Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

HIPERTROFI PROSTAT

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Novita Kusumarini, M.Kep

DISUSUN OLEH :

Fitria Ade Serlina

P031914472005

POLTEKES KEMENKES RIAU PROGRAM STUDI DIII


KEPERAWATAN DILUAR KAMPUS UTAMA
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian dari Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran
kelenjar dan jaringan selular kelenjar prostat yang berhubungan dengan
perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Prostat adalah
kelenjar yang berlapis kapsula dengan perubahan endokrin berkenaan
dengan proses penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009)Benigna Prostat
Hipertropi adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan
gejala urinaria (Nursalam dan Fransisca, 2006).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang
bermakna pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan
yang umum dalam bidang bedah urologi. Hiperplasia prostat merupakan
salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan
berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun
mengalami hiperplasia prostat. Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan
terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan
yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat
yaitu operasi (Smeltezr, 2000). Dengan teknologi dan kemajuan ilmu yang
semakin canggih dalam kehidupan ini banyak membawa dampak negatif
pada kehidupan masyarakat terhadap peningkatan kualitas hidup, status
kesehatan, umur dan harapan hidup. Dengan kondisi tersebut merubah
kondisi status penyakit infeksi yang dulu menjadi urutan pertama kini
bergeser pada penyakit degeneratif yang menjadi urutan pertama.
Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%) pada laki-laki
usia 60-70 tahun mengalami gejala-gejala BPH dan antara usia 70-90 tahun
sebanyak 90% mengalami gejala-gejala BPH. Hasil riset menunjukkan
bahwa laki-laki di daerah pedesaan sangat rendah terkena BPH dibanding
dengan laki-laki yang hidup di daerah perkotaan. Hal ini terkait dengan gaya
hidup seseorang.Laki-laki yang bergaya hidup modern kebih besar terkena
BPH dibanding dengan laki-laki pedesaan (Madjid dan Suharyanto, 2009).
Di Indonesia pada usia lanjut, beberapa pria mengalami pembesaran
prostat benigna. Keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun
dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca,
2006). Menurut pengamatan peneliti selama praktek 1 bulan di Rumah Sakit
Umum Daerah Sukoharjo pada tanggal 12 november 2010, di ruang rawat
inap khususnya bangsal bedah Anggrek, dari 30 pasien terdapat 5 pasien
yang menderita BPH rata-rata penderita berusia di atas 50 tahun dan
berjenis kelamin laki-laki.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari BPH ?
2. Apa etiologi dari BPH ?
3. Apa anatomi fisiologi dari BPH ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dar BPH ?
5. Bagaimana Patifisiologi dan pathway dari BPH ?
6. Apa Penatalaksanaan medis dari BPH ?
7. Apa saja Komplikasi dari BPH ?
8. Bagaimana Konsep keperawatan pada BPH ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan hepatitis.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian dari BPH ?
2. Untuk mengetahui etiologi dari BPH ?
3. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari BPH ?
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dar BPH ?
5. Untuk mengetahui bagaiman patifisiologi dari BPH ?
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari BPH ?
7. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari BPH ?
8. Untuk mengetahui bagaimana Konsep keperawatan pada BPH ?
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat
membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan
hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat
karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi
kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya
bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi
gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna
hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat
sudah umum dipakai. Sedangkan Menurut para ahli, ada beberapa defenisi
BPH, diantaranya :
1. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi
berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun
orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara
histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994)
2. BPH adalah pembesaran adenomatous dari kelenjar prostat, lebih dari
setengahnya dan orang yang usianya diatas 50 tahun dan 75 % pria
yang usianya 70 tahun menderita pembesaran prostat (C. Long, 1996 :
331).
3. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan. Price&Wilson (2005)
4. Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
( secara umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai
derajat obstruksi uretra dan pembiasan aliran urinarius. (Doenges,
1999)
5. BPH adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami
pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisium uretra (Brunner and
Suddart, 2001).
6. BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara men utupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat
mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

B. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab
terjadinya BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat
kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria
usia 30-40 tahun. Bilaperubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi
perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka
kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar
80%, dan usia 90 tahun sekitar 100% (Purnomo, 2011).
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesis yang
diduga menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH
menurut Purnomo (2011) meliputi :

1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)


Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis
dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel
prostad merupakan factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel
yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa
kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat
normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim5alfa –reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal.
2. Teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron
sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan
antara kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon
estrogen didalam prostat memiliki peranandalam terjadinya poliferasi
sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai
umur yang lebih panjangsehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel-epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang
disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor
yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan
autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dapat menstimulasi sel stroma
dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar padapasien dengan
pembesaran prostad jinak. BFGF dapat diakibatkan oleh adanya
mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah
mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar
prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang
selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh
sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada
jaringannormal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat
dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati
dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru
dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel
prostat secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi
pertambahan masa prostat.
5. Teori sel stem.
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel
baru. Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem,
yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif.
Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone
androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya menurun, akan
terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan
sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

C. Anatomi fisiologi
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar
Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang
dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar
4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:Lobus medius
1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2
buahSelama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus
posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus
medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini
tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti
susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada
posterior kelenjar prostat terdiri dari:
- Kapsul anatomis
- Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan
muskuler- Jaringan kelenjar yangterbagi atas 3 kelompok bagian:
1. Bagian luar disebut kelenjar sebenarnyaa
2. Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga
sebagai adenomatus zone
3. Di sekitar uretra disebut periuretral gland
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran
dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis
yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum
teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba
dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang
tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik.
Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan,
konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang
terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu
ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan fibromuskuler yang
bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan
cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra
dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga
penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan
kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari
vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.

D. Patofisiologi
Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah
Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan
hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya
adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau
mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan
kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma
cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi
pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk
mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon
hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.Pada
beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi
kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup
berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat
peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik
dapat menyebabkan hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan
urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan
drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan
edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada
awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini,
akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan
ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat
kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan
hipovelemia.Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi
secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada
tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis
yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai akibatnya serat
detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam
mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balokbalok yang tampai (trabekulasi).
Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat
menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan
mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut
diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi
retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas.

E. Pathway
Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomi
Kompensasi otot destrusor Spasme otot spincter Merangsang nociseptor
Hipotalamus Dekompensasi otot destrusor Potensi urinTek intravesikal
Refluk urin ke ginjalTek ureter & ginjal meningkat Gagal ginjal Retensi
urinPort de entrée mikroorganisme kateterisasi Luka insisi Resiko disfungsi
seksual Nyeri Resti infeksi Resiko kekurangan vol cairan Resiko
perdarahan: resiko syok hipovolemik Hilangnya fungsi tbh Perub pola
eliminasi Kurang informasi ttg penyakitnya Kurang pengetahuan
Hyperplasia periuretralUsia lanjut Ketidakseimbangan endokrin BPH

F. MANIFESTASI KLINIS
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua,
tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal
yaitu:1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih2.
Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak
pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya
atau lemahnya pancaran kencingc. Miksi yang tidak puasd. Frekuensi
kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi
harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)g.
Massa pada abdomen bagian bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan yang
mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali
dan mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadang-
kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih
sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam
kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak
ginjal.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan
pemeriksaan:
1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes
sensitivitas dan biakan urin
2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct
Scanning, cystoscopy, fotopolos abdomen. Indikasi sistogram retrogras
dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan
secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra
Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi
dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan
keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat
dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah,
tetapi kandung kemih tidakdibuka, hanya ditarik dan jaringan
adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat
dibuang melalui perineum.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi
kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis,
gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada
waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga
menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis

I. Penatalaksanaan Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan
BPH tergantung pada stadiumstadium dari gambaran klinis
a. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,
diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor
alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek
positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses
hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak
dianjurkan untuk pemakaian lama.
b. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan
selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik
dan perineal.
d. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan
penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau
sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok
melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau
pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan
dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan
memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan
konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang
menekan produksi LH. Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000),
penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan dengan:
a. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan,
kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa
kencing dan colok dubur.
b. Medikamentosa

• Mengharnbat adrenoreseptor α
• Obat anti androgen
• Penghambat enzim α -2 reduktase

• Fisioterapi

c. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan
fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran
kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:

1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat


melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui
uretra.

2) Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat


pada kandung kemih.

3) Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada


abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa
memasuki kandung kemih.

4) Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah
insisi diantara skrotum dan rektum.

5) Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula,


vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah
insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke
leher kandung kemih pada kanker prostat.

d. Terapi Invasif Minimal


1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang
disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang
melalui/pada ujung kateter.
2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy
(TULIP)
3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post
Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:
a. Data subyektif :
- Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.o Pasien mengatakan tidak
bisa melakukan hubungan seksual.
- Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukano Pasien
mengatakan buang air kecil tidak terasa.
b. Data Obyektif :
- Terdapat luka insisial
- Takikardi
- Gelisah
- Tekanan darah meningkat
- Ekspresi wajah ketakutan
- Terpasang kateter

B. Diagnosa keperawatan

1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot


spincter
2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi
sekunder
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée
mikroorganisme melaluikateterisasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakit, perawatannya.
C. Rencana keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot
spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu
mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor
pencetus sertapenghilang nyeri.
b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut,
peningkatantekanan darah dan denyut nadi)
c. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok,
abdomen tegang)
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif.
Lakukanperawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika
nyeri meningkat

2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan


obstruksi sekunder.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami
retensi urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan
teknik steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam
keadaan tertutup
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin,
kulit lembab,takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan
sesudahmenggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya
bekuan darah atau jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam
(mulai hari keduapost operasi)
f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral
2000-3000ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan
perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan
dan motivasi pasien untuk melakukannya.
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan
saluran ejakulasi, hilangnyafungsi tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu
mempertahankan fungsi seksualnya

Kriteria hasil :

Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual


dan aktivitas secara optimal.

Intervensi :

1. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang


berhubungan denganperubahannya
2. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
3. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya
tentang efekprostatektomi dalam fungsi seksual
4. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi
seksual
5. Beri penjelasan penting tentang:
6. Impoten terjadi pada prosedur radikal
7. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
8. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari
hubunganseksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée


ikroorganisme melaluikateterisasi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari
infeksi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik

Intervensi:

1. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.

2. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya


sumbatan,kebocoran)
3. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar
kateter dan drainage

4. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk


menjamindressing
5. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat,
dingin)

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


tentang penyakit, perawatannya

Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari

Kriteria :

Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan


mendemonstrasikan perawatan

Intervensi :

a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya


tentang penyakit,perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:

- Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter,


- Perawatan di rumah. Adanya tanda-tanda hemoragi
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra
B. Saran
Diharapkan klien dapat memotivasi dirinya sendiri dan mengubah pola
hidup yang lebih sehat agar terhindar dari komplikasi penyakit
BenignaProstatHiperplasi(BPH).
Diharapkan keluarga klien dapat respon yang positif bagi klien demi
peningkatan status kesehatan klien dan diharapkan keluarga klien waspada
terhadap resiko pada keluarga klien sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi.
Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
4. Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga
University Press. Surabaya
5. Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai