OLEH KELOMPOK 12 :
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Kelompok dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan pada Klien pada Rheumatoid Arthritis”.Makalah ini di susun
dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2, Program Studi
Sarjana Keperawatan.
Dalam menyusun makalah ini, Kelompok menyadari bahwa dalam menyusun makalah
ini masih jauh dari sempurna, untuk itu Kelompok sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini.Kelompok berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami maupun untuk semuanya.
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit reumatik adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur di
sekitarnya yang terdiri lebih dari 100 jenis. Salah satu jenis dari penyakit reumatik
adalah Rheumatoid Arthritis (Nainggolan,2009). Rheumatoid Arthritis (RA) adalah
penyakit autoimun progresif dengan inflamasi kronik yang menyerang sistem
muskuloskeletal namun dapat melibatkan organ dan sistem tubuh secara keseluruhan,
yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri sendi serta destruksi jaringan sinovial yang
disertai gangguan pergerakan diikuti dengan kematian prematur (Mclnnes,2011).
Banyak orang menganggap sepele rheumatoid arthitis dan menganggap penyakit
itu sebagai radang sendi biasa, sehingga mereka terlambat melakukan pengobatan.
Rheumatoid Artritis tidak boleh diabaikan karena termasuk kategori penyakit autoimun.
Penyakit autoimun tersebut bersifat progresif yang bisa menyerang fungsi organ tubuh
lainnya dalam waktu yang cepat. Penyakit autoimun ini ditandai dengan peradangan
kronis pada sendi tangan dan kaki yang disertai dengan gejala anemia, kelelahan, dan
depresi. Peradangan ini menyebabkan nyeri sendi, kekakuan, dan pembengkakan yang
menyebabkan hilangnya fungsi sendi karena kerusakan tulang yang berujung pada
kecacatan progresif. Dalam waktu dua hingga lima tahun, jari penderita bisa bengkok-
bengkok. Penyakit ini bisa menyerang organ tubuh lainnya di antaranya jantung, mata,
dan paru-paru. Bukan hanya penyakit persendian, tetapi bisa menurunkan fungsi organ
tubuh lainnya sehingga dalam waktu sepuluh tahun, pasien harus dibantu orang lain
dalam aktivitas sehari-hari (Sasetyo, 2013).
Upaya penatalaksanaan penyakit arthritis terus digalakan, pengaruh berbagai
faktor yang meliputi faktor yang berasal dari penderita, petugas kesahatan, obat-obatan,
dan pelayanan kesehatan menjadi acuan perbaikan bagi penderita arthritis.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi rheumatoid arthritis
2. Untuk mengetahui etiologi rheumatoid arthritis
3. Untuk mengetahui patofisiologi rheumatoid arthritis
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala theumatoid arthritis
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic rheumatoid arthritis
6. Untuk mengetahui komplikasi rheumatoid arthritis
7. Untuk mengetahui penangana dan prognosis
8. Untuk mengatahui proses keperawatan
BAB II
ISI
A. Defenisi
Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Febriana,2015).
Penyakit autoimun tersebut bersifat progresif yang bisa menyerang fungsi organ tubuh
lainnya dalam waktu yang cepat. Penyakit autoimun ini ditandai dengan peradangan
kronis pada sendi tangan dan kaki yang disertai dengan gejala anemia, kelelahan, dan
depresi. Peradangan ini menyebabkan nyeri sendi, kekakuan, dan pembengkakan yang
menyebabkan hilangnya fungsi sendi karena kerusakan tulang yang berujung pada
kecacatan progresif. Dalam waktu dua hingga lima tahun, jari penderita bisa bengkok-
bengkok. Penyakit ini bisa menyerang organ tubuh lainnya di antaranya jantung, mata,
dan paru-paru. Bukan hanya penyakit persendian, tetapi bisa menurunkan fungsi organ
tubuh lainnya sehingga dalam waktu sepuluh tahun, pasien harus dibantu orang lain
dalam aktivitas sehari-hari (Sasetyo, 2013).
Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak
mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi
yang besar. Diagnosis dini sering menghadapai kendala karena pada masa dini sering
belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan
waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat
(Febriana,2015).
B. Etiologi
Penyebab Rheumatoid Arthritis belum diketahui dengan pasti. Namun,
kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan (Suarjana, 2009). Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab RA
antara lain :
Faktor genetic
Reaksi inflamasi pada sendi dan selubung tendon
Faktor rheumatoid
Sinovitis kronik dan destruksi sendi
Gender
Infeksi
C. Patofisiologi
E. Pemeriksaan Diagnostic
Diagnosis Rheumatoid Arthritis memerlukan sejumlah tes untuk meningkatkan
kepastiandiagnosis, membedakannya dengan bentuk artritis yang lain,memprediksi
perkembangan penyakit pasien, serta melakukanmonitoring untuk mengetahui
perkembangan penyakit yaitu:
Laju endap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) menunjukkan adanya
proses inflamasi, akan tetapi memiliki spesifisitas yang rendah untuk RA. Tes
ini berguna untuk memonitor aktivitas penyakit dan responnya terhadap
pengobatan (NHMRC, 2009)
Tes RF (Rheumatoid Factor). Tes ini tidak konklusif dan mungkin
mengindikasikan penyakit peradangan kronis yang lain (positif palsu). Pada
beberapa kasus RA, tidak terdeteksi adanya RF (negatif palsu). RhF ini
terdeteksi positif pada sekitar 60-70% pasien RA. Level RF jika dikombinasikan
dengan level antibodi anti-CCP dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit
(NHMRC, 2009)
Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) adalah tes untuk
mendiagnosis rheumatoid arthritis secara dini. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa tes tersebut memiliki sensitivitas yang mirip dengan tes RF, akan tetapi
spesifisitasnya jauh lebih tinggi dan merupakan prediktor yang kuat terhadap
perkembangan penyakit yang erosif (NHMRC, 2009)
Analisis cairan sinovial. Peradangan yang mengarah pada rheumatoid arthritis
ditandai dengan cairan sinovial abnormal dalam hal kualitas dan jumlahnya
yang meningkat drastis. Sampel cairan ini biasanya diambil dari sendi (lutut),
untuk kemudian diperiksa dan dianalisis tanda-tanda peradangannya (Shiel,
2011)
X-ray tangan dan kaki dapat menjadi kunci untuk mengidentifikasi adanya erosi
dan memprediksi perkembangan penyakit dan untuk membedakan dengan jenis
artritis yang lain, seperti osteoartritis (Shiel, 2011)
Scan tulang. Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya inflamasi pada
tulang (Shiel, 2011)
F. Komplikasi
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan komplikasi yang serius
pada RA. Hal ini terjadi karena penutupan epifisis dini yang sering terjadi pada tulang
dagu, metakarpal dan metatarsal. Kelainan tulang dan sendi lain dapat pula terjadi, yang
tersering adalah ankilosis, luksasio, dan fraktur. Komplikasi-komplikasi ini terjadi
tergantung berat, lama penyakit dan akibat pengobatan dengan steroid.
Rheumatoid arthritis adalah bukan hanya penyakit kerusakan sendi. Hal ini
dapat melibatkan hampir semua organ. Masalah yang mungkin terjadi meliputi:
1. Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada
paru, mata atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu.
2. anemia karena kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan cukup sel-sel
darah merah baru
3. kerusakan pada jaringan paru (paru artritis)
4. cedera pada tulang belakang saat tulang leher menjadi tidak stabil sebagai akibat
dari RA
5. Reumatoid vaskulitis (radang pembuluh darah) yang dapat menyebabkan bisul
dan infeksi kulit, pendarahan tukak lambung, dan masalah saraf yang
menyebabkan nyeri, mati rasa, atau kesemutan. Vaskulitas juga dapat
mempengaruhi otak, saraf, dan jantung, yang dapat menyebabkan stroke,
serangan jantung, atau gagal jantung
6. Pembengkakan dan peradangan pada lapisan luar jantung atau perikarditis dan
dari otot jantung (miokarditis). Kedua kondisi ini dapat menyebabkan gagal
jantung kongestif
7. Sindrom Sjogren yang merupakan gangguan autoimun di mana kelenjar yang
memproduksi air mata dan ludah yang hancur. Kondisi ini dapat mempengaruhi
berbagai bagian tubuh, termasuk ginjal dan paru-paru
Fisioterapi / latihan
Disamping itu latihan - latihan spesifik dapat bermanfaat dalam
mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif
pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan sedikitnya dua kali
sehari. Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum
latihan. Latihan ini dilakukan sebagai pencegahan terhadap cacat yang lebih
lanjut dan bila sudah terjadi cacat, dicoba dilakukan rehabilitasi bila masih
memungkinkan.
b. Pengobatan medika mentosa
Analgesik (penghilang rasa sakit). Ini tidak mengurangi peradangan namun
dapat membantu dengan kontrol nyeri
Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri dan
mengurangi proses peradangan. Obat ini bekerja dengan menghambat enzim
siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin dengan cara
menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin,
serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
Akan tetapi, obat ini tidak memperlambat kemajuan RA. Maka dari itu,
penderita RA sedang sampai parah sering membutuhkan obat tambahan
untuk mencegah kerusakan sendi lebih lanjut.
Kortikosteroid mempunyai antiinflamasi dan imunosupresi. Golongan ini
bekerja dengan antigen limfosit sel T, menghambat prostaglandin dan
sintesa leukotrien. Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metil
prednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat
kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil
yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang
efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping yang serius
Selain obat-obatan penghilang nyeri dan radang, pasien juga harus sesegera
mungkin mendapat pengobatan awal yang progresif dengan obat perubah
perjalanan penyakit konvensional (disease modifying antirheumatic drugs
(DMARD)). DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang
dari proses destruksi akibat arthrotis reumatoid
Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta
terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan.
Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya
sinovektomi (penghapusan lapisan sendi atau sinovinum), artrodesis, total hip
replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya. Pada titik tertentu,
penggantian sendi total dibutuhkan. Dalam kasus ekstrim, total lutut,
penggantian pinggul, penggantian pergelangan kaki, penggantian bahu, dan lain-
lain dapat dilakukan.
2. Prognosis
Tidak adanya RF tidak selalu meramalkan prognosis yang baik. Hasil dapat
terganggu ketika diagnosis dan pengobatan tertunda. Penanda laboratorium lain
prognosis yang buruk meliputi bukti radiologis awal cedera tulang, anemia persisten
dari penyakit kronis, peningkatan kadar komponen komplemen, dan adanya antibodi
anti-CCP. RA yang tetap terus-menerus aktif selama lebih dari satu tahun kemungkinan
akan menyebabkan deformitas sendi dan kecacatan. Periode kegiatan berlangsung
hanya beberapa minggu atau beberapa bulan diikuti oleh remisi spontan meramalkan
prognosis yang lebih baik
Perjalanan penyakit dan hasil pengobatan rhematoid arthritis pada setiap pasien
tidak dapat diprediksi. Terdapat beberapa faktor yang menjadikan prognosis buruk pada
pasien antara lain:
Poliarthritis generalisa di mana jumlah sendi yang terkena lebih dari 20
LED dan CRP yang tinggi meskipun sudah menjalani terapi
Manifestasi ekstraartikular, misalnya nodul
Faktor rhematoid positif
Ditemukannya erosi pada radiografi polos dalam kurun waktu 2 tahun
sejak onset
Status HLA-DR4
H. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan. Untuk
itu, diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien sehingga
dapat memberi arah terhadap tindakan keperawatan.
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui : Identitas meliputi nama, jenis kelamin
(penderita reumatoid artritis lebih banyak di derita oleh pasien wanita), usia (resiko
paling tinggi terjadi pada usia 65 keatas), alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis (didiagnosis medis
rheumatoid artritis).
Riwayat penyakit sekarang.
Pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul. Pada klien
reumatoid artritis, stadium awal biasanya ditandai dengan gangguan keadaan
umum berupa malaise, penurunan berat badan, rasa capek, sedikit panas, dan
anemia. Gejala lokal yang terjadi berupa pembengkakan, nyeri, dan gangguan
gerak pada sendi metakarpofalangeal. Perlu dikaji kapan gangguan sensorik
muncul. Gejala awal terjadi pada sendi. Persendian yang paling sering terkena
adalah sendi tangan, pergelangan tangan, dan pergelangan kaki dan biasanya
bersifat simetris.
Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang
mendukung terjadinya reumatoid artritis. Penyakit tertentu seperti penyakit
diabetes menghambat proses penyembuhan reumatoid artritis. Masalah lain
yang perlu ditanyakan adalah apakah klien pernah dirawat dengan masalah yang
sama. Sering klien ini menggunakan obat antireumatik jangka panjang sehingga
perlu dikaji jenis obat yang digunakan (NSAID, antibiotik, dan analgesik)
Riwayat penyakit keluarga
Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu yang mengalami
keluhan yang sama dengan klien.
Riwayat psikososial
Kaji respons emosi klien terhadap penyakit dan perannya dalam keluarga
dan masyarakat. Klien ini dapat mengalami ketakutan akan kecacatan karena
perubahan bentuk sendi dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra diri). Klien ini juga dapat mengalami penurunan libido sampai tidak dapat
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan kelemahan
fisik serta nyeri. Klien reumatoid artritis akan merasa cemas tentang fungsi
tubuhnya sehingga perawat perlu mengkaji mekanisme koping klien. Kebutuhan
tidur dan istirahat juga harus dikaji, selain lingkungan, lama tidur, kebiasaan,
kesulitan, dan penggunaan obat tidur
2. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan per system (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan B6 (Bone) yang dikaitkan dengan keluhan klien.
a) B1 (Breathing)
Klien reumatoid artritis tidak menunjukkan kelainan sistem pernapasan pada
saat inspeksi. Palpasi toraks menunjukkan taktil fremitus seimbang kanan
dan kiri. Pada auskultasi, tidak ada suara napas tambahan
b) B2 (Blood)
Tidak ada iktus jantung pada palpasi. Nadi mungkin meningkat, iktus tidak
teraba. Pada auskultasi ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur.
c) B3 (Brain).
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien
dapat mengeluh pusing dan gelisah.
Kepala dan wajah :ada sianosis
Mata : sklera biasanya tidak ikterik
Leher : biasanya JVP dalam batas normal
Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung
Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan
dan mukosa mulut tidak pucat.
Status mental: penampilan dan tingkah laku klien biasanya tidak mengalami
perubahan
d) B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan.
e) B5 (Bowel)
Umumnya klien reumatoid artritis tidak mengalami gangguan eliminasi.
Meskipun demikian, perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau
feses. Frekuensi berkemih, kepekatan urine, warna, bau, dan jumlah urine
juga harus dikaji. Gangguan gastrointestinal yang sering adalah mual, nyeri
lambung, yang menyebabkan klien tidak nafsu makan, terutama klien yang
menggunakan obat reumatik dan NSAID. Peristaltik yang menurun
menyebabkan klien jarang defekasi.
f) B6 (Bone)
Look : didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa (abnormal),
deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki. Adanya
degenerasi serabut otot memungkinkan terjadinya pengecilan, atrofi otot
yang disebabkan oleh tidak digunakannya otot akibat inflamasi sendi.
Feel : nyeri tekan pada sendi yang sakit
Move : ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi
denganmmanifestasi nyeri bila menggerakkan sendi yang sakit. Klien sering
mengalami kelemahan fisik sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-
hari(Muttaqin, 2008).
3. Diagnosa keperawatan
Nyeri akut/kronis yang berhubungan dengan : Agens fisik – penumpukan
cairan/proses peradangan, kerusakan sendi
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan enggan untuk memulai
gerakan, gangguan muskuloskeletal; kekakuan sendi, nyeri, penurunan
ketahanan
Ketidakefektifan performa peran yang berhubungan dengan keletihan
depresi, kurang sumber; tidak mencukupinya sistem dukungan, nyeri
Defisit perawatan diri (mandi, berpakaian, makan, eliminasi) yang
berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal; kelemahan, keletihan,
nyeri, ketidaknyamanan, penghambat lingkungan
Distres spiritual berhubungan dengan nyeri, penyakit kronik pada diri
sendiri, perubahan hidup
4. Intervensi
Diagnosis Keperawatan
N NOC NIC
o
1. Nyeri akut/kronis Yang Kontrol nyeri : Manajemen nyeri :
berhubungan dengan Agens Melaporkan nyeri Independen
fisikpenumpukan mereda atau Selidiki laporan
cairan/proses peradangan, terkendali nyeri, dengan
kerusakan sendi Mengikuti regimen mencatat lokasi
farmakologis yang dan intensitas
diresepkan menggunakan skala
Memasukkan 0-10 atau skala
keterampilan isyarat serupa.
relaksasi dan Catat faktor
aktivitas pemicu dan
pengalihan ke petunjuk nyeri non
dalam program verbal.
kendali nyeri Anjurkan klien
mengambil posisi
Nyeri : perilaku yang nyaman
mengganggu sementara ditempat
Tampak santai dan tidur atau duduk di
rapat tidur atau kursi. Tingkatkan
istirahat dengan tirah baring saat
tepat diindikasikan,
Mengikuti aktivitas harian tetapi kembali
pada tingkat kemampuan bergerka segera
mungkin
Tempatkan dan
pantau pemakaian
bantal
Dorong perubahan
posisi sering
Anjurkan bahwa
klien mandi siram
atau mandi pancur
air hangat pada saat
bangun dan/atau
saat mau tidur
Beri kompres
hangat lembab ke
sendi yang sakit
beberapa kali
sehari. Pantau suhu
air
Beri pijatan lembut
Beri medikasi
sebelum aktivitas
rencana dan
olahraga sesuai
indikasi
Dorong pemakaian
teknik manajemen
stres, mis, relaksasi
progresif, umpan
balik biologis, dan
pernapasan
terkendali. Beri
sentuhan terapi jika
memungkinkan.
Kolaboratif
Beri medikasi
sesuai indikasi :
Analgesik , obat-
obatan
antireumatik yang
memodifikasi
penyakit, inhibitor
faktor nekrosis
tumor
Bantu dengan
terapi fisik,
misalnya sarung
tanagn parafin atau
mandi dikolam air
Beri kompres es
atau dingin saat
diindikasikan
5. Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan(Asmadi, 2008).Implementasi merupakan
bagian aktif dalam asuhan keperawatan, yaitu perawat melakukan tindakan sesuai
rencana. Tindakan ini bersifat intelektual, teknis, dan interpersonal berupa berbagai
upaya memenuhi kebutuhan dasar klien. Tindakan keperawatan meliputi tindakan
keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan kesehatan/keperawatan, dan
tindakan medis yang dilakukan perawat (tugas limpah) (Sunaryo, 2015).
6. Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk menevaluasi status dan kemajuan klien
terhadap pencapaian hasil dari tujuan keperawatan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Kegiatan evaluasi meliputi mengkaji kemajuan status kesehatan klien,
membandingkan respons klien dengan kriteria hasil dan menyimpulkan hasil
kemajuan masalah dan kemajuan pencapaian tujuan keperawatan klien.
BAB III
KESIMPULAN
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun progresif dengan inflamasi kronik
yang menyerang sistem muskuloskeletal namun dapat melibatkan organ dan sistem tubuh
secara keseluruhan, yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri sendi serta destruksi jaringan
sinovial yang disertai gangguan pergerakan diikuti dengan kematian prematur. Terdapat
banyak faktor risiko terjadinya RA diantaranya ada yang bersifat tidak dapat dimodifikasi
(genetik, ras, jenis kelamin, dan usia) dan yang dapat dimodifikasi (gaya hidup, infeksi, dan
bentuk tubuh). Manifestasi klinis RA dapat berupa keluhan umum, kelainan sendi, dan kelainan
diluar sendi.
DAFTAR PUSTAKA