Anda di halaman 1dari 10

PENDIDIKAN KESEHATAN PADA KLIEN POST TURP BENIGN

PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

SATUAN ACARA PENYULUHAN

oleh
Siti Ariatus Ayina
NIM 162310101053

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
PENDIDIKAN KESEHATAN PADA KLIEN POST TURP BENIGN PROSTATIC
HYPERPLASIA (BPH)

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Bedah


dengan dosen pengampu: Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep. MB

oleh
Siti Ariatus Ayina
NIM 162310101053

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
PENDIDIKAN KESEHATAN PADA KLIEN POST TURP BENIGN PROSTATIC
HYPERPLASIA (BPH)

Topik/Materi : Pendidikan Kesehatan pada Klien Post Turp Benign Prostatic


Hyperplasia (BPH)
Sub Topik : Pengertian BPH, Gejala BPH, Penyebab BPH, Pengobatan BPH,
Pengertian TURP, Keuntungan TURP, Kerugian TURP,
Pendidikan kesehatan klien Post TURP
Sasaran : Bapak-bapak di kawasan Jalan Kartanegara, Jember
Hari/Tanggal : Minggu, 27 Mei 2018
Waktu : 15 Menit
Tempat : Rumah Pak RT
Penyuluh : Siti Ariatus Ayina

I. Analisa Data
A. Kebutuhan Peserta Didik
Pendidikan Kesehatan pada klien Post Oprasi sangat penting bagi masyarakat.
Salah satunya adalah klien dengan oprasi TURP atau Transurethral Resection of
Prostat. TURP adalah sebuah operasi yang dimaksudkan menghilangkan bagian dari
prostat yang menekan urethra. TURP adalah sebuah prosedure endoscopic dimana
dapat dilihat secara langsung bagian yang akan di resected, dilakukan pada Benigna
prostat hipertropi (BPH) atau dengan istilah lain benigna prostat Enlargement (BPE).
Pada prosedur ini dimasukan alat melalui urethra. Kenapa operasi ini perlu
dilakukan pada BPH? BPH adalah kelanjar prostat yang mengalami pembesaran
sehingga pembesaran ini dapat menyebabkan penekanan pada urethra, yang
menyebabkan aliran urin dari bladder akan terganggu. bila di biarkan akan
menyebabkan penyumbatan, yang pada akhirnya akan menybabkan hidronefrosis;
resiko terjadi kegagalan ginjal tinggi.
Pendidikan kesehatan perlu dilakukan pada klien dengan Post oprasi TURP agar
klien mampu memahami gejala yang timbul saat selesai oprasi TURP,
penatalaksanaan dan perawatan di rumah.
B. Karakteristik Peserta Didik
Masyarakat di Jl. Kartanegara Jember ini rata-rata berpendidikan SMA dan
bekerja sebagai buruh banguna dan pegawai swasta, dimana ada beberapa dari
masyarakat yang belum mengetahui tentang pendidikan kesehatan Post Oprasi TURP

II. Tujuan Intruksional Umum


Setelah mengikuti proses penyuluhan pada bapak-bapak di Jl. Kartanegara Jember,
diharapkan klien mampu memahami pentingnya pendidikan keshatan pada Post Oprasi
TURP.

III. Tujuan Intruksional Khusus


Setelah mengikuti proses penyuluhan diharapkan peserta penyuluhan mampu:
1. Menjelaskan pengertian Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
2. Penyebab Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
3. Menyebutkan gejala Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
4. Menyebutkan pengobatan BPH
5. Menjelaskan pengertian TURP
6. Keuntungan & Kerugian TURP
7. Pendidikan kesehatan klien Post oprasu TURP

IV. Materi (Terlampir)


1. Pengertian Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
2. Penyebab Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
3. Gejala Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
4. Pengobatan BPH
5. Pengertian TURP
6. Keuntungan & Kerugian TURP
7. Pendidikan kesehatan klien Post oprasu TURP

V. Metode
Ceramah dan Diskusi

VI. Media
Leaflet
VII. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Warga

1. Pembukaan  Memberikan salam  Menjawab salam


2 menit  Perkenalan  Mendengarkan dan
 Menyebutkan materi yang akan memperhatikan
diberikan
2. Inti  Menanyakan ( Review) Kepada  Menjawab pertanyaan
8 menit bapak-bapak mengenai Benign penyuluhan
Prostatic Hyperplasia (BPH)  Mendengarkan dan
 Menjelaskan materi tentang: memperhatikan
1. Pengertian Benign Prostatic  Bertanya pada
Hyperplasia (BPH) penyuluh bila masih ada
2. Penyebab Benign Prostatic yang belum jelas
Hyperplasia (BPH)
3. Gejala Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH)
4. Pengobatan BPH
5. Pengertian TURP
6. Keuntungan & Kerugian
TURP
7. Pendidikan kesehatan klien
Post oprasu TURP
3. Penutup  Evaluasi  Menjawab pertanyaan
5 menit  Menyimpulkan  Memperhatikan
 Mengucapkan salam penutup  Menjawab salam

VIII. Evaluasi
1. Mampu menjelaskan pengertian BPH
2. Mampu menyebutkan penyebab dan gejala BPH
3. Menjelaskan pengobatan BPH
4. Menjelaskan Pengertian TURP
5. Mengetahui tindakan dan perawatan post oprasi TURP di rumah
IX. Referensi

Mubarak, Wahid I., & Nurul C. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori
dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.

Nuari, N.A dan Widayati, D. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish

Hall Guyton. 2000. Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta

Jitowiyono S, W Kristiyanasi. 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi dengan

Pendekatan Nanda NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.


Lampiran Materi

1. Definisi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Binagn Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra dan
menyebabkan gejala urtikaria. BPH merupakan kondisi yang belum diketahui
penyebabnya, ditandai oleh meningkatnya ukuran zona dalam (kelenjar periuretra) dari
kelenjar prostat. (Nuari danWidayati, 2017)
Benign prostate hyperplasia (BPH) merupakan keadaan hiperplasi sel stroma dan epitel
kelenjar prostat yang terjadi pada usia tua dan memiliki testis yang masih menghasilkan
testosteron. Biasanya pembesaran prostat jinak terserin mengenai orang tua ditas usia 50
tahun. (Utami dkk, 2018)

2. Penyebab dan Gejala Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Sebenarnya penyebab persis pembesaran prostat jinak (BPH) masih belum diketahui.
Namun kondisi ini diperkirakan terjadi karena adanya perubahan pada kadar hormon
seksual akibat proses penuaan.
Secara umum, prostat akan terus tumbuh seumur hidup. Pada beberapa kasus, prostat
akan terus berkembang dan mencapai ukuran yang cukup besar sehingga secara bertahap
akan menghimpit uretra. Uretra yang terjepit ini menyebabkan urine susah keluar,
sehingga terjadilah gejala-gejala BPH seperti yang telah disebutkan di atas. Beberapa
faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena BPH adalah:
1. Kurang berolahraga dan obesitas
2. Faktor penuaan
3. Menderita penyakit jantung atau diabetes
4. Efek samping obat-obatan penghambat beta (beta blockers)
5. Keturunan.
Berikut ini gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat
jinak (BPH):
1. Selalu ingin berkemih, terutama pada malam hari.
2. Nyeri saat buang air kecil.
3. Inkontinensia urine atau beser.
4. Sulit mengeluarkan urine.
5. Mengejan pada waktu berkemih.
6. Aliran urine tersendat-sendat.
7. Mengeluarkan urine yang disertai darah.
8. Merasa tidak tuntas setelah berkemih.
Munculnya gejala-gejala tersebut disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih dan uretra
ketika kelenjar prostat mengalami pembesaran. Konsultasi pada dokter disarankan jika
seseorang merasakan gejala BPH, meski ringan. Pemeriksaan sangat diperlukan
mengingat ada beberapa kondisi lain yang gejalanya sama dengan BPH, di antaranya:
1. Prostatitis atau radang prostat.
2. Infeksi saluran kemih.
3. Penyempitan uretra.
4. Penyakit batu ginjal dan batu kandung kemih.
5. Bekas luka operasi pada leher kandung kemih.
6. Kanker kandung kemih
7. Kanker prostat.
8. Gangguan pada saraf yang mengatur aktivitas kandung kemih.

3. Pengobatan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Penanganan BPH berbeda-beda pada setiap penderitanya. Dokter akan memilih jenis
penanganan yang paling sesuai berdasarkan beberapa faktor seperti:
1. Kondisi kesehatan penderita secara umum.
2. Tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan oleh penderita.
3. Usia penderita.
4. Ukuran prostat.
Penanganan pembesaran prostat jinak (BPH) sendiri dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu penanganan BPH dengan gejala ringan dan penanganan BPH dengan gejala
sedang hingga parah. BPH ringan biasanya cukup ditangani dengan obat-obatan, terapi
menahan berkemih, dan perubahan gaya hidup.
Obat BPH yang sering digunakan adalah dutasteride dan finasteride. Obat yang mampu
menurunkan ukuran prostat dan meredakan gejala BPH ini bekerja dengan cara
menghambat efek dari hormon dihidrotestosteron. Namun penggunaan kedua obat ini
tidak boleh sembarangan dan harus melalui petunjuk dari dokter karena memiliki efek
samping yang cukup serius. Beberapa efek samping dari dutasteride dan finasteride adalah
turunnya kuantitas sperma, impotensi, dan risiko cacat bayi jika penderita menghamili
perempuan saat sedang menjalani pengobatan dengan kedua obat ini.
Selain dutasteride dan finasteride, obat BPH lainnya yang juga sering digunakan adalah
golongan penghambat alfa, seperti alfuzosin dan tamsulosin. Obat penghambat alfa ini
biasanya dikombinasikan dengan finasteride. Obat ini mampu memperlancar laju urine
dengan cara melemaskan otot-otot kandung kemih. Efek samping yang mungkin terjadi
setelah mengonsumsi alfuzosin dan tamsulosin adalah badan lemas, sakit kepala, dan
turunnya kuantitas sperma. Sedangkan efek samping yang lebih serius dari kedua obat ini
adalah berupa risiko terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) atau bahkan pingsan.
Selain obat-obatan di atas, dokter juga dapat meresepkan obat disfungsi ereksi, seperti
tadalafil, untuk menangani kasus pembesaran prostat yang menyebabkan penderitanya
mengalami disfungsi ereksi.
Terapi ini dilakukan di bawah bimbingan medis. Di dalam terapi ini pasien akan
diajarkan bagaimana cara menahan keinginan berkemih setidaknya dalam jeda waktu dua
jam antara tiap berkemih, termasuk diajarkan bagaimana cara mengatur pernapasan,
mengalihkan pikiran ingin berkemih, serta relaksasi otot. Perubahan gaya hidup yang
dimaksud adalah dengan:
1. Mulai berolahraga secara teratur, misalnya berjalan kaki tiap hari selama setengah
hingga satu jam.
2. Mulai mengurangi atau berhenti mengonsumsi kafein dan minuman keras.
3. Mencari jadwal minum obat yang tepat agar terhindari dari nokturia (meningkatnya
frekuensi buang air kecil sepanjang malam).
4. Mulai membiasakan diri untuk tidak minum apa pun dua jam sebelum waktu tidur agar
terhindar dari nokturia.

4. Pengertian TURP
Reseksi prostat transuretral (TURP) merupakan Prosedur yang dilakukan dengan
bantuan alat yang disebut resektoskop ini bertujuan untuk menurunkan tekanan pada
kandung kemih dengan cara menghilangkan kelebihan jaringan prostat. Efek samping
operasi TURP adalah pembengkakan uretra. Karena itu pasien yang menjalani TURP
biasanya tidak akan bisa berkemih secara normal selama dua hari dan harus dibantu
dengan menggunakan kateter. Alat ini akan dilepas dokter setelah kondisi uretra pulih
kembali. Selain efek samping, operasi TURP juga dapat menimbulkan komplikasi berupa
ejakulasi retrograde, yaitu sperma tidak akan mengalir melalui penis melainkan masuk ke
dalam kandung kemih.
5. Keuntungan dan Kerugian Reseksi prostat transuretral (TURP)
Keuntungan Reseksi Trans Uretra Prostat :
1. Menghindari insisi abdomen lebih aman bagi pasien berisiko bedah.
2. Hospitalisasi dan periode pemulihan lebih singkat.
3. Angka morbilitas lebih rendah.
4. Menimbulkan sedikit nyeri.
Kerugian Reseksi Trans Uretra Prostat :
1. Membutuhkan dokter bedah yang ahli.
2. Pendarahan lama dapat terjadi.

6. Pendidikan Kesehatan Klien Post Oprasi Reseksi prostat transuretral (TURP)


TURP dilakukan di bawah general anastesia atau lumbal anastesia dengan sedation,
sebuah citoscope dimasukan melalui urethra sampai ke bladder, bladder di isi dengan
solution sehingga memudahkan surgeon melihat-memeriksa bagian dari prostat yang
membesar, kemudian di masukan surgical loop melalui citoscope untuk meremove bagian
yang membesar. dan katater akan dibiarkan sampai beberapa hari.Kadang-kadang di
pasang irrigation untuk menghindari pembentukan bekuan darah. Obseravasi kesadaran,
vital sign, perdarahan, intake output, urination harus dilakukan setelah operasi. Pendidikan
Kesehatan yang perlu di berikan pada pasien TURP dintaranya:
1. Anjuran untuk melakukan Early mobilization setelah operasi
2. Nyeri setelah operasi
3. Keberadaaan cateter setelah operasi
4. Melakukan aktivitas sehari-hari secara bertahap dan kembali keaktivitas normal setelah
4-6 minggu
5. Menghindari mengangakat benda berat dan aktivitas sexual setelah 3-4 minggu
6. Menggunkan obat sesuai dengan resep dari dokter

Anda mungkin juga menyukai