Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN


PENYAKIT TIDAK MENULAR (STROKE) DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SEMPARUK KABUPATEN SAMBAS

DISUSUN OLEH

RIZKI AROFI
NIM. 201133058

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional
Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis 
Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN
PENYAKIT TIDAK MENULAR (STROKE) DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SEMPARUK KABUPATEN SAMBAS

Mata Kuliah : Praktik Klinik Keperawatan Gerontik


Semester : I (Ganjil)
Institusi : Poltekkes Kemenkes Pontianak
Prodi : Profesi Ners

Sambas, 22 November 2020


Mahasiswa

Rizki Arofi
NIM. 201133058

Mengetahui,

Clincal Teacher Clincal Instructure

Ns. Suharyanto, M.Kep Ns. Nurul Yaqin, S.ST.,


NIP. 197103061992032000 NIP. 197705222000121002

ii
DAFTAR ISI

VISI DAN MISI.......................................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

A. KONSEP DASAR TEORI LANSIA.........................................................1


1. Definisi Lansia......................................................................................1
2. Klasifikasi Lansia..................................................................................2
3. Proses Penuaan......................................................................................2
4. Teori Menua..........................................................................................3
5. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Proses Penuaan............................5
6. Perubahan yang terjadi pada lansia.......................................................6

B. KONSEP DASAR TEORI STROKE......................................................10


1. Definisi Stroke....................................................................................10
2. Etiologi Stroke....................................................................................10
3. Patofisilogi..........................................................................................11
4. Manifestasi Klinis Stroke....................................................................13
5. Klasifikasi Stroke................................................................................13
6. Komplikasi Stroke...............................................................................14
7. Pemeriksaan Penunjang atau Laboratorium........................................15
8. Penatalaksaan dan Pengobatan Diare..................................................16
9. Pencegahan Diare................................................................................17

C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN...................................18


1. Pengkajian Keperawatan.....................................................................18
2. Diagnosa Keperawatan.......................................................................26
3. Perencanaan Keperawatan..................................................................27
4. Pelaksanaan Keperawatan..................................................................29
5. Evaluasi Keperawatan.........................................................................29

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30

iii
iv
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN
PENYAKIT TIDAK MENULAR (STROKE)

1. KONSEP DASAR TEORI LANSIA

1. Definisi Lansia
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah memasuki tahapan
akhir dari fase kehidupan. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan
mengalami suatu proses yang disebut Aging Process atau proses
penuaaan.(Wahyudi, 2008). Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa
dan tua (Nugroho, 2006 dalam Kholifah, 2016).
Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses menjadi
tua akan dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan mengalami
kemunduran fisik, mental dan social secara bertahap sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari (tahap penurunan). Penuaan merupakan
perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan
sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia,
penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang,
jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya.
Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan
terkena berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan
orang dewasa lain (Kholifah, 2016).

1
2. Klasifikasi Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
usia pertangahan (45-59 tahun), lanjut usia (60-74 tahun), lanjut usia tua
(76-90 tahun) dan usia sangat tua di atas 90 tahun (Bandiyah, 2009).
Dewasa akhir (late adulthood) atau lanjut usia, biasanya merujuk pada
tahap siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun. Ahli gerontologi
membagi lanjut usia menjadi dua kelompok yaitu young-old, berusia 65-
74 tahun dan old-old, berusia 75 tahun ke atas. Kadang-kadang
digunakan istilah oldest old untuk merujuk pada orang-orang yang
berusia 85 tahun ke atas. Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut
usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Menurut
WHO ada empat tahap batasan umur yaitu usia pertengahan (middle age)
antara 45 –59 tahun, lanjut usia (elderly) antara 60–74 tahun dan usia tua
(old) antara 75–90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
(Nugroho, 2008).
Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2015)
pengelompokan lansia di bagi menjadi tiga kategori yaitu Virilitas (pra
lansia ) yaitu masa persiapa lanjut usia yang menampakkan kematangan
jiwa ( usia 55 – 59 tahun ), Lanjut usia (lansia) yaitu kelompok yang
mulai memasuki masa usia lanjut ( usia 60 – 69 tahun ) dan Lanjut usia
dengan resiko tinggi untuk menderita penyakit degeneratif ( > 70 tahun ).

3. Proses Penuaan
Setiap manusia di bumi ini pasti akan mengalami proses penuaan.
Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa
sehat menjadi seorang yang frail (lemah dan rentan) dengan
berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan
meningkatnya kerentanan terhadap berbagai macam penyakit dan
kematian secara eksponensial. Penuaan juga didefiniskan sebagai proses
multidimensional, yaitu mekanisme perbaikan dan perusakan dalam
tubuh yang terjadi secara bergantian pada kecepatan dan saat yang

2
berbeda-beda. Penuaan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya adalah faktor genetik, kebudayaan, ras, nutrisi dan faktor
lingkungan (Setiati, 2014).
Proses penuaan adalah proses dimana umur seseorang bertambah
dan mengalami perubahan. Semakin bertambahnya umur maka fungsi
organ juga mengalami penurunan. Banyak factor yang dapat
mempengaruhi terjadinya penuaan yang dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu faktor genetik yang melibatkan perbaikan DNA, respon terhadap
stres dan pertahanan terhadap antioksidan. Selanjutnya faktor lingkungan
meliputi pemasukan kalori, berbagai macam penyakit dan stres dari luar,
misalnya radiasi atau bahan-bahan kimiawi. Kedua faktor tersebut akan
mempengaruhi aktivitas metabolism sel yang menyebabkan stres oksidasi
sehingga terjadinya kerusakan sel dan terjadinya proses penuaan
(Sunaryo, et.al, 2016).

4. Teori Menua
Dalam proses penuaan, terdapat beberapa ahli yang menyebutkan
adany teori tentang penuaan, salah satunya adalah teori menurut Maryam,
dkk. (2008) yang dikutip dalam (Sunaryo, et.al, 2016), dalam teori
tersebut menyebutkan bahwa terdapat beberapa teori penuaan (aging
process) yaitu :
a. Teori radikal bebas
Setaiti (2014) menjelaskan bahwa teori ini menyebutkan bahwa
produk hasil metabolisme oksidatif yang sangat reaktif yaitu radikal
bebas dapat bereaksi dengan berbagai komponen penting sel,
termasuk protein, DNA dan lipid yang akan mengakibatkan
komponen sel tersebut menjadi molekul-molekul yang tidak
berfungsi namun dapat bertahan lama dan menggangu fungsi sel
lainnya. Radikal bebas adalah senyawa kimia yang berisi elektron
tidak berpasangan yang tebentuk sebagai hasil sampingan berbagai
proses selular. Sebagai contoh adalah ROS (Reactive Oxygen
Spesies) dan RNS (Reactive Nitrogen Species) yang dihasilkan

3
selama metabolisme normal. Karena elektronnya tidak
berpasangan,secara kimiawi radikal bebas akan mencari pasangan
elektronnya dengan bereaksi dengan substansi lain terutama protein
dan lemak tidak jenuh. Melalui proses oksidasi, radikal bebas yang
dihasilkan selama fosforilasi oksidatif dapat menghasilkan berbagai
modifikasi makromolekul. Sebagai contoh, membran sel
mengandung sejumlah lemak, ia dapat bereaksi dengan radikal bebas
sehingga membran sel mengalami perubahan. Akibat perubahan
tersebut, membran sel menjadi lebih permeabel terhadap substansi
dan memungkinkan substansi tersebut melewati membran secara
bebas. Struktur di dalam sel seperti mitokondria dan lisosom juga
diselimuti oleh lemak sehingga mudah dirusak oleh radikal bebas.
DNA juga dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga
menyebabkan mutasi kromosom dan merusak genetik normal dari
sel. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori radikal bebas merupakan
akumulasi radikal bebas secara bertahap seiring dengan berjalannya
waktu yang terjadi di dalam sel dan apabila kadarnya melebihi batas
ambang konsentrasinya, maka mereka mungkin berkontribusi pada
perubahan-perubahan yang terkait dengan penuaan.
b. Teori “Genetic Clock”
Teori ini mengungkapkan bahwa menua telah terprogram secara
genetic untuk spesies-spesies tertentu. Setiap spesies mempunyai inti
sel yang memiliki jam genetik yang telah diputar menurut sutau
replikasi tertentu. Jam ini akan mengatur mitosis dan menghentikan
replikasi sel bila tidak diputar. Menurut konsep ini, bila jam telah
berhenti, maka spesies tersebut akan meninggal meski tanpa disertai
kecelakaan lingkungan atau penyakit terminal. Walaupun secara
teoritis, jam ini dapat diputar ulang kembali meski hanya untuk
beberapa waktu dengan syarat terdapat pengaruh-pengaruuh dari luar
berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan obat-
obatan atau dengan tindakan - tindakan tertentu. Teori telomere
merupakan perkembangan dari teori genetic-clock, menjelaskan

4
bahwa setiap mitosis sel bagian telomere DNA akan memendek,
dengan semakin pendeknya telomere ini maka kemampuan sel untuk
membelah menjadi terbatas dan pada akhirnya berhenti (Darmojo,
2015). Namun sebenarnya, peran pengendalian genetik terhadap usia
hidup hanya memberi kontribusi sedikit, sekitar 15-35%. Pengaruh
terbesar pada kekuatan hidup adalah berasal dari lingkungan yang
nyaman dan kebiasaan hidup yang menyenangkan.
c. Teori Imunitas
Teori ini menggambarkan tentang menurunnya imunitas tubuh
yang berhubungan dengan proses penuaan. Semakin menua
seseorang, maka semakin banyak pula sel yang telah mengalami
mutasi berulang sehingga menyebabkan berkurangnya kemampuan
sistem imun tubuh untuk mengenali dirinya sendiri. Mutasi ini
menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel yang
menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang telah
mengalami mutase tersebut sebagai benda asing dan kemudian
menghancurkannya. Sudah terdapat banyak bukti bahwa terjadi
peningkatan prevalensi auto-antibodi pada orang lanjut usia. Di sisi
lain, sistem imun sendiri mengalami penurunan pertahanan tubuh,
sehingga daya serangnya terhadap sel kanker juga menjadi menurun
yang mengakibatkan sel kanker membelah dengan leluasa (Darmojo,
2015).

5. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Proses Penuaan


Faktor yang mempengaruhi proses penuaan dikelompokkan menjadi
2 kelompok yaitu faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor internal
adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi,
metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan gen. Faktor
eksternal yang utama adalah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat,
kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres dan ekonomi. Jika faktor
penyebab itu dapat dihindari, maka proses penuaan tentu dapat dicegah,
diperlambat, bahkan mungkin dihambat dan kualitas hidup dapat

5
dipertahankan. Artinya, usia harapan hidup menjadi lebih panjang
dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2011).

6. Perubahan yang terjadi pada lansia


Semakin berkembangnya umur manusia, terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada
diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan,
sosial dan seksual (Azizah dan Lilik, 2011 dalam Kholifah, 2016).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem penengaran prebiakusis (gangguan pada
pendengaran) disebabkan karena hilangnya kemampuan (daya)
pendegaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Integumen
Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis dan bercerak. Kekeringan kulit disebabkan atropi
glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: jaringan
penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan
sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang,
kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur. Kemampuan kartilago untuk
regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung
kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendian
menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya
kepadatannya menyebabkan osteoporosis dan lebih lanut akan
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot meengalami

6
penurunaan kemampuan menyebabkan efek negatif. Sendi; pada
lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tondon, ligament dan
fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah
masa jantung bertambah, venrikel kiri mengalami hipertropi
sehingga perenggangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi
karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh
penumpukan llipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru
bertambah untuk mengkonvensasi kenaikan ruang paru, udara
yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,
kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan
terganggu dan kemampuan perenggangan torak berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti
penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata
karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar
menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin
mengecil dan menurunnya tmpat penyimpanan, dan
berkurangnya aliran darah
7) Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihgan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju
filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
8) Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatonim dan
atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia

7
mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.

8
9) Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada
laki-laki masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur.
b. Perubahan Kognitif
Pada usia yang sudah memasuki usia lansia, para lansia juga kan
mengalami perubahan yaitu penurunan kemampuan kognitif yang
pada umumnya digunakan oleh manusia untuk berfikir dalam
kehidupan sehari-hari. perubahan kognitif yang dialami lansia adalah
penurunan beberapa kemapuan berikut yaitu : Memory (daya ingat,
Ingatan). IQ (Intellegent Quotient), Kemampuan Belajar (Learning),
Kemampuan Pemahaman (Comprehension), Pemecahan Masalah
(Problem Solving), Pengambilan Keputusan (Decision Making), dan
Kebijaksanaan (Wisdom).
c. Perubahan Mental
Perubahan mental pada seseorang yang memasuki usia lansia
sudah menjadi hal yang tidak bisa dihindari lagi, perubahan mental
yang terjadi pada lansia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa, Kesehatan
umum, Tingkat Pendidikan, Keturunan (hereditas), Lingkungan. ,
Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian. ,
Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan, Rangkaian dari
kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family
dan Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan kensep diri.
d. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan
keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.

9
e. Perubahan Psikososial
Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain
sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin
lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal
yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang
cekatan. Penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan
kepribadian lansia.

10
2. KONSEP DASAR TEORI STROKE

1. Definisi Stroke
Stroke adalah perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya
gangguan suplai darah ke bagian orak. Dua jenis stroke yang utama
adalah Iskemik dan Hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya
penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbaran akibat
thrombosis (penggumpalan darah yang menyebabkan sumbatan du
pembuluh darah) atau embolik (pecahan gumpalan darah / udara / benda
asing yang berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menyumbat
pembuluh darah di otak) (Black & Hawks, 2014).
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf
lokal dan/atau global, yang muncul secara mendadak, progresif, dan
cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan
peredaran darah ke otak non trauma. Gangguan syaraf tersebut dapat
menimbulkan gejala seperti : kelumpuhan wajah atau anggota badan,
bicara tidak jelas atau pelo, bicara tidak lancar, perubahan kesadaran,
gangguan penglihatan dan lainnya (Riskesdas, 2013).

2. Etiologi Stroke
Penyakit stroke yang dialami oleh beberapa orang pada beberapa
kasus juga tentu memiliki beberapa etiologic (sebab masalah), Menurut
Black & Hawks (2014) mengemukakan beberapa hal yang menjadi faktor
terjadinya stroke adalah :
a. Thrombus
Penggumpalan mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian
garis edoteliat dari pembuluh darah. Aterosklerosis menyebabkan zat
lemak bertumbuk dan membentuk plak pada dinding pembuluh
darah. Plak ini akan terus membesar dan menyebabkan penyempitan
(stenosis) pada arteri. Stenosis ini yang menghambat aliran darah
yang
biasanya lancar pada arteri.

11
12
b. Embolisme
Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolus
menyebabkan stroke embolik. Embolus terbentuk dibagian luar otak,
kemudian terlepas dan mengalir melalui sirkulasi serebral sampai
embolus tersebut melekat pada pembuluh darah dan menyumbat
arteri.
c. Perdarahan
Perdarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya
rupture arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah yang bisa
menyebabkan perdarahan ke jaringan otak. Stroke yang di sebabkan
dari perdarahan sering kali menyebabkan spasme pembuluh darah
serebral dan iskemik pada serebral karena darah yang berada diluar
pembuluh darah membuat iritasi pada jaringan.
d. Penyebab Lain
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi,
menurunkan aliran darah ke otak yang disuplai oleh pembuluh darah
yang menyempit. Spasme yang berdurasi pendek, tidak selamanya
menyebabkan kerusaka otak yang permanen.

3. Patofisilogi
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut
fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak.
Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah
otak atau pecahnya pembuluh darah otak. Otak yang seharusnya
mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Stroke
bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan dari
beberapa penyakit diantaranya hipertensi, penyakit jantung, diabetes
mellitus dan peningkatan lemak dalam darah atau dislipidemia. Penyebab
utama stroke adalah thrombosis serebral, aterosklerosis dan perlambatan
sirkulasi serebral merupakan penyebab utama terjadinya thrombus.
Stroke hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural dan intraserebral
(Black & Hawks, 2014).

13
Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan dalam
parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembes
kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang
intracranial. Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan subaraknoid,
sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan.
Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat
mengakibatkan penekanan pada arteri disekitar perdarahan. Bekuan
darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil karena terjadi
penekanan maka daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak
dan mengalami nekrosis karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah
akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga (Black & Hawks, 2014).
Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.
Pembuluh darah yang mengalami gangguan biasanya arteri yang
berhubungan langsungdengan otak. Timbulnya penyakit ini mendadak
dan evolusinya dapat secara cepat dan konstan, berlangsung beberapa
menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering muncul antara
lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku,
muntah penurunan kesadaran dan kejang. Sembilan puluh persen
menunjukan adanya darah dalam cairan serebrospinal, dari semua pasien
ini 70-75 % akan meninggal dalam waktu 130 hari, biasanya diakibatkan
karena meluasnya perdarahan sampai ke sistem ventrikel, herniasi lobus
temporal dan penekanan mesensefalon atau mungkin disebabkan karena
perembesan darah ke pusat-pusat yang vital. Penimbunan darah yang
cukup banyak di bagian hemisfer serebri masih dapat ditolerir tanpa
memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata sedangkan adanya
bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat
mengakibatkan kematian (Black & Hawks, 2014).

14
4. Manifestasi Klinis Stroke
Manifestasi klinis pasien stroke beragam tergantung dari daerah
yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan serebral. Manifestasi yang
umumnya terjadi yaitu kelemahan alat gerak, penurunan kesadaran,
gangguan penglihatan, gangguan komunikasi, sakit kepala, dan gangguan
keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi secara mendadak,
fokal, dan mengenai satu sisi (LeMone, 2015).
Tanda dan gejala umum mencakup kebas atau kelemahan pada
wajah, lengan, atau kaki (terutama pada satu sisi tubuh);
kebingungan/konfusi atau perubahan status mental; sulit berbicara atau
memahami pembicaraan; gangguan visual; kehilangan keseimbangn,
pening, kesulitan berjalan; atau sakit kepala berat secara mendadak
(Brunner & Suddarth, 2013).

5. Klasifikasi Stroke
Penggolongan stroke dapat dibagi menjadi beberapa jenis, Menurut
Mulyasih & Ahmad (2014) stroke terdapat dua jenis, yaitu :
a. Stroke iskemik
Stroke iskemik disebabkan karena adanya sumbatan pada
pembuluh darah di otak. Sumbatan ini dapat terjadi akibat dua hal.
Pertama terjadi akibat atherosclerosis yaitu penebalan pada dinding
pembuluh darah dan bekuan darah yang bercampur lemak menempel
pada dinding pembuluh darah atau yang biasa dikenal dengan
thrombus. Dan kedua akibat tersumbatnya pembuluh darah di otak
akibat emboli (bekuan darah dijantung) hal ini biasa terjadi pada
pasien yang dipasang katup jantung buatan, setelah serangan
miokard infark akut atau pasien dengan gangguan irama jantung
berupa fibrilasi atrial, yaitu irama yang tidak teratur yang berasal
dari ventrikel jantung.

15
b. Stroke hemoragik
Sekitar 70% stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah ke otak karena tekanan yang tinggi atau hipertensi. Sisanya
biasanya terjadi akibat rupture atau pecahnya anurisme yaitu
pembuluh darah yang bertekstur tipis dan mengembang atau bisa
juga karena rupture pada Atero Veno Malformation (AVM), yaitu
bentuk yang tidak sempurna dari pembuluh darah arteri dan vena.

6. Komplikasi Stroke
Penyakut stroke dapat memilik dampak ke perubahan status
Kesehatan yang lain pada pasien dan mengakibatkan beberapa
komplikasi. Komplikasi stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
meliputi:
a. Hipoksia serebral
Diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke
otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hemotokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan.
b. Terganggunya aliran darah
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat
(cairan intravena) harus menjamin penurunan vesikositas darah dan
memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem
perlu perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral
Embolisme Serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium atau dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah keotak dan selanjutnya menurunkan aliran
darah serebral.

16
7. Pemeriksaan Penunjang atau Laboratorium
Untuk menegakkan suatu diagnose medis dan menentukan apakah
pasien benar-benar terdiagnosis mengalami stroke, perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan diagnostic untuk mendukung penegakkan
diagnosis pada pasien, Adapun pemeriksaan diagnosis yang umumnya
dilakukan pada pasien dengan kecurigaan mengalami stroke adalah :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler
b. CT scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti
c. Lumbal Pungsi
Tekanan yang menngkat dan di sertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukan adanya hemoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intracranial
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya di dapatkan area yang mengalami lesi dan
infark akibat dari hemoragik
e. USG Doppler
Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis)
f. EEG
Melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak

17
18
g. Sinar tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis serebral, kalsifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subaraknoid.

8. Penatalaksaan dan Pengobatan Diare


Penatalaksanaan stroke menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (2011) adalah :
a. Pengobatan terhadap hipertensi, hipoglikemia/hiperglikemia,
pemberian terapi trombolisis, pemberian antikoagulan, pemberian
antiplatelet dan lain-lain tergantung
kondisi klinis pasien
b. Pemberian cairan pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari
(parental maupun enteral). Cairan parenteral yang diberikan adalah
isotonis seperti 0,9% salin.
c. Pemberian nutrisi, nutrisi enteral paling lambat sudah harus
diberikan dalam 48jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah tes
fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran
menurun nutrisi diberikan menggunakan NGT
d. Pencegahan dan penanganan komplikasi, mobilisasi dan penilaian
dini untuk mencegah komplikasi (aspirasi, malnutrisi, pneumonia.
Thrombosis vena dalam, emboli paru, kontraktur) perlu dilakukan.
e. Rehabilitasi, direkomendasikan untuk melakukan rehabilitasi dini
setelah kondisi medis stabil, dan durasi serta intensitas rehabilitasi
ditingkatkan sesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Setelah keluar
dari rumah sakit direkomendasikan untuk melanjutkan rehabilitasi
dengan berobat jalan selama tahun pertama setelah stroke.

19
f. Penatalaksanaan medis lain, pemantauan kadar glukosa, jika gelisah
lakukan terapi psikologi, analgesic, terapi muntah dan pemberian H2
anatagonis sesuai indikasi, mobilisasi bertahap bila keadaan pasien
stabil, control buang air besar dan kecil, pemeriksaan penunjang lain,
edukasi keluarga dan discharge planning.

9. Pencegahan Diare
Aspek yang paling penting untuk mencegah stroke adalah untuk
memperlambat kecepatan aterosklerosis vaskular (pengerasan pembuluh
darah). Berikut ini merupakan upaya untuk mencegah terjadinya stroke
yaitu : Mengendalikan tekanan darah tinggi dengan menerapkan
perubahan gaya hidup: mengurangi asupan natrium dari makanan,
mengikuti prinsip pola makan "rendah natrium, rendah gula, rendah
lemak, tinggi serat", mengendalikan berat badan, berolahraga secara
teratur, dan menghindari konsumsi minuman beralkohol secara
berlebihan Pengobatan: mengonsumsi obat sesuai dengan petunjuk
dokter, Segera berhenti merokok, Mengendalikan diabetes melitus,
Menurunkan kadar kolesterol: melalui pola makan dan olahraga, apabila
diperlukan, minum obat sesuai dengan petunjuk dokter dan Menangani
tekanan dan belajar untuk bersantai (Mulyasih & Ahmad, 2014).

20
3. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien
stroke meliputi :

a. Identitas pasien
Meliputi: nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi,
nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark didahului dengan serangan awal yang tidak
disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada
serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
f. Riwayat psikososial

21
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran somnolen,
apatis, sopor, soporo coma, hingga coma dengan GCS < 12
pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan
memiliki tingkat kesadaran letargi dan composmetis dengan
GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan
diastole > 80
b) Nadi
Biasanya nadi normal
c) Pernafasan
Pasien stroke hemoragik mengalami gangguan
pada bersihan jalan napas
d) Suhu
Tidak sering ditemukan masalah pada suhu pasien
dengan stroke hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Tidak simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada
pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : alis mata simetris, dapat mengangkat alis,

22
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan
kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah
pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil
isokor, kelopak mata tidak edema. Pada pemeriksaan
nervus II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus
6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : diameter pupil
2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan
reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata .
Nervus IV (troklearis) : pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I
(olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang
diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
nervus VIII (akustikus) : pada pasien yang tidak lemah anggota
gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-
hidung
7) Mulut dan gigi
Pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering.
Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : lidah dapat
mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat
menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeal) : ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) :

23
pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri
dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga
Daun telinga kiri dan kanan sejajar. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : pasien kurang bisa mendengarkan gesekan
jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan
pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan
dengan artikulasi yang jelas
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : pasien stroke hemoragik
mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk
(+)
10) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : bunyi normal (sonor)
Auskultasi : suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada asites
Palpasi : tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada
pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien
digores pasien tidak merasakan apa-apa.

24
12) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT
biasanya normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus
XI (aksesorius) : pasien stroke hemoragik tidak dapat
melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada
pemeriksaan reflek, saat siku diketuk tidak ada respon apa-
apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi. Sedangkan
pada pemeriksaan reflek hoffman jari tidak mengembang
ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, Pada saat dilakukan reflek
patella biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan
(reflek patella (+).

Tabel 2.1
Nilai kekuatan otot
Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi 0
otot, lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, 1
namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus
digerakkan oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan 2
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan 3
gaya berat
Disamping dapat melawan gaya berat 4
ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Black&Hawks, (2014)

25
h. Test diagnostic
1) Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya
ruptur. Pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya
aneurisma
b) Lumbal fungsi
Pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan
lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai
bercak darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya
hemoragik pada subarachnoid atau pada intrakranial
c) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia,
serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel
atau menyebar ke permukaan otak
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit
arteriovenal
(masalah sistem karotis)
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

26
27
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap
seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna
untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia.
Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila
kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi
yang sedang menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu:
prothrombin time, partial thromboplastin (PTT),
International Normalized Ratio (INR) dan agregasi
trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur
seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan
penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau
pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah
menerima obat pengencer darah seperti warfarin, INR
digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan
dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah
diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang
diberikan benar atau tidak.
c) Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah
atau
kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah
menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini
termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson,
2014).

28
i. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Pada pasien pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan
minuman beralkhohol
2) Pola makan
Terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan
pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan
penurunan berat badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan
Pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi
Terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
dan tidak kooperatif

29
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
infark jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan anggota gerak
c. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas
bawah
d. Gangguan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan gangguan menelan
e. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak, perubahan sistem saraf pusat
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, kelemahan, kerusakan status mobilitas
g. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan refleks
muntah, paralisis wajah
h. Resiko terjadinya kontraktur berhubungan dengan imobilisasi
i. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi

30
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral Setelah dilakukan Tindakan 1. Kaji status neurologic setiap jam
Definisi : rentan mengalami penurunan sirkulasi keperawatan diharapkan perfusi 2. Kaji tingkat kesadaran dengan
jaringan otak yang dapat menganggu kesehatan jaringan serebral pasien menjadi GCS
efektif dengan kriteria hasil : 3. Kaji pupil, ukuran, respon
1. Tanda-tanda vital normal terhadap cahaya, gerakan mata
2. Status sirkulasi lancar 4. Kaji reflek kornea
3. Pasien mengatakan nyaman 5. Evaluasi keadaan motorik dan
dan tidak sakit kepala sensori pasien
4. Kemampuan komunikasi baik 6. Monitor tanda vital setiap 1 jam
7. Hitung irama denyut nadi,
auskultasi adanya murmur
8. Pertahankan pasien bedrest, beri
lingkungan tenang, batasi
pengunjung, atur waktu istirahat
dan aktifitas
2. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan Tindakan 1. Kaji kemampuan motorik
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu keperawatan diharapkan mobilitas 2. Ajarkan pasien untuk melakukan
atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah fisik tidak terganggu kriteria hasil: 3. ROM minimal 4x perhari bila
Batasan karakteristik: 1. Peningkatan aktifitas fisik mungkin
1. Penurunan kemampuan melakukan 2. Tidak ada kontraktur otot 4. Bila pasien di tempat tidur,
keterampilan motorik halus 3. Tidak ada ankilosis pada sendi lakukan tindakan untuk
2. Penurunan kemampuan melakukan 4. Tidak terjadi penyusutan otot meluruskan postur tubuh
keterampilan motorik kasar 5. pertahankan integritas kulit a. Ubah posisi sendi bahu tiap
Faktor yang berhubungan: 2-4 jam
1. Gangguan neuromuscular b. Sanggah tangan dan
2. Gangguan sensori pergelangan pada kelurusan
alamiah

31
5. Observasi daerah yang tertekan,
termasuk warna, edema atau
tanda lain gangguan sirkulasi
6. Inspeksi kulit terutama pada
daerah tertekan, beri bantalan
lunak
7. Kolaborasi stimulasi elektrik
8. Kolaborasi dalam penggunaan
tempat tidur anti dekubitus
3. Defisist perawatan diri Setelah dilakukan Tindakan 1. Kaji kemampuan dan tingkat
Definisi : keperawatan diharapkan defisit defisit (skala 0-4) untuk
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau perawatan diri dapat teratasi dengan melaksanakan tugas sehari-hari
menyelesaikan aktivitas mandi, berpakaian, makan, kriteria hasil: 2. Berikan bantuan klien sesuai
eliminasi mandiri 1. Mendemonstrasikan perubahan kebutuhan
teknik dan gaya hidup untuk 3. Buat rencana untuk defisit visual
memenuhi kebutuhan yang ada
perawatan diri 4. Identifikasi kebiasaan usus
2. Melaksanakan aktivitas sebelumnya dan tetapkan
perawatan diri dalam tingkat Kembali regimen yang normal
kemampuan sendiri
3. Mengidentifikasi sumber
personal dan komunitas yang
dapat memberikan bantuan
sesuai kebutuhan

32
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan . Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan
perilaku dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi
ada individu. Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan
SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan

33
DAFTAR PUSTAKA

Rahmat, A. U. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga Ny.K Khususnya Ny.K


Dalam Memenuhi Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal: Rheumatoid Arthritis Di Wilayah Rt 12 Rw 02
Kelurahan Utan Panjang Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat. Jakarta:
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2016.
Mudjaddid,E., (2014), Pemahaman dan penanganan psikosomatik gangguan
ansietas dan depresi di bidang ilmu penyakit dalam, dalam
Setiati,S.,Alwi,I., Sudoyo,A.W., Simadibrata,M., Setiyohadi,B. Dan
Syam,A.R. (editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam,
Jakarta, InternaPublishing.
Sunaryo, Wijayanti, Rahayu. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik.
Yogyakarta : CV ANDI OFFSET.
Darmojo, Boedhi. 2015. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Jakarta: FKUI
Kholifah, S.N. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Gerontik. Jakarta :
Kemenkes RI Pusdik SDM Kesehatan
Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. (2014). Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8, Jilid 3. Elsevier. Singapura : PT Salemba Medika.
LeMone, Burke, & Bauldoff, (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa.
Jakarta: EGC
Brunner, suddarth 2013, Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 2.
Jakarta EGC.
Mulyatsih, E., & Ahmad, A. (2014). Stroke petunjuk perawatan pasien pasca
stroke di rumah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Tarwoto, Wartonah & Suryati, E.S. (2013). Keperawatan Medikal
BedahGangguan Sistem Persarafan. Jakarta : CV Sagung seto.

34

Anda mungkin juga menyukai