Anda di halaman 1dari 61

LEMBAR PENGESAHAN

Case Report Nursing

Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Diagnosa Medis


BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) Post Op Cystostomy Hari 1
di Ruang Yudha Rumkit TK II Prof. Dr. J. A. Latumeten Ambon

Telah Disetujui dan Disahkan oleh Preseptor


Departemen Keperawatan Medikal Bedah
Tanggal, 15 Juni 2021

CO NERS

Kelompok IV

Mengetahui,

CI INSTITUSI CI LAHAN

(Ns. La Rakhmat Wabula,S.Kep.,M.Kep) (Jesty Nussy, Skep.,Ns)


NIDN. 1203029002 NITS : 201705102256

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan
pada Tn. S dengan Diagnosa Medis BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) Post Operasi
Cystostomy Hari 1” sebagai salah satu pencapaian tugas Profesi Ners di Ruang Wirasakti
Rumkit TK II Prof. Dr. J. A. Latumeten Ambon.
Dalam penyusunan Asuhan Keperawatan ini, kami merasakan masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan Asuhan Keperawatan ini
ataupun sebagai pembelajaran perbaikan selajutnya.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan Asuhan Keperawatan ini, terutama pada pembimbing
akademik maupun pembimbing lahan.

Ambon, 15 Juni 2021

iii
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………….... i
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………... iv
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN…………………………………………… 1
1.1 Konsep Penyakit……………………………………………………… 1
1.1.1 Definisi…………………………………………………………. 1
1.1.2 Etiologi…………………………………………………………. 2
1.1.3 WOC……………………………………………………………. 4
1.1.4 Manifestasi Klinis………………………………………………. 5
1.1.5 Pemeriksaan Penunjang ………………………………………... 5
1.1.6 Penatalaksanaan………………………………………………… 6
1.2 Konsep Cystostomy…………………………………………………... 7
1.2.1 Definisi…………………………………………………………. 7
1.2.2 Ruang Lingkup…………………………………………………. 7
1.2.3 Pemeriksaan Penunjang………………………………………… 8
1.2.4 Teknik Operasi…………………………………………………. 8
1.2.5 Komplikasi……………………………………………………… 9
1.3 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan…………………………………………………………… 10
1.3.1 Pengkajian ……………………………………………………... 10
1.3.2 Diagnosa Keperawatan…………………………………………. 11
1.3.3 Intervensi Keperawatan………………………………………… 12
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. D. L DENGAN DIAGNOSA
MEDIS INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)……………………………. 19
2.1 Pengkajian…………………………………………………………….. 19
2.2 Klasifikasi Data………………………………………………………. 32
2.3 Analisa Data…………………………………………………………... 33
2.4 Diagnosa Keperawatan………………………………………………... 34
2.5 Intervensi Keperawatan………………………………………………. 35
2.6 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ……………………………. 39
BAB III LITERATUR RIVIEW……………………………………………………. 51
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………… 57
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 57
4.2 Saran………………………………………………………………….. 57
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….. 58

iv
LAPORAN PENDAHULUAN
BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA) DENGAN
POST OPERASI CYSTOSTOMY

1.1 Konsep BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)


1.1.1 Definisi
BPH merupakan dimana kelenjar prostatnya mengalami pembesaran,
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan
menutup orifisium uretra. BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika (Risnawati, 2021. hal 31).
BPH merupakan tumor jinak progresif paling sering terjadi pada laki-laki, yang
menimbulkan keluhan saluran kencing bawah (Lower Urinary Tract Symptoms,
LUTS) yang mengganggu kualitas hidup pasien. Insiden BPH berhubungan dengan
usia. Prevalensi BPH meningkat dari 20% pada laki-laki berusia 41-50 tahun, 50 %
pada laki-laki usia 51-60 tahun, hingga lebih dari 90% pada laki-laki berusia diatas 80
tahun (Duarsa, 2020. hal 101).
BPH pertama kali berkembang pada zona tradisional periuretra. Zona tradisional
mengandung dua kelenjar yang terpisah oleh svingter periprostatik. Duktus utama
muara dari kelenjar prostat di zona transisional bermuara pada dinding lateral dari
uretra dan di dekat sudut antara uretra dan Veromontanum. Proksimal dari duktus zona
transisional adalah kelenjar dari zona triuretra. Semua nodus BPH dimulai dari zona
transisional periuretra. Zona transisional sendiri akan membesar seiring bertambahnya
usia, tidak berhubung dengan perkembangan nodus BPH (Daryanto & Budaya, 2019.
hal 106).

1
1.1.2 Etiologi
Duarsa (2020, hal. 106-108), menguraikan etiologi BPH belum sepenuhnya
dimengerti, tampaknya bersifat multifactorial, dan berhubungan dengan endokrin.
Prostat terdiri dari elemen epithelial dan stromal dimana pada salah satu atau keduanya
dapat muncul modul hioerplastik dengan gejala yang berhubungan dengan BPH.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH antara lain
dijelaskan sebagai berikut:
1. Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel
prostat oleh 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-
RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth faktor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Teori ini didukung pada praktek klinis
dengan pemberian 5α-reduktase inhibitor yang menghambat perubahan testosterone
menjadi dihidrotestosteron, dalam waktu 3-6 bulan akan membuat pengurangan
volume prostat 20-30%.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun sedangkan kadar
estrogen ralatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen:progesterone relative
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan paa terjadinya
proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel
prostat terhadap rangsangan hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian terprogram sel-sel prostat (apoptosis).
Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah meskipun rangsangan terbentuknya sel-
sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah
ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Interaksi stromal-epitel
Cunha et al membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel ep[itel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma, mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang

2
selanjutnya mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu sendiri
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma, pada kondisi
normal rasio stroma:epithelial adalah 1:2-1. Pada pasien BPH, rasio stromal
terhadap epithelial dapat meningkat sampai 4:1. Terdapat hipotesis terjadinya
proses epithelial mesenchymal transition pada pasien BPH.
4. Berkurangnya kematian terprogram (apoptosis) sel prostat
Pada jaringan normal terdpat keseimbangan antara laju proliferasi dengan
kematian sel. Pada saat pertumbuhan prostat sampai dewasa, penambahan jumlah
sel prostat seimbang dengan sel yang mengalami apoptosis. Berkurangnya jumlah
sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel prostat meningkat
sehingga terjadi pertambahan masa prostat.
5. Teori sel punca
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-
sel baru. Didalam kelenjar prostat dikenal suatu sel punca yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berploriferasi sangat ektensif. Kehidupan sel ini sangat
tergantung pada keberadaan hormone androgen sehingga jika hormone ini kadarnya
menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, akan menyebabkan apoptosis.
Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan
aktivitas sel punca sehingga terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma
maupun sel epitel.
6. Teori inflamasi kronis
Pada uji klinis oleh medical therapy of prostatic symptoms (MTOPS)
menunjukkan bahwa volume prostat dengan inflamasi cenderung tumbuh lebih
cepat dari pada yang tanpa inflamasi. Robert dan rekan meneliti 282 pasien yang
dilakukan tindakan pembedahan pada pasien BPH dan atau tanpa gejala
menggunakan microarray jaringan. Mishra membuktikan pada 374 pasien yang
dilakukan TURP pada pasien dengan gejala LUTS atau retensi urine.

3
1.1.3 WOC

Idiopatik, Penuaan

perubahan keseimbangan estrogen & testosteron

Produksi testosterone menurun dan estrogen meningkat

Simulasi sel stroma yang dipengaruhi infeksi BPH Berpoliferasi

Stimulasi sel stroma oleh pengaruh GH

Post Operasi
Pre Operasi

kurangnya informasi pasca bedah Prostalektomi


pembesaran prostat

trauma bekas
penyempitan uretra pars prostat
insisi

Defisit kurangnya
Nyeri Akut Pengetahuan perawatan perdarahan
urine terhambat
Bakteri mudah
peningkatan tekanan masuk
intravesika Hipovolemi

Resiko
peningkatan retensi Infeksi
Retensi urine destensi VU
VU PK Anemia

Nyeri Akut Terjadi


Otot-otot detrusor Obstruksi Intoleransi
menebal Aktivitas
gelisah
Retensi Urine
terbentuknya sakula/trabekula
kondisi tubuh tidak
baik
kemampuan fungsi VU menurun

sensitivitas VU menurun Ansietas

upaya berkemih menurun


Gambar 1. WOC BPH
Gangguan Eliminasi Urine Sumber: http://www.woc-BPH-prepost.com

4
1.1.4 Manifestasi Klinis (Risnawati, 2021. hal 34-36)
1. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena
otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
2. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
3. Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
4. Pancaran lemah yaitu kelemahan kekuatan dan caliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
5. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
6. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
7. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam
hari (nocturia) dan pada siang hari.
8. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

1.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi :
1. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter
anus mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan prostat.
2. Ultrasonografi (USG)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga
keadaan buli-buli termasuk residual urine.
3. Urinalisis dan kultur urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red Blood
Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan atau hematuria.

5
4. DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan internal
dalam abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen dan diperiksa
jumlah sel darah merahnya.
5. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data
pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH.
6. PA(Patologi Anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel
jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui apakah hanya
bersifat benigna atau maligna sehingga akan menjadi landasan untuk treatment
selanjutnya.

1.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi :
1. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim, misalnya finasteride
c. Fitoterapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan
komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi:
a. Prostatektomi
1) Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat kedalam kandung
kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
2) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum.
3) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum di banding
pendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati

6
kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki
kandung kemih.
b. Insisi prostat transurethral (TUIP) yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan
cara memasukkan instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika
kelenjar prostat berukuran kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati
banyak kasus dalam BPH.
c. Transuretral Reseksi Prostat (TURP) adalah operasi pengangkatan jaringan
prostat lewat uretra menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan
endoskopi dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang di lengkapi
dengan alat pemotong dan counter yang di sambungkan dengan arus listrik.

1.2 Konsep Cystostomy


1.2.1 Definisi
Suatu tindakan pembedahan untuk mengalirkan kencing melalui lubang yang
dibuat supra pubik untuk mengatasi retensi urin dan menghindari komplikasi.
Cystotomy atau kateterisasi suprapubik adalah pilihan yang efektif dan dapat
ditoleransi dengan baik untuk manajemen kandung kemih neurogenik. Manfaat
suprapubik kateterisasi dapat menurunkan tingkat infeksi saluran kemih, penurunan
struktur uretra formasi, dan kurang rawat inap (Zachariah & Scott, 2020. hal 01).

1.2.2 Ruang lingkup


Semua penderita yang datang dengan keluhan berupa tidak bisa kencing, keluar
darah lewat uretra, ekstravasasi urin sekitar uretra, hematom pada perineum atau
prostat melayang. Trauma uretra adalah trauma yang mengenai uretra berupa trauma
tajam, trauma tumpul atau akibat instrumentasi uretra seperti pemasangan kateter dan
sistoskopi. Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa
disiplin ilmu yang terkait antara lain Patologi Klinik dan Radiologi (Gardjito,2010).

7
1.2.3 Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap, tes faal ginjal, sedimen urin, foto polos abdomen/pelvis,
uretrografi. Setelah memahami, menguasai dan mengerjakan modul ini maka
diharapkan seorang dokter ahli bedah mempunyai kompetensi serta penerapannya
dapat dikerjakan di RS Pendidikan dan RS jaringan pendidikan (Gardjito,2010).

1.2.4 Teknik operasi


1. Posisi terlentang
2. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
3. Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
4. Dengan pembiusan lokal secara infiltrasi dengan larutan xylocain di daerah yang
akan di insisi.
5. Insisi kulit di garis tengah mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus sepanjang
lebih kurang 1 cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai linea alba.
6. Trokar set, dimana kanula dalam keadaan terkunci pada “Sheath” ditusukkan
melalui insisi tadi ke arah buli-buli dengan posisi telentang miring ke bawah.
Sebagai pedoman arah trocar adalah tegak miring ke arah kaudal sebesar 15-30%.
7. Telah masuknya trokar ke dalam buli-buli ditandai dengan: Hilangnya hambatan
pada trocar, Keluarnya urin melalui lubang pada canulla
8. Trokar terus dimasukkan sedikit lagi.
9. Secepatnya canulla dilepaskan dari “Sheath”nya dan secepatnya pula kateter Foley,
maksimal Ch 20, dimasukkan dalam buli-buli melalui kanal dari “sheath” yang
masih terpasang.
10. Segera hubungkan pangkal kateter dengan kantong urin dan balon kateter
dikembangkan dengan air sebanyak kurang lebih 10 cc.
11. Lepas “sheath” dan kateter ditarik keluar sampai balon menempel pada dinding
buli-buli.
12. Insisi ditutup dengan kasa steril, kateter difiksasi ke kulit dengan plester. Secara
singkat tehnik dari sistostomi terbuka dapat dijelaskan sebagai berikut.
13. Posisi terlentang

8
14. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
15. Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
16. Dengan pembiusan lokal secara infiltrasi dengan larutan xylocain di daerah yang
akan di insisi.
17. Insisi kulit di garis tengah mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus sepanjang
lebihkurang 10 cm. Disamping itu dikenal beberapa macam irisan yaitu transversal
menurut Cherney. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai fasia anterior muskulus
rektus abdominis. Muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul pada linea
alba. Sisihkan lipatan peritoneum diatas buli-buli keatas, selanjutnya pasang
retraktor.
18. Buat jahitan penyangga di sisi kanan dan kiri dinding buli.
19. Lakukan tes aspirasi buli dengan spuit 5 cc, bila yang keluar urin, buat irisan di
tempat titik aspirasi tadi lalu perlebar dengan klem.
20. Setelah dilakukan eksplorasi dari buli, masukkan kateter Foley Ch 20-24.
21. Luka buli-buli ditutup kembali dengan jahitan benang chromic catgut.
22. Bila diperlukan diversi suprapubik untuk jangka lama maka dinding buli
digantungkan di
23. dinding perut dengan jalan menjahit dinding buli-buli pada otot rektus kanan dan
kiri.
24. Jahit luka operasi lapis demi lapis.
25. Untuk mencegah terlepasnya kateter maka selain balon kateter dikembangkan
juga dilakukan penjahitan fiksasi kateter dengan kulit.
(Gardjito,2010).

1.2.5 Komplikasi operasi


Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.

9
1.3 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Post Operasi Gangguan Sistem
Perkemihan
1.3.1 Pengkajian
1. Keluhan Utama
Pada pasien post operasi biasaya muncul keluhan nyeri, sehingga yang perlu
dikaji untuk meringankan nyeri (provocative/palliative), rasa nyeri yang dirasakan
(quality), keganasan/intensitas, lokasi (rasio), skala nyeri, dan waktu serangan,
lama (time).
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan yang sering dialami adalah LUTS (Lower Urinary Tract Symtoms).
Antara lain: hesistansi, pancaran urine lemah, intermittensi.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan kepada pasien tentang penyakit yang pernah diderita, dikarenakan
orang yang dulunya mengalami ISK dan faal darah beresiko terjadinya penyulit
pasca bedah.
4. Pemeriksaan Range of System (B1-B6)
a. B1 (Breathing)
Kaji adanya gangguan pada pola napas, sianosis karena suplai oksigen menurun.
kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
b. B2 (Blood)
Terjadi penurunan atau peningkatan tekanan darah setelah pasca operatif.
c. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
d. B4 (Bladder)
setelah operasi eliminasi urine normal tetapi dengan bantuan kateterisasi
suprapubik, abdomen akan tampak kembung
e. B5 (Bowel)
klien biasanya mengalami mual muntah jika terlalu bergerak, dan penurunan
nafsu makan

10
f. B6 (Bone)
Pemeriksaan kekuatan otot awalnya lemah dan kaku pasca operatif, dan
terhambat oleh adanya pemasagan kateterisasi suprapubik.

1.3.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI,2017)


1. Pre Operatif
a. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisiologis
b. Gangguan Eliminasi Urine b.d Penurunan Kapasitas Kandung Kemih
c. Ansietas b.d Krisis Situasional
2. Post Operatif
a. Hipovolemi b.d Kehilangan Cairan Aktif
b. Retensi Urine b.d Disfungsi Neurologis
c. Itoleransi Aktivitas b.d Kelemahan
d. Defisit Pengetahuan b.d Kurang Terpapar Informasi
e. Resiko Infeksi

11
1.3.3 Intervensi Keperawatan
Menurut (SDKI,2017), (SLKI,2019), (SIKI, 2018)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Preoperasi
Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (1.08238 hal.201)
1. pencedera fisiologis 3x24 jam diharapakn nyeri klien Defenisi : mengidentifikasi dan mengelolah
(D.0077 hal.172) menurun dengan kriteria hasil : pengalaman sensorik atau emosional yang
Defenisi : 1. Keluhan nyeri menurun berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
Pengalaman sensorik atau 2. Meringis menurun fungsional dengan onset mendadak atau lambat
emosional yang berkaitan 3. Sikap protektif menurun dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
dengan kerusakan jaringan 4. TTV membaik Observasi
aktual atau fungsional, 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
dengan onset mendadak atau frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
lambat dan berintensitas 2. Indentifikasi respon nyeri nonverbal
ringan hingga berat yang Teraupetik
berlangsung kurang dari tiga
3. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
bulan.
mengurangi rasa nyeri
Edukasi

4. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri


Kolaborasi

5. Kolaborasi pemberian analgetik

12
Preoperasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Eliminasi Urine (I.04152 hal. 175)
2. selama 3x24jam diharapkan gangguan Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola gang
Gangguan Eliminasi Urine
eliminasi urine pasien menurun dengan guan pola eliminasi urine
b.d Penurunan Kapasitas
kriteria hasil : Observasi
Kandung Kemih 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau
1. Desakan berkemih (urgensi) menurun inkontinensia urine
(D.0040 hal. 96) 2. Monitor eliminasi urine
2. Berkemih tidak tuntas menurun
Teraupetik
3. Frekuensi BAK membaik
3. Catat waktu dan haluaran berkemih
Definisi:
Edukasi
Disfungsi eliminasi urine
4. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-
otot panggul/perkemihan
5. Anjurkan minum yang cukup
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian obat suposituria
uretra

Preoperasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi Ansietas (1.09314 hal. 387)
Ansietas b.d Krisis
3. selama 3x24jam diharapkan tingkat Defenisi: Kondisi emosi dan pengalaman subjektif
Situasional
ansietas pasien menurun dengan kriteria individu terhadap objek yang tidak jelas dan
(D.0080 hal.180) hasil : spesifik akibat atisipasi bahaya yang
1. Verbalisasi khawatir akibat kondisi memungkinkan individu melakukan tindakan
Defenisi :
yang dihadapi menurun untuk menghadapi ancaman
Kondisi emosi dan 2. Perilaku Gelisah Menurun Observasi
pengalaman subjektif 3. Perilaku Tegang menurun 1. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
individu terhadap objek yang nonverbal)

13
tidak jelas dan spesifik akibat Teraupetik
atisipasi bahaya yang
2. Pahami situasi yang membuat ansietas
memungkinkan individu
dengarkan dengan penuh perhatian
melakukan tindakan untuk
3. Temani Pasien untuk mengurangi kecemasan,
menghadapi ancaman.
jika memungkinkan
4. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
Edukasi

5. Jelaskan prosedur, termaksud sensasi yang


mungkin dialami
6. Latih Teknik Relaksasi.
Kolaborasi

Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Post operasi
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipovolemia (i.03116 hal. 184)
Hipovolemi b.d Kehilangan
3x24 jam diharapakn masalah Definisi: mengidentifikasi dan mengelola
Cairan Aktif
(D.0023 hal. 64) hipovolemi teratasi dengan kriteria penurunan volume cairan intravaskuler
hasil : Observasi
Definisi: 1. periksa tanda dan gejala hipovolemia
1. kekuatan nadi meningkat
Penurunan volume cairan 2. Monitor intake dan output cairan
2. turgor kulit meningkat
intravaskuler, interstisiel, Teraupetik
3. keluhan haus menurn
dan/atau intraseluler 3. berikan asupan cairan oral
4. Intake cairan membaik
Edukasi
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

14
Kolaborasi
5. kolaborasi pemberian cairan IV isotonis

Post operasi
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kateterisasi Urine (I.04148 hal. 129)
Retensi Urine b.d Disfungsi
3x24 jam diharapakn masalah retensi Definisi : memasukkan kateter urine kedalam
Neurologis
urine teratasi dengan kriteria hasil : kandung kemih
(D.0060 hal.115)
1. sensasi berkemih meningkat Observasi
Definisi : 2. desakan berkemih meningkat 1. periksa kondisi pasien
Pengosongan kandung kemih 3. berkemih tidak tuntas menurun Teraupetik
4. Frekuensi BAK meningkat
yang tidak lengkap 2. Lakukan insersi kateter urine dengan
menerapkan prinsip aseptic
Edukasi
3. Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan
kateter urine

Post operasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi Aktivitas (I.05186 hal. 415)
Intoleransi aktivitas b.d Definisi: Menggunakan aktivitas fisik, kognitif,
3. 3x24 jam diharapakn masalah intoleransi
kelemahan sosial dan spiritual tertentu untuk memulihkan
aktivitas teratasi dengan kriteria hasil :
(D.0066 hal. 128) keterlibatan, frekuensi, atau durasi aktivitas
1.Kemudahan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari meningkat individu atau kelompok.
Defenisi: 2. Keluhan lelah menurun Observasi
Ketidakcukupan energy 3. Perasaan lemah menurun 1. Identifikasi deficit tingkat aktivitas
untuk melakukan aktivitas 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
sehari-hari aktivitas tertentu
Teraupetik
1. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
2. Fasilitasi aktivitas fisik rutin

15
3. Libatkan keluarga dalam aktivitas
Edukasi
Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
Kolaborasi
Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program aktivitas,
Jika sesuai

Post operasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi Kesehatan (I.12383 hal. 65)
Defisit Pengetahuan b.d
3. 3x24 jam diharapakn masalah deficit Definisi : mengajarkan faktor resiko penyakit dan
Kurang Terpapar Informasi
pengetahuan teratasi dengan kriteria perilaku hidup bersih serta sehat.
(D.0111 hal. 246)
hasil: Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
1. perilaku sesuai dengan pengetahuan
Definisi: informasi
meningkat Teraupetik
Ketiadaan atau kurangnya 2. Sediakan materi dan media pendidikan
2. pertanyaan tentang masalah yang
informasi kognitif yang kesehatan
dihadapi menurun 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
berkaitan dengan topic kesepakatan
tertentu 4. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
5. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat

Post operasi
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (I.14539 hal. 278)
(0142 hal. 304)
4. 3x24 jam diharapakn masalah resiko Definisi: mengidentifikasi dan menurunkan resiko
Definisi :
infeksi teratasi dengan kriteria hasil : terserang organisme patogenik.
Beresiko mengalami
peningkatan terserang 1. Kultur area luka membaik Observasi
organisme patogenik 2. Kultur feses membaik Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

16
3. Nyeri menurun Teraupetik
4. Bengkak menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko
tinggi
Edukasi
1. jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

17
BAB II
Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan Diagnosa Medis BPH
(Benign Prostatic Hyperplasia) Post Operasi Cystostomy Hari 1 di Ruang Yudha
Rumkit TK II Prof. Dr. J. A. Latumeten Ambon

2.1 Pengkajian
A. Data Biografi
Nama : Tn. S No. Register: 07 32 xx
Umur : 72 tahun
Suku/Bangsa : Maluku/Indonesia
Status Perkawinan : Sudah kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Imam Masjid
Alamat : Banda
Tanggal Masuk RS: Rabu, 26/05/21 Pukul 09.00 WIT
Tanggal Pengkajian: Kamis, 27/05/21 Pukul 09.33 WIT
Catatan Kedatangan: Kursi Roda ( ), Ambulans ( ), Brankar ( )

Keluarga terdekat yang dapat dihubungi:


Nama : Tn. F No. Telpon: -
Umur : 28 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : tidak bekerja
Alamat : Banda
Sumber Informasi : Anak pasien

19
B. Riwayat Kesehatan / Keperawatan
1. Keluhan Utama / Alasan Masuk RS: Nyeri tempat operasi
P : nyeri akibat pasca operasi
Q : nyeri seperti tertekan
R : di area abdomen (iliaka dextra)
S : skala sedang (5)
T : nyeri hilang timbul ≤ 3-5 menit
2. Riwayat Kesehatan Sekarang: pasien kesulitan BAK ± 4 hari sebelum masuk rumah
sakit, tepat hari senin, 24/05/2021 pagi hari, pasien merasa sakit pada perut, pasien
merasakan BAK tetapi urine tidak bisa keluar, sehingga keluarga membawanya ke
Rumah Sakit Banda pukul 12.35 WIT dan menjalani perawatan selama 3 hari. Saat di
Rumah Sakit Banda, pasien dipasang kateter tetapi urine-nya tetap tidak bisa keluar,
kateter dilepas sehingga dirujuk ke Rumkit TK II Prof. Dr. J. A. Latumeten Ambon
pada hari rabu, 26/05/2021. Tepat pukul 09.00 WIT pasien tiba di IGD Rumkit TK II
Prof. Dr. J. A. Latumeten Ambon dengan keadaan terpasang IVFD RL 20 tpm, pasien
diberi terapi Inj. ketorolac amp 30 mg/8 jam, Inj. ranitidine 50 mg/12 jam, dan Inj.
ceftriaxone 1 gr/12 jam. Setelah itu pukul 16.45 WIT pasien dipindahkan ke Ruang
Yudha dengan keadaan tidak terpasang infus, setelah tiba di ruangan pasien dipasang
IVFD RL 20 tpm, lalu besoknya tepat hari kamis, 27/05/2021 pukul 11.00 WIT pasien
dibawa ke ruang OK untuk menjalani operasi dan selesai operasi sampai kembali ke
Ruang Yudha pukul 12.40 WIT dengan keadaan iliaka dextra terpasang kateterisasi
suprapubik, dan adanya jahitan pasca bedah 5 cm.

3. Keluhan saat pengkajian: pasien mengeluh nyeri tempat operasi, merasa lelah dan
terkadang merasa keram pada kedua kaki

4. Diagnosa Medik: Post Op Retensi Urine (cystostomy) + BPH

C. Riwayat Kesehatan Dahulu


Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama, dan upaya untuk mengatasi, Riwayat
Masuk RS): pasien mengatakan pernah menjalani perawatan selama 7 hari di Rumkit TK
II Prof. Dr. J. A. Latumeten Ambon pada bulan mei 2019 dengan masalah gastritis. Anak
pasien mengatakan bahwa pasien sering mengangkat beban berat dimasa mudanya, pasien
membangun rumah dengan bantuan beberapa saudaranya.
20
Alergi: pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi
Obat-obatan yang pernah digunakan:
Obat-obatan (Resep / Dosis Dosis Terakhir Frekuensi
Obat Bebas)
Antasida sirup 60 ml 20 ml 3x1

D. Riwayat Kesehatan Keluarga


Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga:
pasien mengatakan tidak terdapat penyakit menular dalam keluarga maupun penyakit
turunan.

E. Pola Fungsi Kesehatan (Gordon)


1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehataan
Persepsi terhadap penyakit: pasien mengatakan bahwa sakitnya adalah cobaan dari
Allah SWT, dan karena ia sudah menua.

Penggunaan:
Tembakau (Bungkus / hari, Pipa, Cerutu, berapa lama, kapan berhenti):
pasien tidak pernah menggunakan tembakau maupun semacamnya

Alkohol (Jenis, jumlah / hari / minggu / bulan):


pasien mengatakan tidak pernah konsumsi alkohol

Alergi (obat-obatan, makanan, plester, dll):


pasien mengatakan tidak alergi terhadap makanan, obat-obatan maupun yang lainnya
Reaksi alergi:
tidak ada reaksi alergi selama proses pengobatan

21
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Diet/supplement khusus: lunak
Instruksi diet sebelumnya: pasien mengatakan tidak ada intruksi diet sebelumnya
Nafsu makan (normal, meningkat, menurun): normal (pasca operasi pasien berpuasa,
setelah itu anak pasien mengatakan bahwa pasien menghabiskan porsi makannya)
Penurunan sensasi kecap, mual muntah, stomatitis: pasien mengatakan dapat
mengetahui rasa makanan dengan baik, tidak adanya mual muntah, dan tidak adanya
stomatitis pada bagian mulut pasien.
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun): pasien mengatakan tidak ada penurunan
atau kenaikan BB dalam 6 bulan terakhir
Kesulitan menelan (disfagia): pasien mengatakan tidak merasa kesulitan dalam menelan
Gigi (lengkap / tidak, gigi palsu): keadaan gigi lengkap, pasien tidak mengunakan gigi
palsu
Riwayat masalah kulit / penyembuhan (ruam, kering, keringat berlebihan,
penyembuhan abnormal): pasien mengatakan tidak pernah mengalami masalah pada
kulit
Jumlah minum / 24 jam dan jenis (kehausan yang sangat): 1000-1500 cc/hari
Frekuensi makan: 3x/hari
Jenis makanan: lunak
Pantangan atau alergi: pasien mengatakan tidak ada pantangan atau alergi terhadap
makanan apapun
Lain-lain: -
3. Pola Eliminasi
Buang Air Besar (BAB) : pasien mengatakan belum BAB Selama 3 hari
Frekuensi: - x/hari Waktu: -
Warna: - Konsistensi: -
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia): Konstipasi
Buang Air Kecil (BAK) : pasien terpasang kateter suprapubik
jumlah urine=2500cc/hari
Frekuensi: - x/hari Warna: kekuningan
Kesulitan (dysuria, nokturia, hematuria, retensi, inkontinensia): -

22
Lain-lain:
0 = Mandiri 3 = Dibantu orang lain dan peralatan
1 = Dengan alat bantu 4 = Ketergantungan / ketidakmampuan
2 = Dibantu orang lain
Kegiatan 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Berpakaian / berdadan
Toiletting
Mobilisasi ditempar tidur
Berpindah
Berjalan -
Menaiki tangga -
Berbelanja -
Memasak -
Pemeliharaan Rumah -

Alat bantu (kruk, pispot, tongkat, kursi roda): pasien hanya terbaring di tempat tidur
Kekuatan otot: 5 5
5 5
Keterangan kekuatan otot :
0 : Paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali
1 : Terlihat atau teraba getaran kontraksi otot tetapi tidak ada gerakan sama sekali
2 : Dapat menggerakkan anggota gerak tanpa gravitasi
3 : Dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat (gravitasi)
4 : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif dan melawan tahanan dengan minimal
5 : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif dan melawan tahanan dengan
maksimal/penuh (kekuatan normal)

Kemampuan ROM: Aktif Aktif

Aktif Aktif

Keluhan saat beraktivitas: pasien tampak mengeluh kesakitan saat mobilisasi di tempat
tidur, merasa tidak nyaman karena sedang terpasang kateter suprapubik, pasien hanya
terbaring di tempat tidur.

23
4. Pola Istirahat dan Tidur
Lama tidur: 7-8 Jam / malam 5 Jam (10.00-07.00 WIT), tidur siang 1-2 jam (13.00-
14.00 WIT),
Kebiasaan menjelang tidur: pasien mengatakan tidak ada kebiasaan yang spesifik saat
menjelang tidur
Masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk): pasien mengatakan tidak ada
masalah, tidurnya nyenyak.
Lain-lain (merasa segar / tidak setelah tidur): biasa saja
5. Pola Kognitif dan Persepsi
Status mental (sadar / tidak, orientasi baik atau tidak): pasien dalam keadaan sadar,
orientasi bersama keluarga maupun perawat baik.
Bicara: Normal ( ), Gagap ( ), Aphasia Ekspresif ( )
Kemampuan berkomunikasi: Ya ( ), Tidak ( )
Kemampuan memahami: Ya ( ), Tidak ( )
Tingkat ansietas: Ringan ( ), Sedang ( ), Berat ( ), Panik ( )
Pendengaran: DBN ( ), Tuli ( ) Kanan / Kiri, Tinitis ( ), Alat bantu dengar ( )
Penglihatan (DBN, Buta, Katarak, Kacamata, Lensa Kontak, dll): normal (pasien dapat
membaca ID Card mhasiswa dengan benar)
Vertigo: pasien mengatakan tidak merasa pusing atau sensasi berputar saat kepala
digerakkan
Ketidaknyamanan / Nyeri (Akut / Kronis): pasien merasa nyeri pada tempat operasi
Penatalaksanaan Nyeri: pasien mengatakan saat nyeri timbul, keluarga sering
mengelus/masase area perut bagian atas, atau bagian tubuh lainnya agar pasien merasa
nyaman
Lain-lain: -
6. Persepsi Diri dan Konsep Diri
Perasaan klien tentang masalah kesehatan: pasien merasa khawatir karena tidaknyaman
dengan kondisinya
Lain-lain: -
7. Pola Peran Hubungan
Pekerjaan: pasien merupakan imam masjid Banda, hubungan dengan pegawai disana
sangat baik

24
Sistem pendukung: Pasangan ( ), Tetangga ( ), Tidak ada ( ), Keluarga serumah ( ),
Keluarga tinggal berjauhan ( ).
Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan RS: anak pasien mengatakan tidak ada
masalah apapun
kegiatan sosial: interaksi pasien dengan orang lain sangat baik, terbuka
Lain-lain: -
8. Pola Seksual dan Reproduksi
Tanggal menstruasi terakhir (TMA): -
Masalah menstruasi : -
Pap Smear terakhir: -
Masalah seksual berhubungan dengan penyakit: tidak dikaji
Lain-lain: -
9. Pola Koping dan Toleransi Stress
Perhatian utama tentang perawatan di RS atau penyakit (finansial, perawatan diri):
pasien mengatakan tidak ada masalah karena pasien menggunakan BPJS
Kehilangan / perubahan besar dimasa lalu: pasien dan keluarga enggan menjawab
Hal yang dilakukan saat ada masalah (sumber koping): pasien selalu komunikasikan
dengan keluarga saat ada masalah, terutama untuk ibu
Penggunaan obat untuk menghilangkan stress: pasien mengatakan tidak pernah
konsumsi obat apapun untuk penghilang stres
Keadaan emosi dalam sehari-hari (santai / tegang): santai
Lain-lain: -
Keyakinan dan Kepercayaan
Agama : pasien menganut agama islam
Pengaruh agama dalam kehidupan: pasien mengatakan salah satu pengaruh islam dalam
kehidupan adalah rasa bersabar, ia meyakini bahwa sakitnya adalah ujian dari Allah
SWT dan jika ia tetap bersabar akan mendapat pahala serta akan diangkat sakitnya.

25
F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran: compos mentis GCS: 15 (E=4, M=6, V=5)
Klien tampak Sehat / Sakit / Sakit Berat: klien tampak sakit
BB: 57 Kg
TB: 165 Cm
2. Tanda-Tanda Vital
TD: 120/90 mmHg
N: 62 x/m
RR: 20 x/m
S: 36.5 0C
SPO2 : 95%
3. Kulit
Warna kulit (sianosis, icterus, pucat eritema, dll): tidak tampak sianosis pada kulit
pasien
Kelembapan: kulit pasien terasa lembab
Turgor kulit: baik
Ada atau tidaknya oedema: tidak adanya oedema
4. Kepala / Rambut
Inspeksi : rambut pasien beruban, bersih, tidak ada ketombe, bentuk kepala oval.
Palpasi : saat kepala pasien diraba tidak adanya nyeri tekan, tidak ada jejas, dan tidak
ada benjolan
5. Mata
Inspeksi : keadaan mata pasien simetris, Sklera un-ikterik, pupil isokor, konjungtiva
un-anemis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada palpebra
6. Telinga
Inspeksi : telinga simetris, tidak ada serumen yang keluar
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada bagian tulang mastoid
7. Hidung dan Sinus
Inspeksi : keadaan hidung bersih, tidak ada sekret, tidak tampak pernapasan cuping
hidung
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada polip

26
8. Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi : keadaan bibir lembab, tampak pucat, tidak sianosis, tidak ada stomatitis,
keadaan gigi bersih
Palpasi : tidak adanya pembengkakan
9. Leher
Inspeksi : tidak ada jejas ataupun bengkak
Palpasi : saat bagian depan leher diraba perlahan dan meminta pasien untuk menelan
tidak terasa sakit, tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada tanda krepitasi
pada leher
10. Thoraks atau Paru
Inspeksi : keadaan thoraks simetris (dilihat pengembangan thoraks saat meminta pasien
untuk menarik napas perlahan)
Palpasi : tidak ada krepitasi pada ICS, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Resonan
Auskultasi : tidak adanya suara abnormal (rhonchi -/-, wheezing -/-, dll).
tidak terdapat suara abnormal
11. Jantung
Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS 5
Perkusi : bunyi pekak
Auskultasi : bunyi jantung reguler (lup-dup)/S1/S2 tunggal,
12. Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak kembung, terpasang kateter suprapubik iliaka dextra post
op hari 1
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tympani
Auskultasi: bising usus menurun 3x/menit
13. Genetalia
Inspeksi : keadaan genetalia bersih, tidak ada oedema, tidak tampak tanda inflamasi
Palpasi : tidak dikaji (pasien keberatan)
14. Rektal
Inspeksi : adanya anus, tidak ada hemoroid
Palpasi : tidak dikaji (pasien keberatan)

27
15. Ekstremitas
Inspeksi : tidak ada jejas dan oedema
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
16. Vaskuler Perifer
CRT : normal (<3 detik)
Clubbing: tidak ada tanda clubbing finger pada jari pasien atau kelainan kuku lainnya
Perubahan warna: tidak tampak perubahan warna pada perifer
17. Neurologis
Status mental / GCS: normal (15)
Motorik: aktif
Sensorik: aktif
Tanda Rangsangan Meningeal: tidak ada tanda rangsangan meningeal (kaku -/-,
peningkatan intracranial -/-, dll).
Saraf kranial: tidak ada tanda abnormal pada 12 saraf cranial
a. Nervus I (Olfaktorius) : normal (pasien dapat mencium bau remason)
b. Nervus II (Optikus) : normal (penglihan baik, pasien dapat membaca papan nama
mahasiswa)
c. Nervus III (Okulomotorius) : normal (pasien dapat menggerakkan bola mata
kekiri dan kekanan)
d. Nervus IV (Troklearis) : normal (pasien dapat menutup dan membuka palpebra)
e. Nervus V (Trigeminus) : normal (Pasien dapat membuka dan menutup mulut,
dapat mengunyah dengan baik)
f. Nervus VI (Abdusen) : normal (dapat menggerakkan bola mata)
g. Nervus VII (Fasialis) : normal (otot wajah simetris, dapat mengangkat alis)
h. Nervus VIII (Akustikus) : normal (pendengaran pasien baik)
i. Nervus IX (Glasofaringeus) : normal (ada reflex mual, mampu membedakan rasa
asam,manis,pahit)
j. Nervus X (Vagus) : normal (tidak ada gangguan menelan)
k. Nervus XI (Asesorius): normal (pasien dapat menggerakan leher)
l. Nervus XII (Hipoglosus) : normal (lidah tidak condong ke salah satu arah,
pengendalian pergerakan lidah baik)
Refleks fisiologis: tidak ada respon reflex fisiologis yang menandai adanya gangguan.
(biseps -/-, trisep -/-, patella -/-)
Refleks patologis: tidak ada reflex abnormal (Babinski -/-, brudzinski -/-, dll).
28
G. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik dan Laboratorium)
(Dibuat setiasp dilakukan pemeriksaan berdasarkan tanggal dilakukan)
Hari/tgl Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Rabu KIMIA KLINIK
26/05/2021 Gula Darah Sewaktu 101 <120 mg/dL
Ureum 30 20-50 mg/dL
Kreatinin 1,0 <1,5 mg/dL

HEMATOLOGI
Waktu pembekuan 9 1-14 menit
Waktu pendarahan 4 1-7 menit
Kamis HEMATOLOGI
27/05/2021 Hb 8,4 L : 12,0 – 17,0 g/dL
Waktu pembekuan 8 1-14 menit
Waktu perdarahan 5 1-7 menit

29
Pemeriksaan EKG : Sinus rhytm
Anterior T wave abnormality may be due to myocardial ischemia
Abnormal ECG

30
H. Penatalaksanaan Pengobatan
No Jenis (Oral / IV / IM / Topikal) Dosis Indikasi
1 IVFD RL 20 tpm Cairan infus yang biasa
digunakan pada pasien dewasa
sebagai sumber elektrolit dan
air.
Ceftriaxone/IV 1 gr/2x1 Ceftriaxone merupakan
antibiotik untuk mengatasi
infeksi bakteri gram negative
maupun gram positif
Ondansentron/IV 4 mg/3x1 Obat ini digunakan untuk
mencegah serta mengobati mual
dan muntah yang disebabkan
oleh efek samping kemoterapi,
radioterapi, atau operasi.
Ketorolac/IV 30mg/3x1 Ketorolac adalah obat untuk
meredakan nyeri dan
peradangan. obat ini merupakan
golongan antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) yang
memiliki sediaan tablet dan
suntik.

31
2.2 KLASIFIKASI DATA

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

- Nyeri tempat operasi - Wajah tampak meringis saat nyeri


P : nyeri akibat pasca operasi timbul
Q : nyeri seperti tertekan - pasien tampak mengeluh kesakitan saat
R : di area abdomen (iliaka dextra) mobilisasi di tempat tidur
S : skala sedang (5) - TD: 120/90 mmHg
T : nyeri hilang timbul ≤ 3-5 menit N: 62 x/m
- Adanya luka operasi di perut bagian RR: 20 x/m
bawah S: 36.5 0C
- Merasa lelah dan terkadang merasa SPO2 : 95%
keram pada kedua kaki - Adanya pemasangan kateterisasi
- Belum BAB selama 3 hari suprapubik di area abdomen (iliaka
dextra)
- Adanya luka jahitan pasca operasi ≤ 5
cm
- Pasien tampak lemah
- Pasien hanya terbaring di tempat tidur
- Seluruh aktivitas dibantu orang lain
- Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan
ischemia : abnormal ECG
- Abdomen tampak kembung
- Bising usus 3x/menit

32
2.3 ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS : Px mengatakan
- Nyeri tempat operasi Agen Pencedera Fisik Nyeri Akut
P : nyeri akibat pasca operasi (D.0077 hal. 172)
Q : nyeri seperti tertekan
R : di area abdomen (iliaka
dextra)
S : skala sedang (5)
T : nyeri hilang timbul ≤ 3-5
menit

DO :
- Wajah tampak meringis saat
nyeri timbul
- pasien tampak mengeluh
kesakitan saat mobilisasi di
tempat tidur
- TD: 120/90 mmHg
N: 62 x/m
RR: 20 x/m
S: 36.5 0C
SPO2 : 95%
DS : pasien mengatakan Prosedur pasca operatif Gangguan Integritas Kulit
- Adanya luka operasi di perut (D.0129 hal. 282)
bagian bawah
DO :
- Adanya pemasangan
kateterisasi suprapubik di
area abdomen (iliaka dextra)
- Adanya luka jahitan pasca
operasi ≤ 5 cm

33
DS : Pasien mengatakan Kelemahan Intoleransi Aktivitas
- Merasa lelah dan terkadang (D.0056 hal. 128)
merasa keram pada kedua
kaki

DO :
- Pasien tampak lemah
- Seluruh aktivitas dibantu
orang lain
- Pasien hanya terbaring di
tempat tidur
- Hasil pemeriksaan EKG
menunjukkan ischemia :
abnormal ECG

DS : Pasien mengatakan Penurunan Motilitas Konstipasi


- Belum BAB selama 3 hari Gastrointestinal (D.0049 hal.113)

DO :
- Abdomen tampak kembung
Bising usus 3x/menit

2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik
2. Gangguan Integritas Kulit b.d Prosedur pasca operatif
3. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan
4. Konstipasi b.d Penurunan Motilitas Gastrointestinal

34
2.4 INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/tgl Waktu Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
(Tujuan, Kriteria Hasil)
1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik 1. Identifikasi karakteristik nyeri 1. Untuk mengetahui
Kamis, 09.00 WIT
2. Identifikasi respons nyeri non penyebab, kualitas, lokasi,
27/05/2021
Setelah dilakukan tindakan keperawatan verbal skala, dan lamanya waktu
3x24 jam diharapkan masalah nyeri akut 3. Identifikasi faktor yang saat nyeri dirasakan secara
dapat teratasi dengan kriteria hasil: memperberat dan memperingan berkala
1. Keluhan nyeri pada skala 3 (sedang) nyeri 2. perilaku nonverbal yang
ditingkatkan ke skala 5 (menurun) 4. Ajarkan teknik nonfarmakologis diamati sebagai respon
2. Ekspresi meringis dioptimalkan pada untuk mengurangi rasa nyeri nyeri seperti ekspresi
skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 5. Anjurkan teknik distraksi wajah, gemertak gigi, dll.
6. Kolaborasi pemberian analgesic 3. Agar dapat mengetahui
hal yang dapat
memperberat atau
memperingan rasa nyeri
4. Teknik nonfarmakologis
dapat menguran gi rasa
nyeri dan memberikan
kontrol diri ketika nyeri
timbul
5. teknik distraksi

35
merupakan salah satu
teknik pengalihan nyeri
6. Analgetik sebagai obat
penghilang nyeri
Kamis, 09.35 WIT 2. Gangguan Integritas Kulit b.d Prosedur 1. Periksa lokasi insisi adanya 1. untuk mengetahui keadaan
27/05/2021 pasca operatif kemerahan, bengkak, atau tanda- area insisi baik
tanda dehisen atau eviserasi kemerahan, bengkak,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Bersihkan area insisi dengan adalah tanda infeksi pada
3x24 jam diharapkan masalah gangguan pembersih yang tepat luka maupun terbukanya
integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria 3. Ganti balutan luka sesuai jadwal kembali jahitan luka
hasil: 4. Ajarkan meminimalkan tekanan operasi
1. Area luka operasi dari skala 3 (sedang) pada area insisi 2. pembersih luka yang tepat
dioptimalkan ke skala 5 (membaik) 5. Kolaborasi pemberian antibiotic, dapat mempercepat
2. Waktu penyembuhan dari skala 3 Jika perlu penyembuhan luka
(sedang) dioptimalkan ke skala 1 3. Agar keadaan luka tetap
(meningkat) bersih dan tidak
terkontaminasi
4. agar kondisi jahitan tetap
terjaga dan meminimalisir
kerusakan
5. untuk mengatasi infeksi

36
luka operasi akibat bakteri

11.55 WIT 3. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan 1. Untuk mengetahui bagian


Kamis, 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
tubuh penyebab kelelahan
27/05/2021 yang mengakibatkan kelelahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2. Untuk mengetahui area
2. Monitor lokasi dan
3x24 jam diharapkan masalah intoleransi
ketidaknyamanan pasien
ketidaknyamanan selama
aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil:
saat melakukan aktivitas
melakukan aktivitas
1. Keluhan lelah pada skala 3 (sedang)
3. Untuk meningkatkan
3. Lakukan latihan rentang gerak aktif
dioptimalkan ke skala 5 (menurun)
fungsi ekstremitas
dan/atau pasif
2. EKG iskemia 2 (cukup memburuk)
dan mencegah kontraktur
4. Anjurkan tirah baring
dioptimalkan ke skala 5 (membaik)
4. Untuk mengistirahatkan
5. Anjurkan melakukan aktivitas
atau meminimalkan fungsi
secara bertahap
semua sistem organ
5. Untuk memenuhi
kebutuhan gerak harian
secara bertahap
Kamis, 09.45 WIT 4. Konstipasi b.d Penurunan Motilitas 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui tanda
27/05/2021 Gastrointestinal konstipasi dan gejala konstipasi
2. Monitor peristaltic usus secara 2. Untuk mengetahui dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan teratur memantau aktivitas usus
3x24 jam diharapkan masalah gangguan 3. Lakukan masase abdomen, Jika atau perubahan peristaltic
konstipasi dapat teratasi dengan kriteria perlu usus

37
hasil: 4. Anjurkan diet tinggi serat 3. Masase abdomen dapat
1. Kontrol pengeluaran feses skala 1 5. Kolaborasi penggunaan obat menurunkan konstipasi
(menurun) ke skala 5 (meningkat) pencahar 4. Dapat merangsang
2. Frekuensi defekasi skala 1 (memburuk) peristaltic usus agar
menjadi skala 5 (membaik) pencernaan kembali
3. Peristaltik usus skala 2 (cukup normal
memburuk) menjadi skala 5 (membaik) 5. Obat pencahar dapat
mengatasi masalah
konstipasi

2.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

38
Hari/tgl No Jam Implementasi Hari I Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
Dx
Kamis, 1. 09.15 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri 20.10 S : Pasien mengatakan masih terasa
WIT WIT
27/05/2021 Hasil : P : nyeri akibat pasca operasi nyeri pada tempat operasi, rasa
Q : nyeri seperti tertekan nyeri masih sama
R : di area abdomen (iliaka dextra) O : Wajah pasien datar, tampak meringis
S : skala sedang (5) saat nyeri timbul
T : nyeri hilang timbul ≤ 3-5 menit P : nyeri akibat pasca operasi
09.25 2. Mengidentifikasi respons nyeri non verbal Q : nyeri seperti tertekan
WIT
Hasil : wajah pasien datar, tampak meringis R : di area abdomen (iliaka dextra)
saat nyeri timbul S : skala sedang (5)
3. Mengidentifikasi faktor yang memperberat T : nyeri hilang timbul ≤ 3-5 menit
10.00
WIT dan memperingan nyeri A : Masalah nyeri akut belum teratasi
Hasil : pasien mengatakan nyeri hilang P : Intervensi 3 dihentikan, 1,2,4,5,6
timbul tak menentu, bertambah saat dilanjutkan
mobilisasi di tempat tidur, dan berkurang 1. Identifikasi karakteristik nyeri
saat posisi tetap berbaring dengan posisi 2. Identifikasi respons nyeri non
supinasi verbal
11.05 4. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk 4. Pertahankan teknik
WIT
mengurangi rasa nyeri nonfarmakologis untuk
Hasil : menganjurkan pasien untuk relaksasi mengurangi rasa nyeri
napas dalam saat nyeri timbul, pasien 5. Pertahankan teknik distraksi

39
mengatakan lebih merasa legah dan nyaman 6. Kolaborasi pemberian analgesic
5. Menganjurkan teknik distraksi
11.40
WIT Hasil : menganjurkan pasien untuk
mendengar murratal untuk mengalihkan
rasa nyeri
6. Berkolaborasi pemberian 40nalgesic
17.00
WIT Hasil : inj. ketorolac 30 mg/3x1
Kamis, 2. 09.45 1. Memeriksa lokasi insisi adanya kemerahan, 20.15 S : -
WIT WIT
27/05/2021 bengkak, atau tanda-tanda dehisen atau
O : keadaan luka insisi baik, pasien
eviserasi
terpasang kateterisasi suprabubik.
Hasil : Luka insisi tidak tampak kemerahan,
A : Masalah gangguan integritas kulit
tidak bengkak dan tidak ada tanda dehisen
belum teratasi
(terbukanya kembali jahitan luka)
P : Intervensi 1,2,3,4,5
09.50 2. Membersihkan area insisi dengan pembersih
dilanjutkan
WIT
yang tepat
1. Periksa lokasi insisi adanya
10.00 Hasil : mahasiswa membantu perawat
kemerahan, bengkak, atau tanda-
WIT
melakukan perawatan luka insisi kateterisasi
tanda dehisen atau eviserasi
suprabupik menggunakan teknik aseptic dan
2. Bersihkan area insisi dengan
menggunakan NaCl maupun modern
pembersih yang tepat
dressing daryantul
3. Ganti balutan luka sesuai jadwal
3. Mengganti balutan luka sesuai jadwal
10.10 4. Pertahankan meminimalkan
WIT Hasil : balutan luka pasien diganti setiap

40
pagi tekanan pada area insisi
4. Mengajarkan meminimalkan tekanan pada 5. Kolaborasi pemberian antibiotic,
13.00 area insisi Jika perlu
WIT
Hasil : menganjurkan pasien tetap dalam
posisi supinasi/berbaring
5. Berkolaborasi pemberian antibiotic, Jika
17.05
WIT perlu
Hasil : Inj. Ceftriaxone 1 gr/2x1
Kamis, 3. 13.00 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh 20.00 S : Pasien mengatakan merasa lelah dan
WIT WIT
27/05/2021 yang mengakibatkan kelelahan sedikit keram pada kedua kaki
Hasil: adanya hasil rekaman EKG yang O : Pasien tampak lemah, hanya
menunjukkan abnormal ECG (iskemia) terbaring di tempat tidur, seluruh
13.18 2. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan aktivitas dibantu keluarga
WIT
selama melakukan aktivitas A : Masalah intoleransi aktivitas belum
Hasil : pasien tidak bisa terlalu banyak teratasi
bergerak, dikarenakan adanya pemasangan P : intervensi 1,2 dihentikan, 3,4,5
kateter suprapubik dilanjutkan
3. Melakukan latihan rentang gerak aktif 3. Lakukan latihan rentang gerak
13.40
WIT dan/atau pasif aktif dan/atau pasif
Hasil : melakukan latihan rentang gerak 4. Pertahankan tirah baring
pasif. Meminta pasien untuk mengangkat 5. Pertahankan melakukan aktivitas
kaki, menekuk kaki, menggerakkan jari-jari

41
kaki secara perlahan dan berulang secara secara bertahap
bergantian
4. Menganjurkan tirah baring
Hasil : pasien terbaring dengan posisi
15.00
WIT supinasi
5. Menganjurkan melakukan aktivitas secara
15.15 bertahap
WIT
Hasil : pasien belum bisa melakukan
aktivitas lain, dan hanya terbaring di tempat
tidur
Kamis, 4. 16.00 1. Memonitor tanda dan gejala konstipasi 19.30 S : Pasien mengatakan belum BAB
WIT WIT
27/05/2021 Hasil : pasien tidak BAB selama 3 hari, perut selama 3 hari, perut terasa penuh dan
tampak kembung. tidak nyaman
16.33
2. Memonitor peristaltic usus secara berkala O : Abdomen tampak kembung, pasien
WIT
Hasil : peristaltic usus menurun 3x/menit mengeluh tidak nyaman pada perut,
16.45
3. Melakukan masase abdomen pristaltik usus 3x/menit
WIT
Hasil : melakukan masase abdomen secara A : Masalah konstipasi belum teratasi
perlahan bagian atas karena adanya balutan P : Intervensi 1, 5 dihentikan, 2,3,4
luka insisi. pasien merasa penuh dan tidak dilanjutkan
nyaman pada area abdomen. 2. Monitor peristaltic usus secara
4. Menganjurkan diet tinggi serat berkala
17.10
Hasil : menganjurkan pasien untuk banyak 3. Lakukan masase abdomen, Jika

42
WIT mengkonsumsi buah papaya matang perlu
5. Berkolaborasi penggunaan obat pencahar 4. Pertahankan diet tinggi serat
Hasil : -
18.00
WIT

Hari/tgl No Jam Implementasi Hari II Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf


Dx
Jumat, 1. 08.19 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri 15.00 S : Pasien mengatakan nyeri masih

43
28/05/2021 WIT Hasil : P : nyeri akibat pasca operasi WIT sering timbul tetapi sedikit
Q : nyeri seperti perih berkurang, dan merasa lebih
R : di area abdomen (iliaka dextra) nyaman
S : skala sedang (4) O : Wajah pasien masih tampak
T : nyeri hilang timbul ≤ 2-3 menit meringis
2. Mengidentifikasi respons nyeri non verbal P : nyeri akibat pasca operasi
08.30
WIT Hasil : wajah pasien masih tampak meringis Q : nyeri seperti perih
saat nyeri timbul R : di area abdomen (iliaka dextra)
4. Mempertahankan teknik nonfarmakologis S : skala sedang (4)
09.14
untuk mengurangi rasa nyeri T : nyeri hilang timbul ≤ 2-3 menit
WIT
Hasil : pasien menarik napas dalam sesuai A : Masalah nyeri akut belum teratasi
anjuran setiap nyeri timbul, dan merasa P : Intervensi 1,2,4,5,6 dilanjutkan
lebih rileks dan nyaman 1. Identifikasi karakteristik nyeri
5. Mempertahankan teknik distraksi 2. Identifikasi respons nyeri non
09.17
WIT Hasil : pasien selalu mendengar murratal verbal
sesuai anjuran untuk mengalihkan rasa nyeri 4. Pertahankan teknik
6. Berkolaborasi pemberian 44nalgesic nonfarmakologis untuk
09.30
Hasil : inj. ketorolac 30 mg/3x1 mengurangi rasa nyeri
WIT
5. Pertahankan teknik distraksi
6. Kolaborasi pemberian analgesic
Jumat, 2. 08.22 1. Memeriksa lokasi insisi adanya kemerahan, 19.00 S : -
28/05/2021 WIT WIT
bengkak, atau tanda-tanda dehisen atau

44
eviserasi O : tidak ada tanda-tanda infeksi pada
Hasil : Luka insisi tidak tampak kemerahan, area luka insisi, tidak ada tanda
tidak bengkak dan tidak ada tanda dehisen dehisen, pasien masih terpasang
(terbukanya kembali jahitan luka) kateterisasi suprabubik.
2. Membersihkan area insisi dengan pembersih A : Masalah gangguan integritas kulit
08.40
yang tepat belum teratasi
WIT
Hasil : mahasiswa membantu perawat P : Intervensi 1 dihentikan, 2,3,4,5
melakukan perawatan luka insisi kateterisasi dilanjutkan
suprabupik menggunakan teknik aseptic dan 2. Bersihkan area insisi dengan
menggunakan NaCl maupun modern pembersih yang tepat
dressing daryantul 3. Ganti balutan luka sesuai jadwal
3. Mengganti balutan luka sesuai jadwal 4. Pertahankan meminimalkan
09.00
WIT Hasil : balutan luka pasien diganti setiap tekanan pada area insisi
pagi 5. Kolaborasi pemberian antibiotic,
11.09 4. Mempertahankan meminimalkan tekanan Jika perlu
WIT
pada area insisi
Hasil : pasien tetap dalam posisi
supinasi/berbaring
17.07 5. Berkolaborasi pemberian antibiotic, Jika
WIT
perlu
Hasil : Inj. Ceftriaxone 1 gr/2x1
Jumat, 3. 11.44 3. Melakukan latihan rentang gerak aktif 21.00 S : Pasien mengatakan merasa lelah

45
28/05/2021 WIT dan/atau pasif WIT
Hasil : melakukan latihan rentang gerak O : Pasien tampak lemah, hanya
pasif. Meminta pasien untuk mengangkat terbaring di tempat tidur
kaki, menekuk kaki, menggerakkan jari-jari A : Masalah intoleransi aktivitas belum
kaki secara perlahan dan berulang secara teratasi
bergantian seperti sebelumnya P : intervensi 3,4,5 dilanjutkan
13.00 4. Pertahankan tirah baring 3. Lakukan latihan rentang gerak
WIT
Hasil : pasien terbaring dengan posisi aktif dan/atau pasif
supinasi 4. Pertahankan tirah baring
5. Pertahankan melakukan aktivitas secara 5. Pertahankan melakukan aktivitas
13.08
WIT bertahap secara bertahap
Hasil : pasien belum bisa melakukan
aktivitas lain, dan hanya terbaring di tempat
tidur
Jumat, 4. 13.12 2. Memonitor peristaltic usus secara berkala 20.2 S : pasien mengeluh belum BAB selama
28/05/2021 WIT 0
Hasil : peristaltic usus 4x/menit 4 hari walaupun sudah makan buah
WIT
18.00 3. Melakukan masase abdomen O : pasien tampak tidak nyaman,
WIT
Hasil : melakukan masase abdomen secara peristaltic usus 4x/menit
perlahan bagian atas karena adanya balutan A : Masalah konstipasi belum teratasi
luka insisi. pasien merasa penuh dan tidak P : intervensi 2,3,4 dilanjutkan
nyaman pada area abdomen. 2. Monitor peristaltic usus secara
20.12

46
WIT 4. Mempertahankan diet tinggi serat berkala
Hasil : pasien mengatakan telah 3. Lakukan masase abdomen, Jika
mengkonsumsi papaya setelah makan siang perlu
4. Pertahankan diet tinggi serat

Hari/tgl No Jam Implementasi Hari III Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
Dx
Sabtu, 1. 10.15 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri 21.20 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
29/05/2021 WIT WIT
Hasil : P : nyeri akibat pasca operasi O : ekspresi meringis berkurang, pasien

47
Q : nyeri seperti perih tampak lebih rileks dan nyaman
R : di area abdomen (iliaka dextra) P : nyeri akibat pasca operasi
S : skala sedang (3) Q : nyeri seperti perih
T : nyeri hilang timbul ≤ 2-3 menit R : di area abdomen (iliaka dextra)
10.33
WIT 2. Mengidentifikasi respons nyeri non verbal S : skala sedang (2)
Hasil : ekspresi meringis tampak berkurang T : nyeri hilang timbul ≤ 1-2 menit
13.40
WIT 4. Mempertahankan teknik nonfarmakologis A : Masalah nyeri akut teratasi
untuk mengurangi rasa nyeri P : Intervensi dihentikan, pasien pulang
Hasil : pasien menarik napas dalam sesuai atas intruksi dokter
anjuran setiap nyeri timbul, dan merasa
lebih rileks dan nyaman
14.00
5. Mempertahankan teknik distraksi
WIT
Hasil : pasien selalu mendengar murratal
sesuai anjuran
16.50
WIT 6. Berkolaborasi pemberian analgesik
Hasil : inj. ketorolac 30 mg/3x1

Sabtu, 2. 09.05 2. Membersihkan area insisi dengan pembersih 21.23 S : -


29/05/2021 WIT WIT
yang tepat
O : tidak ada tanda-tanda infeksi pada
Hasil : mahasiswa membantu perawat
area luka insisi, tidak ada tanda
melakukan perawatan luka insisi
dehisen, pasien masih terpasang

48
kateterisasi suprabupik menggunakan kateterisasi suprabubik.
teknik aseptic dan menggunakan NaCl A : Masalah gangguan integritas kulit
maupun modern dressing daryantul belum teratasi
3. Mengganti balutan luka sesuai jadwal P : Intervensi dihentikan, pasien pulang
09.20
WIT Hasil : balutan luka pasien diganti setiap atas intruksi dokter
pagi
09.25 4. Mempertahankan meminimalkan tekanan
WIT
pada area insisi
Hasil : pasien tetap dalam posisi
supinasi/berbaring
10.00 6. Berkolaborasi pemberian antibiotic, Jika
WIT
perlu
Hasil : Inj. Ceftriaxone 1 gr/2x1
Sabtu, 3. 11.25 3. Melakukan latihan rentang gerak aktif 21.40 S : Pasien mengatakan merasa lebih
29/05/2021 WIT WIT
dan/atau pasif baik dari sebelumnya
Hasil : pasien bisa mengangkat kaki, O : Pasien tampak lebih baik,
menekuk kaki, menggerakkan jari-jari kaki kelemahan berkurang, tetapi masih
secara perlahan dan berulang secara terbaring di tempat tidur tanpa
bergantian. melakukan aktivitas lain, seluruh
4. Pertahankan tirah baring aktivitas dibantu keluarga
12.00
Hasil : pasien masih tetap terbaring dengan A : masalah intoleransi belum teratasi
WIT

49
posisi supinasi P : intervensi dihentikan, pasien pulang
5. Pertahankan melakukan aktivitas secara atas intruksi dokter
13.10
WIT bertahap
Hasil : pasien belum bisa melakukan
aktivitas lain, dan hanya terbaring di tempat
tidur
Sabtu, 4. 14.16 2. Memonitor peristaltic usus secara berkala 21.33 S : Pasien mengatakan sudah BAB,
29/05/2021 WIT WIT
Hasil : peristaltic usus 6x/menit feses tidak keras, warna kuning
15.19 3. Melakukan masase abdomen kecoklatan. anak pasien mengatakan
WIT
Hasil : melakukan masase abdomen secara bahwa pasien menggunakan pempers
perlahan bagian atas karena adanya balutan O : pasien tampak lebih nyaman,
luka insisi. pasien merasa penuh dan tidak abdomen kembung (-), peristaltic
nyaman pada area abdomen. usus 6x/menit
4. Mempertahankan diet tinggi serat A : masalah konstipasi teratasi
16.55
WIT Hasil : pasien mengatakan selalu P : Intervensi dihentikan, pasien pulang
mengkonsumsi papaya setelah makan atas intruksi dokter

BAB III
LITERATUR RIVIEW

Judul/Penulis/Tahun Desain Sampel Variabel Intervensi Analisis Hasil Penelitian


50
The Effect of Kegel Metode 32 - Variabel Latihan kegel sebagai terapi Hasil penelitian
Exercise on the Quality Kuantitatif responden bebas : pertama dalam mengatasi - menunjukkan bahwa:
of Life in Post Turp True senam kegel inkontinensia urine dan untuk senam kegel
Patients at Eksperimen - Variabel meningkatkan kualitas hidup. meningkatkan kualitas
Muhammadiyah Pre-Post terikat : skor hidup dengan
Hospital. Test kualitas tingkat signifikan
(Pengaruh Latihan Control hidup p=0,045. Olahraga
Kegel Terhadap Group kegel dapat
Kualitas Hidup Pasien Design membangun massa otot
Post TURP di RS pubococcygeus,
Muhammadiyah) meningkatkan sirkulasi
darah, dan
(Purwanto, et al., 2021) meningkatkan
bulbocavernosus,
sehingga mengurangi
inkontinensia urine.
Latihan Kegel Exercise ceramah 30 - Variabel Pada tahap pelaksanaan kegiatan, latihan kegel exercise
Efektif untuk Mengatasi diskusi dan responden bebas : penyuluh bekerjasama dengan - efektif untuk mengatasi
Inkotinensa Urin pada tanya jawab senam kegel kepala ruangan untuk inkontinensia urin pada
Pasien Post Operasi pre dan post - Variabel Memberikan informasi tentang klien post operasi
Prostatectomy. test terikat : kegiatan yang akan dilaksanakan prostatectomy di RSI
mengatasi kepada pasien post operasi Jemursari Surabaya
(Sari Ratna, et al., inkontinensi prostatectomy. Kegiatan dapat meningkatkan
2020) a urine penyuluhan dilaksanakan di kamar pengetahuan pasien
dan pasien berada pada bed mulai dari pemahaman
masing-masing. Sebelum pasien tentang kondisi
dilaksanakan kegiatan dilakukan inkontinensia urin
pengisisan identitas diri dan pretest sampai cara melakukan
terlebih dahulu terkait dengan latihan kegel exercise.
pengetahuan tentang inkontinensia
urin dan latihan kegel exercise.
Setelah dilakukan pre-test peserta

51
dibagikan materi IPTEK yang
sudah disediakan dengan berupa
media leafleat dan video yang
diberikan kepada masing-masing
pasien post operasi prostatectomy
sebelum dijelaskan oleh pemateri.
Kegiatan pelaksanaan penyuluhan
oleh tim pengabdi dilakukan
dengan estimasi waktu ± 30-40
menit dengan menyampaikan
materi inkontinensia urin mulai
dari pengertian sampai terapi dan
materi latihan kegel exercise mulai
dari pengertian sampai tahap
melaksanakan praktik secara tidak
langsung
menggunakan visualisasi video
tahapan gerakan latihan kegel
exercise. Setelah kegiatan
penyuluhan diadakan sesi diskusi
dan post-test, dengan menanyakan
atau meriview kembali
materi yang telah diberikan untuk
melihat seberapa pemahaman atau
penyerapan materi
penyuluhan yang telah diberikan.

Efektivitas Delay quasy 33 - Variabel Dari hasil rata-rata waktu BAK pada Hasil penelitian
Urination Dengan eksperiment responden bebas : kelompok delay urination didapatkan - ini menunjukkan adanya
Keagle Exercise dengan delay hasil yaitu sebesar 46,82 menit, selisih rerata waktu BAK
Terhadap Respon rancangan urination sedangkan pada kelompok yang pada responden yang
dilakukan delay urination dengan dilakukan delay urination
Berkemih Pasca post test dengan
keagle exercise didapatkan hasil yaitu dengan keagle exercise

52
Kateterisasi Urine Di only control kegel sebesar 56,79 menit. Perbedaan selisih maupun responden yang
RSUD Ambarawa . group exercise waktu BAK yang dilakukan delay dilakukan delay urination
design - Variabel urination dan delay urination di RSUD Ambarawa,
(Mulyani, et al.,2016) terikat : dengan keagle exercise adalah 9,97 dengan diperoleh nilai ρ-
menit sehingga dapat disimpulkan value 0,002 karena nilai ρ
respon
bahwa delay urination dengan keagle < 0,05 dapat disimpulkan
berkemih exercise lebih efektif dalam menahan bahwa latihan delay
berkemih pada pasien pasca urination dengan keagle
kateterisasi urine. exercise lebih efektif
daripada latihan delay
urination.

ANALISIS PICOT

Judul/Penulis/Tahun Population Intervention Comparation Outcome Time


The Effect of Kegel Populasi dalam Latihan kegel sebagai terapi Senam kegel sudah Februari
Exercise on the Quality of penelitian ini pertama dalam mengatasi _ terbukti meningkatkan hingga Juni

53
Life in Post Turp Patients adalah klien post inkontinensia urine dan untuk kualitas hidup klien 2018
at Muhammadiyah TURP yang meningkatkan kualitas hidup. pasca TURP di Poli
Hospital. kembali kontrol Urologi RS
(Pengaruh Latihan Kegel di poli urologi Muhammadiyah
Terhadap Kualitas Hidup RS Lamongan. Perawat
Pasien Post TURP di RS Muhammadiyah rumah sakit diharapkan
Muhammadiyah) Lamongan dapat menggunakan
sebanyak 162 intervensi Latihan kegel
(Purwanto, et al., 2021) orang sebagai terapi pertama
Sampel : 32 dalam mengatasi
responden inkontinensia urine dan
untuk meningkatkan
kualitas hidup.
Latihan Kegel Exercise Seluruh pasien Pada tahap pelaksanaan pelatihan kegel exercise kegitan
Efektif untuk Mengatasi dengan masalah kegiatan, penyuluh secara praktik tidak berlangsung
Inkotinensa Urin pada inkontinensia bekerjasama dengan kepala _ langsung menggunakan selama kurun
Pasien Post Operasi urine post ruangan untuk memberikan visualisasi video selama waktu ± 30-
Prostatectomy. operasi informasi tentang kegiatan penyuluhan untuk 40 menit
Prostatectomy yang akan dilaksanakan media pembelajaran selama bulan
(Sari Ratna, et al., 2020) RSI Jemursari kepada pasien post operasi sangat disenangi oleh Agustus 2019
Surabaya prostatectomy. Kegiatan pasien karena bisa
Sampel: 30 penyuluhan dilaksanakan di diulang dan
responden kamar dan pasien berada pada dipraktikkan secara
bed masing-masing. Sebelum mandiri dirumah yang
dilaksanakan kegiatan bermanfaat untuk
dilakukan pengisisan identitas mencegah dan
diri dan pretest terlebih mengatasi masalah
dahulu terkait dengan inkontinensia urin post
pengetahuan tentang operasi
inkontinensia urin dan latihan prostatectomy.
kegel exercise. Setelah
dilakukan pre-test peserta

54
dibagikan materi IPTEK yang
sudah disediakan dengan
berupa media leafleat dan
video yang diberikan kepada
masing-masing pasien post
operasi prostatectomy
sebelum dijelaskan oleh
pemateri. Kegiatan
pelaksanaan penyuluhan oleh
tim pengabdi dilakukan
dengan estimasi waktu ± 30-
40 menit dengan
menyampaikan materi
inkontinensia urin mulai dari
pengertian sampai terapi dan
materi latihan kegel exercise
mulai dari pengertian sampai
tahap melaksanakan praktik
secara tidak langsung
menggunakan visualisasi
video tahapan gerakan latihan
kegel exercise. Setelah
kegiatan penyuluhan
diadakan sesi diskusi dan
post-test, dengan menanyakan
atau meriview kembali materi
yang telah diberikan untuk
melihat seberapa pemahaman
atau penyerapan materi
penyuluhan yang telah
diberikan.
Efektivitas Delay Populasi dalam Dari hasil rata-rata waktu BAK Dalam penelitian ini Terdapat perbedaan Januari-

55
Urination Dengan Keagle penelitian ini pada kelompok delay urination kelompok pertama efektifitas respon November
Exercise pasien yang didapatkan hasil yaitu sebesar merupakan kelompok berkemih pasca 2015
Terhadap Respon terpasang kateter 46,82 menit, sedangkan pada perlakuan delay kateterisasi urine antara
Berkemih Pasca di RSUD kelompok yang dilakukan delay urination dengan responden yang hanya
Efektivitas delay urination dengan keagle keagle exercise. dilatih delay
Kateterisasi Urine Di
urination dengan exercise didapatkan hasil yaitu Kelompok kedua urination dan responden
RSUD Ambarawa . keagle exercise sebesar 56,79 menit. Perbedaan merupakan kelompok yang dilatih delay
terhadap selisih waktu BAK yang delay urination yang urination dengan keagle
(Mulyani, et al.,2016) Ambarawa. dilakukan delay urination dan berfungsi sebagai exercise. Hal ini
Jumlah populasi delay urination kelompok dikarenakan adanya
pada bulan dengan keagle exercise adalah pembanding/pengontrol perbedaan rerata yaitu
Januari 9,97 menit sehingga dapat . 9,97 menit sehingga dapat
sampai bulan disimpulkan bahwa delay disimpulkan bahwa delay
November tahun urination dengan keagle urination dengan keagle
2015 sebanyak exercise lebih efektif dalam exercise terbukti lebih
556 pasien, menahan berkemih pada pasien efektif karena lebih
dengan rata-rata pasca kateterisasi urine. lama dalam menahan
perbulan waktu BAK
sebanyak
50 pasien
sehingga jumlah
sampel yang
digunakan dalam
penelitian ini
masing-masing
kelompok
sebanyak 33
responden.

56
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah menguraikan asuhan keperawatan pada pasien rawat inap dengan masalah
Post operasi cystostomy (kateterisasi suprapubik) ddapatkan data bahwa Tn. S
mempunyai dengan keluhan nyeri tempat operasi dengan skala nyeri sedang (5), dan
belum BAB selama 3 hari. Adanya luka jahitan pasca operasi di bagian abdomen iliaka
dextra, pasien hanya terbaring di tempat tidur sehingga masalah keperawatan yang
diangkat adalah nyeri akut, gangguan integritas kulit, konstipasi, dan intoleransi
aktivitas. pasien diberikan intervensi dan implementasi keperawatan selama 3 hari,
mulai dari tindakan observasi, mandiri perawat, edukasi dan kolaborasi mengenai kontrol
infeksi dengan pemberian antibiotic, pemberian analgesic terapi lainnya untuk mengatasi
keempat masalah tersebut. Evaluasi keperawatan setelah dilakukan tindakan selama 24
jam selama 3 hari didapatkan masalah nyeri teratasi yang berkurang dari skala (5)
menjadi skala (2), konstipasi teratasi dengan peninjauan frekuensi BAB, Masalah teratasi
pada hari ke-3 pasien pulang.

4.2 Saran
Salah satu pencetus terjadinya BPH yang mengakibatkan gejala ketidaknormalan
eliminasi urine adalah berhubungan dengan pola hidup sehari-hari, oleh sebab itu perlu
adanya Health-Education secara dini kepada masayarakat terkait penyebab, sehingga
masalah utama yang ditakutkan pada umumnya untuk masalah infeksi yang berhubungan
dengan resistensi antibiotic, pembedahan, dapat diminimalisir untuk menghindari infeksi
lebih lanjut maupun komplikasi yang lebih parah.

57
DAFTAR PUSTAKA

Daryanto & Budaya.(2019). A to Z BPH (Benign Prostatic Hyperplasia). Cetakan Pertama.


Penerbit UB Press: Malang
Duarsa.(2020). Luts, Prostatitis, BPH dan Kanker Prostat, Peran Inflamasi dan Tata
Laksana. Penerbit dan Percetakan UNAIR: Surabaya
Gardjito W. (2010). Retensi Urin Permasalahan dan Penatalaksanaannya. Jurnal Urologi
Indonesia; 4(2): 18-26.
Haryono.(2012). Keperawatan medical bedah system perkemihan.Yogyakarta :rapha
publishing
Risnawati.(2021). Modul Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Perkemihan dan Sistem
Musculoskeletal). Penerbit Media Sains Indonesia: Bandung-Jawa Barat
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia
Zachariah & Scott. (2020). Kateterisasi Uretra Proksimal yang Tidak Sengaja dan Inflasi
Balon yang Menyebabkan Cedera Uretra Selama Pertukaran Suprapubik Sistotomi.
DOI: 10.1002/emp2.12059. Jacep Open 2020;1:798-800.

58
59

Anda mungkin juga menyukai