vein thrombosis, serta kontraktur. Selain itu, komplikasi
yang dapat terjadi adalah pembekuan darah yang mudah terbentuk pada kaki
yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan daan pembengkaan.
Kemudian, juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang
terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru. Selanjutnya yaitu
dekubitus. Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. Atrofi dan
kekakuan sendi juga menjadi salah satu komplikasi dari gangguan mobilitas
fisik. Hal itu disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi. Komplikasi
lainnya, seperti disritmia, peningkatan tekanan intra cranial, kontraktur, gagal
nafas, dan kematian (Andra, Wijaya, Putri , 2013).
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah gangguan
mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak. Latihan
rentang gerak yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan latihan Range
of Motion (ROM) yang merupakan latihan gerak sendi dimana pasien akan
menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik
secara pasif maupun aktif. Range of Motion (ROM) pasif diberikan pada
pasien dengan kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada
tulang maupun sendi dikarenakan pasien tidak dapat melakukannya sendiri
yang tentu saja pasien membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga.
Kemudian, untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan
yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat
ataupun keluarga. Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas
persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Potter &
Perry, 2012).
Saputra (2013) berpendapat bahwa penatalaksanaan untuk gangguan mobilitas
fisik, antara lain :
1) Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti
memiringkan pasien, posisi fowler, posisi sims, posisi trendelenburg,
posisi genupectoral, posisi dorsal recumbent, dan posisi litotomi.
2) Ambulasi dini Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini
bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari
tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan yang lainnya.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari. Melakukan aktivitas sehari-hari dilakukan
untuk melatih kekuatan, ketahanan, dan kemampuan sendi agar mudah
bergerak, serta mingkatkan fungsi kardiovaskular.
4) Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif.

BAB II
TINJAUAN TEORI KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam
penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan
dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and
Bare, 2011 : Kinta, 2012 dalam Guswanti, 2019).
1. Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,
alamat rumah, nama suami/penanggung jawab.
2. Diagnosa dan informasi medik
Tanggal masuk, no mr, ruang rawat, diagnosa medik, alasan masuk RS, yang
merujuk.
3. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama : batuk, nafsu makan menurun, berat badan tidak naik tiga
bulan terakhir.
a. Riwayat kesehatan sekarang merupakan keluhan/gangguan yang
berhubungan dengan gangguan/penyakit yang dirasakan saat ini :
1) Bagaimana pola/frekuensi berkemih : poliuri, oliguri, BAK keluar
sedikitsedikit tetapi sering, nokturia, urine keluar secara menetes,
incontinentia urin.
2) Adakah kelainan waktu bak seperti : disuria, ada rasa panas,
hematuria, dan lithuri.
3) Apakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau secara umum :
a) Apakah penyakit timbul setelah adanya penyakit yang lain.
b) Apakah terdapat mual dan muntah.
c) Apakah tedapat edema.
d) Bagaimana keadaan urinenya (volume, warna, bau, berat jenis,
jumlah urine dalam 24 jam).
e) Adakah sekret atau darah yang keluar.
f) Adakah hambatan seksual.
g) Apakah ada rasa nyeri (lokasi, identitas, saat timbulnya nyeri)
b. Riwayat kesehatan dahulu: Apakah klien memiliki riwayat penyakit
sistemik lain . Apakah klien memiliki riwayat alergi makanan atau obat
tertentu.
c. Riwayat kesehatan keluarga: Kaji adanya riwayat herediter, penyakit
menular, dan menderita penyakit sistemik metabolik ataupun cacat
bawaan.
d. Data psikologis : Bagaimana perasaan klien dengan penyakitnya
sekarang sekarang.
e. Data sosial ekonomi : Pekerjaan, kebiasaan, dan kehidupan sehari- hari.
f. Aktivitas sehari-hari : Kaji pola makan, minum, eliminasi, istirahat dan
tidur.
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
Inspeksi : Merintih, menahan sakit.
Rambut : Lurus/keriting, warna, Ketombe, kerontokan
Mata : Simetris/tidak, pupil isokhor, akonjunctiva tidak anemis
Hidung : Terdapat mukus/tidak, pernafasan cuping hidung.
Telinga : Simetris, terdapat mukus/tidak
Bibir : Lembab,tidak ada stomatitis.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
b. Dada
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat tarikan otot bantu pernafasan
Palpasi : Denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas, nyeri tekan(-)
Perkusi : Jantung : Dullness
Auskultasi : Suara nafas normal
c. Abdomen
Inspeksi : terdapat luka post operasi di abdomen region inguinal
Palpasi : Teraba massa, terdapat nyeri tekan pada daerah inguinalis
Perkusi : Dullness
Auskultasi : Terdengar bising usus (N= < 5 per menit
d. Ekstremitas
Atas : Simetris, tidak ada edema
Bawah : Simetris, tidak ada edema

e. Genetalia
Inspeksi : Scrotum kiri dan kanan simetris, ada lesi
B. Intervensi
Intervensi atau perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan. Intervensi
keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan
pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI) adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penentuan
luaran keperawatan dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman,
efektif, dan etis (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
C. Implementasi Keperawatan
Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan
keperawatan yang dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi mencakup
penyelesaian tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya dan menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil pada diagnosa
keperawatan. Implementasi bertujun untuk membantu pasien mencapai kesehatan
yang optimal dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan,
dan memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang berubah dalam berbagai
fasilitas kesehatan seperti pelayanan kesehatan di rumah, klinik, rumah sakit, dan
lainnya. Implementasi juga mencakup pendelegasian tugas dan pendokumentasian
tindakan keperawatan
D. Evaluasi Keperawatan
Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencenaan,
membanduingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai
dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. Evaluasi disusun menggunakan
SOAP yang berarti:
S :keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien setelah
diberikan implementasi keperawatan.
O : keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
objektiv
A : analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif meliputi
masalah teratasi (perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan
kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah teratasi sebagian (perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian yang sudah
ditetapkan), masalah belum teratasi (sama sekali tidak menunjukkan perubahan
perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan muncul masalah baru).
P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
BAB III
ARTIKEL PENELITIAN TERKAIT

Berdasarkan hasil penelitian Cintya Agreayu Dinata, Yuliarni Syafrita, Susila Sastri
(2012) dengan judul Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien Rawat
Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari
2010 - 31 Juni 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi tipe stroke
dan faktor risiko yang berpengaruh pada pasien stroke rawat inap di RSUD
Kabupaten Solok Selatan. Metode penelitian: Penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan menggunakan data skunder pasien stroke yang dirawat di RSUD
Solok Selatan. Data yang diambil meliputi usia, jenis kelamin, tekanan darah, kadar
gula darah, profil lipid saat pertama pasien masuk rumah sakit, dan pekerjaan. . Data
yang diambil meliputi usia, jenis kelamin, tekanan darah, kadar gula darah, profil lipid
saat pertama pasien masuk rumah sakit, dan pekerjaan. Sampel penelitian adalah
seluruh pasien stroke yang pernah dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUD
Kabupaten Solok Selatan pada periode 1 Januari 2010 – 31 Juni 2012 yang memenuhi
kriteria inklusi. Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan proporsi stroke
terbanyak adalah stroke ischemic (61,46%), perempuan (54,17%) yang berusia >50
tahun (81,25%) yang bekerja sebagai ibu rumah tangga (43,75%). Faktor risiko yang
dapat diubah tertinggi adalah hipertensi (82,30%) diikuti kolesterol total meningkat
(69,79%). Faktor risiko tertinggi pada stroke ischemic adalah gula darah meningkat
(47,89%) dan pada stroke hemorrhagic adalah hipertensi (100,00%). Faktor risiko
tertinggi pada seluruh pasien adalah hipertensi (82,30%). Kesimpulan: Berdasarkan
hasil penelitian ini disimpulkan bahwa stroke tipe ischemic lebih banyak dari tipe
hemorrhagic dengan faktor risiko utama hipertensi, sedangkan stroke ischemic
terutama dipengaruhi oleh peningkatan gula darah.

DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1. jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. jakarta:DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Widiana,.2019. BAB II Tinjauan Pustaka.


http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/2398/3/BAB%20II.pdf
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE

Diajukan untuk memenuhi tugas Profesi Ners


Dosen Pembimbing : Ns. Amelia, M. Tr. Kep
DISUSUN OLEH:

SAFITRI
NIM. 221030230347

STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2022

FORMAT PENGKAJIAN KMB

A. PENGKAJIAN

Pengkajian tgl : 20 Oktober 2017 Jam : 19.30 WIB


Tanggal MRS : 20 Oktober 2017 NO. RM : 18-80-12
Ruang/Kelas : Multazam//54 Dx. Masuk : Stroke
Dokter yang merawat : dr. Marwatal
Nama : Tn. S

Jenis Kelamin :Laki-laki


Umur :56Tahun
Status Perkawinan :

Agama :Islam
Identitas

Penanggung Biaya :

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia

Alamat : Kedaung,Pamulang

Keluhan utama :
Pasien datang ke RS dengan keluhan utama tidak bisa berbicara

Riwayat penyakit saat ini :


Riwayat Sakit dan Kesehatan

Saat dilakukan pengkajian keluarga pasien mengeluh pasienlemas, kepalanya pusing,


mendadak tidak bisa berbicara, dan mengatakan anggota gerak sebelah kiri terasa lemah pada
pasien, tidak dapat digerakkan, memiliki hipertensi

Penyakit yang pernah diderita :


Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien pernah dirawat di RS dengan penyakit hipertensi.

Riwayat penyakit keluarga :


Keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit seperti yang diderita pasien, keluarga juga tidak
mempunyai riwayat penyakit Dm, Hipertensi

Riwayat alergi:  ya  tidak Jelaskan :


Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum:  baik  sedang  lemah Kesadaran:
Tanda vital TD: 170/120mmHg Nadi: 90 x/mnt Suhu : 37 ºC RR: 28
x/mnt
Pola nafas irama:  Teratur  Tidak teratur
Jenis  Dispnoe  Kusmaul  Ceyne Stokes Lain-lain:
Pernafasan

Suara nafas:  verikuler  Stridor  Wheezing  Ronchi Lain-lain:


Sesak nafas  Ya  Tidak  Batuk  Ya  Tidak
Masalah:
Irama jantung:  Reguler  Ireguler S1/S2 tunggal  Ya  Tidak
Nyeri dada:  Ya  Tidak
Bunyi jantung: Normal  Murmur  Gallop lain-lain
CRT: < 3 dt > 3 dt
Kardiovaskuler

Akral:  Hangat  Panas  Dingin kering  Dingin basah


Masalah:

GCS Eye: 3 Verbal: 2 Motorik: 3 Total: 8


Refleks fisiologis:  patella  triceps  biceps lain-lain:
Persyarafan

Refleks patologis:  babinsky  budzinsky  kernig lain-lain:


Lain-lain:
Istirahat / tidur: jam/hari Gangguan tidur:
Masalah:

Penglihatan (mata)
Pupil :  Isokor  Anisokor  Lain-lain:
Sclera/Konjungtiva :  Anemis  Ikterus  Lain-lain:
Lain-lain :
Pendengaran/Telinga :
Penginderaan

Gangguan pendengaran :  Ya  Tidak Jelaskan:


Lain-lain :
Penciuman (Hidung)
Bentuk : Normal  Tidak Jelaskan:
Gangguan Penciuman :  Ya  Tidak Jelaskan:
Lain-lain
Masalah:

Kebersihan:  Bersih  Kotor


Urin: Jumlah: cc/hr Warna: Bau:
Alat bantu (kateter, dan lain-lain):
Perkemihan

Kandung kencing: Membesar  Ya  Tidak


Nyeri tekan  Ya  Tidak
Gangguan:  Anuria  Oliguri  Retensi
 Nokturia  Inkontinensia  Lain-lain:
Masalah:
Nafsu makan:  Baik Menurun Frekuensi: x/hari
Porsi makan:  Habis  Tidak Ket:
Diet :
Minum: cc/hari Jenis:
Mulut dan Tenggorokan
Mulut:  Bersih  Kotor  Berbau
Mukosa  Lembab  Kering  Stomatitis
Tenggorokan  Nyeri telan  Kesulitan menelan
 Pembesaran tonsil  Lain-lain:
Pencernaan

Abdomen  Tegang  Kembung  Ascites  Nyeri tekan, lokasi:


Peristaltik x/mnt
Pembesaran hepar  Ya  Tidak
Pembesaran lien  Ya  Tidak
Buang air besar x/hari Teratur:  Ya  Tidak
Konsistensi Bau: Warna:
Lain-lain:

Masalah:

Kemampuan pergerakan sendi:  Bebas  Terbatas


Kekuatan otot:

Kulit
Warna kulit:  Ikterus  Sianotik  Kemerahan  Pucat 
Hiperpigmentasi
Muskuloskeletal/ Integumen

Turgor:  Baik  Sedang  Jelek


Odema: Ada  Tidak ada Lokasi
Luka  Ada  Tidak ada Lokasi
Tanda infeksi luka  Ada  Tidak ada Yang ditemukan :
kalor/dolor/tumor/Nyeri/Fungsiolesa
Lain-lain :

Masalah: 1. Intoleransi aktifitas


2. Nyeri akut
3. Resti infeksi/ resiko infeksi
4. Gangguan perfusi jaringan perifer

Pembesaran Tyroid  Ya  Tidak


Hiperglikemia  Ya  Tidak Hipoglikemia  Ya 
Endokrin

Tidak
Luka gangren  Ya  Tidak Pus  Ya 
Tidak
Masalah:

Mandi : 1x/hari Sikat gigi :


Keramas : 1x Memotong kuku:
Personal
Higiene

Ganti pakaian :

Masalah:
Orang yang paling dekat:
Hubungan dengan teman dan lingkungan sekitar:
Psiko-sosio-spiritual

Kegiatan ibadah:
Lain-lain :

Masalah:
Laboratorium

HEMATOLOGI

HEMOGLOBIN (HGB) 14,6 11,7 – 15,5 g/dL


LEUKOSIT (WBC) 6,5 3,6 – 11,0 10^3/uL
TROMBOSIT (PLT) 300 150 – 400 10^3/uL
HEMATOKRIT (HCT) 45 35 – 47 %

GULA DARAH
Pemeriksaan penunjang

KARBOHIDRAT
GLUKOSA SEWAKTU 86 74 – 180 mg/dL

(GDS)
FUNGSI GINJAL
47 13 – 43 mg/dL
Ureum
0,87 0,8 – 1,3 mg/dL
Kreatinin
5,6 3,5 - 7,0 mg/dL
Asam urat
KIMIA DARAH
LEMAK
267 < 200 mg/dL
Cholesterol total
38 40 - 60 mg/dL
HDL choleserol
185 < 100 mg/dL
LDL cholesterol
219 < 150 mg/dL
Trigliseride
Radiologi/ USG, dll
1. Terpasang RL 12tpm/12 jam
2. Ranitidine 1 ampul via I.V
3. Citicoline 2x1 gram via I.V
4. Manitol 4x100 cc via I.V
5. Amlodipin 1x10 gram via P.O
6. Piracetam 4x3 gram via I.V
Terapi:

7. Atorvastatin 1x20 gram via P.O

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Tgl. Pengkajian : 20 Oktober 2017

Tgl. MRS : 20 Oktober 2017

Ruang/kelas : Multazam//54.
No. RM : 18-80-12

Jam : 19.30 WIB

Dx. Masuk : Stroke

Dokter : dr. Marwatal

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 56 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kedaung, Pamulang

Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia

Status perkawinan : Menikah

2. Keluhan utama

a. Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit :

Pasien datang ke RS dengan keluhan utama tidak bisa berbicara

b. Keluhan Utama Saat Pengkajian :

Saat dilakukan pengkajian keluarga pasien mengeluh pasienlemas,

kepalanya pusing, mendadak tidak bisa berbicara, dan mengatakan

anggota gerak sebelah kiri terasa lemah pada pasien, tidak dapat

digerakkan, memiliki hipertensi.

3. Diagnosa medis

Stroke

4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang :

Saat dilakukan pengkajian keluarga pasien mengeluh

pasienlemas, kepalanya pusing, mendadak tidak bisa berbicara,

dan mengatakan anggota gerak sebelah kiri terasa lemah pada

pasien, tidak dapat digerakkan, memiliki hipertensi.

b. Riwayat Kesehatan Yang Lalu :

Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien pernah dirawat di

RS dengan penyakit hipertensi.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga :

Keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit seperti yang

diderita pasien, keluarga juga tidak mempunyai riwayat

penyakit Dm, Hipertensi

d. Riwayat keperawatan klien

a) Pola Aktifitas Sehari-hari (ADL)

Pola Aktifitas Di Rumah Di Rumah sakit

Sehari-hari (ADL)

Pola pemenuhan 1. Makan/minum: 1. Makan/minum:


kebutuhan nutrisi dan 3xsehari/8 gelas 1xsehari/2 gelas

cairan perhari perhari

2. Jenis: Nasi 1 porsi 2. Jenis : bubur beserta

habis dengan lauk lauk sayur-sayuran

mengandung santan dan air putih segelas

dan sayur, 3. Pantangan :

minumnya air putih Makanan junk food,

dan kopi. mengandung garam

3. Pantangan: Tidak dan santan.

ada pantangan 4. Kesulitan

makanan makan/minum:

4. Kesulitan makan: Pasien merasa tidak

Tidak ada kesulitan nafsu makan

makan dan minum

Pola eliminasi 1. Frekuensi : BAK 1. Frekuensi : BAK

lebih dari 3x/hari dan hanya 1x/hari dan

BAB 1x/hari BAB belum pernah

2. Warna : Kuning 2. Warna : kuning

3. Bau : Amoniak 3. Bau : -

Pola Istirahat 1. Frekuensi : Klien 1. Frekuensi : klien

tidur 2x/hari tidur 1x/hari

2. Durasi : 8 jam 2. Durasi : tidak lama,

3. Gangguan tidur : bangun tidur terus

tidak ada gangguan 3. Gangguan : merasa


dalam tidur pusing

Pola kebersihan Mandi 2x/hari Mandi 1x/hari

diri/personal hygiene Gosok gigi 3x/hari Gosok gigi 2x/hari

Keramas 3x/seminggu Keramas 1xseminggu

Potong kuku teratur Potong kuku tidak

teratur

b) Riwayat Psikologi

Pasien tampak lemas dan gelisah.

c) Riwayat Sosial

Pasien dapat bersosialisasi dengan baik antar teman, tetangga dan

dilingkungan sosialnya

d) Riwayat Spiritual

Keluarga mengatakan pasien sangat taat beribadah

6. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan Umum

Kesadaran composmentis

b. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

SAAT SEBELUM SAKIT SAAT PENGKAJIAN


TD : 140/100 mmHg TD: 170/120 mmHg
N : 80x/menit N: 90x/menit
S : 36,50C S: 370C
RR : 22x/menit RR: 28x/mnt

c. Pemeriksaan Wajah
1. Mata

Mata klien normal, tidak ada oedema, sclera perubahan warna anemis,

warna iris hitam, reaksi pupil terhadap cahaya miosis, pupil isokor.

2. Hidung

hidung klien normal, tidak terpasang selang NGT, tidak ada polip, tidak

ada perdarahan

3. Mulut

Mukosa mulut klien kering, tampak bersih, tidak ada perdarahan

4. Telinga

telinga klien normal, tidak ada kotoran, tidak ada perdarahan, tidak ada

peradangan

d. Pemeriksaan Kepala Dan Leher

1. Kepala

saat di inspeksi bentuk kepala klien bulat, simetris, tidak ada

hidro/hiposepalus, tidak ada luka, tidak ada perdarahan, tampak memegangi

kepalanya dan saat palpasi tidak ada nyeri tekan

2. Leher

saat di inspeksi bentuk leher simetris, tidak ada pembesaran tiroid, posisi

trakea simetris, ada pembesaran pada vena jugularis

e. Pemeriksaan Thoraks/dada

1. Pemeriksaan paru

saat dinspeksi bentuk thoraks normal chest, susunan tulang belakang

normal, bentuk dada simetris, retraksi otot bantu nafas tidak ada, tidak ada
sianosis, saat diperkusi area paru sonor, terdengar suara ronchi basah dan

kasar, wheezing tidak ada

2. Pemeriksaan jantung

saat di inspeksi ictus cordi negatif, saat dipalpasi dinding thoraks teraba

kuat, saat diperkusi tidak ada kelainan, saat di auskultasi tida ada suara

tambahan, bunyi jantung I dan II tidak ada, mur-mur tidak ada, Gallop

tidak ada.

f. Pemeriksaan Abdomen

Saat diinspeksi bentuk abdomen datar, tidak ada benjolan, pada saat

diauskultasi frekuensi bising usus 10x/menit

g. Pemeriksaan Fungsi Neurologis

1. Menguji tingkat kesadaran GCS: 8 (Eye: 3, Verbal: 2, Motorik: 3), tingkat

kesadaran composmentis

2. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak: tidak ada peningkatan suhu, tidak

ada nyeri kepala.

3. Memeriksa nervouskranialis : normal

4. Memeriksa fungsi motorik : pergerakan otot klien tampak lemah dibagian

ekstremitas tangan sebelah kiri dan ekstremitas kaki sebelah kiri

h. Pemeriksaan Kulit/Integumen

1. Integumen/kulit

saat diinspeksi klien tidak terdapat luka, saat dipalpasi tekstur kulit halus.

2. Pemeriksaan rambut

penyebaran rambut merata, warna rambut berwarna hitam, rambut tampak

bersih

3. Pemeriksaan kuku
saat diinspeksi warna kuku baik, bentuk normal dan kuku tampak bersih

i. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik

1. Cek laboratorium

Hari/ Tanggal
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
(Jam)

Sabtu, HEMATOLOGI
20 Oktober
2017 HEMOGLOBIN 14,6 11,7 – 15,5 g/dL
(HGB) 6,5 3,6 – 11,0 10^3/uL
LEUKOSIT (WBC) 300 150 – 400 10^3/uL
TROMBOSIT (PLT) 45 35 – 47 %
HEMATOKRIT (HCT)

GULA DARAH
KARBOHIDRAT 86 74 – 180 mg/dL

GLUKOSA
SEWAKTU (GDS)
47 13 – 43 mg/dL
FUNGSI GINJAL
0,87 0,8 – 1,3 mg/dL
Ureum
5,6 3,5 - 7,0 mg/dL
Kreatinin
Asam urat
KIMIA DARAH
267 < 200 mg/dL
LEMAK
38 40 - 60 mg/dL
Cholesterol total
185 < 100 mg/dL
HDL choleserol
219 < 150 mg/dL
LDL cholesterol
Trigliseride

2. EKG
3. Foto Rontgen Brain Scanning : Lakunar infark basal ganglia kiri
j. Tindakan terapi

Hari/Tanggal
NAMA OBAT
(Jam)

Sabtu, 1. Terpasang RL 12tpm/12 jam


2. Ranitidine 1 ampul via I.V
14 Oktober 2017
3. Citicoline 2x1 gram via I.V
4. Manitol 4x100 cc via I.V
5. Amlodipin 1x10 gram via P.O
6. Piracetam 4x3 gram via I.V
7. Atorvastatin 1x20 gram via P.O
DATA FOKUS

A. Data Subjektif

1. Keluarga klien mengatakan klien lemas

2. Keluarga klien mengatakan klien kepalanya pusing

3. Keluarga klien mengatakan klien mendadak tidak bisa berbicara

4. Keluarga klien mengatakan anggota gerak sebelah kiri terasa lemah pada pasien

5. Keluarga klien mengatakan klien tidak dapat digerakkan

6. Keluarga klien mengatakan klien memiliki hipertensi.

B. Data Objektif

1. Kesadaran composmentis
 TD: 170/120 mmHg
 N: 90x/menit
 S: 370C
 RR: 28x/mnt

C. ANALISA DATA

No Data Problem Etiologi

1 DS : Gangguan Penurunan
kekuatan
- Keluarga klien mengatakan anggota gerak Mobilitas otot
sebelah kiri terasa lemah pada pasien Fisik

- Keluargaklienmengatakanklien tidak dapat


digerakkan

- Keluargaklienmengatakanklien lemas

DO :
- Pasientampakaktifitasdibantukeluarga.
- Pasientampakterbaringlemahditempattidur
.
- Pasientampakgerakterbatas
- Kekuatanotot

2 DS : Resiko Hipertensi
- Keluarga klienmengatakanklien memiliki perfusi
hipertensi serebral
- Keluargaklienmengatakanklien kepalanya tidak efektif
pusing

DO :

- TD: 170/120 mmHg

- N: 90x/menit

- S: 370C

- RR: 28x/mnt

3 DS: Gangguan Penurunan


- Keluargaklienmengatakanklien mendadak komunikasi sirkulasi
tidak bisa berbicara verbal serebral
DO :
- Klien terlihat sulit memahami komunikasi
- Klien sulit mempertahankan komunikasi
- Klien sulit mengungkapkan kata – kata

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Penurunan kekuatan otot

2. Gangguan komunikasi verbal b.d Penurunan sirkulasi serebral

3. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan Hipertensi


E. INTERVENSI ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. S Nama Mahasiswa : SAFITRI


Ruang : Multazam// 54.1 Nim : 221030230347
No. M. R : 18-80-12

No Tangga Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


l dan Keperawatan Kriteria Hasil
jam
1 20 Gangguan setelah dilakukan observasi: 1. Untuk
Oktobe Mobilitas Fisik keperawatan 1. Identifikasi adanya mengantisipasi
r 2017 selama 2x24 jam nyeri atau keluhan adanya nyeri
19.30 diharapkan fisik lainnya. 2. Untuk
WIB mobilitas fisik 2. Identifikasi menstabilkan
pasien meningkat. melakukan pergerakan otot.
Dengan kriteria pergerakan. 3. Mengkaji adanya
hasil: 3. Monitor frekuensi peningkatan
1) Pergerakan jantung dan tekanan darah.
ekstermitas tekanan darah 4. Mengkaji kondisi
meningkat sebelum memulai umum pasien.
2) Kekuatan ambulasi 5. Memudahkan
otot 4. Monitor kondisi untuk melakukan
meningkat umum selama aktivitas
3) Rentang melakukan 6. Membantu agar
gerak ambulasi keadaan tetap
(ROM) Terapeutik: stabil
meningkat. 1. Fasilitasi aktivitas 7. Untuk
ambulasi dengan mempermudah
alat bantu. dalam melakukan
( Tongkat, kruk ) mobilisasi
2. Libatkan keluarga 8. Menstabilkan
untuk membantu kekuatan otot
pasien dalam 9. Untuk
mengingkat menguatkan otot
ambulasi dan pergerakan
Edukasi: selama mobilisasi
1. Jelaskan tujuan
danprosedur
mobilisasi.
2. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini.
3. Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(duduk ditempat
tidur, duduk disisi
tempat tidur ke
kursi)
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan
fisioterapi dalam
mengembangkan
dan melaksanakan
program latihan

2 20 Resiko perfusi setelah dilakukan Observasi : 1. Memberikan


Oktobe serebral tidak tindakan 1. Monitor tanda atau dasar untuk
r 2017 efektif keperawatan gejala peningkatan pemahaman
19.30 selama 2x24 jam TIK ( tekanan tentang
WIB diharapkan tekanan darah ) peningkatan
darah pasien 2. Monitor MAP tekanan darah
kembali normal 3. Monitor status 2. Supaya klien tahu
pernafasan dan
kriteria hasil: Traupetik : memungkinkan
1) Tekanan 1. Minimalkan klien untuk
darah stimulus dengan melanjutkan
sistolik menyediakan pengobatan.
cukup lingkungan yang 3. Supaya klien bisa
membaik tenang mengontrol stress
2) Tekanan 2. Berikan posisi
darah semi fowler
diatolik 3. Cegah terjadinya
cukup kejang
membaik Kolaborasi :
1. Pemberian
geuretik osmosis
( Amlodipin 1x10
gram via P.O )

3 20 Gangguan setelah dilakukan Observasi : 1. Membantu


Oktobe komunikasi tindakan 1. Monitor , melakukan
r 2017 verbal keperawatan kecepatan tekanan, komunikasi
19.30 selama 2x24 jam kuantitas, volume verbel dengan
WIB diharapkan dan diksi bicara baik
komunikasi verbal Terapeutik: 2. Memudahkan
pasien 1. Gunakan metode untuk melatih
meningkatkan komunikasi cara komunikasi
dengan. alternatif
kriteria hasil: misalnya: (menulis
1. Respon papan, mata
pemahaman berkedip, gambar,
perilaku dll)
komunikasi Edukasi :
cukup 1. Ajarkan berbicara
membaik perlahan
2. Respon
Kontak
mata cukup Kolaborasi :
membaik 1. Rujuk ke ahli
3. Apraksia patologi bicara
sedang atau terapis
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. S Nama Mahasiswa : SAFITRI


Ruang : Multazam// 54.1 Nim : 221030230347
Diagnosa Medis : Stroke

Tgl/ No. Implementasi Tgl/ SOAP


Jam DK Jam
20 1 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau 20 S: pasien mengatakan bisa
Oktober keluhan fisik lainnya Oktober
2017 2017 bergerak sedikit demi
20 : 00 2. Mengidentifikasi melakukan 22 : 00
WIB WIB sedikit
pergerkan
3. Memonitor frekuensi jantung dan O: pasien terlihat
tekanan darah sebelum memulai
melakukan latihan ROM
mobilisasi
A: masalah belum teratasi
4. Memonitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi P: lanjutkan intervensi
5. Melibatkan keluarga untuk
2,3,4,5
membantu pasien
6. Menjelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
7. Mengajurkan melakukan mobilisasi
dini
8. Mengajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (duduk
ditempat tidur, duduk disisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

20 20 S:
Oktober II 1. Memonitor tanda atau gejala Oktober keluarga klien
2017 mengatakan klien
meningkatkan TIK ( tekanan darah ) 2017
20 : 20 22 : 15 memiliki hipertensi
WIB 2. Memonitor status pernafasan Keluarga klien
WIB
3. Meminimalkan stimulus dengan mengatakan kepala klien
menyediakan lingkungan yang masih terasa pusing
tenang O:
4. Memberikan posisi semi fowler TD: 150/80 mmHg
5. Mencegah terjadinya kejang N: 90x/menit
6. Memberikan obat geurotik osmosis S: 370C
RR: 23x/mnt
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervesi
1. Memonitor kecepatan, tekanan, 1,2,4,6
20 kuantitas , volume dan diski bicara 20
Oktober III Oktober
2. Mengguanakan metode komunikasi
2017 2017 S: keluarga pasien
21 : 15 alternatif misalnya: (menulis, papan, 22 : 30 mengatakan sudah bisa
WIB mata berkedip, gambar, dll) WIB membuka mulut nya
O: pasien terlihat suatu
3. Mengajarkan berbicara perlahan
peningkatan kemampuan
berkomunikasi
A: masalah teratasi
1. Mengidentifikasi melakukan 21 sebagian

pergerakan Oktober P: lanjutkan intervensi 3


21
2017
Oktober I 2. Memonitor frekuensi jantung dan 19 : 21
2017 S: pasien mengatakan
tekanan darah sebelum memulai WIB
17: 00 sudah bisa menggerakan
WIB mobilisasi otot otot
3. Memonitor kondisi umum selama O: pasien terlihat sudah
tidak lemas dan
melakukan mobilisasi melibatkan pergerakan sendi sudah
pasien dalam meningkatkan membaik
A: masalah sudah teratasi
pergerakan
P: intervensi selesai

1. Memonitor tanda atau gejala


meningkatkan TIK ( tekanan darah ) 21
21 II Oktober
2. Memonitor status pernafasan 2017
Oktober
2017 3. Memberikan posisi semi fowler 21 : 00 S : keluarga klien
20: 20 WIB mengatakan kepala klien
4. Memberikan obat georetik osmosis
WIB sudah tidak merasa pusing
O:
D: 130/90 mmHg
N: 90x/menit
S: 370C
RR: 22x/mnt

A : masalah sudah teratasi

P : hentikan intervensi
1. mengajarkan berbicara perlahan
21
21 III Oktober
Oktober 2017
2017 21 : 00
20: 40 WIB
WIB S: keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien
sudah bisa biraca secara
perlahan
O: pasien sudah bisa
bicara perlahan-lahan
A: masalah sudah teratasi
P: intervensi selesai

Anda mungkin juga menyukai