Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN DALAM KOMUNITAS KESEHATAN LANSIA

KEPERAWATAN KOMUNITAS

KELOMPOK 8

Dosen Pengampu : Ns. Lince Amelia, M.Kep

Disusun Oleh

Indri Dwi Septika Heriyanti (SR18212078)

Ellya (SR18212088)

Edi Wahyudi (SR18212018)

Yudhistira Al Subasyaskhi (SR18212086)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATN MUHAMMADIYAH


PONTIANAK

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah.. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Rheumatoid
Arthritis” ini dengan sebaik baiknya. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan komunitas.
Makalah ini terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns. Lince Amelia, M.Kep selaku Dosen Keperawatan Komunitas yang memberikan
motivasi, bimbingan, serta arahan.
2. Teman-teman yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan.

Pontianak, 15 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................
A. Latar Belakang........................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................
C. Tujuan Penulisan.....................................................................
D. Manfaat Penulisan..................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................
A. Anatomi Fisiologi Tulang Belakang.......................................
B. Definisi....................................................................................
C. Klasifikasi...............................................................................
D. Etiologi...................................................................................
E. Patofisiologi............................................................................
F. Tanda & Gejala.......................................................................
G. Komplikasi..............................................................................
H. Pemeriksaan Penunjang..........................................................
I. Penatalaksanaan Medis............................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................
A. Pengkajian .............................................................................
B. Diagnosa.................................................................................
C. Intervensi dan Rasional...........................................................
D. Implementasi..........................................................................
E. Evaluasi..................................................................................
BAB IV PENUTUP....................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................
B. Saran ......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan nyeri, kekakuan,
pembengkakan dan keterbatasan gerak serta fungsi dari banyak sendi. Rheumatoid
arthritis dapat mempengaruhi sendi apapun, sendi-sendi kecil di tangan dan kaki
cenderung paling sering terlibat. Pada rheumatoid arthritis kekakuan terburuk paling
sering di pagi hari. Hal ini dapat berlangsung satu sampai dua jam atau bahkan sepanjang
hari. Kekakuan untuk waktu yang lama di pagi hari tersebut merupakan petunjuk bahwa
seseorang mungkin memiliki rheumatoid arthritis, karena sedikit penyakit arthritis
lainnya berperilaku seperti ini. Misalnya, osteoarthritis paling sering tidak menyebabkan
kekakuan pagi yang berkepanjangan (American College of Rheumatology, 2012).
Penyakit arthritis bukan penyakit yang mendapat sorotan seperti penyakit
hipertensi, diabetes atau AIDS, namun penyakit ini menjadi masalah kesehatan yang
cukup mengganggu dan terjadi dimana-mana. Rheumatoid arthritis adalah bentuk paling
umum dari arthritis autoimun, yang mempengaruhi lebih dari 1,3 juta orang Amerika.
Dari jumlah tersebut, sekitar 75% adalah perempuan. Bahkan, 1-3% wanita mungkin
mengalami rheumatoid arthritis dalam hidupnya. Penyakit ini paling sering dimulai
antara dekade keempat dan keenam dari kehidupan. Namun, rheumatoid arthritis dapat
mulai pada usia berapa pun (American College of Rheumatology, 2012).
Gangguan yang terjadi pada pasien rheumatoid arthritis lebih besar
kemungkinannya untuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan pasien.
Kebanyakan penyakit rheumatoid arthritis berlangsung kronis yaitu sembuh dan kambuh
kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kerusakan sendi secara menetap.
Rheumatoid arthritis dapat mengancam jiwa pasien atau hanya menimbulkan gangguan
kenyamanan. Masalah yang disebabkan oleh penyakit rheumatoid arthritis tidak hanya
berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan aktivitas hidup sehari-hari
tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas yang dapat menimbulkan kegagalan organ.
Rheumatoid arthritis dapat mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah
lelah, perubahan citra diri serta gangguan tidur. Dengan demikian hal yang paling buruk
pada penderita rheumatoid arthritis adalah pengaruh negatifnya terhadap kualitas hidup.
Bahkan kasus rheumatoid arthritis yang tidak begitu parah pun dapat mengurangi bahkan
menghilangkan kemampuan seseorang untuk produktif dan melakukan kegiatan
fungsional sepenuhnya. Rheumatoid arthritis dapat mengakibatkan tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari seutuhnya (Gordon et al., 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud denganrheumatoid arthritis?
2. Bagaimanakah konsep teori rheumatoid arthritis?
3. Bagaimanakah konsep proses keperawatan pada rheumatoid arthritis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan pada rheumatoid arthritis
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa memahami apa itu rheumatoid arthritis
b. Mahasiswa mengetahui penyebab rheumatoid arthritis
c. Mahasiswa mengetahui patofisiologi rheumatoid arthritis
d. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala rheumatoid arthritis
e. Mahasiswa mengetahui komplikasi rheumatoid arthritis
f. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan dan penatalaksanaan rheumatoid arthritis
g. Mahasiswa mampu memahami proses keperawatan pada rheumatoid arthritis

D. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan penyakit
rheumatoid arthritis sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah Sistem
Muskuloskeletal.
2. Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal
dalam persiapan praktek di rumah sakit.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Rheumatoid Arthritis

Kata arthritis mempunyai arti inflamasi pada sendi (“arthr” berarti sendi “itis” berarti
inflamasi). Inflamasi menggambarkan tentang rasa sakit, kekakuan, kemerahan, dan
pembengkakan. Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit autoimun, dimana target dari
sistem imun adalah jaringan yang melapisi sendi sehingga mengakibatkan pembengkakan,
peradangan, dan kerusakan sendi (The Arthritis Society, 2015).

Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan “itis” yang
berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi. Sedangkan
Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya tangan
dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali
menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Febriana,2015).

Rheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik atau penyakit


autoimun dimana rheumatoid arthritis ini memiliki karakteristik terjadinya kerusakan pada
tulang sendi, ankilosis dan deformitas. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok
penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas (Lukman & Nurna
Ningsih, 2013).

Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak mengenai
penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi yang besar.
Diagnosis dini sering menghadapai kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan
gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan waktu dimana sering
sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat (Febriana,2015).
B. Klasifikasi

Klasifikasi Berdasarkan Gejalanya :


1. Kelas I : Masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan aktivitas olahraga.
2. Kelas II : Masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari tapi mulai terbatas dan
kesulitan melakukan olahraga.
3. Kelas III : Aktivitas sehari-hari sudah mulai terganggu.
4. Kelas IV : Aktivitas sehari-hari sudah sangat terbatas, apalagi aktivitas fisik lainnya.

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:


1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3
bulan.

C. Etiologi
Penyebab rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal
mengenai patogenesisnya telah terungkap. Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan
telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kecenderungan wanita untuk
menderita rheumatoid arthritis dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang
hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap penyakit ini. Walaupun demikian karena
pembenaran hormon esterogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan
sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor
hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini (Aspiani, 2014).
Infeksi telah diduga merupakan penyebab rheumatoid arthritis. Dugaan faktor
infeksi timbul karena umumnya omset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul
dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga 9 kini belum
berhasil dilakukan isolasi suatu organisme dari jaringan synovial, hal ini tidak
menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau
endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya rheumatoid arthritis.
Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab rheumatoid arthritis Antara lain
bakteri, mikoplasma atau virus (Aspiani, 2014).
Hipotesis terbaru tentang penyebab penyakit ini adalah adanya faktor genetik
yang akan menjurus pada penyakit setelah terjangkit beberapa penyakit virus, seperi
infeksi virus Epstein-Barr. Heat Shock Protein (HSP) adalah sekelompok protein
berukuran sedang yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respon terhadap stress.
Walaupun telah diketahui terdapa hubungan antara Heat Shock Protein dan sel T pada
pasien Rheumatoid arthritis namun mekanisme hubungan ini belum diketahui dengan
jelas (Aspiani, 2014).
Menurut (Sya'diyah, 2018):206 dan (Asikin, 2013) :36
a. Faktor kerentanan genetik.
b. Reaksi imunologi.
c. Usia lebih dari 40 tahun
d. Jenis kelamin wanita lebih sering
e. Reaksi inflamasi pada sendi dan tendon.
f. Proses inflamasi yang berkepanjangan.
g. Kepadatan tulang

D. Patofisiologi
Sistem imun merupakan bagian pertahanan tubuh yang dapat membedakan
komponen self dan non-self. Pada kasus rheumatoid arthritis system imun tidak mampu
lagi membedakan keduanya dan menyerang jaringan synovial serta jaringan penyokong
lain. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen
sehingga terjadi edema, proliferasi membrane synovial dan akhirnya pembentukan
pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.
Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.
Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Aspiani, 2014).
Imflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial seperti edema, 10 kongesti
vascular, eksudat fibrin, dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, synovial
menjadi menebal, terutama pada sendi articular kartilago dari sendi. Pada persendian ini
granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke
tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan
pada nutrisi kartilago artikuler, sehingga kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari
kartilago menentukan ketidakmampuan sendi.Bila kerusakan kartilago sangat luas maka
terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu
(ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi
lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Keadaan seperti
ini akan mengakibatkan terjadinya nekrosis (rusaknya jaringan sendi), nyeri hebat dan
deformitas (Aspiani, 2014)
Pada penyakit Rematoid Artritis terdapat 3 stadium yaitu :
a. Stadium Sinovisis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak,
bengkak dan kekakuan.
b. Stadium Destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada
jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c. Stadium Deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas
dan gangguan fungsi secara menetap.

E. Tanda dan Gejala


Menurut (Aspiani, 2014) ada beberapa gejala klinis yang umum ditemukan
pada pasien rheumatoid arthritis. Gejala klinis ini tidak harus timbul secara bersamaan.
Oleh karenanya penyakit ini memiliki gejala klinis yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun,
dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
b. Poliaritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal,
hampir semua sendi diartrodial dapat terangsang.
c. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis

dan hilang setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan tanda
nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari
saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak
dan berkurang setelah melakukan aktivitas.
d. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata
terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi
pada osteoartratis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan
selalu kurang dari satu jam.
e. Arthritis erosif, merupakan ciri khas rheumatoid arthritis pada gambaran
radiologic. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan
dapat dilihat pada radiogram.
f. Deformitas, kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, sublukasi sendi metakarpofalangeal,
leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering di jumpai pasien. Pada
kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari
subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terangsang dan akan
mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan
gerakan ekstensi.
g. Nodula-nodula rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa penderita rheumatoid arthritis. Lokasi yang paling sering
dari deformitas ini adalah bursa elekranon (sendi siku), atau di sepanjang
permukaan ekstanor dari lengan, walaupun demikian nodul-nodul ini dapat juga
timbul pada tempat-tempat lainnya. Nodul-nodul ini biasanya merupakan suatu
tanda penyakit yang aktif dan lebih berat.
h. Manifestasi ekstra articular, rheumatoid arthritis juga dapat menyerang
organorgan lain diluar sendi. Jantung (pericarditis), paru-paru (pleuritis), mata,
dan rusaknya pembuluh darah.
F. Komplikasi

Rheumatoid arthritis adalah penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi bagian lain
dari tubuh selain sendi. Menurut (Aspiani, 2014) rheumatoid arthritis dapat menimbulkan
komplikasi pada bagian lain dari tubuh :

a. Sistem respiratori
Peradangan pada sendi krikoaritenoid tidak jarang dijumpai pada rheumatoid
arthritis. Gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat berupa nyeri
tenggorokan, nyeri menelan, atau disfonia yang umumnya terasa lebih berat
pada pagi hari. Pada rheumatoid arthritis yang lanjut dapat pula dijumpai efusi
pleura dan fibrosis paru yang luas (Aspiani, 2014).
b. Sistem kardiovaskuler
Seperti halnya pada sistem respiratorik, pada rheumatoid arthritis jarang
dijumpai gejala perikarditis berupa nyeri dada atau gangguan faal jantung.
Akan tetapi pada beberapa pasien dapat juga dijumpai gejala perikarditis yang
berat. Lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai
miokardium dan katup jantung. Lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup,
fenomena embolisasi, gangguan konduksi, aortitis dan kardiomiopati
(Aspiani, 2014).
c. Sistem gastrointestinal Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai
adalah gastritis dan ulkus peptic yang merupakan komplikasi utama
penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah
perjalanan penyakit (disease modifying 13 antirheumatoid drugs, DMARD)
yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada
rheumatoid arthritis (Aspiani, 2014).
d. Sistem persarafan
Komplikasi neurologis yang sering dijumpai rheumatoid arthritis umumnya
tidak memberikan gambaran yang jelas sehingga sukar untuk membedakan
komplikasi neurologis akibat lesi artikular dari lesi neuropatik. Pathogenesis
komplikasi neurologis pada umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
instabilitas vertebre, servikal, neuropai jepitan atau neuropati iskemik akibat
vasculitis (Aspiani, 2014).
e. Sistem perkemihan : ginjal
Berbeda dengan lupus eritematosus sistemik pada rheumatoid arthritis jarang
sekali dijumpai kelainan glomelural. Jika pada pasien rheumatoid arthritis
dijumpai proteinuria, umumnya hal tersebut lebih sering disebabkan karena
efek samping pengobatan seperi garam emas dan D-penisilamin atau erjadi
sekunder akibat amiloidosis. Walaupun kelainan ginjal interstisial dapat
dijumpai pada syndrome sjogren, umumnya kelainan tersebut lebih banyak
berhubungan dengan penggunaan OAINS. Penggunaan OAINS yang tidak
terkontrol dapat sampai menimbulkan nekrosis papilar ginjal (Aspiani, 2014).
f. Sistem hematologis
Anemia akibat penyakit kronik yang ditandai dengan gambaran eritrosit
normosistik-normokromik (hipokromik ringan) yang disertai dengan kadar
besi serum yang rendah serta kapasitas pengikatan besi yang normal atau
rendah merupakan gambaran umum yang sering dijumpai pada rheumatoid
arthritis. Enemia akibat penyakit kronik ini harus dibedakan dari anemia
defisiensi besi yang juga dapat dijumpai pada rheumatoid arthritis akibat
penggunaan OAINS atau DMARD yang menyebabkan erosi mukosa lambung
(Aspiani, 2014)

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien rheumatoid arthritis menurut (Asikin, 2013):40

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Laju endap darah meningkat


2) Protein c-reaktif meningkat

3) Terjadi anemia dan leukositosis

4) Tes serologi faktor reumatoid positif (80% penderita )

b. Aspirasi cairan sinovial Menunjukkan adanya proses inflamasi ( jumlah sel


darah putih >2000µL). Pemeriksaan cairan sendi meliputi pewarnaan garam,
pemeriksaan jumlah sel darah, kultur,gambaran makroskopis.

c. Pemeriksaan radiologi Menunjukkan adanya pembengkakan jaringan lunak


,erosi sendi, dan osteoporosis tulang yang berdekatan.

H. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis Ada beberapa penatalaksaan medis ,antara lain (Hidayatus


sya’diyah, 2018:212) dan (Asikin, 2013):41

a. Pengobatan farmakologi

1) Obat anti-inflamasi nonstreroid (OAINS)

2) Disease-modifying antirheumatic drug (DMARD)

3) Kortikosteroid

4) Terapi biologi

b. Pengobatan non farmakologi

1) Istirahat

2) Latihan fisik

3) Nutrisi : menjaga pola makan seperti :diet rendah purin

4) Mandi dengan air hangat untuk mengurangi nyeri


5) Konsumsi makanan yang tinggi protein dan vitamin

6) Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cidera

7) Kompres air es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat dll.
2. Keluhan Utama
Pada pasien dengan artritis rheumatoid, mengeluh nyeri sendi dan nyeri tekan disertai
dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak pada sendi.
3. Riwayat penyakit sekarang
- P: provokatif ( sebab masalah )
Apakah yang menyebabkan klien merasa nyeri pada sendi yang disertai dengan
kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak.
- Q: Quality (kualitas, kuantitas masalah)
Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien apakah nyri dirasakan:
Ringan : 0-3
Sedang : 3-7
Berat : 7-10
Dan apakah dalam aktivitas dapat melakukan keseharian
- R: reagent (tempat, area yang dirasakan)
Tanyakan pada pasien, apakah dapat menunjukan letak lokasi nyri yang
dirasakan?
- S: sifikti dan skill (usaha yang dilakukan)
Tanyakan usaha apakah yang telah dilakukan oleh pasien untuk mengatasi nyeri.
- T: Time (waktu)
Berapa lama rasa nyeri yang dialami pasien biasanya?
4. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepeada pasien apakah mempunyai riwayat penyakit infeksi lain? Atau
gangguan system hormonal yang berhubungan dengan factor genetika atau keturunan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada pasien apakah ada keluarga yang menderita penyakit “AR” atau
penyakit turunan lainnya misalnya DM, HT, atau riwayat penyakit keluarga yang
berhubungan dengan penggunaan makanan, vitamin, riwayat perikartis lesi katup, dll?
6. Pengkajian Psikososial – Spiritual
a. Psikososial : apakah pasien cemas terhadap penyakitnya?
b. Social : kaji, bagaimana hubungan infeksi pasien dengan dokter, perawat
keluarga dan sesame pasien lain.
c. Spiritual : kaji, apakah pasien menjalankan ibadahnya menurut keyakinan dan
agama yang pasien anut.

B. DIAGNOSA
1. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rheumatoid
2. Mobilitas fidik berhubungan dengan deformitas skeletal, intoleransi terhadap aktivitas,
penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan mobilitas, perubahan
penampilan tubuh .

C. INTERVENSI DAN RASIONAL


Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rheumatoid
Tujuan : nyeri yang dirasakan klien dapat berangsur kurang
Kriteria hasil :
- Menunjukan nyeri hilang atau terkontrol
- Dapat tidur dan dapat berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intesitas, (skala 0-10) cata factor- factor yang
mempercepat dan tanda tanda rasa sakit non verbal.
R / : membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan
program.
2. Berikan matras / Kasur keras / bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai
kebutuhan.
R / : matras yang lembut / empuk. Bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan
kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stess pada sendi yang sakit.
3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk dikursi.
Tinggakan istrirahat ditempat tidur sesuai indikasi
R / : pada penyakit berat / eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan (sampai
perbaikan obyektif dan subjektif didapat) untuk membatasi nyeri / cedera sendi.
4. Dorongan untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak ditempat tidur
songkong sendi yang sakit diatas dan dibawah, hindari gerakan yang menyentak.
R / : mencegah terjadinya kelelahan umur dan kekuatan sendi. Menstabilkan sendi,
mengurangi gerakan atau rasa sakit pada sendi.
5. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran waktu tidur, sediakan
washlap hangan untuk mengompres sendi sendi yang sakit beberapa kali sehari.
Pantau suhu air kompres air mandi dan sebagainya.
R / : panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas menurunkan rasa sakit dan
melepaskan kekakuan dipagi hari. Sansitivitas pada panas dapat dihilangkan dan loka
dermal dapat disembuhkan.

Diagnose 3 :
Tujuan : dapat bergerak / mampu dengan sengaja bergerak dalam lingkungan fisik.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya atau pembatasan
kontraktur.
- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan / atau
kompensasi bagian tubuh.
- Mendemonstrasikan Teknik / perilaku yang memungkinkan melakukan aktifitas.
Intervensi :
1. Evaluasi / lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi / rasa sakit pada sendi.
R / : tingkat aktivitas / latihan tergantung dari perkembangan / resolusi dari proses
inflamasi.
2. Pertahankan istirahat tirah baring / duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk
memberikan periode istirat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak
tergangu.
R / : istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase
penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
3. Dorong badan mempertahankan postur tegak dan duduk : tinggi, berdiri, jalan.
R / : memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.
4. Berikan lingkungan yang aman misalnya, menaikan kursi/ kloset, menggunakan
pegangan pegangan pada bak / pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu
mobilitas atau kursi roda penyelamat.
R / : menghindari cedera akibat kecelakaan / jatuh.
5. Berikan matras busa / pengubah tekanan
R / : menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi
risiko imobilitas / terjadi decubitus.

Diagnose 3 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan mobilitas,


perubahan penampilan tubuh .
Tujuan : perubahan pada gaya hidup / kemampuan fisik untuk melanjutkan peran.
Kriteria Hasil :
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk
menghadapi penyakit.
- Adanya perubahan gaya hidup
- Menyusun tujuan / rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi :
1. Dorongan pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit harapan masa
depan.
R / : berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut / kesalahn konsep dan
menghadapinya secara langsung.
2. Diskusikan arti kehilangan / perubahan pada pasien / orang terdekat. Memastikan
bagaimana pandangan pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari hari
termaksud aspek aspek seksual.
R / : mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan
interaksi orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi / konseling
lebih lanjut.
3. Susunan Batasan pada perilaku maladaptive. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
perilaku positif yang dapat membantu koping.
R / :membantu pasien untuk mempertahankan control diri. Yang dapat
meningkatkan perasaan harga diri.
4. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal
aktivitas.
R / : meningkatkan perasaan kompetensi / harga diri, mendorong kemandiriaan dan
mendorong partisipasi dalam terapi.
D. IMPLEMENTASI
Merupakan tindakan pelaksanaan dari intervensi yang telah dibuat untuk dapat mengatasi
diagnose keperawatan yang telah ada.

E. EVALUASI
1. Apakah rasa nyeri yang dirasakan pasien berangsur berkurang / hilang?
2. Apakah mobilitas fisik pasien telah teratasi?
3. Apakah gangguan citra tubuh pasien terhadap mobilitas fisik telah terjadi perubahan?
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai