DISUSUN OLEH:
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Imunologi Artritis” dengan baik dan tepat waktu. Adapun pembuatan makalah ini
dilakukan sebagai pemenuhan nilai tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
II. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk memberikan manfaat yang
berguna bagi pengetahuan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan
membantu dalam pembuatan makalah sehingga semua dapat terselesaikan dengan baik
dan lancer. Selain itu, penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun terhadap kekurangan dalam makalah agar selanjutnya penulis dapat
memberikan karya yang lebih baik dan sempurna. Semoga makalah ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi pengetahuan para pembaca.
Gorontalo, 2020
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3
2.1 Konsep Medis............................................................................................3
a. Definisi................................................................................................3
b. Etiologi................................................................................................3
c. Prognosis.............................................................................................6
d. Manifestasi Klinis................................................................................7
e. Klasifikasi............................................................................................8
f. Patofisiologi.........................................................................................9
g. Komplikasi………………………………………………………….10
h. Penatalaksanaan................................................................................10
i. Pemeriksaan penunjang…………………………………………….10
2.2 Konsep Keperawatan…………………………………………………...12
a. Pengkajian…………………………………………………………..12
b. Diagnosa…………………………………………………………….15
c. Pathway……………………………………………………………..16
d. Intervensi……………………………………………………………18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................34
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang disebabkan karena adanya peradangan
atau inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan sendi dan nyeri. Nyeri dapat muncul apabila
adanya suatu rangsangan yang mengenai reseptor nyeri. Penyebab arthritis rheumatoid belum
diketahui secara pasti, biasanya hanya kombinasi dari genetic, lingkungan, hormonal, dan faktor
system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikroplasma dan virus (Yuliati, et.a., 2013).
Jumlah penduduk yang bertambah dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan
berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan sosial ekonomi. Permasalahan
pada lansia sebagian besar adalah masalah kesehatan akibat proses penuaan, ditambah
permasalahan lain seperti masalah keuangan, kesepian, merasa tidak berguna, dan tidak produktif.
Banyaknya permasalahan yang dihadapi lansia, maka masalah kesehatanlah yang jadi 2 peran
pertama dalam kehidupan lansia seperti munculnya penyakit-penyakit yang sering terjadi pada
lansia (BKKBN, 2012).
Penduduk lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan akibat proses alamiah yaitu
proses menua (Aging) dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling
berinteraksi. Permasalahan yang berkembang memiliki keterkaitan dengan perubahan kondisi fisik
yang menyertai lansia. Perubahan kondisi fisik pada lansia diantaranya adalah menurunnya
kemampuan muskuloskeletal kearah yang lebih buruk (Nugroho,2010).
Penduduk lansia (usia 60 tahun keatas) di dunia tumbuh dengan sangat cepat bahkan
tercepat di bidang kelompok usia lainnya. Penduduk lansia mengalami peningkatan yang signifikan
3
pada tahun 2015, jumlah penduduk lansia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi
20,547,541 pada tahun 2016 (Bureau, 2016).
Penderita arthritis rheumatoid pada lansia diseluruh dunia telah mencapai angka 355 juta
jiwa, artinya 1 dari 6 lansia didunia ini menderita reumatik. Diperkirakan angka ini terus meningkat
hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami kelumpuhan. Organisasi
kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20% penduduk dunia terserang penyakit arthritis
rheumatoid,dimana 5-10% adalah merekayang berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55
tahun (WHO, 2012).
Di Indonesia reumatik mencapai 23,6% hingga 31,3%. Angka ini menunjukkan bahwa
tingginya angka kejadian reumatik. Peningkatan jumlah populasi lansia yang mengalami penyakit
reumatik juga terjadi di Jawa Timur, berdasarkan data statistik Indonesia (2016)
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definis
Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya
belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai
keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik
dan progresif. Sebagian besar kasus perjalananya kronik kematian dini (Rekomendasi Perhimpunan
Reumatologi Indonesia,2014).
4
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan “itis” yang berarti
peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi. Sedangkan RheumatoidArthritis
adalah suatu penyakit autoimundimana persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada
bagian dalam sendi (Febriana,2015).
Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak mengenai
penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi yang besar. Diagnosis
dini sering menghadapai kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan gambaran
karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan waktu dimana sering sudah terlambat
untuk memulai pengobatan yang adekuat (Febriana,2015).
2.Etiologi
1) Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki angka
kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).
2) Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari
PlacentalCorticotraoninReleasingHormone yang mensekresidehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Dan
stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan menghambat
respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga estrogen dan
progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan penyakit ini
(Suarjana, 2009).
3) Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang (host)
dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya penyakit RA
(Suarjana, 2009).
4) HeatShock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon terhadap
stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi
fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada
agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit
dengan sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2009).
5
5) Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok (Longo, 2012)
3. Prognosis
Perjalanan penyakit dari RA ini bervariasi dan juga ditentukan dari ketaatan pasien untuk
berobat dalam jangka waktu yang lama. Lima puluh hingga tujuh puluh lima persen penderita
ditemukan mengalami remisi dalam dua tahun. Selebihnya dengan prognosis yang lebih buruk.
Kejadian mortalitas juga meningkat 10-15 tahun lebih awal dibandingkan mereka yang tidak
mengalami RA. Khususnya pada penderita RA dengan manifestasi yang berat, kematian dapat
disebabkan oleh infeksi, penyakit jantung, gagal nafas, gagal ginjal, dan gangguan saluran cerna.
Sekitar 40% pasien RA mengalami hendaya dalam 10 tahun ke depanya. Penggunaan DMARD
kurang dari 12 minggu setelah gejala awal menunjukkan hasil remisi yang lebih baik (Kapita Selekta,
2014). Indikator prognostik buruk berupa banyak sendi yang terserang, LED dan CRP tinggi, RF (+)
tinggi dan anti CCP (+), erosi sendi pada awal penyakit dan sosial ekonomi rendah.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular dan
manifestasi ekstraartikular (Suarjana, 2009).
a) Manfestasiartikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa, dan sarung
tendo yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, serta hidrops
ringan (Sjamsuhidajat, 2010). Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak,
kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama kekambuhan,
namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik
(Surjana, 2009). Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi manifestasi
klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa gejala asimptomatik setelah
bertahun-tahun dari onset terjadinya (Longo, 2012).
b) Distribusi sendi yang terlibat dalam RA cukup bervariasi. Tidak semua sendi
proporsinya sama, beberapa sendi lebih dominan untuk mengalami inflamasi, misalnya
sendi sendi kecil pada tangan (Suarjana, 2009).
Manifestasi ekstraartikular jarang ditemukan pada RA (Syamsyuhidajat, 2010).
Secara umum, manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagian tubuh. Manifestasi
ekstraartikular pada RA, meliputi (Longo, 2012):
a) Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA. Tanda dan gejalanya
berupa penurunan berat badan, demam >38,3oc , kelelahan (fatigue), malaise, depresi
6
dan pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang secara umum merefleksi derajat
inflamasi dan kadang mendahului terjadinya gelaja awal pada kerusakan sendi (Longo,
2012).
b) Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level tertinggi aktivitas
penyakit ini. Saat dipalpasinodul biasanya tegas, tidak lembut, dan dekat periosteum,
tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat di paru-paru, pleura, pericardium, dan
peritonuem. Nodul bisanya benign (jinak), dan diasosiasikan dengan infeksi, ulserasi
dan gangren (Longo, 2012).
c) Sjogren’ssyndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondarysjogren’ssyndrome.
Sjogren’ssyndrome ditandai dengan keratoconjutivitissicca (dryeyes) atau xerostomia
(Longo, 2012).
d) Paru (pulmonary) contohnya adalah penyakit pleura kemudian diikuti dengan penyakit
paru interstitial (Longo, 2012).
e) Jantung (cardiac) pada <10% penderita. Manifestasi klinis pada jantung yang
disebabkan oleh RA adalah perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, penyakti arteri
koreoner atau disfungsi diastol (Longo, 2012).
f) Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita dengan penyakit RA
yang sudah kronis (Longo, 2012).
g) Hematologi berupa anemia normositik, immmunemediatedtrombocytopenia dan
keadaan dengan trias berupa neutropenia, splenomegaly,dannodular RA sering disebut
dengan feltysyndrome. Sindrom ini terjadi pada penderita RA tahap akhir (Longo,
2012).
h) Limfoma, resiko terjadinya pada penderita RA sebesar 2-4 kali lebih besar dibanding
populasi umum. Hal ini dikarenakan penyebaran B-celllymphomasercara luas (Longo,
2012).
5. Klasifikasi/stage
7
Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu
2. Rheumathoid Arthritis deficit
Pada tipe ini terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable Rheumathoid Arthritis
Pada tipe ini terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible Rheumathoid Arthritis
Pada tipe ini terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan
6. Patofisiologi
Pemahaman mengenai anatonomi normal dan fisiologi persendian diartrodial atau sinovial
merupakan kunci untuk memahami patofisiologi artritis reumatoid. Artritis reumatoid dimulai
dengan adanya penyimpangan aktivitas koding genetik HLA. Penyimpangan tersebut menyebabkan
tubuh kehilangan kemampuan untuk mengenali dan membedakan antigen dirinya dan antigen
asing. Kemudian Antigen-antigen tersebut dibawa ke kelenjar getah bening untuk mengaktifkan sel
T-helper CD4+. sel T-helper merangsang sel B didekatnya untuk mulai berkembang biak dan
berdeferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan autoantibodi spesifik terhadap self-antigen
ini. Setelah sel B menghasilkan antibodi, sel T-helper memasuki sirkulasi dan mencapai sendi sel T-
helper mengeluarkan sitokininerferon gamma dan interleukin-17 untuk merekrut lebih banyak sel
inflamasi seperti makrofag ke ruang sendi dan dapat menyebabkan inflamasi. Peningkatan sel
sinovial dan kekebalan tubuh menakibatkan sel sel menciptakan pannus. Mempransinovial yang
membengkak dengan granulasi/jaringan parut terdiri dari firoblas dan sel-sel inflamasi. Lesi sendi
yang terjadi pada membran sinovium mengakibatkan antibodi RF (autoantibodi) muncul melawan
IgG sehingga terbentuklah kompleks imun (antigen-antibodi) yang mengakibatkan adanya
pengendapan kompleks imun pada membran sinovial/permukaan kartilago artikuler.
Perkembangan panus dapat menyebabkan kerusakan sendi yang kita kenal dengan penyakit
artitritisreumatoid.
7. Komplikasi
8
Jika tidak ditangani dengan baik, rheumatoidarthritis dapat menyebabkan beberapa
komplikasi (dr. Tjin Willy, 2019) diantaranya yaitu:
1) Cervicalmyelopathy
Kondisi ini terjadi ketika rheumatoidarthritis menyerang sendi tulang leher dan
mengganggu saraf tulang belakang.
2) Carpaltunnelsyndrome
Kondisi ini terjadi ketika rheumatoidarthritis menyerang sendi pergelangan tangan,
sehingga menekan saraf di sekitarnya.
3) Sindrom sjogren
Kondisi ini terjadi saat sistem kekebalan tubuh menyerang kelenjar air mata dan ludah,
sehingga menimbulkan keluhan mata kering dan mulut kering.
4) Limfoma
Limfoma merupakan sejenis kanker darah yang tumbuh pada sistem getah bening.
5) Penyakit jantung
Kondisi ini dapat terjadi bila sistem kekebalan tubuh menimbulkan peradangan di
pembuluh darah jantung.
8. Penatalaksanaan
Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID yang dapat
diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen, naproksen, piroksikam, dikofenak, dan sebagainya. Namun
NSAID tidak melindungi kerusakan tulang rawan sendi dan tulang dari proses destruksi.
Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses destruksi oleh
Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin, metotreksat, sulfasalazine,
9
garam emas, penisilamin, dan asatioprin. DMARD dapat diberikan tunggal maupun kombinasi
(Putra dkk,2013).
3. Kortikosteroid
4. Rehabilitasi
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya dapat dengan
mengistirahatkan sendi yang terlibat melaluipemakaian tongkat, pemasangan bidai, latihan, dan
sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat mulai dilakukan fisioterapi. 5. Pembedahan Jika segala
pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka dapat dipertimbangkan
pembedahan yang bersifat ortopedi, contohnya sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement,
dan sebagainya. (Kapita Selekta, 2014)
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
Terdapat 3 kategori pemeriksaan laboratorium yang bermanfaat pada kasus yang
dicurigai terkena AR yaitu marker inflamasi, parameter hematologis, dan parameter imunologis.
(Smith, 2016)
Pemeriksaan laboratoris yang termasuk marker inflamasi adalah LED dan CRP.
Parameter hematologis yang dimaksud adalah pemeriksaan darah lengkap. Pada AR sering
didapatkan anemia terkait inflamasi kronis, juga mungkin disebabkan oleh etrapi NSAID dan
DMARD. Selain anemia mungkin juga didapatkan trombositosis yang berhubungan dengan
aktivitas penyakit. Trombositopenia meskipun jarang dapat ditemui pada sindrom felty. Dapat
pula ditemukan leukositosis ringan ataupun leukopenia akibat sindrom felty. (Smith, 2016)
Parameter imunologis yang sering diperiksa pada kasus AR adalah RF, antibody anti-CCP,
dan ANAs. AF adalah antibodyIgM yang melawan fragmen Fc yang terdapat pada 60-80% kasus
AR. ANAs dapat ditemukan apda sekitar 40% kasus AR. (Smith, 2016) Pemeriksaan anti-CCP atau
juga dikenal dengan anti-citrullinated protein antibody (ACPA) sekarang digunakan secara klinis
10
untuk mendiagnosis AR. Pasien dengan hasil tes ACPA positif memiliki AR yang lebih
erosivedibandingan ACPA yang negative. (Smith, 2016)
2) Pemeriksaan Radiologi
Pada AR pemeriksaan radiologis yang menjadi plilihan utama adalah x-ray. X-ray
cenderung lebih murah dan bias diulang untuk mendapatkan perbandingan serial pada
perjalanan penyakit. Kekurangan yang utama pada x-ray adalah tidak dapat melihat temuan
spesifik pada awal penyakit, karena erosi biasanya muncul pada fase lanjut. (Tsou, 2016)
MRI menyediakan pemeriksaan yang lebih akurat, untuk dapat mendeteksi perubahan
minimal apda fase awal penyakit, namun mahalnya biaya penggunaan MRI membatasi
penggunaan alat ini. USG pada sensi-sendi tertentu juga memiliki peranan apda AR. (Tsou, 2016)
Tanda awal pada AR adalah pembengkakan pada jaringan lunak di sekitar sendi dengan
penampakan sendi yang fusiform. Awalnya celah antar sendi melebar akibat efusi, kemudian
setelah terjadi destruksi kartilago, celah sendi menjadi menyempit. Setelah menyempit baru
terjadi erosi pada tulang. Fusi atau ankklosis sendi biasanya terjadi pada AR fase lanjut. (Tsou,
2016)
MRI dapat memberikan gambaran perubahan jaringan lunak, defek pada kartilago, dan
erosi tulang yang berkaitan dengan AR.Kemampuan untuk mendeteksi hipertrofi synovial dan
pembemtukanpannus sebelum terjadi erosi tulang sangat bermanfaat untuk prognosis pasien
AR dengan pemberian terapi secepat mungkin. (Tsou, 2016)
MRI tulang karpal dengan adanya hipertrofi synovial pada dorsal (tanda panah) (Tsou,
2016). USG dapat dgunakan pada AR untuk mendeteksi berbagai kelainan. Efusi sendi akan
bersifat hipoekoik, sementara hipertrofi synovial akan terlihat hiperekoik, dan erosi tulang akan
Nampakiregularitas pada korteks yang hiperekoik. (Tsou, 2016)
11
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Sirkulasi -
Eliminasi -
12
Reproduksi dan -
Seksualitas
13
Lingkungan Keamanan dan DO : -
proteksi DS :
1. Disfungsi autoimun
b. Pemeriksaan Laboratorium
14
tubuh. Pemeriksaan ini bukanlah Keluhan-keluhan
cara diagnostis yang bisa berdiri yang mengganggu di
sendiri tanpa tes-tes lain otot.
Laju endap darah dihitung dalam
satuan millimeter per jam
(mm/jam). Hasil tes yang dianggap
normal adalah sebagai berikut:
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronik
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Resiko cedera
4. Ansietas
5. Deficit perawatan diri
15
Pathway
Penyimpangan aktivitas koding genetic antigen HLA
Tubuh kehilangan kemampuan untuk mengenali dan membedakan antigen dirinya dan antigen asing
Antigen tersebut dibawah kekelenjar getah bening untuk mengaktifkan sel T-helper CD4
Sel T-helper merangsang sel B didekatnya untuk mulai berkemabng biak dan berdiferensiasi menjadi sel plasma
Sel T mengeluarkan sitoksin interferon gamma dan interleukin-17 untuk merekrut lebih banyak sel inflamasi seperti
makrofog keruang sendi yang menyebabkan inflamasi
Peningkatan sel synovial dan kekebalan tubuh mengakibatkan sel-sel menciptakan pannus
Membrane synovial membenguak dengan granulasi/jaringan parut yang terdiri dari fibroblast dan sel-sel inflamasi
Lesi sendi yang terjadi pada membran sinovium mengakibatkan antibody RF(Autoantibodi) muncul melawan
16IgG
Terbentuk kompleks imun (antigen-antibodi)
DX. GANGGUAN
Pelepasan DX. GANGGUAN
mediator kimia Penebalan membrane synovial Fagositosis kompleks imun oleh sel
bradikinin,dan histamin radang
18
4. frekuensi nadi meningkat nonfarmakologis untuk dirasakan klien
5. sulit tidur mengurangi rasa nyeri ( mis. 3. untuk dapat mengeathui
Gejala dan tanda minor : TENS, hypnosis, akupresur, faktor yang digunakan
Subjektif : -
terapi music, terapi pijat, dll) untuk meredam nyeri
Objektif :
1. tekanan darah meningkat 2. . kontrol lingkungan yang
Edukasi :
2. pola nafas berubah memperberat rasa nyeri ( mis.
1. agar pasien mengetahui
3. nafsu makan berubah Suhu ruangan, pencahayaan,
penyebab, periode dan
4. proses berfikir terganggu kebisingan)
pemicu nyeri
5. menarik diri 3. pertimbangkan jenis das umber
2. agar pasien memahami
6. berfokus pada diri sendiri nyeri dalam pemilihan strategi
strategi meredam nyeri
7. diaforesis meredam nyeri
3. agar pasien dapat
kondisi klinis terkait Edukasi :
memonitor nyeri secara
1. kondisi pembedahan 1. jelaskan penyebab, periode,
mandiri
2. cedera traumatis dan pemicu nyeri
4. agar nyeri pasien dapat
3. infeksi 2. jelaskan strategi meredam
teratasi
4. sindrom koroner akut nyeri
5. agar pasien mampu
5. glaukoma 3. anjurkan memonitor nyeri
mengurangi nyeri tanpa
secara mandiri
menggunakan obat
4. anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
kolaborasi :
5. anjurkan tehnik 4. untuk meredakan nyeri
nonfarmakologis untuk pada pasien ketika
mengurangi rasa nyeri teknik nonfarmakologis
19
Kolaborasi : tidak mampu
1. kolaborasi pemberian
mengatasinya
analgetik, jika perlu
2. Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas fisik Intervensi Utama : Observasi :
(D.0054) Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi (I.05173) 1. untuk dapat
Kategori : Fisiologis keperawatan 3x24 jam Definisi :
mengetahui ada
Sub kategori : Aktivitas/Istirahat masalah gangguan Memfasilitasi pasien untuk
Definisi : mobilitas fisik pada klien meningkatkan aktifitas pergerakan tidaknya nyeri dan
Keterbatasan dalam gerakan fisik dapat teratasi dengan fisik.
keluhan fisik lain
dari satu atau lebih ekstremitas kriteria hasil : Tindakan
secara mandiri. 1. pergerakan ekstremitas Observasi : yang dirasakan pasien
Penyebab : 1. identifikasi adanya nyeri atau
meningkat 2. agar dapat mengetahui
1. kerusakan integritas struktur
keluhan fisik lainnya
2. kekuatan otot sejauhmana toleransi
tulang
2. identifikasi toleransi fisik
meningkat fisik yang dapat
2. perubahan metabolisme
melakukan pergerakan
3. nyeri menurun dilakukan pasien
3. ketidakbugaran fisik
3. monitor frekuensi jantung dan
4. kaku sendi menurun 3. agar dapat mengetahui
4. penurunan kendali otot
tekanan darah sebelu memulai
5. gerakan terbatas apakah mobilisasi
5. penurunan massa otot
mobilisasi
menurun fisik yang dilakukan
6. penurunan kekuatan otot
4. monitor kondisi umum selama
6. kelemahan fisik dapat membebani
7. keterlambatan perkembangan
melakukan mobilisasi
menurun jantung atau tidak
8. kekakuan sendi
Terapeutik :
4. agar dapat mengetahui
9. kontraktur 1. fasilitasi aktivitas mobilisasi
apa yang terjadi pada
10. malnutrisi dengan alat bantu (mis. pagar
pasien selama
11. gangguan muskoloskeletal tempat tidur)
melakukan mobilisasi
12. gangguan neuromuskular 2. libatkan keluarga untuk
Terapeutik :
13. indeks masa tubuh diatas membantu pasien dalam
1. agar terhindar dari
20
presentil ke 75 sesuai usia meningkatkan pergerakan resiko jatuh
14. efek agen farmakologis Edukasi : 2. agar keluarga
2. jelaskan tujuan dan prosedur
15. program pembatasan gerak mengetahui apa yang
mobilisasi
16. nyeri sedang terjadi pada
3. ajarkan mobilisasi sederhana
17. kurang terpapar informasi pasien
yang harus dilakukan.
tentang aktivitas fisik Edukasi :
1. agar pasien dan
18. kecemasan
keluarga dapat
19. gangguan kognitif
mengetahui tujuan dan
20. gangguan melakukan
prosedur mobilisasi
pergerakan
yang akan dilakukan
21. gangguan sensori presepsi
2. agar pasien dapat
gejala dan tanda mayor
subjektif : melakukannya sendiri
1. mengeluh sulit
jika tidak ada perawat.
menggerakkan ekstremitas
objektif :
5. kekuatan otot menurun
6. rentang gerak (ROM)
menurun
gejala dan tanda minor
subjektif :
1. nyeri saat bergerak
2. enggan melakukan
pergerakan
21
3. merasa cemas saat bergerak
objektif :
1. sendi kaku
2. gerakan tidak terkordinasi
gerakan terbatas
fisik melemah
kondisi klinis terkait :
1. stroke
2. cedera medula spinalis
3. trauma
4. fraktur
5. keganasan
3. Resiko Cedera (D.0136) Tingkat cedera Intervensi utama : Observasi :
Kategori : Lingkungan Setelah dilakukan tindakan Menejemen Keselamatan 1. Agar dapat mengetahui
Sub kategori : Keamanan dan keperawatan 3x24 jam Lingkungan (I.14513)
kebutuhan keselamatan
proteksi masalah resiko cedera pada Definisi :
Definisi : klien dapat teratasi dengan Mengidentifikasi dan mengelola yang diperlukan pasien
Beresiko mengalami bahaya atau kriteria hasil : lingkungan fisik untuk
2. Agar dapat mengetahui
kerusakan fisik yang 1. Toleransi aktivitas meningkatkan keselamatan.
menyebabkan seorang tidak lagi Tindakan perubahan status
meningkat
sepenuhnya sehat atau dalam Observasi :
kesehatan lingkungan
kondisi baik. 2. Kejadian cedera 1. Identifikasi kebutuhan
Faktor resiko : yang dialami pasien
menurun keselamatan (mis. kondisi
Eksternal
Terapeutik :
1. Terpapar patigen 3. Gangguan mobilitas fisik, kondisi koognitif dan
1. Agar lingkungan tidak
2. Terpapar zat kimia toksik menurun riwayat perilaku)
dapat membahayakan
3. Terpapar agen nosokomial 2. Monitor perubahan status
pasien
4. Ketidakamanan transportasi keselamatan lingkungan
2. Agar dapat membantu
22
Internal Terapeutik : pasien untuk bergerak
1. Ketidaknormalan profil darah 1. Modifikasi lingkungan untuk
dan tidak menimbulkan
2. Perubahan orientasi afektif meminimalkan bahaya dan
cedera
3. Perubahan sensasi resiko
Edukasi :
4. Disfungsi autoimun 2. Sediakan alat bantu keamanan 2. Agar indivdu,
5. Disfungsi biokimia lingkungan keluarga dan kelompok
6. Hipoksia jaringan Edukasi : resiko tinggi dapat
1. Ajarkan individu, keluarga,dan
7. Kegagalan mekanisme mencegah bahaya yang
kelompok resiko tinggi bahaya
pertahanan tubuh akan terjadi di
lingkungan
8. Malnutrisi lingkungan
9. Perubahan fungsi psikomotor
10. Perubahan fungsi kognitif
Kondisi klinis terkait :
1. Kejang
2. Sinkop
3. Vertigo
4. Gangguan pengelihatan
5. Gangguan pendengaran
6. Reterdasi mental
4. Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas(L. Reduksi ansietas (I.09314) Reduksi ansietas
Kategori : Psikologis 09093) Definsi : Observasi
Subkategori : Integritas Ego Kriteria Hasil Meminimalkan kontak individu - Untuk mengetahui
Definisi : Setelah dilakukan tindakan dan pengalaman subyektif perubahan seperti
23
Kondisi emosi dan pengalaman keperawatan selama 3x24 terhadap objek yang tidak jelas kondisi, waktu dan
Subyektif individu terhadap jam masalah Ansietas dan spesifik akibat antisipasi stressor
objek yang tidak jelas dan teratasi dengan indikator : bahaya yang memungkinkan - Untuk dapat
spesifik akibat antisipasi bahaya 1. Verbalisasikebingun individu melakukan tindakan mengetahui
yang memungkinkan individu gan dari skala 1 untuk menghadapi ancaman. perubahan dari
melakukan tindakan untuk (meningkat) Tindakan ansietas.
mengahdapi ancaman . menjadi skala 4 Observasi
(Cukup menurun) - Identifikasi saat tingkat Terapeutik
Penyebab : 2. Verbalisasi khawatir ansietas berubah (mis. - agar pasien dapat
1. Krisis situasional akibat kondisi yang kondisi, waktu, stressor) melekakukan
2. Kebutuhan tidak dihadapi dari skala - Monitor tanda-tanda terapeutik dengan
terpenuhi 1 (meningkat) ansietas (verbal dan benar
3. Krisis maturasional menjadi skala 4 nonverbal). - agar perawat dapat
4. Ancaman terhadap (Cukup menurun) mendengarkan
konsep diri 3. Perilaku Gelisah Terapeutik informasi dengan
5. Ancaman terhadap dari skala 1 - Temani pasien untuk baik dan akurat dari
kematian (meningkat) mengurangi kecemasan, pasien
6. Kekhawatiran menjadi skala jika perlu. - agar perawat
mengalami kegagalan 4(Cukup menurun) - Ciptakan suasana mudah dan tenang
7. Disfungsi sistem 4. Perilaku tegang dari terapeutik untuk melakukan
keluarga skala 1 (meningkat) menumbuh kepercayaan tindakan terapeutik.
8. Hubungan orang tua- menjadi skala - Dengarkan dengan penuh
24
anak tidak memuaskan 4(Cukup menurun) perhatian Edukasi
9. Faktor keturunan 5. Keluhan pusing dari - Gunakan pendekatan - Agar pasien
(Temperamen mudah skala 1 (meningkat) dengan tenang dan mengetahui apa
teragitasi sejak lahir) menjadi skala 4 meyakinkan yang terjadi
10. Penyalahgunaan Zat (Cukup menurun) setelah melakukan
11. Terpapar bahaya 6. Anoreksia dari skala Edukasi terapeutik
lingkungan (mis. toksin, 1 (meningkat) - Jelaskan prosedur, - Agar pasien dapat
polutan, dan lain-lain). menjadi skala termasuk sensasi yang memahami
12. Kurang terpapar informsi 4(Cukup menurun) mungkin dialami pengobatan dari
Gejala dan tanda mayor 7. Palpitasi dari skala - Informasikan secara actual tindakn yang akan
Subjektif 1 (meningkat) mengenai diagnosis, dilakukan
1. Merasa bingung menjadi skala 4 pengobatan dan prognosis - Agar pasien dapat
2. Merasa khawatir dengan (Cukup menurun) - Latih tehnik relaksasi melakukan dengan
akibat dari kondisi yang 8. Diaforesis dari skala sendiri tehnik
di hadapi 1 (meningkat) relaksasi ketika
3. Sulit berkonsentrasi menjadi skala 4 tanda-tandanya
Objektif (Cukup menurun) mulai muncul
1. Tampak gelisah 9. Tremor dari skala 1 Kolaborasi
2. Tampak tegang (meningkat) - Agar tingkat
3. Sulit tidur menjadi skala Kolaborasi kecemasan ansietas
Gejala dan tanda minor 4(Cukup menurun) Kolaborasi pemberian obat menurun dengan
antiansietas, jika perlu
Subjektif 10. Pucat dari skala 1 diberikan obat
25
1. Mengeluh pusing (meningkat) antansietas
2. Anoreksia menjadi skala
3. Palpitasi 4(cukup menurun)
4. Merasa tidak berdaya 11. Konsentrasi dari
Objektif skala 1 (meningkat)
3. Frekuensi napas menjadi skala 4
meningkat (cukup Menurun)
4. Frekuensi nadi 12. Pola tidur dari skala
meningkat 1 (memburuk)
5. TD meningkat menjadi skala 4
6. Diaforesis (Cukup membaik)
7. Tremor 13. Frekuensi nadi dari
8. Muka tampak pucat skala 1 (memburuk)
9. Suara bergetar menjadi skala 4
10. Kontak mata buruk (cukup membaik)
11. Sering berkemih 14. Tekanan Darah dari
12. Berorientasi pada masa skala 1 (memburuk)
lalu menjadi skala 4
Kondisi klinis terkait (Cukup membaik)
1. Penyakit kronis progresif 15. Kontak mata dari
(mis. kanker, penyakit skala 1 (memburuk)
autoimun). menjadi skala 4
26
2. Penyakit akut (Cukup membaik)
3. Hospitalisasi 16. Pola berkemih dari
4. Rencana operasi skala 1 (memburuk)
5. Kondisi diagnosis menjadi skala 4
penyakit belum jelas (Cukup membaik)
6. Penyakit neurologis Orientasi dari skala 1
(memburuk) menjadi skala
7. Tahap tumbuh kembang
4 (Cukup membaik)
5. Diagnosa : Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama : Observasi :
diri keperawatan 3x24 jam Dukungan perawatan diri 1. untuk dapat
Kategori : perilaku masalah defisit perawatan mengidentifikasi aktivitas
Subkategori : kebersihan diri diri dapat diatasi dengan Definisi : perawatan diri klien sesuai
kriteria hasil : Memfasilitasi pemenuhan dengan usia
Definisi : 1. kemampuan mandi pasien kebutuhan perawatan diri 2. untuk dapat mengetahui
Tidak mampu melakukan atau meningkat tingkat kemandirian klien
menyelesaikan aktivitas 2. kemempuan mengenakan Tindakan 3. untuk dapat mengetahui
perawatan diri . pakaian meningkat Obsevasi : kebutuhan atau alat bantu
3. kemampuan ke toilet 1. identifikasi kebiasaan aktivitas kebersihan diri, berpakaian,
Penyebab : (BAB/BAk) meningkat perawatan diri sesuai usia berhias, dan makan dari
1. Gangguan muskulokeletal 4. kemampuan 2. monitor tingkat kemandian klien.
2. Gangguan Neuromuskuler mempertahankan kebersihan 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
3. Kelemahan diri meningkat kebersihan diri, berpakaian, berhias,
4. Gangguan psikologis dan/atau 5. minat melakukan dan makan Terapeutik :
27
psikotik perawatan diri meningkat. 1. untuk dapat menyediakan
5. Penurunan motivasi/minat lingkungan yang terapeutik
yaitu lingkungan suasan
Gejala dan tanda mayor Terapeutik : hangat, rileks, privasi.
Subjektif : 1. Sediakan lingkungan yang 2. untuk dapat mendukung
1. menolak melakukan perawatan terapeutik (mis. Suasana hangat, perilaku perawatan diri dari
diri rileks, privasi) klien seperti parfum, sikat
Objektif : 2. Siapkan keperluan pribadi (mis. gigi, dan sabun mandi.
1. Tidak mampu Parfum, sikat gigi, dan sabun 3. untuk dapat
mandi/mengenakan mandi ) meningkatkan tingkat
pakaian/makan/ke toilet/berhias 3. dampingi dalam melakukan kemandirian klien dalam
secara mandiri perawatan diri sampai mandiri. perawatan diri sampai
2.minat melakukan perawatan diri 4. fasilitasi untuk menerima keadaan mandiri.
kurang ketergantungan 4. untuk dapat menerima
5.fasilitasi kemandirian, bantu jika keadaaan ketergantungan
Gejala dan tanda minor tidak mampu melakukan perawatan dari klien.
Subjektif : diri. 5. untuk dapat membantu
(tidak tersedia) 6. jadwalkan rutinitas perawatan diri klien dalam peningkatan
Objektif : perawatan diri.
(tidak tersedia) 6. untuk lebih
meningkatkan kemauan
Kondisi Klinis Terkait klien untuk meningkatkan
28
1. Stroke perawatan diri
2. Cedera medulla spinalis
3. Depresi Edukasi : Edukasi :
4. Arthriritis rheumatoid 1. anjurkan melakukan perawatan 1. agar klien daoat
5. Retardasi mental diri secara konsisten sesuai meningkatkan kemampuan
6. Deriluim kemampuan. perawatan diri secara
7. Demensia konsisten.
8. Gangguan Amnestik
9. Skizofrenia dan gangguan
psikotik lain
10. fungsi penilaian terganggu.
Keterangan :
Diagnosa ini dispesifikan menjadi
salah satu atau lebih dari :
1. Mandi
2. Berpakaian
3. Makan
4. Toileting
5. Berhias
29
1. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Gangguan - mengidentifikasi adanya nyeri atau S : Klien masih mengeluh sulit menggerakkan
Mobilitas Fisik ekstremitas
keluhan fisik lainnya
(D.0054) O : - klien tampak meringis
- mengidentifikasi toleransi fisik - klien tidak mampu menuntaskan aktivitas
melakukan pergerakan A : Masalah gangguan mobilitasi fisik belum
teratasi
- memonitor frekuensi jantung dan
P : Pertahankan intervensi
tekanan darah sebelu memulai
30
mobilisasi
- memonitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
- memfasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis. pagar tempat
tidur)
- melibatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
- menjelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- mengajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan.
Resiko Cedera - mengdentifikasi kebutuhan S : klien mengungkapkan perubahan gaya hidup
(D.0136) dan mengeluh masih sulit bergerak
keselamatan (mis. kondisi fisik,
O : kekuatan otot klien menurun
kondisi koognitif dan riwayat perilaku) A : masalah resiko cedera belum teratasi
P : peratahankan intervensi
- Memonitor perubahan status
keselamatan lingkungan
- Memodifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan resiko
- Menyediakan alat bantu keamanan
lingkungan
- Mengajarkan individu, keluarga,dan
31
kelompok resiko tinggi bahaya
lingkungan
-
32
BAB III
Penutup
3.1 Simpulan
Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis
erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit RA ada 3 macam yaitu
monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar kasus perjalananya kronik kematian dini
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan
Pemahaman mengenai anatonomi normal dan fisiologi persendian diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami
patofisiologi penyakit reumatik. Fungsi persendian sinovial memilki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orang tidak mempunyai
kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan.
3.2 Saran
DenganadanyaasuhankeperawatanArtritisReumatoridini,
kiranyadapatmenambahwawasanparapembacaterkaitArtritisReumatoridbaikdalamhalpencegahanmaupunpenangan
an.Semogadapat pula dijadikansebagaireferensiilmuterkaitArtritisReumatorid.
33
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, C.M, Butcher, H.K, Dochterman, J.M & Wangner, C.M. (2016). Nursing Interventions Clasification (NIC). Indonesia : CV. Mocomedia and
is published by arrangements with Elsevier Inc.
Bureau. 2016. Growth in Cities and Countries. Bureau: National Bureau of Economic Research.
Editor. Chris Tanto, et al. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Ed 4. Jakarta: Media Aesculapius, pp 835-839
Febriana (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus RheumatoidArthritisAnkleBillateral Di RSUD Saras Husada Purworejo. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Longo, Dan L. MD., Kasper, Dennis L. MD., etal. 2012. Harrison’sPrincipleof Internal Medicine ed.18 Chapter 231: RheumatoidArthritis.
McGrawHillCompanies, Inc. USA.
Lukman, dkk. (2009) Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika
Moorhead, S, Johnson, Maas, M.L, Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes clasification (NOC). ISBNIndonesia : CV. Mocomedia and is published
by arragement with Elsevier Inc
NANDA. (2015). NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10 editor T Heather Herdman, Shigemi
Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Putra,T.R., Suega,K., Artana,I.G.N.B. (2013). Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
34
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2014). Diagnosis dan Pengelolaan ArtritisReumatoid. Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
ISBN
Sjamsuhidajat, R, etal. 2010. Buku Ajar ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong Edisi 3. EGC. Jakarta.
Smith HR. 2016. RheumatoidArthritis. Medscape. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2016 dari http://emedicine.medscape.com/article/331715-
overview#showall.
Suarjana, I.N. (2009). ArtritisReumatoid. dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V, FKUI, Jakarta, pp.2495-508
Tsou IYY. 2016. RheumatoidArhtritisHandImaging. Medscape. Diakses tanggal 9 Oktober 2016 dari
http://emedicine.medscape.com/article/401271-overview#showall
World Health Organization. 2012. Promoting Rational Use of Medicines: Core Components. WHO. Geneva.
Yuliati, Agrina dan Misrawati. 2013. Gambaran Pengetahuan Keluarga tentang Pengobatan Rematik dengan Air Rebusan Jahe di Kelurahan
Meranti Pandak Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai. Riau: Program Studi Ilmu KeperawatanUniversitas Riau.
Zakir, Mardiana. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia Kencana. Jurnal Keperawatan. Volume X, No. 1.
35