PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Di lihat secara histologi penyakit BPH, secara umum membabitkan 20% pria pada usia 40-an,
dan meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 . Di indonesia,
penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih,
dan jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia di
atas 50 tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita
penyakit PPJ atau BPH ini. Selanjutnya, 5% pria Indonesia sudah masuk ke
dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Seperti juga BPH, kanker prostat juga menyerang
pria berusia lebih dari 50 dan pada usia di bawah itu bukan merupakan suatu yang abnormal.
Secara khususnya di Indonesia, menurut (WHO,2008).
Setelah secara umum melihat dan mengetahui akan epidemiologi dari kedua penyakit, yakni
BPH dan kanker prostat, kami tertarik untuk mengetahui dengan lebih dalam lagi mengenai
gambaran penyakit ini.
1.2.RUMUSAN MASALAH
1
7. Apa pemeriksaan penunjang dari BPH ?
1.3.TUJUAN PENULISAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.PENGERTIAN BPH
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan
prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml
3
Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas dapat
dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100 ml.
Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak dapat diraba
dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
2.3.ETIOLOGI
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga menjadi
penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut Purnomo (2011) meliputi,
Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan
testosteron), faktor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel
(apoptosis), teori sel stem.
4
2.Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron sedangkan kadar
estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone
relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya
poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya
sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh
sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel
epitel maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel
stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran
prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau
infeksi.
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh
sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal,
terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi
pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru
dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan
prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat.
5
5.Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru. Didalam kelenjar
prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone
androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis.
Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem
sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
2.4.PATOFISIOLOGI
6
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada
waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau
hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan
didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan
mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005)
2.5.MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan
diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu :
keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala
di luar saluran kemih.
a.Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga urin tidak
bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing
terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi)
b.Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang sangat
mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala
obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis),
atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid.
Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada
pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan,
7
keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal
dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.
2.6.KOMPLIKASI
5.Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka pada
suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan
intravesika meningkat.
7.Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu endapan
dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan
sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
8.Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi pasien
harus mengedan.
2.7.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :
1).Laboratorium
a).Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat adanya sel
leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk menegtahui kuman
penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba.
8
b).Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang menegenai
saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi
dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.
2).Radiologis/pencitraan
a).Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran kemih,
adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan urin
sebagai tand adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akibat kegagalan
ginjal.
c).Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa masa
ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli, mengukur sisa urin
dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada
dalam buli-buli.
2.8.PENATALAKSANAAN
1.Observasi
9
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan untuk
mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan untuk
menghindari mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien
agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk
menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih. Secara periodik pasien
dianjurkan untuk melakukan control keluhan, pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan
pemeriksaan colok dubur (Purnomo, 2011).
a.Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur dengan cara
melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan USG setelah miksi.
b.Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin dibagi
dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat urofometri yang menyajikan
gambaran grafik pancaran urin.
2.Terapi medikamentosa
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo
(2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase,
fitofarmaka.
10
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau
yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin
adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena secara selektif
dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini
menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher
vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat
golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-
gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu
setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, sumbatan
di hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu
dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obat-obat ini
mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter uretra.
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan
mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya
hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini baru
menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila
dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek
samping dari obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
3.Fitofarmaka/fitoterapi
3.Terapi bedah
11
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi :
pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
a.Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa digunakan
adalah :
1).Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat
dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari atas. Teknik demikian dapat
digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi ialah
pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian
lain yang dapat terjadi adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah
abdomen mayor.
2).Prostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam
perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy terbuka. Pada periode
pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dnegan rectum.
Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan
cedera rectal.
3).Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah
mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki
kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam
pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih
mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik.
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar prostat
dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan
dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat,
volume prostat kurang dari 90 gr.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat
12
terjadi dalam lobus medial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai
kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara terus menerus dilaksanakan untuk mencegah
pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak meninggalkan atau bekas
sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP
adalah rasa tidak enak pada kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus,
adanya perdarahan, infeksi, fertilitas (Baradero dkk, 2007).
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan apabila volume
prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah keluhan
sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30 gram atau kurang). Teknik yang
dilakukan adalah dengan memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi
dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan
mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa mengalami ejakulasi
retrograde (0-37%) (Smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut Purnomo (2011) terapai invasive minimal dilakukan pada pasien dengan
resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan. Terapi invasive minimal
diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon
Dilatation (TUBD), Transuretral Needle Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA),
Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.
13
c).Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini memakai energy dari frekuensi
radio yang menimbulkan panas mencapai 100 derajat selsius, sehingga menyebabkan
nekrosis jaringan prostat. Pasien yang menjalani TUNA sering kali mengeluh hematuri,
disuria, dan kadang-kadang terjadi retensi urine (Purnomo, 2011).
14
BAB III
3.1.PENGKAJIAN
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita BPH merujuk
pada teori menurut Smeltzer dan Bare (2002) , Tucker dan Cannobio (2008) ada berbagai
macam, meliputi :
a.Demografi
Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun. Ras kulit hitam memiliki
resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit putih. Status social ekonomi memili peranan
penting dalam terbentuknya fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan memiliki pengaruh
terserang penyakit ini, orang yang pekerjaanya mengangkat barang-barang berat memiliki
resiko lebih tinggi..
Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi,
disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi ( sulit memulai miksi),
intermiten (kencing terputus-putus), dan waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi
retensi urine.
Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakah riwayat mengalami
kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani pembedahan prostat / hernia sebelumnya.
Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit
BPH.
1).Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu, menetes,
jumlah pasien harus bangun pada malam hari untuk berkemih (nokturia), kekuatan system
15
perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan
aliran kemih. Pasien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat
dari prostrusi prostat kedalam rectum.
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap hari,
jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti anoreksia,
mual, muntah, penurunan BB.
Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi
yang sering pada malam hari ( nokturia ).
4).Nyeri/kenyamanan
Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri punggung bawah
6).Pola aktifitas
7).Seksualitas
Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampua seksual akibat
adanya penurunan kekuatan ejakulasi dikarenakan oleh pembesaran dan nyeri tekan pada
prostat.
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan pasien
sebelum
16
pembedahandansesudah.pembedahan pasien biasa cemas karena kurangnya pengetahuan t
erhadap perawatan luka operasi.
3.2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
-Observasi aliran
urine,catat ukuran dan
kekuatan.
17
diindikasikan.
-Motivasi konsumsi
asupan cairan oral,jika
diindikasikan.
-Rekomendasikan sitz
bath,jika diindikasikan.
Kolaboratif
-Beri medikasi,sesuai
indikasi,misalnya:
Inhibitor 5-a
reduktase,seperti
finastiside dan
dutasteride
18
Antagonis andrenergik
alfa,seperti
alfuzosin,terazosin,doxaz
osin,dan tamsulosin.
Antibiotik dan
antibakteri
-Pantau pemeriksaan
laboraturium,seperti
berikut:
-Siapkan untuk
mrminimalkan terapi
invasif,seperti:
Terapi panas,seperti
laser,transurethal
microwave
thermotherapy
(TUMT),Cortherm,Prost
atron,dan transurethral
needle ablation (TUNA)
19
2. Nyeri akut Tingkatan Nyeri Manajemen Nyeri:
Kolaboratif
20
indikasi.
-Beri medikasi,sesuai
indikasi,misalnya;
Opioid,seperti meperidin
Antibakterial,seperti
methenamin hipurat
Antispasmodik dan
sedatif kandung
kemih,seperti flavoksat
dan oksibutinin.
3. Resiko kekurangan volume Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan
cairan
Mempertahankan hidrasi Independen
Defenisi adekuat yang dibuktikan
-Pantau haluaran secara
dengan tanda-tanda vital
Kerentanan mengalami cermat. Perhatikan jika
stabil,nadi perifer dapat
penurunan volume cairan haluaran mencapai 100
dipalpasi,pengisian kapiler
intravaskuler,interstisal,dan/at hingga 200 mL/jam.
yang baik,dan membran
au intraseluler,yang dapat
mukosa lembap. -Anjurkan peningkatan
mengganggu kesehatan.
asupan oral berdasarkan
kebutuhan individu.
Kolaboratif
-Pantau kadar
elektrolit,terutama
21
natrium.
22
ancaman. - Anjurkan klien
dan orang
terdekatnya untuk
mengungkapkan
kekhawatiran dan
perasaan.
- Beri penguatan
kembali tentang
informasi yang
sebelumnya telah
diberikan kepada
klien.
5. Definisi pengetahuan Pengetahuan:proses Penyuluhan:proses
penyakit penyakit
Yang berhubungan dengan:
- mengungkapkan Indepenen
- Kurang terpajan atau
pemahaman tentang proses
mengingat - Pelajari kembali
penyakit,prognosis,dan
kembali,salah proses penyakit
komplikasi potensial.
menafsirkan dan harapan
informasi. - Mengidentifikasi klien.
- Ketidak familieran hubungan tanda dan gejala - Anjurkan
dengan sumber dengan proses penyakit. verbalisasi
informasi. ketakutan
- Memulai perubahan gaya
perasaan,dan
Definisi: hidup atau prilaku yang
kekhawatiran.
diperlukan.
Ketiadaan atau defisiensi - Beri informasi
informasi kognitif yang Pengetahuan:regimen bahwa kondisi ini
berkaitan dengan topik terapi tidak ditularkan
tertetu. secara seksual.
- Mengungkapkan
pemahaman kebutuhan - Kaji ulang terapi
terapeutik. obat,penggunaan
produk herbal,dan
- Berpartisipasi dalam
diet (seperti
regimen terapi.
meningkatkan
23
asupan buah dan
kacang kedelai).
- Kaji regimen
medikasi yang
biasa.
- Anjurkan
membace label
dan diskusikan
masalah obat
yang dijual bebas.
- Anjurkan
menghindari
makanan
pedas,kopi,alkoho
l,mengendarai
mobil dalam
waktu lama atau
perjalanan
jauh,dan asupan
cairan yang cepat.
Bahas masalah
seksual – selama
episode akut
prostatitis,sangga
ma harus
dihindari tetapi
dapat membantu
dalam terapi
kondisi kronis.
- Beri informasi
tentang anatomi
dan fungsi
seksual yang
24
berkaitan dengan
pembesaran
prostat. Motifasi
klien untuk
bertanya dan
dukung dialog
terkait
kekhawatiran.
- Kaji ulang tanda
dan gejala yang
memerlukan
evaluasi medis –
urine keruh dan
bau,penurunan
huluaran
urine,ketidakmam
puan untuk
berkemih,dan
adanya demam
atau menggigil.
- Diskusikan
pentingnya
memberi tahu
penyedia
perawatan
kesehatan lain
tentang diagnosis
penyakit.
25
BAB IV
PENUTUP
4.1.KESIMPULAN
26
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya
BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada
prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang,
akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka
kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90
tahun sekitar 100% (Purnomo, 2011)
4.2.SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, S dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth, Edisi 8, Volume 2, Alih bahasa oleh Kuncara..(dkk). Jakarta : EGC
27
Sjamsuhidayat, R. dan De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Copy Editor: Adinda
Candralela. EGC : Jakarta
Susan Maertin Tucker, Marry M. Cannobio, dkk. 2008. Standar Perawatan Pasien volume 2.
Jakarta : EGC
Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan / Lynda Juall Carpenito ; Editor Edisi
Bahasa Indonesia, Monica Ester, Edisi 8. Jakarta: EGC
28