Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BPH

OLEH KELOMPOK 2

1. JESLIAN CRISYONI ZALUKHU (032019001)


2. JEKO LUMBAN GAOL (032019024)
3. PRETTY YEYEN GULO (032019026)
4. VINI DESTRIA N TELAUMBANUA (032019088)
5. MONALISA LUBIS (032019074)
6. MELLISA AUGERETHA SIMANJUNTAK (032019059)

Dosen Pembimbing : Sr.Imelda Derang, S.Kep., Ns., M.Kep

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN

T.A 2021/2022

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Berkat dan
KaruniaNya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam
makalah ini kami membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan BPH ”.
Sehinga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga dengan adanya makalah ini, dapat
berguna bagi pembaca dalam proses pembelajaran dan untuk menambah wawasan kita semua.
Kami juga berterima kasih kepada dosen kami Sr.Imelda Derang sebagai dosen mata
kuliah “Keperawatan Medikal Bedah (KMB 2)” yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini dan kami juga berterima kasih kepada teman-teman yang telah
mendukung kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa banyak kekurangan pada makalah ini, oleh karena itu kami
meminta kepada pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang dapat membangun makalah
ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2021

KELOMPOK 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………………………1

1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………2

1.3 TUJUAN ………………………………………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 DEFENISI……………………………………………………………………………..3

2.2 ETIOLOGI………………………………………………………………………….…3

2.3 PATOFISIOLOGI………………………………………………………………….….4

2.4 TANDA DAN GEJALA ………………………………………………………….…..5

2.5 PEMERIKSAAN DIGNOSTIK………………………………………………………6

2.6 KOMPLIKASI………………………………………………………………………...6

2.7 PENANGANAN DAN PROGNOSIS………………………………………………...7

2.8 PROSES KEPERAWATAN…………………………………………………………..7

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN ………………………………………………………………………..8

3.2 SARAN………………………………………………………………………………...8

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Taufan (2011) Pembesaran jinak kelenjar prostat yang disebabkan karena
hyperplasia beberapa/semua komponen prostat.MenurutTanto (2014) Hiperplasia prostat
jinak (benign prostate hyperplasia-BPH)merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi
pada laki-laki. Insidennyaterkait pertambahan usia, prevelensi yang meningkat dari 20 %
pada laki-lakiberusia 41-50 tahun menjadi lebih dari 90% pada laki-laki berusia lebih dari80
tahun.
Salah satu tindakan dilakukan dalam penanganan BPH adalah dengan melakukan
pembedahan terbuka atau bisa disebut open prostatectomi,tindakan dilakukan dengan cara
melakukan sayatan pada perut bagian bawahsampai simpai prostat tanpa membuka kandung
kemih kemudian dilakukanpengangkatan prostat yang mengalami pembesaran.Di Indonesia
BPH menjadi penyakit urutan ke dua setelah penyakitbatu saluran kemih lainnya, dan secara
umumdiperkirakan hampir 50% priaIndonesia menderita BPH, jika dilihat dari 200 juta lebih
rakyat Indonesiamaka dapat di perkirakan sekitar 2,5 juta pria yang berumur lebih dari
60tahun menderita BPH.Serta penyakit ini perlu diwaspadaikarena bila tidak segera
ditangani dapat mengganganggu sistem perkemihan, efek jangka panjang yang timbul adalah
retensi urine akut, refluks kandung kemih,hidroureter, dan urinari tract infection.

Penyebab terbentuknya Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) hingga sekarang belum


diketahui penyebab pastinya seperti apa.tetapi beberapa hipotesis menyebutkan
bahwaBenigna Prostate Hyperplasia (BPH) erat kaitannya dengan peningkatan
kadardihidrotesteron (DHT) dan proses aging (penuaan). Pembesaranprostate
mengakibatkan perangsangan pada kandungan kemih atau vesika, sehinggavesika sering
berkontraksi meskipun belum penuh. Adanya pengangkatan jaringanprostate lewat uretra
menggunakan resektroskop Transurethral Resection Of Prostate(TUR-P) akan menimbulkan
respon nyeri saat buang air kecil dan dapat mengakibatkankomplikasi yang lebih parah
seperti gagal ginjal akibat terjadinya aliran balik ke ginjal.Selain itu juga bisa menimbulkan
peradangan perut akibat terjadinya infeksi padakandung kemih.

Metode dan teknik yang jalankan perawat dalam upaya untuk mengatasi nyeri antara
lain dengan memangkasaspek yang menimbilkan rasa nyeri, alterasi stimulusnyeri dengan
memanfaatkan cara distraksi, cara relaksasi menyarankan klien untuk tariknafas dalam dan
menghembuskan dengan perlahan-lahan, melepas otot-otot ditangan,ekstremitas bawah,
abdomen dan punggungnya, dan juga meniru hal yang serupa sambilterus berkontraksi
sampai klien merasakan kenyamanan, ayem, dan rileksasi. suatu cara untuk menangani
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah denganmelakukan tindakan operasi terbuka atau
dapat disebut dengan open dengan melakukantindakan operasi terbuka atau dapat disebut
dengan open prostatectomy, tindakan yangdilakukan adalah dengan cara memberikan
sayatan pada bagian perut yang bawahsampai prostate tanpa membuka kandung kemih
selanjutnya akan dilakukan pengangkatan jaringan prostate lewat uretra dengan
menggunakan resektroskop yangterjadi pembesaran .

1.2 Rumusan Masalah


Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Benigna Prostate
Hyperplasia (BPH)
1.3 Tujuan
- Tujuan umum :
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Benigna Prostate
Hyperplasia (BPH)
- Tujuan khusus:
1. Mampu melaksanakan pengkajian dengan klien yang mengalami BenignaProstate
Hyperplasia (BPH)
2. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan degan klien yang mengalami
BenignaProstate Hyperplasia (BPH)
3. Mampu membuat perencanaan dengan klien yang mengalami Benigna
ProstateHyperplasia (BPH)
4. Mampu membuat tindakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalamiBenigna
Prostate Hyperplasia (BPH)
5. Mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien yang mengalamiBenigna
Prostate Hyperplasia (BPH)
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINI

Menurut Taufan (2011) Pembesaran jinak kelenjar prostat yang disebabkan karena
hyperplasia beberapa/semua komponen prostat.

Menurut Tanto (2014) Hiperplasia prostat jinak (benign prostate hyperplasia-BPH)


merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki. Insidennya terkait pertambahan
usia, prevelensi yang meningkat dari 20 % pada laki-laki berusia 41-50 tahun menjadi lebih dari
90% pada laki-laki berusia lebih dari 80 tahun.

2.2. ETIOLOGI

Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) hingga sampai sekarang masih belum ditemukan
juga kejelasan penyebabnya, beberapa hipotesis menyatakan bahwa gangguan ini juga
berhubungan dengan meningkanya kadar dihidrotesteron.

Etiologi Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) sebagai berikut :

1. Peningkatan DKT (Dehidrotestosteron)

Meningkat hingga 5 alfa reduktase dan resopte androgen nanti bisa mengakibatkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostate menjadi hyperplasia. Ketidakseimbangan estrogen dan
testosterone Ketidakseimbangan tersebut terjadi dikarenakan proses degeneratif. Pada proses
penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan hormone testosteron.
Hal tersebut yang memicu terjadinya hyperplasia stroma pada prostae.

2. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostate

Meningkatnya kadar epidermal growth faktor atau fibroblast growth faktor dan
menurunnyatransforming growh faktor beta menimbulkan hyperplasia stroma dan epitel,
nantinya akan terjadi penyebab Benigna Prostate Hyperplasia (BPH).

3. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)

Peningkatan estrogen akan mengakibatkan lama hidup stroma meningkat dan epitel dari
kelenjar prostate.

4. Teori sistem sel

Peningkatan dari sel sistem akan menyebabkan proliferasi sel transit dan mengacu
terjadinya Benigna Prostate Hyperplasia(BPH).
2.3 PATOFISIOLOGI

Menurut Tanto (2014) kelenjar prostat terletak dibawah kandungkemih dan tembus oleh
uretra.kelenjar ini dibagi empat zona yaitu zona perifer, sentral, stoma fibromuskularis anterior,
dan transsisional, yang disebut dengan benign prostat obstruksi (BPO). Gejala klinis yang timbul
terbagi atas dua jenis yaitu gejala obstruksi dan gejala iritasi, gejala obstruksi timbul akibat
sumbatan secara langsung akibat uretra, gejalairitatif terjadi sekunder pada kandung kemih
sebagai respon meningkatkan resitensi pengeluaran dan pengosongan yang tidak sempurna
menyebakan ransangan pada kandung kemih berkontraksi pada kondisi belum penuh.

PATHWAY BPH
Etiologi

Penuaan
Mesenkim sinus
Perubahan keseimbangan uragential
testo sterone + estrogen
Mitroutoma : trauma, Kebangkitan/
ejakulasi, infeksi Prod Testosteron | reawakening

| stimulasi sel stroma yang BPH Berproliferasi


Dipengaruhi GH

Pre Operasi Pos operasi

Terjadi kompresi utera TURP. Prostatektomi

Folley cateter
| resistensi leher V.U dan Kerusakan muk Penekanan serabut- Trauma bekas
daerah V.U uregenital serabut syaraf insisi
Obstruksi oleh
| ketebalan otot Dekstrusor (fase jendolan darah
kompensasi) post OP
Nyeri
Terbentuknya sakula/
MK : resiko
trabekula MK : MK : Injury
intoleransi gangguan rasa pendarahan
Kelemahan otot Dekstrusor aktivitas nyaman nyeri

Penurunan
| Kemampuam fungsi pertahanan tubuh
V.U

Refluk urin Residu urin


berlebihan

Hidronefrosis Media pertumbuhan MK : resiko


kuman terjadi infeksi

MK : gamgguan eliminasi
Urin : retensi urin
Pada banyak pasien dengan BPH (Benign prostatic hyperplasia) bahwa penyebab pasti
belum diketahui secara pasti, tapi yang beresiko usia diatas 50 tahun, kelenjar prostatnya
membesar, memanjang keatas dan kedalam kandungan kemih dan menyumbat aliran urine
dengan menutupi orifisium urethra. Penyebab pasti tidak diketahui tetapi bukti-bukti selalu
menunjukkan bahwa aktifitas hormone menyebabkan hyperplasia jaringan penyanggang stormal
dan elemen glandula prostat. Pada orangtua kelenjar disekitar uretra mengalami pembesaran dan
pertumbuhan yang berangsung-angsung akan menekan jaringan disekitarnya. Banyak teori yang
dikemukakan tentang BPH tetapi pada akhirnya ditemukan bahwa terjadi pada orangtua dan di
sertai peningkatan dihydrotertoron (DHT) yang merupakan produksi dari androgen. DHT bukan
hormone testoteron, diproduksi untuk pertumbuhan jaringan prostate.

Akibat peningkatan DHT alpa reduktase mempercepat hyperplasia jaringan prostate.


Lobus yang membesar dapat menyumbat urethra dengan demikian pengeluaran urine tidak
komplit atau retensi urine. Akibatnya terjadi dilatasi urether (Hidrourether) dan ginjal
(Hidrorephosis), secara bertahap. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat statis urine, dimana
sebagian urine tetap berada didalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media bagi organism
infektif yang berkembang.

2.4 TANDA DAN GEJALA

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma
Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

a. Gejala Obstruktif yaitu :

1. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang
disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.

2. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan


otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.

3. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

4. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu
untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

5. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

b. Gejala Iritasi yaitu :

1. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

2. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
(Nocturia) dan pada siang hari.

3. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.


2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain yaitu :

a. Anamnesa

Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain:
hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi
disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.

b. Pemeriksaan Fisik

- Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada
keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis
sampai syok - septik.

- Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya


hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan
menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi.
Perkusidilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.

- Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra,
karsinoma maupun fimosis.

- Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis

- Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim
persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat
dari BPH, yaitu :

1. Derajat I = beratnya 20 gram.

2. Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.

3. Derajat III = beratnya 40 gram.

c. Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk
memperoleh data dasar keadaan umum klien.

- Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.

- PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.

d. Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin
dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :

1) Flow rate maksimal 15 ml / dtk = non obstruktif.

2) Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.

3) Flow rate maksimal 10 ml / dtk = obstruktif.

e. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik


1) BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.

2) USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat
juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal,
transuretral dan supra pubik.

3) IVP (Pyelografi Intravena) Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya
hidronefrosis.

4) Pemeriksaan Panendoskop Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli

2.6 KOMPLIKASI

Komplikasi Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) meliputi :

a). Aterosclerosis

b). Infark jantung

c). Impoten

d). Haemoragik post operasi

e). Fistula

f). Struktur pasca operasi dan inconentia urin

g). Infeksi

h) Retensi kronis mampu menimbulkan refluks vesikoureter, hidroureter, hidhronefrosis dan


kegagalan ginjal.

i) Prosedur rusaknya ginjal diperburuk jika terdapat infeksi saat miksi.

j) Penimbunan sisa produksi urin mengakibatkan terbentuknya batu

2.7 PENANGANAN DAN PROGNOSIS

1. PENANGANAN

Penanganan tergantung pada beberapa faktor, antara lain :

1. Ukuran prostat
2. Usia
3. Kesehatan secara keseluruhan
4. Derajat ketidak nyamanan atau gangguan yang di alami

Penanganan BPH sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penanganan BPH
dengan gejala ringan biasanya cukup dengan obat-obatan dan perubahan gaya hidup dan
penanganan BPH dengan gejala sedang hingga parah dengan bedah invasif minimal

2. PROGNOSIS

Prognosis pada benign prostatic hyperplasia umumnya baik. Pasien-pasien dengan lower
urinary tract symptoms (LUTS) berkepanjangan dapat berisiko mengalami glaukoma (10%)
serta disfungsi ereksi dan ejakulasi. Pilihan terapi yang tepat sesuai kondisi klinis pasien sangat
penting dalam menentukan progresifitas benign prostatic hyperplasia. Sebanyak 10% pasien
dengan benign prostatic hyperplasia juga dapat mengalami kekambuhan meskipun telah
dilakukan reseksi prostat.

2.8 PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Data objektif mencakup :

1) Riwayat adanya infeksi saluran kemih kronis, obstruksi sebelumnya.

2) Menngeluh nyeri akut, berat, nyeri kholik

3) Penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh, rasas terbakar, dan

dorangan berkemih.

4) Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen.

5) Riwayat diit tinggi purin, kalsium oksalat, dan/atau fosfat.

6) Tidak minum air dengan cukup.

b. Data obyektif meliputi :

- Peningkatan tekanan darah dan nadi - Kulit pucat - Oliguria,hematuria - Perubahan pola
berkemih- Distensi abdominal, penurunan atau tidak ada bising usus - Muntah. - Nyeri tekan
pada arae ginjal saat dipalpasi.

c. Riwayat penyakit sekarang

- Penurunan haluaran urin. - Kandung kemih, rasa terbakar- Dorongan berkemih, mual/muntah -
Nyeri abdomen - Nyeri punggung - Nyeri panggul - Kolik ginjal - Kolik uretra - Nyeri waktu
kencing - Lamanya nyeri - Demam.

d. Riwayat penyakit yang lalu

- Riwayat adanya ISK kronis - Obstruksi sebelumnya - Riwayat kolik ginjal/ bleder tanpa batu
yanng keluar - Riwayat trauma saluran kemih.

e. Riwayat penyakit keluarga

- Riwayat adanya ISK kronis - Penyakit atau kelainan gagal ginjal lainnya.

f. Pemeriksaan fisik

- Aktivitas – Sirkulasi – Eliminasi - Makanan/ cairan.

g. Test diagnostik

- Urinalisis - Urine kultur (infeksi, hematuri, kristal) - Radiografi (Computed Tomografi Scan,
IVP (Intra Venous Pylogram) – Endoscopi – Cystocopy – Ureteroscopy – Nephroscopy
Laboratorium(tes kimia serum; identifikasi kalsium, phospate, oksalat, cystin, fungsi renal ;
darah lengkap, urine 24 jam, ekskresi phospate, kalsium, asam urat, kreatinin, dan analisa batu
(komposisi batu)
i. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap batu ginjal

Tujuan : Nyeri berkurang/ hilang sampai terkontrol

Kriteria hasil : Nampak rileks, pasien dapat tidur/ istirahat dengan tepat.

Intervensi keperawatan

Intervensi Rasional
Mengobservasi nyeri. Menentukan kualitas nyeri pasien.

Jelaskan hal-hal yang dapat Meningkatkan kewaspadaan pasien


memperparah nyeri
Ajarkan teknik relaksasi maupun Cara untuk mengontrol nyeri.
distraksi.
Kolaborasi pemberian analgetik. Mengurangi nyeri

b. Gangguan eliminasi urin berhubunngan dengan obstruksi mekanik dan iritasi ginjal/eretral.

Tujuan : Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya.

Kriteria hasil : Tidak mengalami tanda obstruksi.

Intervensi keperawatan

intervensi Rasional
Awasi pengeluaran dan Memberikan informasi tentang fungsi ginjal
pemasukan urin dan adnya komplikasi
Tentukan pola berkemih pasien Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas
dan perhatikan variasi. saraf, yang menyebabkan sensasi
kebutuhan berkemih segera
Dorong pemasukan cairan Peningkatan hidrasi membilas bakteri,
darah, dan debris dan dapat membantu
lewatnya batu
Periksa urin pasien Penemuan batu memungkinkan identifikasi
tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi.
Awasi pemeriksaan laboratorium, Peningkatan BUN, kreatinin, dan elektrolit,
seperti elektrolit, BUN, dan mengindikasikan disfungsi ginjal
kreatinin
Berikan obat sesuai indikasi Meningkatkan pH urin (alkalinitas)
(asam askorbat, alopurinol, HCT,) mencegah statis urin dan mencegah
pembentukan batu.

c. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.

Tujuan : Mempertahankan cairan yang adekuat. Kriteria Hasil : Tanda vital dan berat badan
dalam rentang normal, nadi perifer normal, mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis
Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional
Awasi intake dan output cairan. Membandingkan keluaran aktual dan
mengevaluasi derajad kerusakan ginjal
Awasi tanda vital, turgor kulit, Indikator hidrasi pasien
dan membran mukosa.

Beri cairan intravena. Mempertahankan volume sirkulas


Timbang berat badan Penurunan 0,5 kg BB dapat
menunjukanperpindahan keseimbanngan
cairan
Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 L sesuai Mempertahankan keseimbangan cairan
toleransi jantung

d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan suplay oksigen

Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi pasien. Kriteria Hasil : Menyadari
keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat, tingkat daya tahan adekuat untuk
beraktivitas.

Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional
Kaji faktor yang menimbulkan Menyediakan informasi mengenai indikasi
kelelahan. tingkat keletihan
.
Tingkatkan kemandirian dalam Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan
beraktivitas perawatan diri yang memperbaiki harga diri
dapat ditoleransi.
.
Anjurkan aktivitas alternatif Mendorong latihan dan aktivitas dalam
sambil istirahat. batas-batas yang dapat ditoleransi dan
istirahat yang cukup
Kolaborasi pemberian oksigen Mengurangi kelelahan dan meninngkatkan
toleransi terhadap aktivitas

e. Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan mual muntah.

Tujuan : Mempertahankan berat badan.

Kriteria hasil : Tidak terjadi penurunan berat badan, nilai laboratorium

dalam batas normal (albumin, elektrolit, hemoglobin).

Intervensi Keperawatan

intervensi Rasional
Kaji pemasukan diit. Membantu dalam mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan diit
Beri makan sedikit tapi sering. Meminimalkan anoreksia dan mual
sehubungan dengan status
uremik/menurunnya peristaltik
Timbang berat badan. Mengetahui kehilangan berat badan.
Kolaborasi dengan ahli gizi. Menentukan kebutuhan nutrisi tubuh
Kolaborasi pemberian penambah Meningkatkan nafsu makan
nafsu makan atau vitamin, dan
anti emetik.

f. Risiko Infeksi berhubugan dengan trauma jaringan. Tujuan : Tidak mengalami tanda dan
gejala infeksi Kriteria Hasil : Tanda vital dalam batas normal, nilai lekosit dalam batas normal.

Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional
Awasi tanda-tanda vital Demam dengan peningkatan nadi
dan pernafasan adalah tanda
peningkatan laju metabolik dari
proses inflamasi, meskipun sepsis
dapat terjadi tanpa respon demam
Awasi peningkatan sel darah Menandakan adanya infeksi
putih.

Berikan rawat luka dengan teknik Mengurangi risiko infeksi


septik.

Kolaborasi pemberian antibiotik. Menangani infeksi.

g. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan retensi natrium.

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan

Kriteria hasil : Tanda-tanda vital normal, hematokrit dalam batas normal.

Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional
Timbang berat badan pasien. Merupakan indikator yang sensitif untuk
menunjukkan penambahan cairan.
Ukur haluaran dan asupan cairan. Mendeteksi retensi urin.
Pantau jumlah dan karakteristik urin. Mendeteksi komplikasi
Pantau tanda-tanda vital Apabila teerdapat peningkatan volume cairan,
tanda-tanda vital akan terpenngaruh.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,disebabkan oleh
karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan
fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretrapars prostatika

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti
kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya
dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain
:1)Dihydrotestosteron; 2)Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron; 3) Interaksi
stroma - epitel; 4) Berkurangnya sel yangmati; 5) Teori sel stem.

3.2 Saran

Adapun saran-saran dalam penulisan makalah ini adalah :

- Dapat mengetahui dan dapat meningkatkan wawasan tentang Asuhan Keperawatan pada
klien BPH

- Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan kepada para pembaca agar dapat
mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan pada klien BPH serta dapat
memberikan kritik dan saran agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Demikian saran yang dapat penulis sampaikan semoga dapat membawa manfaat bagi
semua pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Astutik, A. (2019). Asuhan Keperawatan Klien Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)


Post TURP Hari Ke 1 dan 2 Dengan Masalah Nyeri Akut (study di Ruang ICU RSUD
BANGIL) (Dotoral dissertation, stikes insan cendekia medika Jombang)

Barbara, K. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Dan Praktik Edisi VII
Volume I. Jakarta : EGC

Artyanigsih, L. F. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Tn.P Dengan Post Operasi BPH
(Benigna Prostate Hipertropi) Hari Kesatu Di Ruang Anggrek RSUD Sukoharjo (Dotoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai