Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

Diajukan untuk memenuhi tugas Profesi Ners


Dosen Pembimbing : Ns. Amelia, M. Tr. Kep

DISUSUN OLEH:

SAFITRI
NIM. 221030230347

STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2022
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian

Istilah Benign prostatic hyperplasia (BPH), yang biasa dikenal dengan nama benign
prostatic hypertrophy, adalah diagnosis histologis yang ditandai dengan proliferasi elemen
seluler prostat, yang menyebabkan kelenjar prostat membesar 1 yaitu adanya hiperplasia sel
stroma dan sel epitel kelenjar prostat. Banyak faktor yang diduga berperan dalam
proliferasi/ pertumbuhan jinak kelenjar prostat. Pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang
menginjak usia tua dan memiliki testis yang masih menghasilkan testosteron. Di samping
itu, pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), pola diet, mikrotrauma, inflamasi, obesitas,
dan aktivitas fisik diduga berhubungan dengan proliferasi sel kelenjar prostat secara tidak
langsung. Faktor-faktor tersebut mampu memengaruhi sel prostat untuk menyintesis
growth factor, yang selanjutnya berperan dalam memacu terjadinya proliferasi sel kelenjar
prostat.

Sementara itu, istilah Benign Prostatic Enlargement (BPE) merupakan istilah klinis yang
menggambarkan bertambahnya volume prostat akibat adanya perubahan histopatologis
yang jinak pada prostat (BPH). Diperkirakan hanya sekitar 50% dari kasus BPH yang
berkembang menjadi BPE. Pada kondisi yang lebih lanjut, BPE dapat menimbulkan
obstruksi pada saluran kemih, disebut dengan istilah Benign Prostatic Obstruction (BPO).
BPO sendiri merupakan bagian dari suatu entitas penyakit yang mengakibatkan obstruksi
pada leher kandung kemih dan uretra, dinamakan Bladder Outlet Obstruction (BOO).
Adanya obstruksi pada BPO ataupun BOO harus dipastikan menggunakan pemeriksaan
urodinamik.

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior
buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah
kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram. Kelenjar prostat
yang terbagi atas beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional,
zona fibromuskuler, dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat
pada zona transisional (Reynard J, 2006).
Kelenjar postat merupakan organ berkapsul yang terletak dibawah kandung kemih dan
ditembus oleh uretra. Uretra yang menembus kandung kemih ini disebut uretra pars
prostatika. Lumen uretra pars prostatika dilapisi oleh epitel transisional (Eroschenko,
2008).

Mc. Neal Melakukan analisa komparatif tentang zona prostat melalui potongan
sagital, koronal dan koronal obliq yaitu :
a. Stroma fibromuskular anterior Merupakan lembaran tebal yang menutupi
seluruh permukaan anterior prostat. Lembaran ini merupakan kelanjutan
dari lembaran otot polos disekitar urethra proksial pada leher buli, dimana
lembaran ini bergabung dengan spinkter interna dan otot detrusor dari
tempat dimana dia berasal. Dekat apeks otot polos ini bergabung dengan
striata yang mempunyai peranan sebagai spinkter eksterna.
b. Zona Perifer Merupakan bagian terbesar dari prostat. Zona ini terdiri atas
65-67 % dari seluruh jaringan prostat. Hampir semua karsinoma berasal
dari zona ini.
c. Zona sentral Zona sentral mengelingi ductus ejakularis secra penuh diatas
dan dibelakang verumontanium. Mc. Neal membedakan zona ini sentral
dan zona perifer berdasarkan arsitektur sel dan sitologinya.
d. Zona Transisional Merupakan sekelompok kecil ductus yang berasal dari
suatu titik pertemuan urethra proksimal dan distal. Besarnya 5 % dari
seluruh massa prostat. Pada zona ini asiner banyak mengalami proliferasi
dibandingkan ductus periurethra lainnya.

2. Fisiologi

Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung
kepada pengaruh endokrin. Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah,
sedangkan bagian tepi peka terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian
tengahlah yang mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang sehingga
kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam
fosfatase yang paling aktif bekerja pada pH 5. Kelenjar prostat mensekresi sedikit
cairan yang berwarna putih susu dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam
sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulase serta fibrinolisis. Selama pengeluaran
cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersamaan dengan kontraksi
vas deferen dan cairan prostat keluar bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan
prostat merupakan 70% volume 12 cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan
spermatozon dan menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita,
dimana sekret vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini dialirkan melalui duktus
skretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan
semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari
seluruh volume ejakulat. Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama dan dapat
melanjutkan perjalanan menuju tuba uterina dan melakukan pembuahan, sperma tidak
dapat bergerak optimal sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya
mungkin bahwa cairan prostat menetralkan keasaman cairan dan lain tersebut setelah
ejakulasi dan sangat meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma (Wibowo dan
Paryana, 2009 )
C. Klasifikasi

Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong (2005) secara


klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :

Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan


penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50ml
Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas
dapat dicapai, sedangkan sisa volume urin 50-100 ml
Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak
dapat diraba dan sisa volume urin lebih dari 100ml
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total.

D. Etiologi

Saat ini etiologi BPH belum sepenuhnya dimengerti. Terdapat banyak pendapat tentang
hal ini. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
1. Teori Dihidrotestosteron
Pertumbuhan sel kelenjar prostat sangat dibutuhkan suatu metabolit androgen yaitu
dihidrotestosteron (DHT). Dihidrotestosteron dihasilkan dari reaksi perubahan
testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH. DHT yang telah berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth
factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat (Purnomo, 2012).
2. Ketidakseimbangan antara Estrogen-Testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen: progesteron relatif meningkat.
Telah diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan didalam terjadinya
proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel
prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir
dari semua keadaan ini adalah meskipun rangsangan terbentuknya selsel baru
akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada .
3. Interaksi Stromal-Epitel
Differensasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol
oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator tertentu (growth factor). Setelah sel
stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis
suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri
secara intrakrin atau autokrin serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu sendiri menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel
stroma (Purnomo, 2012).
4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Saat pertumbuhan prostat
sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang
mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang
mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat (Purnomo,
2012).
5. Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk selsel
baru. Didalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ektensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung
pada keberadaan hormon androgen sehingga jika hormon ini kadarnya menurun
seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan apoptosis. Terjadinya proliferasi
sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem
sehingga terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel
(Purnomo, 2012).
6. Teori Inflamasi Sejak tahun 1937
Terdapat hipotesa bahwa BPH merupakan peyakit inflamasi yang dimediasi oleh
proses imunologi. Uji klinis terbaru juga menunjukkan adanya hubungan antara
proses inflamasi pada prostat dengan LUTS (Purnomo, 2012). Dikatakan bahwa
pasien dengan prostatitis memiliki risiko delapan kali lebih besar untuk terjadinya
BPH (Krieger, 2008).
E. Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat


aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada bulibuli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau LUTS yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus
(Purnomo, 2012).

Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian bulibuli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat
jatuh ke dalam gagal ginjal (Purnomo, 2012).

Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau tidak adanya
aliran kemih, dan ini memerlukan intervensi untuk membuka jalan keluar urin. Metode
yang mungkin adalah prostatektomi parsial, Transurethral Resection of Prostate (TURP)
atau insisi prostatektomi terbuka, untuk mengangkat jaringan periuretral hyperplasia insisi
transurethral melalui serat otot leher kandung kemih untuk memperbesar jalan keluar urin,
memperbesar lumen uretra, dan terapi antiandrogen untuk membuat atrofi kelenjar prostat
(Price & Wilson, 2012). Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap
kelenjar. Pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan kelanjar adalah 2:1, pada
BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan
tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat
yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang
merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat (Purnomo, 2012).

Patologis BPH ditandai dengan pertumbuhan kelenjar hiperplastik dan stroma yang
bergabung menjadi nodul mikroskopis dan makroskopis di kelenjar prostat. Ada lima jenis
umum dari nodul BPH, yaitu Fibromyoadenomatous (umum), Fibroadenomatous,
Fibrous/fibrovaskular, Fibromuskular, dan Muskular (jarang). Umumnya BPH terdiri dari
kelenjar (mengandung sebagian besarsel kelenjar prostat), campuran (mengandung stroma
dan sel epitel kelenjar), dan stroma (yang hanya berisi sel stroma). Nodul awal yang
berkembang pada BPH ditemukan di daerah periuretra dan biasanya stroma, terdiri dari
jaringan fibrosa dan beberapa otot polos. Pada beberapa kasus, nodul BPH dapat
ditemukan di zona perifer, yang dapat teraba dengan pemeriksaan colok dubur, dan
biasanya terdiri dari unsur-unsur kelenjar epitel. Kurangnya unsure kelenjar di nodul
stroma BPH, dan pengamatan perbedaan zona diawal nodul BPH menyebabkan etiologi
yang berbeda dari nodul stroma dibandingkan dengan BPH komponen kelenjar. Ketika
zona transisi membesar secara makroskopik, karena pertumbuhan BPH nodular, keadaan
ini dapat menghambat aliran urin melalui uretra prostat dan karenanya menjadi LUTS
(Nicholson & Ricke, 2012).
F. Tanda dan Gejala

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan
diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu:
keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan
gejala di luar saluran kemih.
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran
miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelah miksi)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
c. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang
(merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda
infeksi atau urosepsis.
d. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan
miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan
tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati
membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi
dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.

G. Pemeriksaan Diagnostik

Dalam mendiagnosis pembengkakan prostat jinak (BPH), Dokter akan menanyakan


gejala yang dirasakan oleh pasien dan kemudian untuk mengetahui ukuran kelenjar
prostat maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan secara fisik, dimana dokter akan
melakukan pemeriksaan colok dubur dan beberapa jenis tes lanjutan yang diperlukan
untuk mendiagnosis BPH, antara lain:
1. Tes Urine: analisa kemungkinan adanya infeksi
2. Tes Darah : menilai kondisi ginjal dan kadar Prostate Spesific Antigen (PSA)
3. Tes kelancaran urine (Uroflowmetry) : mengukur laju dan volume aliran urine
4. USG transrektal : untuk mendapatkan gambar kelenjar prostat dan bagian di
sekelilingnya secara lebih rinci guna mengetahui apakah pasien menderita BPH
atau kondisi lainnya seperti kanker.
5. Biopsi Prostat : pengambilan sampel jaringan prostat pasien untuk diperiksa secara
seksama dalam upaya penegakan diagnosis / menyingkirkan dugaan kanker
prostat.

H. Penatalaksanaan

1. Terapi Bedah Invasif Minimal


Pasien akan direkomendasikan terapi bedah invasif minimal Transurethral Resection
of the Prostate (TURP) apabila pasien mengalami beberapa kondisi berikut:
a. Tingkat keparahan gejala yang dialami pasien pada derajat sedang sampai parah
b. Terapi obat tidak menghilangkan gejala yang dialami pasien
c. Pasien mengalami penyumbatan saluran kemih, batu kandung kemih, darah
dalam urin atau masalah ginjal
d. Pasien memilih untuk melakukan terapi definitif/terapi yang khusus
diperuntukkan untuk BPH.

2. Transurethral resection of the prostate (TURP)


TURP adalah tindakan bedah invasif minimal yang merupakan gold standard
pembedahan pada pasien dengan BPH.mTujuan dari operasi TURP adalah untuk
mengangkat bagian-bagian kelenjar prostat yang menekan uretra dan menghalangi
aliran urine. Prosedurnya:
• Pasien akan diberikan anestesi umum supaya tertidur, atau anestesi spinal
dimana pasien tetap sadar tetapi tidak akan merasakan sakit.
• Dokter akan memasukkan alat yang disebut resectoscope melalui penis dan
ke dalam uretra. Instrumen ini berisi cahaya dan kamera untuk membantu
dokter melihat, dan loop listrik yang digunakan untuk memotong jaringan
prostat yang menekan uretra.
• Tindakan TURP umumnya memakan waktu 60 - 90 menit. Paska prosedur
TURP
• Di akhir prosedur operasi Dokter akan memasang kateter di dalam kandung
kemih selama 24 - 48 jam, atau sampai pembengkakan mereda dan pasien
dapat buang air kecil sendiri.
• Lama perawatan di RS dapat bervariasi dan umumnya adalah 1-2 hari.

Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan:

• Adanya darah dalam urin. Adalah normal untuk melihat darah dalam urin segera
setelah operasi. Hubungi dokter jika darah dalam urin terlihat tebal seperti saus
tomat, dan perdarahan tampaknya memburuk atau aliran urin tersumbat.
Gumpalan darah dapat menghalangi aliran urin.
• Rasa sakit pada saat buang air kecil. Pasien dapat mengalami rasa perasaan
urgensi atau sering perlu buang air kecil disertai dengan rasa sakit, yang
umumnya akan membaik dalam 6-8 minggu.

Rekomendasi paska prosedur TURP


• Minum banyak air (setidaknya 8 gelas/hari) untuk membersihkan kandung
kemih.
• Mengkonsumsi makanan tinggi serat untuk menghindari sembelit dan
mengejan saat buang air besar. Dokter dapat merekomendasikan obat
pelembut feses.
• Bagi pasien yang mengkonsumsi obat pengencer darah perlu
mengkonsultasikan ke Dokter sebelum melanjutkan minum obat pengencer
darah kembali.
• Hindari aktivitas berat, seperti angkat berat, selama 4-6 minggu atau sampai
dokter mengatakan tidak apa-apa.
• Tidak melakukan hubungan seks selama 4-6 minggu
• Tidak mengemudi sampai kateter dilepas dan tidak lagi minum obat
penghilang rasa sakit

Tindakan operasi TURP dapat meredakan gejala dengan cepat.


Kebanyakan pasien akan mengalami aliran urin yang lebih kuat dan lancar secara
signifikan dalam beberapa hari.
BAB II

TINJAUAN TEORI KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan informasi subjektif dan objektif, dan peninjauan
informasi riwayat pasien pada rekam medik. Informasi subjektif, misalnya dengan
wawancara pasien/ keluarga. Sedangkan informasi objektif, misalnya dengan pengukuran
tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik (Herdman, 2015). Data yang perlu dikaji yaitu :
1. Identitas Pasien
Meliputi nama klien, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat rumah,
nama suami/penanggung jawab.
2. Diagnosa dan informasi medik
Tanggal masuk, no mr, ruang rawat, diagnosa medik, alasan masuk RS, yang merujuk
3. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama : Klien mengatakan perih saat BAK dan mengeluarkan urine
bercampur darah segar ±250 cc, air urinenya tersumbat meskipun sudah terpasang
dower cateter, setiap BAK terasa tidak tuntas, ada mual,ada cemas karena akan
dilakukan Tindakan operasi sehingga tidur malamnya sering terganggu.

b. Kronologiskeluhan

• Faktorpencetus : Adanya BPH


• Timbulnyakeluhan : Saat BAK
• Lamanya : 1 hari
• Cara mengatasi : Klien segera dibawa ke rumah sakit

c. Riwayat Kesehatan MasaLalu

• Riwayat Alergi ( obat, makanan, binatang, lingkungan ):


Klien alergi makanan (ikan tongkol)
• Riwayat kecelakaan:
Klien tidak memiliki riwayat kecelakaan
• Riwayat dirawat di Rumah sakit ( kapan, alasan, dan berapa lama ):
Klien pernah di rawat di RS Persahabatan dengan keluhan yang sama selama
1 minggu pada bulan September 2019
• Riwayat pemakaian obat:
Klien pernah mengonsumsi obat sucralfat suspensi untuk asam lambung

B. Diagnosa yang sering muncul


Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan actual atau potensial yang
membutuhkan intervensi dan manajemen keperawatan (Siregar, 2021). Adapun diagnosa
keperawatan yang muncul adalah:

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan klien mengatakan nyeri
skala nyeri 7
2. Gangguan Rasa nyaman b. d gejala penyakit dibuktikan dengan klien susah tidur
3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan. Intervensi
keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah tolok
ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penentuan luaran keperawatan dalam rangka
memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif, dan etis (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2018). Ada empat elemen penting yang harus diperhatikan pada saat membuat perencanaan
keperawatan yaitu membuat prioritas, menetapkan tujuan dan membuat kriteria hasil.
Merencanakan intervensi keperawatan yang akan diberikan (termasuk tindakan mandiri
dan kolabirasi dengan tenaga kesehatan lainnya), dan melakukan pendokumentasian.

Diagnosa Tujuan & kriteria hasil Intervensi


Keperawatan
Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Observasi :
cedera fisiologis Tindakan keperawatan • Identifikasi karakteristik
selama 1x24 jam tingkat nyeri (mis pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
Ds: nyeri menurun dengan intensitas, frekuensi,
1. Klien kriteria hasil durasi)
mengatakan • Keluhan nyeri • Identifikasi riwayat alergi
nyeri dan sedang (3) obat
perih saat • Meringis • Identifikasi kesesuaian
BAK menurun (5) jenis analgesik dengan
2. Klien • Gelisah menurun tingkat keparahan nyeri.
mengatakan (5) • Monitor tanda tanda vital
setalah • Sikap protektif sebelum dan sesudah
BAK tidak menurun (5) pemberian analgesic
tuntas • Kesulitan tidur • Monitor efektifitas
Do : menurun (5) analgesik
• Klien tampak • Tekanan darah Terapeutik
meringis membaik (5) • Diskusikan jenis
• Klien tampak • Fungsi berkemih analgesik yang disukai
menghindari membaik (5) untuk mencapai analgesia
duduk setelah • Pola tidur optimal, jika perlu
BAK membaik (5) • Pertimbangkan
• Klien tampak penggunaan infus
gelisah kontinue, atau oploid
• Klien untuk mempertahankan
mengatakan kadar dalam serum
sering • Tetapkan target
terbangun pada efektifitas analgesik
malam hari untuk mengoptimalkan
• Skala nyeri 7 respon pasien
• Dokumentasikan respon
TD 130/80 mmhg pasien terhadap efek
analgesik dan efek yang
tidak diinginkan.
Edukasi
• Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberiaan dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi

D. Implementasi Keperawatan
Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan
keperawatan yang dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi mencakup
penyelesaian tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya dan menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil pada diagnosa
keperawatan. Implementasi bertujun untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang
optimal dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang berubah dalam berbagai fasilitas
kesehatan seperti pelayanan kesehatan di rumah, klinik, rumah sakit, dan lainnya.
Implementasi juga mencakup pendelegasian tugas dan pendokumentasian tindakan
keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencenaan,
membanduingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari
tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. Evaluasi disusun menggunakan SOAP.

Anda mungkin juga menyukai