Anda di halaman 1dari 36

“ASUHAN KEPERAWATAN ARTHRITIS RHEUMATOID”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4 (KELAS B & C)

1. Vikryanto R Iman (841418051)


2. Regita Pratiwi Thaib (841418063)
3. Fadliyah Dambea (841418042)
4. Dewi Apriani Dunggio (841418070)
5. Zulfiana Salzabila (841418045)
6. Maria Christy Poli (841418068)
7. Aliza Purnamawati Harinda (841418062)
8. Ridzky Salsabilah Ma’ruf (841418039)
9. Mohamad Yahya Ibrahim (841418076)
10. Firda Wunani (841418083)
11. Nirmala Andriani Husain (841418086)
12. Amnalia Lestari (841418089)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Imunologi Artritis” dengan baik dan tepat waktu. Adapun pembuatan makalah ini
dilakukan sebagai pemenuhan nilai tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
II. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk memberikan manfaat yang
berguna bagi pengetahuan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan
membantu dalam pembuatan makalah sehingga semua dapat terselesaikan dengan baik
dan lancer. Selain itu, penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun terhadap kekurangan dalam makalah agar selanjutnya penulis dapat
memberikan karya yang lebih baik dan sempurna. Semoga makalah ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi pengetahuan para pembaca.

Gorontalo, 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3
2.1 Konsep Medis............................................................................................3
a. Definisi................................................................................................3
b. Etiologi................................................................................................3
c. Prognosis.............................................................................................6
d. Manifestasi Klinis................................................................................7
e. Klasifikasi............................................................................................8
f. Patofisiologi.........................................................................................9
g. Komplikasi………………………………………………………….10
h. Penatalaksanaan................................................................................10
i. Pemeriksaan penunjang…………………………………………….10
2.2 Konsep Keperawatan…………………………………………………...12
a. Pengkajian…………………………………………………………..12
b. Diagnosa…………………………………………………………….15
c. Pathway……………………………………………………………..16
d. Intervensi……………………………………………………………18

BAB III PENUTUP.............................................................................................33


3.1 Simpulan..................................................................................................33
3.2 Saran........................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................34

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang disebabkan karena adanya peradangan
atau inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan sendi dan nyeri. Nyeri dapat muncul apabila
adanya suatu rangsangan yang mengenai reseptor nyeri. Penyebab arthritis rheumatoid belum
diketahui secara pasti, biasanya hanya kombinasi dari genetic, lingkungan, hormonal, dan faktor
system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikroplasma dan virus (Yuliati, et.a., 2013).

Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil positif di


berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat
meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia,
akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat
(Zakir, 2014).

Jumlah penduduk yang bertambah dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan
berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan sosial ekonomi. Permasalahan
pada lansia sebagian besar adalah masalah kesehatan akibat proses penuaan, ditambah
permasalahan lain seperti masalah keuangan, kesepian, merasa tidak berguna, dan tidak produktif.
Banyaknya permasalahan yang dihadapi lansia, maka masalah kesehatanlah yang jadi 2 peran
pertama dalam kehidupan lansia seperti munculnya penyakit-penyakit yang sering terjadi pada
lansia (BKKBN, 2012).

Penduduk lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan akibat proses alamiah yaitu
proses menua (Aging) dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling
berinteraksi. Permasalahan yang berkembang memiliki keterkaitan dengan perubahan kondisi fisik
yang menyertai lansia. Perubahan kondisi fisik pada lansia diantaranya adalah menurunnya
kemampuan muskuloskeletal kearah yang lebih buruk (Nugroho,2010).

Penduduk lansia (usia 60 tahun keatas) di dunia tumbuh dengan sangat cepat bahkan
tercepat di bidang kelompok usia lainnya. Penduduk lansia mengalami peningkatan yang signifikan

3
pada tahun 2015, jumlah penduduk lansia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi
20,547,541 pada tahun 2016 (Bureau, 2016).

Penderita arthritis rheumatoid pada lansia diseluruh dunia telah mencapai angka 355 juta
jiwa, artinya 1 dari 6 lansia didunia ini menderita reumatik. Diperkirakan angka ini terus meningkat
hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami kelumpuhan. Organisasi
kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20% penduduk dunia terserang penyakit arthritis
rheumatoid,dimana 5-10% adalah merekayang berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55
tahun (WHO, 2012).

Di Indonesia reumatik mencapai 23,6% hingga 31,3%. Angka ini menunjukkan bahwa
tingginya angka kejadian reumatik. Peningkatan jumlah populasi lansia yang mengalami penyakit
reumatik juga terjadi di Jawa Timur, berdasarkan data statistik Indonesia (2016)

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep medis artritis rheumatoid ?
2. Bagaimana konsep keperawatan artritis rheumatoid ?
1.3 TUJUAN
1. Menjelaskan bagaiman konsep medis artritis rheumatoid
2. Menjelaskan konsep keperawatan artritis rheumatoid

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP MEDIS

1. Definis

Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya
belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai
keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik
dan progresif. Sebagian besar kasus perjalananya kronik kematian dini (Rekomendasi Perhimpunan
Reumatologi Indonesia,2014).

4
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan “itis” yang berarti
peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi. Sedangkan RheumatoidArthritis
adalah suatu penyakit autoimundimana persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada
bagian dalam sendi (Febriana,2015).

Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak mengenai
penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi yang besar. Diagnosis
dini sering menghadapai kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan gambaran
karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan waktu dimana sering sudah terlambat
untuk memulai pengobatan yang adekuat (Febriana,2015).

2.Etiologi

Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan dengan


interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan (Suarjana, 2009)

1) Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki angka
kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).
2) Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari
PlacentalCorticotraoninReleasingHormone yang mensekresidehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Dan
stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan menghambat
respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga estrogen dan
progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan penyakit ini
(Suarjana, 2009).
3) Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang (host)
dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya penyakit RA
(Suarjana, 2009).
4) HeatShock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon terhadap
stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi
fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada
agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit
dengan sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2009).

5
5) Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok (Longo, 2012)
3. Prognosis

Perjalanan penyakit dari RA ini bervariasi dan juga ditentukan dari ketaatan pasien untuk
berobat dalam jangka waktu yang lama. Lima puluh hingga tujuh puluh lima persen penderita
ditemukan mengalami remisi dalam dua tahun. Selebihnya dengan prognosis yang lebih buruk.
Kejadian mortalitas juga meningkat 10-15 tahun lebih awal dibandingkan mereka yang tidak
mengalami RA. Khususnya pada penderita RA dengan manifestasi yang berat, kematian dapat
disebabkan oleh infeksi, penyakit jantung, gagal nafas, gagal ginjal, dan gangguan saluran cerna.
Sekitar 40% pasien RA mengalami hendaya dalam 10 tahun ke depanya. Penggunaan DMARD
kurang dari 12 minggu setelah gejala awal menunjukkan hasil remisi yang lebih baik (Kapita Selekta,
2014). Indikator prognostik buruk berupa banyak sendi yang terserang, LED dan CRP tinggi, RF (+)
tinggi dan anti CCP (+), erosi sendi pada awal penyakit dan sosial ekonomi rendah.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular dan
manifestasi ekstraartikular (Suarjana, 2009).
a) Manfestasiartikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa, dan sarung
tendo yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, serta hidrops
ringan (Sjamsuhidajat, 2010). Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak,
kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama kekambuhan,
namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik
(Surjana, 2009). Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi manifestasi
klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa gejala asimptomatik setelah
bertahun-tahun dari onset terjadinya (Longo, 2012).
b) Distribusi sendi yang terlibat dalam RA cukup bervariasi. Tidak semua sendi
proporsinya sama, beberapa sendi lebih dominan untuk mengalami inflamasi, misalnya
sendi sendi kecil pada tangan (Suarjana, 2009).
Manifestasi ekstraartikular jarang ditemukan pada RA (Syamsyuhidajat, 2010).
Secara umum, manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagian tubuh. Manifestasi
ekstraartikular pada RA, meliputi (Longo, 2012):
a) Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA. Tanda dan gejalanya
berupa penurunan berat badan, demam >38,3oc , kelelahan (fatigue), malaise, depresi

6
dan pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang secara umum merefleksi derajat
inflamasi dan kadang mendahului terjadinya gelaja awal pada kerusakan sendi (Longo,
2012).
b) Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level tertinggi aktivitas
penyakit ini. Saat dipalpasinodul biasanya tegas, tidak lembut, dan dekat periosteum,
tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat di paru-paru, pleura, pericardium, dan
peritonuem. Nodul bisanya benign (jinak), dan diasosiasikan dengan infeksi, ulserasi
dan gangren (Longo, 2012).
c) Sjogren’ssyndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondarysjogren’ssyndrome.
Sjogren’ssyndrome ditandai dengan keratoconjutivitissicca (dryeyes) atau xerostomia
(Longo, 2012).
d) Paru (pulmonary) contohnya adalah penyakit pleura kemudian diikuti dengan penyakit
paru interstitial (Longo, 2012).
e) Jantung (cardiac) pada <10% penderita. Manifestasi klinis pada jantung yang
disebabkan oleh RA adalah perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, penyakti arteri
koreoner atau disfungsi diastol (Longo, 2012).
f) Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita dengan penyakit RA
yang sudah kronis (Longo, 2012).
g) Hematologi berupa anemia normositik, immmunemediatedtrombocytopenia dan
keadaan dengan trias berupa neutropenia, splenomegaly,dannodular RA sering disebut
dengan feltysyndrome. Sindrom ini terjadi pada penderita RA tahap akhir (Longo,
2012).
h) Limfoma, resiko terjadinya pada penderita RA sebesar 2-4 kali lebih besar dibanding
populasi umum. Hal ini dikarenakan penyebaran B-celllymphomasercara luas (Longo,
2012).
5. Klasifikasi/stage

Menurut Buffer, 2010 dalam (Yazid, 2016) Rheumatoid Arthritis diklasifikasikan


menjadi 4 (empat) tipe, yaitu:

1. Rheumathoid Arthritis Clasik

7
Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu
2. Rheumathoid Arthritis deficit
Pada tipe ini terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable Rheumathoid Arthritis
Pada tipe ini terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible Rheumathoid Arthritis
Pada tipe ini terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan

6. Patofisiologi

Pemahaman mengenai anatonomi normal dan fisiologi persendian diartrodial atau sinovial
merupakan kunci untuk memahami patofisiologi artritis reumatoid. Artritis reumatoid dimulai
dengan adanya penyimpangan aktivitas koding genetik HLA. Penyimpangan tersebut menyebabkan
tubuh kehilangan kemampuan untuk mengenali dan membedakan antigen dirinya dan antigen
asing. Kemudian Antigen-antigen tersebut dibawa ke kelenjar getah bening untuk mengaktifkan sel
T-helper CD4+. sel T-helper merangsang sel B didekatnya untuk mulai berkembang biak dan
berdeferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan autoantibodi spesifik terhadap self-antigen
ini. Setelah sel B menghasilkan antibodi, sel T-helper memasuki sirkulasi dan mencapai sendi sel T-
helper mengeluarkan sitokininerferon gamma dan interleukin-17 untuk merekrut lebih banyak sel
inflamasi seperti makrofag ke ruang sendi dan dapat menyebabkan inflamasi. Peningkatan sel
sinovial dan kekebalan tubuh menakibatkan sel sel menciptakan pannus. Mempransinovial yang
membengkak dengan granulasi/jaringan parut terdiri dari firoblas dan sel-sel inflamasi. Lesi sendi
yang terjadi pada membran sinovium mengakibatkan antibodi RF (autoantibodi) muncul melawan
IgG sehingga terbentuklah kompleks imun (antigen-antibodi) yang mengakibatkan adanya
pengendapan kompleks imun pada membran sinovial/permukaan kartilago artikuler.
Perkembangan panus dapat menyebabkan kerusakan sendi yang kita kenal dengan penyakit
artitritisreumatoid.

7. Komplikasi

8
Jika tidak ditangani dengan baik, rheumatoidarthritis dapat menyebabkan beberapa
komplikasi (dr. Tjin Willy, 2019) diantaranya yaitu:
1) Cervicalmyelopathy
Kondisi ini terjadi ketika rheumatoidarthritis menyerang sendi tulang leher dan
mengganggu saraf tulang belakang.

2) Carpaltunnelsyndrome
Kondisi ini terjadi ketika rheumatoidarthritis menyerang sendi pergelangan tangan,
sehingga menekan saraf di sekitarnya.

3) Sindrom sjogren
Kondisi ini terjadi saat sistem kekebalan tubuh menyerang kelenjar air mata dan ludah,
sehingga menimbulkan keluhan mata kering dan mulut kering.

4) Limfoma
Limfoma merupakan sejenis kanker darah yang tumbuh pada sistem getah bening.

5) Penyakit jantung
Kondisi ini dapat terjadi bila sistem kekebalan tubuh menimbulkan peradangan di
pembuluh darah jantung.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi dan pembedahan bila


diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga. Tujuan pengobatan adalah menghilangkan
inflamasi, mencegah deformitas, mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan
lebih lanjut (Kapita Selekta,2014).

1. NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug)

Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID yang dapat
diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen, naproksen, piroksikam, dikofenak, dan sebagainya. Namun
NSAID tidak melindungi kerusakan tulang rawan sendi dan tulang dari proses destruksi.

2. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)

Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses destruksi oleh
Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin, metotreksat, sulfasalazine,

9
garam emas, penisilamin, dan asatioprin. DMARD dapat diberikan tunggal maupun kombinasi
(Putra dkk,2013).

3. Kortikosteroid

Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-7,5mg/hari sebagai “bridge”


terapi untuk mengurangi keluhan pasien sambil menunggu efek DMARDs yang baru muncul setelah
4-16 minggu.

4. Rehabilitasi

Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya dapat dengan
mengistirahatkan sendi yang terlibat melaluipemakaian tongkat, pemasangan bidai, latihan, dan
sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat mulai dilakukan fisioterapi. 5. Pembedahan Jika segala
pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka dapat dipertimbangkan
pembedahan yang bersifat ortopedi, contohnya sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement,
dan sebagainya. (Kapita Selekta, 2014)

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pemeriksaan Laboratorium
Terdapat 3 kategori pemeriksaan laboratorium yang bermanfaat pada kasus yang
dicurigai terkena AR yaitu marker inflamasi, parameter hematologis, dan parameter imunologis.
(Smith, 2016)

Pemeriksaan laboratoris yang termasuk marker inflamasi adalah LED dan CRP.
Parameter hematologis yang dimaksud adalah pemeriksaan darah lengkap. Pada AR sering
didapatkan anemia terkait inflamasi kronis, juga mungkin disebabkan oleh etrapi NSAID dan
DMARD. Selain anemia mungkin juga didapatkan trombositosis yang berhubungan dengan
aktivitas penyakit. Trombositopenia meskipun jarang dapat ditemui pada sindrom felty. Dapat
pula ditemukan leukositosis ringan ataupun leukopenia akibat sindrom felty. (Smith, 2016)

Parameter imunologis yang sering diperiksa pada kasus AR adalah RF, antibody anti-CCP,
dan ANAs. AF adalah antibodyIgM yang melawan fragmen Fc yang terdapat pada 60-80% kasus
AR. ANAs dapat ditemukan apda sekitar 40% kasus AR. (Smith, 2016) Pemeriksaan anti-CCP atau
juga dikenal dengan anti-citrullinated protein antibody (ACPA) sekarang digunakan secara klinis

10
untuk mendiagnosis AR. Pasien dengan hasil tes ACPA positif memiliki AR yang lebih
erosivedibandingan ACPA yang negative. (Smith, 2016)

2) Pemeriksaan Radiologi
Pada AR pemeriksaan radiologis yang menjadi plilihan utama adalah x-ray. X-ray
cenderung lebih murah dan bias diulang untuk mendapatkan perbandingan serial pada
perjalanan penyakit. Kekurangan yang utama pada x-ray adalah tidak dapat melihat temuan
spesifik pada awal penyakit, karena erosi biasanya muncul pada fase lanjut. (Tsou, 2016)

MRI menyediakan pemeriksaan yang lebih akurat, untuk dapat mendeteksi perubahan
minimal apda fase awal penyakit, namun mahalnya biaya penggunaan MRI membatasi
penggunaan alat ini. USG pada sensi-sendi tertentu juga memiliki peranan apda AR. (Tsou, 2016)

Tanda awal pada AR adalah pembengkakan pada jaringan lunak di sekitar sendi dengan
penampakan sendi yang fusiform. Awalnya celah antar sendi melebar akibat efusi, kemudian
setelah terjadi destruksi kartilago, celah sendi menjadi menyempit. Setelah menyempit baru
terjadi erosi pada tulang. Fusi atau ankklosis sendi biasanya terjadi pada AR fase lanjut. (Tsou,
2016)

MRI dapat memberikan gambaran perubahan jaringan lunak, defek pada kartilago, dan
erosi tulang yang berkaitan dengan AR.Kemampuan untuk mendeteksi hipertrofi synovial dan
pembemtukanpannus sebelum terjadi erosi tulang sangat bermanfaat untuk prognosis pasien
AR dengan pemberian terapi secepat mungkin. (Tsou, 2016)

MRI tulang karpal dengan adanya hipertrofi synovial pada dorsal (tanda panah) (Tsou,
2016). USG dapat dgunakan pada AR untuk mendeteksi berbagai kelainan. Efusi sendi akan
bersifat hipoekoik, sementara hipertrofi synovial akan terlihat hiperekoik, dan erosi tulang akan
Nampakiregularitas pada korteks yang hiperekoik. (Tsou, 2016)

11
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan

Kategori dan Subkategori Data Subjektif dan Objektif


Fisiologis Respirasi -

Sirkulasi -

Nutrisi dan cairan -

Eliminasi -

Aktivitas dan istirahat DS :


1. Mengel
uh sulit menggerakan
ektremitas
2. Nyeri
saat bergerak
3. Merasa
cemas saat bergerak
DO :
1.
2.
3.
Neurosensori -

12
Reproduksi dan -
Seksualitas

Psikologis Nyeri dan DS :


Kenyamanan 1. Mengeluh Nyeri sendi
DO :
1. Tampak meringis
2. Tidak mampu menuntaskan
aktivitas
Integritas ego DS:
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir denfan
akibat dari kondisi yang
dihadapi
3. Anoreksia
DO :
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang
Pertumbuhan dan -
perkembangan
Perilaku Kebersihan diri DO :
1. Tidak mampu beraktivitas biasa
dalam hal merawat diri seperti tidak
mampu mandi/mengenakan
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara
mandiri
2. Minat melakukan perawatan diri
kurang
Penyuluhan dan -
pembelajaran

Relasional Interaksi social -

13
Lingkungan Keamanan dan DO : -
proteksi DS :
1. Disfungsi autoimun
b. Pemeriksaan Laboratorium

No. Tes Definisi/Nilai normal Kelainan yang ditemukan


1. Faktor rematoid Faktor reumatoid (rheumatoid factor, Peningkatan kadar : rematik
RF) adalah immunoglobulin yang arthritis, LE,
bereaksi dengan molekul IgG. dermatomiositis,
Nilai Rujukan scleroderma,
DEWASA : penyakit inflamasi kronis; mononucleosis infeksiosa,
1/20-1/80 positif untuk keadaan leukemia, tuberculosis,
rheumatoid arthritis dan penyakit lain; sarkoidosis, sirosis hati,
> 1/80 positif untuk rheumatoid hepatitis, sifilis, infeksi
arthritis. kronis, lansia.
ANAK : biasanya tidak dilakukan
LANSIA : sedikit meningkat
*Nilai rujukan mungkin bisa berbeda
untuk tiap laboratorium, tergantung
metode yang digunakan.
2. Anti-citrullinated ACPA adalah antibodi yang bersifat
protein antibody reaktif terhadap peptida dan protein
(ACPA) yang mengandung sitrulin, suatu
bentuk modifikasi dari asam amino
arginin, dan pertama kali dilaporkan
kepentingannya pada tahun 1998.
Nilai Normal ACPA : <20 U/mL.
3. C-reactive Tes C-Reaktif Protein (CRP) adalah tes Peradangan
protein (CRP) darah yang mengukur jumlah protein
(yang disebut protein C-reaktif) dalam
darah. Protein C-reaktif  mengukur
keseluruhan kadar peradangan dalam
tubuh.
Nilai Normal :

Kurang dari 1.0 miligram per


desiliter (mg/dL) atau kurang dari
10 miligrams per liter (mg/L)
4. Laju endap Laju endap darah atau erythrocyte  Demam  dengan
darah (LED/ESR) sedimentation rate  (ESR) merupakan penyebab yang tidak
sebuah tes darah yang bisa jelas.
membantu dalam mengungkap  Beberapa jenis
adanya aktivitas peradangan di penyakit artritis.

14
tubuh. Pemeriksaan ini bukanlah  Keluhan-keluhan
cara diagnostis yang bisa berdiri yang mengganggu di
sendiri tanpa tes-tes lain otot.
Laju endap darah dihitung dalam
satuan millimeter per jam
(mm/jam). Hasil tes yang dianggap
normal adalah sebagai berikut:

 Wanita usia 50 tahun ke atas:


0 sampai 30 mm/jam
 Pria usia 50 tahun ke atas: 0
sampai 20 mm/jam
 Wanita di bawah usia 50
tahun: 0 sampai 20 mm/jam.
 Pria di bawah usia 50 tahun:
0 sampai 15 mm/jam.
 Anak-anak: 0 sampai 10
mm/jam

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri kronik
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Resiko cedera
4. Ansietas
5. Deficit perawatan diri

15
Pathway
Penyimpangan aktivitas koding genetic antigen HLA

Tubuh kehilangan kemampuan untuk mengenali dan membedakan antigen dirinya dan antigen asing

Antigen tersebut dibawah kekelenjar getah bening untuk mengaktifkan sel T-helper CD4

Sel T-helper merangsang sel B didekatnya untuk mulai berkemabng biak dan berdiferensiasi menjadi sel plasma

Menghasilkan auto antibody spesifik terhadap self-antigen ini

Sel T-helper & antibody masuk ke sirkulasi dan mencapai sendi

Sel T mengeluarkan sitoksin interferon gamma dan interleukin-17 untuk merekrut lebih banyak sel inflamasi seperti
makrofog keruang sendi yang menyebabkan inflamasi

Peningkatan sel synovial dan kekebalan tubuh mengakibatkan sel-sel menciptakan pannus

Membrane synovial membenguak dengan granulasi/jaringan parut yang terdiri dari fibroblast dan sel-sel inflamasi

Lesi sendi yang terjadi pada membran sinovium mengakibatkan antibody RF(Autoantibodi) muncul melawan
16IgG
Terbentuk kompleks imun (antigen-antibodi)

Pengendapa kompleks imun pada membrane synovial/permukaan


kartilago cirtikuler

ARTRITIS REUMATOIO (RA)

Inflamasi membran synovial

DX. GANGGUAN
Pelepasan DX. GANGGUAN
mediator kimia Penebalan membrane synovial Fagositosis kompleks imun oleh sel
bradikinin,dan histamin radang

Merangsang saraf nosiseptor Terbentuknya pannus dengan Pembentukan radikal O2 bebas


banyak pembuluh darah

Menghambat nutrisi pada Deforinitas sendi Depolimerasi hialorunat


Menghantarkan impuls nosiseptif
kartilago
menuju kornu poaterius medulla
spenalis Pembentukan tulang terganggu
Kerusakan kartilago Kartilago hekrosis Perubahan bentuk
dan tulang tubuh pada tulang
Impuls melampaui ambang sendi
Erosi Kartilago Kontraktur
batas,dipersepsikan dipusat
Tendon dan ligament Merasa cemas akan
somatosenosis
melemah kondisinya
Adhesi
permukaan DX RESIKO CEDERA
DX. NYERI AKUT Kekuatan otot menurun DX.ANSIETAS
Kekuatan sendi
17
menurun
DX. GANGGUAN DX.DEFISIT KEPERAWATAN
MOBILITAS FISIK DIRI
No SDKI SLKI SIKI Rasional
1. Nyeri Akut ( D. 0077 ) Tingkat nyeri Intervensi Utama : Observasi :
Kategori : psikologis Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238) 1. untuk dapat mengetahui
Subkategori : Nyeri dan keperawatan 3x24 jam Definisi :
lokasi, karakteristik,
kenyamanan masalah nyeri akut pada Mengidentifikasi dan mengelola
Definisi : klien dapat teratasi dengan pengalaman sensorik atau durasi, frekuensi,
Pengalaman sensorik atau kriteria hasil : emosional yang berkaitan
kualitas, intensitas nyeri
emosional yang berkaitan dengan 1. keluhan nyeri cukup dengan kerusakan jaringan
jaringan aktual atau fungsional, atau fungsional dengan onset 2. untuk dapat mengetahui
menurun
dengan onset mendadak atau mendadak atau lambat dan
skala nyeri
lambat dan berintensitas ringan 2. meringis cukup menurun berintensitas ringan hingga
hingga berat yang berlangsung berat dan konstan. 3. untuk dapat emngetahui
3. frekuensi nadi cukup
kurang dari 3 bulan. Tindakan
respon nyeri non verbal
Penyebab : membaik Observasi :
1. agen pencedera fisiologis ( mis. 1. identifikasi lokasi, yang dikeluhkan klien
4. tekanan darah cukup
Inflamasi, iskemia, neoplasma ) karakteristik, durasi,frekuensi, 4. untuk dapat mengetahui
membaik
2. agen pencedera kimiawi (mis. kualitas, intensitas nyeri faktor yang
terbakar, bahan kimia iritan ) 2. identifikasi skala nyeri memperberat dan
3. agen pencedera fisik ( mis. abses, 3. identifikasi respons nyeri non mempertingan nyeri
terbakar, trauma, prosedur verbal 5. untuk dapat mengetahui
operasi ) 4. identifikasi faktor yang keyakinan klien tentang
Gejala dan tanda mayor : memperberat dan nyeri
Subjektif :
memperingan nyeri
1. mengeluh nyeri
Terapeutik :
5. identifikasi pengetahuan dan
Objektif : 1. untuk dapat mengurangi
1. tampak meringis keyakinan tentang nyeri nyeri pada klien dengan
tehnik nonfarmakologis
2. bersikap protektif Terapeutik :
2. untuk dapat mengurangi
1. berikan tehnik
3. gelisah
rasa nyeri yang

18
4. frekuensi nadi meningkat nonfarmakologis untuk dirasakan klien
5. sulit tidur mengurangi rasa nyeri ( mis. 3. untuk dapat mengeathui
Gejala dan tanda minor : TENS, hypnosis, akupresur, faktor yang digunakan
Subjektif : -
terapi music, terapi pijat, dll) untuk meredam nyeri
Objektif :
1. tekanan darah meningkat 2. . kontrol lingkungan yang
Edukasi :
2. pola nafas berubah memperberat rasa nyeri ( mis.
1. agar pasien mengetahui
3. nafsu makan berubah Suhu ruangan, pencahayaan,
penyebab, periode dan
4. proses berfikir terganggu kebisingan)
pemicu nyeri
5. menarik diri 3. pertimbangkan jenis das umber
2. agar pasien memahami
6. berfokus pada diri sendiri nyeri dalam pemilihan strategi
strategi meredam nyeri
7. diaforesis meredam nyeri
3. agar pasien dapat
kondisi klinis terkait Edukasi :
memonitor nyeri secara
1. kondisi pembedahan 1. jelaskan penyebab, periode,
mandiri
2. cedera traumatis dan pemicu nyeri
4. agar nyeri pasien dapat
3. infeksi 2. jelaskan strategi meredam
teratasi
4. sindrom koroner akut nyeri
5. agar pasien mampu
5. glaukoma 3. anjurkan memonitor nyeri
mengurangi nyeri tanpa
secara mandiri
menggunakan obat
4. anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
kolaborasi :
5. anjurkan tehnik 4. untuk meredakan nyeri
nonfarmakologis untuk pada pasien ketika
mengurangi rasa nyeri teknik nonfarmakologis

19
Kolaborasi : tidak mampu
1. kolaborasi pemberian
mengatasinya
analgetik, jika perlu
2. Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas fisik Intervensi Utama : Observasi :
(D.0054) Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi (I.05173) 1. untuk dapat
Kategori : Fisiologis keperawatan 3x24 jam Definisi :
mengetahui ada
Sub kategori : Aktivitas/Istirahat masalah gangguan Memfasilitasi pasien untuk
Definisi : mobilitas fisik pada klien meningkatkan aktifitas pergerakan tidaknya nyeri dan
Keterbatasan dalam gerakan fisik dapat teratasi dengan fisik.
keluhan fisik lain
dari satu atau lebih ekstremitas kriteria hasil : Tindakan
secara mandiri. 1. pergerakan ekstremitas Observasi : yang dirasakan pasien
Penyebab : 1. identifikasi adanya nyeri atau
meningkat 2. agar dapat mengetahui
1. kerusakan integritas struktur
keluhan fisik lainnya
2. kekuatan otot sejauhmana toleransi
tulang
2. identifikasi toleransi fisik
meningkat fisik yang dapat
2. perubahan metabolisme
melakukan pergerakan
3. nyeri menurun dilakukan pasien
3. ketidakbugaran fisik
3. monitor frekuensi jantung dan
4. kaku sendi menurun 3. agar dapat mengetahui
4. penurunan kendali otot
tekanan darah sebelu memulai
5. gerakan terbatas apakah mobilisasi
5. penurunan massa otot
mobilisasi
menurun fisik yang dilakukan
6. penurunan kekuatan otot
4. monitor kondisi umum selama
6. kelemahan fisik dapat membebani
7. keterlambatan perkembangan
melakukan mobilisasi
menurun jantung atau tidak
8. kekakuan sendi
Terapeutik :
4. agar dapat mengetahui
9. kontraktur 1. fasilitasi aktivitas mobilisasi
apa yang terjadi pada
10. malnutrisi dengan alat bantu (mis. pagar
pasien selama
11. gangguan muskoloskeletal tempat tidur)
melakukan mobilisasi
12. gangguan neuromuskular 2. libatkan keluarga untuk
Terapeutik :
13. indeks masa tubuh diatas membantu pasien dalam
1. agar terhindar dari

20
presentil ke 75 sesuai usia meningkatkan pergerakan resiko jatuh
14. efek agen farmakologis Edukasi : 2. agar keluarga
2. jelaskan tujuan dan prosedur
15. program pembatasan gerak mengetahui apa yang
mobilisasi
16. nyeri sedang terjadi pada
3. ajarkan mobilisasi sederhana
17. kurang terpapar informasi pasien
yang harus dilakukan.
tentang aktivitas fisik Edukasi :
1. agar pasien dan
18. kecemasan
keluarga dapat
19. gangguan kognitif
mengetahui tujuan dan
20. gangguan melakukan
prosedur mobilisasi
pergerakan
yang akan dilakukan
21. gangguan sensori presepsi
2. agar pasien dapat
gejala dan tanda mayor
subjektif : melakukannya sendiri
1. mengeluh sulit
jika tidak ada perawat.
menggerakkan ekstremitas
objektif :
5. kekuatan otot menurun
6. rentang gerak (ROM)
menurun
gejala dan tanda minor
subjektif :
1. nyeri saat bergerak
2. enggan melakukan
pergerakan

21
3. merasa cemas saat bergerak
objektif :
1. sendi kaku
2. gerakan tidak terkordinasi
gerakan terbatas
fisik melemah
kondisi klinis terkait :
1. stroke
2. cedera medula spinalis
3. trauma
4. fraktur
5. keganasan
3. Resiko Cedera (D.0136) Tingkat cedera Intervensi utama : Observasi :
Kategori : Lingkungan Setelah dilakukan tindakan Menejemen Keselamatan 1. Agar dapat mengetahui
Sub kategori : Keamanan dan keperawatan 3x24 jam Lingkungan (I.14513)
kebutuhan keselamatan
proteksi masalah resiko cedera pada Definisi :
Definisi : klien dapat teratasi dengan Mengidentifikasi dan mengelola yang diperlukan pasien
Beresiko mengalami bahaya atau kriteria hasil : lingkungan fisik untuk
2. Agar dapat mengetahui
kerusakan fisik yang 1. Toleransi aktivitas meningkatkan keselamatan.
menyebabkan seorang tidak lagi Tindakan perubahan status
meningkat
sepenuhnya sehat atau dalam Observasi :
kesehatan lingkungan
kondisi baik. 2. Kejadian cedera 1. Identifikasi kebutuhan
Faktor resiko : yang dialami pasien
menurun keselamatan (mis. kondisi
Eksternal
Terapeutik :
1. Terpapar patigen 3. Gangguan mobilitas fisik, kondisi koognitif dan
1. Agar lingkungan tidak
2. Terpapar zat kimia toksik menurun riwayat perilaku)
dapat membahayakan
3. Terpapar agen nosokomial 2. Monitor perubahan status
pasien
4. Ketidakamanan transportasi keselamatan lingkungan
2. Agar dapat membantu

22
Internal Terapeutik : pasien untuk bergerak
1. Ketidaknormalan profil darah 1. Modifikasi lingkungan untuk
dan tidak menimbulkan
2. Perubahan orientasi afektif meminimalkan bahaya dan
cedera
3. Perubahan sensasi resiko
Edukasi :
4. Disfungsi autoimun 2. Sediakan alat bantu keamanan 2. Agar indivdu,
5. Disfungsi biokimia lingkungan keluarga dan kelompok
6. Hipoksia jaringan Edukasi : resiko tinggi dapat
1. Ajarkan individu, keluarga,dan
7. Kegagalan mekanisme mencegah bahaya yang
kelompok resiko tinggi bahaya
pertahanan tubuh akan terjadi di
lingkungan
8. Malnutrisi lingkungan
9. Perubahan fungsi psikomotor
10. Perubahan fungsi kognitif
Kondisi klinis terkait :
1. Kejang
2. Sinkop
3. Vertigo
4. Gangguan pengelihatan
5. Gangguan pendengaran
6. Reterdasi mental
4. Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas(L. Reduksi ansietas (I.09314) Reduksi ansietas
Kategori : Psikologis 09093) Definsi : Observasi
Subkategori : Integritas Ego Kriteria Hasil Meminimalkan kontak individu - Untuk mengetahui
Definisi : Setelah dilakukan tindakan dan pengalaman subyektif perubahan seperti

23
Kondisi emosi dan pengalaman keperawatan selama 3x24 terhadap objek yang tidak jelas kondisi, waktu dan
Subyektif individu terhadap jam masalah Ansietas dan spesifik akibat antisipasi stressor
objek yang tidak jelas dan teratasi dengan indikator : bahaya yang memungkinkan - Untuk dapat
spesifik akibat antisipasi bahaya 1. Verbalisasikebingun individu melakukan tindakan mengetahui
yang memungkinkan individu gan dari skala 1 untuk menghadapi ancaman. perubahan dari
melakukan tindakan untuk (meningkat) Tindakan ansietas.
mengahdapi ancaman . menjadi skala 4 Observasi
(Cukup menurun) - Identifikasi saat tingkat Terapeutik
Penyebab : 2. Verbalisasi khawatir ansietas berubah (mis. - agar pasien dapat
1. Krisis situasional akibat kondisi yang kondisi, waktu, stressor) melekakukan
2. Kebutuhan tidak dihadapi dari skala - Monitor tanda-tanda terapeutik dengan
terpenuhi 1 (meningkat) ansietas (verbal dan benar
3. Krisis maturasional menjadi skala 4 nonverbal). - agar perawat dapat
4. Ancaman terhadap (Cukup menurun) mendengarkan
konsep diri 3. Perilaku Gelisah Terapeutik informasi dengan
5. Ancaman terhadap dari skala 1 - Temani pasien untuk baik dan akurat dari
kematian (meningkat) mengurangi kecemasan, pasien
6. Kekhawatiran menjadi skala jika perlu. - agar perawat
mengalami kegagalan 4(Cukup menurun) - Ciptakan suasana mudah dan tenang
7. Disfungsi sistem 4. Perilaku tegang dari terapeutik untuk melakukan
keluarga skala 1 (meningkat) menumbuh kepercayaan tindakan terapeutik.
8. Hubungan orang tua- menjadi skala - Dengarkan dengan penuh

24
anak tidak memuaskan 4(Cukup menurun) perhatian Edukasi
9. Faktor keturunan 5. Keluhan pusing dari - Gunakan pendekatan - Agar pasien
(Temperamen mudah skala 1 (meningkat) dengan tenang dan mengetahui apa
teragitasi sejak lahir) menjadi skala 4 meyakinkan yang terjadi
10. Penyalahgunaan Zat (Cukup menurun) setelah melakukan
11. Terpapar bahaya 6. Anoreksia dari skala Edukasi terapeutik
lingkungan (mis. toksin, 1 (meningkat) - Jelaskan prosedur, - Agar pasien dapat
polutan, dan lain-lain). menjadi skala termasuk sensasi yang memahami
12. Kurang terpapar informsi 4(Cukup menurun) mungkin dialami pengobatan dari
Gejala dan tanda mayor 7. Palpitasi dari skala - Informasikan secara actual tindakn yang akan
Subjektif 1 (meningkat) mengenai diagnosis, dilakukan
1. Merasa bingung menjadi skala 4 pengobatan dan prognosis - Agar pasien dapat
2. Merasa khawatir dengan (Cukup menurun) - Latih tehnik relaksasi melakukan dengan
akibat dari kondisi yang 8. Diaforesis dari skala sendiri tehnik
di hadapi 1 (meningkat) relaksasi ketika
3. Sulit berkonsentrasi menjadi skala 4 tanda-tandanya
Objektif (Cukup menurun) mulai muncul
1. Tampak gelisah 9. Tremor dari skala 1 Kolaborasi
2. Tampak tegang (meningkat) - Agar tingkat
3. Sulit tidur menjadi skala Kolaborasi kecemasan ansietas
Gejala dan tanda minor 4(Cukup menurun) Kolaborasi pemberian obat menurun dengan
antiansietas, jika perlu
Subjektif 10. Pucat dari skala 1 diberikan obat

25
1. Mengeluh pusing (meningkat) antansietas
2. Anoreksia menjadi skala
3. Palpitasi 4(cukup menurun)
4. Merasa tidak berdaya 11. Konsentrasi dari
Objektif skala 1 (meningkat)
3. Frekuensi napas menjadi skala 4
meningkat (cukup Menurun)
4. Frekuensi nadi 12. Pola tidur dari skala
meningkat 1 (memburuk)
5. TD meningkat menjadi skala 4
6. Diaforesis (Cukup membaik)
7. Tremor 13. Frekuensi nadi dari
8. Muka tampak pucat skala 1 (memburuk)
9. Suara bergetar menjadi skala 4
10. Kontak mata buruk (cukup membaik)
11. Sering berkemih 14. Tekanan Darah dari
12. Berorientasi pada masa skala 1 (memburuk)
lalu menjadi skala 4
Kondisi klinis terkait (Cukup membaik)
1. Penyakit kronis progresif 15. Kontak mata dari
(mis. kanker, penyakit skala 1 (memburuk)
autoimun). menjadi skala 4

26
2. Penyakit akut (Cukup membaik)
3. Hospitalisasi 16. Pola berkemih dari
4. Rencana operasi skala 1 (memburuk)
5. Kondisi diagnosis menjadi skala 4
penyakit belum jelas (Cukup membaik)
6. Penyakit neurologis Orientasi dari skala 1
(memburuk) menjadi skala
7. Tahap tumbuh kembang
4 (Cukup membaik)
5. Diagnosa : Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama : Observasi :
diri keperawatan 3x24 jam Dukungan perawatan diri 1. untuk dapat
Kategori : perilaku masalah defisit perawatan mengidentifikasi aktivitas
Subkategori : kebersihan diri diri dapat diatasi dengan Definisi : perawatan diri klien sesuai
kriteria hasil : Memfasilitasi pemenuhan dengan usia
Definisi : 1. kemampuan mandi pasien kebutuhan perawatan diri 2. untuk dapat mengetahui
Tidak mampu melakukan atau meningkat tingkat kemandirian klien
menyelesaikan aktivitas 2. kemempuan mengenakan Tindakan 3. untuk dapat mengetahui
perawatan diri . pakaian meningkat Obsevasi : kebutuhan atau alat bantu
3. kemampuan ke toilet 1. identifikasi kebiasaan aktivitas kebersihan diri, berpakaian,
Penyebab : (BAB/BAk) meningkat perawatan diri sesuai usia berhias, dan makan dari
1. Gangguan muskulokeletal 4. kemampuan 2. monitor tingkat kemandian klien.
2. Gangguan Neuromuskuler mempertahankan kebersihan 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
3. Kelemahan diri meningkat kebersihan diri, berpakaian, berhias,
4. Gangguan psikologis dan/atau 5. minat melakukan dan makan Terapeutik :

27
psikotik perawatan diri meningkat. 1. untuk dapat menyediakan
5. Penurunan motivasi/minat lingkungan yang terapeutik
yaitu lingkungan suasan
Gejala dan tanda mayor Terapeutik : hangat, rileks, privasi.
Subjektif : 1. Sediakan lingkungan yang 2. untuk dapat mendukung
1. menolak melakukan perawatan terapeutik (mis. Suasana hangat, perilaku perawatan diri dari
diri rileks, privasi) klien seperti parfum, sikat
Objektif : 2. Siapkan keperluan pribadi (mis. gigi, dan sabun mandi.
1. Tidak mampu Parfum, sikat gigi, dan sabun 3. untuk dapat
mandi/mengenakan mandi ) meningkatkan tingkat
pakaian/makan/ke toilet/berhias 3. dampingi dalam melakukan kemandirian klien dalam
secara mandiri perawatan diri sampai mandiri. perawatan diri sampai
2.minat melakukan perawatan diri 4. fasilitasi untuk menerima keadaan mandiri.
kurang ketergantungan 4. untuk dapat menerima
5.fasilitasi kemandirian, bantu jika keadaaan ketergantungan
Gejala dan tanda minor tidak mampu melakukan perawatan dari klien.
Subjektif : diri. 5. untuk dapat membantu
(tidak tersedia) 6. jadwalkan rutinitas perawatan diri klien dalam peningkatan
Objektif : perawatan diri.
(tidak tersedia) 6. untuk lebih
meningkatkan kemauan
Kondisi Klinis Terkait klien untuk meningkatkan

28
1. Stroke perawatan diri
2. Cedera medulla spinalis
3. Depresi Edukasi : Edukasi :
4. Arthriritis rheumatoid 1. anjurkan melakukan perawatan 1. agar klien daoat
5. Retardasi mental diri secara konsisten sesuai meningkatkan kemampuan
6. Deriluim kemampuan. perawatan diri secara
7. Demensia konsisten.
8. Gangguan Amnestik
9. Skizofrenia dan gangguan
psikotik lain
10. fungsi penilaian terganggu.

Keterangan :
Diagnosa ini dispesifikan menjadi
salah satu atau lebih dari :
1. Mandi
2. Berpakaian
3. Makan
4. Toileting
5. Berhias

29
1. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Hari/ No. NDx. Jam Implementasi Evaluasi


tgl
Nyeri Akut( - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S : Klien masih mengeluh nyeri di area perut
D.0077 ) kanan atas
durasi,frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
O : - klien tampak meringis
- Mengidentifikasi skala nyeri - TD mulai normal
- Memberikan tehnik nonfarmakologis - Nadi mulai normal
untuk mengurangi rasa nyeri Menjelaskan A : Masalah nyeri akut belum teratasi
P : pertahankan intervensi
penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Memberikan tehnik nonfarmakologis
- Menjelaskan strategi meredam nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri
- Menganjurkan memonitor nyeri secara
- menganjurkan menggunakan analgetik
mandiri
secara tepat
- menganjurkan menggunakan analgetik
- mengkolaborasikan pemberian analgetik
secara tepat
- mengkolaborasikan pemberian analgetik

Gangguan - mengidentifikasi adanya nyeri atau S : Klien masih mengeluh sulit menggerakkan
Mobilitas Fisik ekstremitas
keluhan fisik lainnya
(D.0054) O : - klien tampak meringis
- mengidentifikasi toleransi fisik - klien tidak mampu menuntaskan aktivitas
melakukan pergerakan A : Masalah gangguan mobilitasi fisik belum
teratasi
- memonitor frekuensi jantung dan
P : Pertahankan intervensi
tekanan darah sebelu memulai

30
mobilisasi
- memonitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
- memfasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis. pagar tempat
tidur)
- melibatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
- menjelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- mengajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan.
Resiko Cedera - mengdentifikasi kebutuhan S : klien mengungkapkan perubahan gaya hidup
(D.0136) dan mengeluh masih sulit bergerak
keselamatan (mis. kondisi fisik,
O : kekuatan otot klien menurun
kondisi koognitif dan riwayat perilaku) A : masalah resiko cedera belum teratasi
P : peratahankan intervensi
- Memonitor perubahan status
keselamatan lingkungan
- Memodifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan resiko
- Menyediakan alat bantu keamanan
lingkungan
- Mengajarkan individu, keluarga,dan

31
kelompok resiko tinggi bahaya
lingkungan
-

32
BAB III

Penutup

3.1 Simpulan

Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis
erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit RA ada 3 macam yaitu
monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar kasus perjalananya kronik kematian dini

Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan

Pemahaman mengenai anatonomi normal dan fisiologi persendian diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami
patofisiologi penyakit reumatik. Fungsi persendian sinovial memilki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orang tidak mempunyai
kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan.

3.2 Saran

DenganadanyaasuhankeperawatanArtritisReumatoridini,
kiranyadapatmenambahwawasanparapembacaterkaitArtritisReumatoridbaikdalamhalpencegahanmaupunpenangan
an.Semogadapat pula dijadikansebagaireferensiilmuterkaitArtritisReumatorid.

33
DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. 2012. Evaluasi Program Kependudukan dan KB. Semarang: BKKBN.

Bulechek, C.M, Butcher, H.K, Dochterman, J.M & Wangner, C.M. (2016). Nursing Interventions Clasification (NIC). Indonesia : CV. Mocomedia and
is published by arrangements with Elsevier Inc.

Bureau. 2016. Growth in Cities and Countries. Bureau: National Bureau of Economic Research.

Dr. Tjin Willy. (2019). RheumatoidArthritis: Komplikasi. Alodokter

Editor. Chris Tanto, et al. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Ed 4. Jakarta: Media Aesculapius, pp 835-839

Febriana (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus RheumatoidArthritisAnkleBillateral Di RSUD Saras Husada Purworejo. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Longo, Dan L. MD., Kasper, Dennis L. MD., etal. 2012. Harrison’sPrincipleof Internal Medicine ed.18 Chapter 231: RheumatoidArthritis.
McGrawHillCompanies, Inc. USA.

Lukman, dkk. (2009) Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika

Moorhead, S, Johnson, Maas, M.L, Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes clasification (NOC). ISBNIndonesia : CV. Mocomedia and is published
by arragement with Elsevier Inc

NANDA. (2015). NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10 editor T Heather Herdman, Shigemi
Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Nugroho, W. 2010. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Putra,T.R., Suega,K., Artana,I.G.N.B. (2013). Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah

34
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2014). Diagnosis dan Pengelolaan ArtritisReumatoid. Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
ISBN

Sjamsuhidajat, R, etal. 2010. Buku Ajar ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong Edisi 3. EGC. Jakarta.

Smith HR. 2016. RheumatoidArthritis. Medscape. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2016 dari http://emedicine.medscape.com/article/331715-
overview#showall.

Suarjana, I.N. (2009). ArtritisReumatoid. dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V, FKUI, Jakarta, pp.2495-508

Tsou IYY. 2016. RheumatoidArhtritisHandImaging. Medscape. Diakses tanggal 9 Oktober 2016 dari
http://emedicine.medscape.com/article/401271-overview#showall

World Health Organization. 2012. Promoting Rational Use of Medicines: Core Components. WHO. Geneva.

Yuliati, Agrina dan Misrawati. 2013. Gambaran Pengetahuan Keluarga tentang Pengobatan Rematik dengan Air Rebusan Jahe di Kelurahan
Meranti Pandak Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai. Riau: Program Studi Ilmu KeperawatanUniversitas Riau.

Zakir, Mardiana. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia Kencana. Jurnal Keperawatan. Volume X, No. 1.

35

Anda mungkin juga menyukai