Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

Disusun sebagai penugasan Program Pendidikan Profesi (Ners)

Stage: Praktek Keperawatan Gerontik

OLEH:

EMILIA NURHAYATI
NIM: 2021.04.098

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2022
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny. “S”
DENGAN HIPERTENSI DI DUSUN LIDAH DESA GAMBIRAN
KECAMATAN GAMBIRAN

Disusun sebagai penugasan Program Pendidikan Profesi (Ners)

Stage: Praktek Keperawatan Gerontik

Disusun oleh:

EMILIA NURHAYATI
NIM: 2021.04.098

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI (NERS)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN HIPERTENSI DI DUSUN LIDAH


DESA GAMBIRAN KECAMATAN GAMBIRAN

NAMA : EMILIA NURHAYATI


NIM : 2021 04 098

Oleh:
Pembimbing

(Ns. Essy Sonontiko S., S.Kep)


NIK. 060130907

Mengetahui

Ketua Program Studi Profesi (Ners)

(Ns, Fajri Andi Rahmawan, S. Kep, M.Kep)


NIK: 06.088.0414
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny. “S”


DENGAN HIPERETENSI DI DUSUN LIDAH DESA GAMBIRAN
KECAMATAN GAMBIRAN

NAMA : EMILIA NURHAYATI


NIM : 2021 04 098

Oleh:
Pembimbing

(Ns. Essy Sonontiko S., S.Kep)


NIK. 060130907

Mengetahui

Ketua Program Studi Profesi (Ners)

(Ns, Fajri Andi Rahmawan, S. Kep, M.Kep)


NIK: 06.088.0414
LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK DENGAN HIPERTENSI

A. KONSEP PROSES MENUA DAN LANSIA


I. Konsep Proses Menua
Ada beberapa teori tentang penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologi, teori
kultural, teori sosial, teori genitika, teori rusaknya sistem imun tubuh, teori menua akibat
metabolisme dan teori kejiwaan sosial. Berdasarkan pengetahuan yang berkembang
dalam pembahasan tentang teori proses menjadi tua (menua) yang hingga saat ini di anut
oleh gerontologis, maka dalam tingkatan kompetensinya, perawat perlu mengembangkan
konsep dan teori keperawatan sekaligus praktik keperawatan yang didasarkan atas teori
proses menjadi tua (menua) tersebut. Postulat yang selama ini di yakini oleh para ilmuan
perlu implikasikan dalam tataran nyata praktik keperawatan, sehingga praktik
keperawatan benar-benar mampu memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat
(Maryam, 2018).
Perkembangan ilmu keperawatan perlu diikutip dengan pengembangan
praktik keperawatan, yang pada akhirnya mampu memberikan kontribusi terhadap
masalah masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat. Secara umum, implikasi/
praktik keperawatan yang dapat dikembangkan dengan proses menua dapat didasarkan
dapat teori menua/secara biologis, psikologis, dan sosial. Berkut adalah uraian bentuk-
bentuk aplikasi asuhan keperawatan yang diberikan kepada individu yang negalami
proses penuaan, dengan di dasarkan pada teori yang mendasari prose menua itu sendiri.
Iplikasi keperawatan yang diberikan di dasarkan atau asumsi bahwa tindkan keperawatan
yang diberikan lebih di tekankan pada upaya untuk memodifikasi fakotr-faktor secara
teoritis di anggap dapat mempercepat prose penuaan. Istilah lain yang digunakan untuk
menunjukkan teori menua adalah senescence. Senescence diartikan sebagai perubahan
perilaku sesuai usia akibat penurunan kekuatan dan kemampuan adaptasi (Sunaryo,
2016).

II. Konsep Lanjut Usia


Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas. Pada
lanjut usia alan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan
sehingga tidak dapat berhan terhadap infeksi dan meperbarbaakan kerusakan yang
terjadi. Oleh karena itu dalam tubuh akan menumpuk makin banayk distorsi metabolik
dan struktural yang disebut penyakit dengeneratif yang menyebabkan lansia akan
mengakhiri hidup dengan episode terminal (Sunaryo, 2016).
Lansia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu
suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu. Proses menua
(aging) adalah suatu proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologi
maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Lansia akan mengalami perubahan
yang terkait dengan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang kecepatan perubahan
tersebut berbeda untuk setiap individu. Jenis kelamin, rasa, kelas sosial, dan keimanan
menciptakan interaksi yang komplek yang berkontribusi dalam proses penuaan setiap
individu (Sudaryanto, 2018).

III. Batasan Umur Lanjut Usia


Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi dalam Sunaryo (2016), batas-
batas umur yang mencakup batas umur lansia sebagai berikut
1. Menurut undang-undangn Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang
berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mmencapai usia 60 tahun ke atas”.
2. Menurut Wordl Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat
kriteria berikut usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)
ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old)
ialah di batsu 90 tahun.
3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase, yaitu: pertama (fase
inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (Fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase
presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 sampai tutup usia.
4. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setypnegoro masa lanjut usia (geriatric age) > 65
tahun, atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga
batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75- 80 tahun), dan very old (> 80
tahun) (Efendi & Makhfudli, 2009). Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir
perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2),
(3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut
adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008).

IV. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Menurut Suiraoka, (2012), penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk
menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel dalam
tubuh yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Menurut (Meredith Wallace,
2007), beberapa perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah perubahan
fisik, intlektual, dan keagamaan :
1. Perubahan fisik
a. Sel saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan berubah,
seperti jumlahnya yang menurun, ukuran lebih besar sehingga mekanisme
perbaikan sel akan terganggu dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah.
b. Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia akan mengalami
perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca indra. Pada indra pendengaran seperti
hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga, pada indra penglihatan akan
terjadi seperti kekeruhan kornea, hilangnya daya akomodasi dan menurunnya
lapang pandang. Pada indra peraba akan terjadi seperti respon terhadap nyeri
menurun dan kelenjer keringat berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya
seperti menurunnya kekuatan otot pernapasan, sehingga kemampuan membau juga
berkurang.
c. Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunnya selera makan,
seringnya terjadi konstipasi, menurunnya produksi air liur (saliva) dang era
peristaltic usus juga menurun.
d. Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami pengecilan sehingga
aliran darah ke ginjal menurun.
e. Sistem musculoskeletal, kehilangan cairan pada tulang dan makin rapuh, keadaan
tubuh akan lebih pendek, persendian kaku dan tendon mengerut.
f. Sistem kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami pompa darah yang
menurun, ukuran jantung secara keseluruhan menurun dengan tidanya penyakit
klinis, denyut jantung menurun, katup jantung pada lansia akan lebih tebal dan kaku
akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik meningkat pada lansia karena
hilangnya distensibility arteri. Tekanan darah diastolic tetap sama atau meningkat.
2. Perubahan intelektual, Akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada
kemampuan otak seperti perubahan intelegenita quantion (IQ) yaitu fungsi otak kanan
mengalami penurnan sehingga lansia akan mengalami penurunan sehingga lansia akan
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal, pemecahan masalah, konsentrasi
dan kesulitan mengenal wajah seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan
ingatan, karena penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk
menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga kemampuan untuk
mengingat pada lansia juga menurun (Mujahidullah, 2012).
3. Perubahan keagamaan Pada umumnya lansia akan semakin teratur dalam kehidupan
keagamaannya, hal tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan
meninggalkan kehidupan dunia.

V. Tipe – Tipe Lansia


Beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Maryam, 2008) tipe tersebut di jabarkan
sebagai berikut:
1. Tipe lansia bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memnuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengikuti kegiatan agama dan
melakukan pekerjaan apa saja.
4. Tipe masrah Menerima dan menunggu nasib baik,, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung Kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif,
dan acuh tak acuh.
B. KONSEP HIPERTENSI
1. Definisi Hipertensi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di
dalam Arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana
tekanan yang abnormal tinggi didalam arteri menyebabkan peningkatannya resiko
terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakann ginjal.
Sedangkan menurut (Triyanto,2014) Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian / mortalitas. Tekanan darah 140/90
mmHg didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik 140
menunjukan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90
menunjukan fase darah yang kembali ke jantung (Anies, 2006).
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik Normal Dibawah
130 mmHg Dibawah 85 mmH Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg Stadium 1
(Hipertensi ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg Stadium 2 (Hipertensi sedang) 160-179
mmHg 100-109 mmHg Stadium 3 (Hipertensi berat) 180-209 mmHg 110-119 mmHg
Stadium 4 (Hipertensi maligna) 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih Sumber:
(Triyanto,2014).

2. Etiologi
Secara umum, berdasarkan penyebab pembentukannya hipertensi terbagi menjadi dua
golongan, yaitu:
a) Hipertensi Primer (Esensial)
Penyebab tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetika,
lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek
dari sekresi Na, obesitas, merokok, dan stress. Sampai saat ini penyebab spesifik dari
hipertensi primer belum dapat diketahui secara pasti. (Sutanto, 2010, hal. 12)
b) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh adanya penyakit lain, misalnya pada gangguan
ginjal, penyempitan pembuluh darah terutama ginjal, tumor tertentu, atau gangguan
hormon. Gangguan tersebut mengakibatkan gangguan aliran darah sehingga jantung
harus bekerja lebih keras sehingga tekanan darah meningkat. Sampai saat ini , jumlah
penderita penyakit hipertensi sekunder mencapai lebih dari 90 persen dari seluruh
penderita hipertensi. (Sutanto, 2010, hal. 6)
Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi :
a) Genetika (Keturunan)
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua maka dugaan terjadinya
penyakit hipertensi primer pada seseorang akan cukup besar. Hal ini terjadi karena
pewarisan sifat melalui gen. Pengaruh genetika ini terjadi pula pada anak kembar yang
lahir dari satu sel telur. (Sutanto, 2010, hal. 13).
b) Obesitas
Obesitas atau kegemukan juga merupakan salah satu faktor resiko timbulnya penyakit
hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas
lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak mengalami obesitas. Jika mengalami
obesitas maka produksi hormon-hormon dalam tubuh kurang normal. Walaupun belum
diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti
bahwadaya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi dengan berat badan normal.
(Sutanto, 2010, hal. 14).
c) Stress lingkungan
Jika seseorang dalam keadaan stress maka terjadi respon sel-sel saraf yang
mengakibatkan kelainan pengeluaran atau pengangkutan natrium. Hubungan antara
stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja
ketika seseorang beraktivitas) yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap.
Stress yang berkepajangan dapat mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi.
(Sutanto, 2010, hal. 14).
d) Jenis kelamin (Gender)
Kaum laki-laki di daerah perkotaan lebih banyak mengalami kemungkinan menderita
hipertensi dibandingkan kaum perempuan. Namun bila ditinjau dari segi perbandingan
antara perempuan dan laki-laki, secara umum kaum perempuan masih lebih banyak
menderita penyakit hipertensi daipada laki-laki. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin
dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis. Wanita seringkali mengadopsi perilaku yang
tidak sehat serta pola makan yang tidak seimbang sehingga menyebabkan obesitas,
depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada kaum pria, hipertensi lebih
berkaitan dengan erat dengan pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman terhadap
pekerjaan dan pengangguran. (Sutanto, 2010, hal. 15).
e) Pertambahan usia
Dengan bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin
besar. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ternyata angka kejadian penyakit
hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia. Hilangnya elastisitas jaringan da
arterisklerosis serta pelebaran pembuluh darah adalah faktor penyebab hipertensi di usia
tua. (Sutanto, 2010, hal. 15).
f) Asupan garam berlebih
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi sangat penting pada mekanisme timbulnya
hipertensi karena melalui peningkatan volume plasma atau cairan tubuh dan tekanan
darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan
garam sehingga kembali pada kondisi keadaan sistem hemodinamik (perdarahan) yang
normal. Pada hipertensi esensial, mekanisme tersebut terganggu. Natrium dan klorida
adalah ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi natrium yang berlebihan dapat
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya, cairan intraseluler harus ditarik keluar hingga menyebabkan volume
cairan ektraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak pada timbulnya
hipertensi. (Sutanto, 2010, hal. 16)
g) Gaya hidup yang kurang sehat
Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi, namun kebiasaan buruk
dan gaya hidup yang tidak sehat juga menjadi sebab peningkatan tekanan darah. Seperti
merokok, asupan asam lemak jenuh, dan tingginya kolesterol dalam darah turut
berperan dalam munculnya penyakit hipertensi. (Sutanto, 2010, hal. 16).
h) Obat-obatan
Obat-obat pencegah kehamilan, steroid, dan obat anti infeksi dapat meningkatkan
tekanan darah. Beberapa jenis obat dapat menaikkan kadar insulin. Kadar insulin yang
tinggi dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat. Penggunaan obat-obatan tersebut
dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan tekanan darah naik secara permanen
yang merupakan ciri khas penderita hipertensi. (Sutanto, 2010, hal. 17).
i) Akibat penyakit lain
Jika seseorang memiliki penyakit lain, terutama yang berhubungan dengan
kardiovaskular maka itu sangat berpotensi menderita hipertensi sekunder. Penyebab
sudah cukup jelas, antara lain ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral,
dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan
darah dalam tubuh. (Sutanto, 2010, hal. 17).

3. Patofisiologi
Menurut (Triyanto,2014) Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa
rerjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturanya dan
menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa
darah melalui arteri tersebut. Darah di setiap denyutan jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. inilah
yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil (arteriola) untuk sementara waktu untuk
mengarut karena perangsangan saraf atau hormon didalam darah. Bertambahnya darah
dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika
terhadap kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan
air dari dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika
aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar
dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan
didalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur
berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan
tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan
mengeluarkan garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan
mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan
mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan
darah kembali normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan
menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi,
yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ
peting dalam mengembalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan
pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan
arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan
hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah (Triyanto 2014). pertimbangan gerontology.
Perubahan struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggung pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot
polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekwensinya , aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume secukupnya), mengakibatkan penurunan curah jantunng dan meningkatkan
tahanan perifer (Prima,2015).
4. Pathway

umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas, arteriosklerosis

Perubahan status hipertensi


kesehatan
Kerusakan vaskuler pembuluh darah
Kurang terpapar
informasi
Perubahan struktur

Ansietas Defisit Penyumbatan pembuluh darah


pengetahuan

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Suplai O2 Vasokonstriksi sistemik koroner Spasme


pembuluh otak pembuluh darah arteriole
darah otak menurun ginjal
vasokonstriksi Iskemi
diplopia
miocard
Nyeri Blood flow
Gangguan sinkop munurun
akut pola tidur Afterload
Nyeri akut Risiko
meningkat
Cedera
Respon RAA
Perfusi
perifer tidak Penurunan Fatique
efektif Rangsang curah jantung
aldosteron
Intoleransi
aktifitas
Retensi Na

Hipervolemia
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini mengartikan
bahwa hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur
(Nurarif & Kusuma, 2015).
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
karena adanya peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan hipertensi dan
tekanan intrakarnial naik, dan kelelahan. Dalam kasus ini merupakan gejala terlazim
yang kebanyakan dari beberapa pasien mencari pertolongan medis (Nurarif & Kusuma,
2015).
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan darah dan
hipertensi sehingga tekanan intrakranial naik.
b. Lemas, kelelahan karena stress sehingga mengakibatkan ketegangan yang
mempengaruhi emosi.
c. Susah nafas, kesadaran menurun : karena terjadinya peningkatan kotraktilitas
jantung.
d. Palpitasi (berdebar-debar) : karena jantung memompa terlalu cepat sehingga dapat
menyebabkan berdebar-debar, gampang marah (Nurarif & Kusuma, 2015).

6. Komplikasi
Menurut (Triyanto, 2014) komplikasi hipertensi sebaga berikut :
1. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekananan tinggi diotak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-
arteri otak mengalami arterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentukya aneurisma. Gejala tekena stroke adalah sakit kepala secara
tiba-tiba, seperti orang binggung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu
bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa
kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.
2. Infrak miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi
dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infrak. Demikian juga hipertropi
ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi
ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan.
3. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-
kapiler ginjal. Glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-
unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan
kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering di
jumpai pada hipertensi kronik.
4. Ketidak mampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung dengan
cepat dengan mengakibatkan caitan terkumpul diparu, kaki dan jaringan lain sering
disebut edema. Cairan didalam paru-paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan
ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema. Ensefolopati dapat
terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi
pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
kedalam ruangan intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuronneuron disekitarnya
kolap dan terjadi koma.
Sedangkan menurut Menurut (Ahmad, 2011), hipertensi dapat diketahui dengan
mengukur tekanan darah secara teratur. Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani
dengan baik, akan mempunyai resiko besar untuk meninggal karena komplikasi
kardovaskular seperti stoke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal.
Target kerusakan akibat hipertensi antara lain :
a. Otak : Menyebabkan stroke
b. Mata : Menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan
c. Jantung : Menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark jantung)
d. Ginjal : Menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal.

7. Klasifikasi
Tabel 1 Tekanan darah pada orang dewasa (M. Asikin, dkk, 2016, hal. 74)
Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistolik Diastolik

Normal ˂ 120 mmHg ˂ 80 mmHg

Pre-hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg

Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg


Stadium 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg

Tabel 2 Penggolongan tekanan darah (Sutanto, 2010, hal. 11)

Tekanan Darah
Kategori
Sistolik Diastolik

Normal .> 130 mmHg > 85 mmHg

Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg

Hipertensi ringan 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Hipertensi sedang 160-179 mmHg 100-109 mmHg

Hipertensi Berat 180-209 mmHg 110-119 mmHg

Hipertensi Maligna 210 mmHg/lebih 120 mmHg/lebih

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan
sebelum memulai terapi yang bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor
resiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
1. Urin, Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan
urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah-BUN dan
kreatinin.
2. Elektrokardiografi, untuk mengkaji hipertrofi ventrikel kiri
(Muttaqin, 2012)

9. Penatalaksanaan
Manajemen hipertensi ini terutama meliputi:
1) Terapi farmakologis
Obat-obat anti hipertensi dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dicampur dengan
obat lain. Klasifikasi oabt anti hipertensi di bagi menjadi empat kategori berikut ini :
a. Diuretik
Diuretik yang biasa digunakan sebagai anti hipertensi terdiri atas hidrokortazid
dapat diberikan sendiri pada penderita hipertensi ringan atau penderita yang baru dan
penghambat beta (beta blocker), digunakan sebagai obat anti hipertensi tahap I atau
dikombinasi dengan diuretik dalam pendekatan tahap II untuk mengobatai hipertensi.
Penghambat beta juga digunakan sebagai antiangina dan antidiritmia. Efek samping
yang ditimbulkan meliputi penurunan denyut jantung, penurunan tekanan darah yang
nyata dan bronkospasme. Penghambat beta jangan dihentikan secara mendadak
karena dapat menimbulkan angina disritmia dan infark miokardium (Muttaqin,
2012).
b. Simpatolitik
Bekerja dipusat menurunkan respon simpatetik dari batang otak ke pembuluh
darah perifer. Obat-obat golongan ini meliputi: metildopa (yang pertama digunakan
untuk mengontrol hipertensi), klinidin, guanabenz dan guanfasin. Efek samping dan
reaksi yang merugikan meliputi: rasa mengantuk, mulut kering, pusing dan denyut
jantung lambat (bradikardi).
c. Vasodilator atrial yang bekerja langsung
Terapi ini merupakan tahap III yang bekerja dengan merelaksasikan otot-otot
polos dari pembuluh darah terutama arteri, sehingga menyebabkan vasodilatasi.
Pemberian terapi bersamaan dengan diuretik. Obat yang sering digunakan adalah
hidralazim dan minoksidil untuk pengobatan hipertensi sedang dan berat. Efek
samping yang bisa timbul berupa takikardi, palpitasi, edema dan gejala-gejala
neurologis atau kesemutan dan baal (Muttaqin, 2012).
d. Antagonis angiotensin (penghambat enzim pengubah angiotensin)
Menghambat pembentukan angiotensin II (vasokonstriktor) dan menghambat
pelepasan aldosteron. Obat yang sering digunakan adalah captropil, enalapril dan
lisinopril. Digunakan pada klien dengan kadar renin serum yang tinggi. Efek samping
obat ini adalah mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, letih, insomnia, kalium
serum yang berlebihan (hiperkalemia) dan takikardia (Muttaqin, 2012).
2) Terapi non farmakologis
Mengubah pola hidup pada penderita hipertensi sangat menguntungkan untuk
menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup yang harus diperbaiki adalah
menurunkan berat badan jika kegemukan, mengurangi minum alkohol, meningkatkan
aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang
adekuat, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat, menghentikan
merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol. Seperti halnya pada orang yang
lebih muda, intervensi non farmakologis ini harus dimulai sebelum menggunakan obat-
obatan (Muttaqin, 2012).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
A. Pengkajian
Menganalisisnya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa ,pekerjaan, penanggung
jawab,status perkawinan,alamat
2. Riwayat kesehatan
a.Keluhan utama
Biasanya pasien yang mengalaami Hipertensi akan mengeluh sakit kepala terutama
pada bagian tengkuk, tidak bisa tidur, dan mengeluh pusing.
b.Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh sakit kepala terutama pada bagian tengkuk, mata
berkunang-kunang, susah tidur serta pemeriksaan fisik diperoleh tekanan darah lebih
dari normal
c.Riwayat penyakit dahulu
Penyakit hipertensi ini adalah penyakit dari genetic yang menahun dan sudah lama
dialami oleh pasien atau anggota keluarga lainnya
d.Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita anggota keluarga yang memiliki hipertensi
e.Riwayat psikososial-spiritual
(a).Psikososial : Perasaan yang dirasakan oleh klien, apakah cemas/sedih?
(b).Sosial : Bagaimana hubungan klien dengan orang lain maupun orang terdekat
klien tetap menjalankan ibadah selama sakit?
(c).Spiritual : Apakah klien tetap menjalankan ibadah selama sakit?
3. Data dasar pengkajian pada pasien Hipertensi, meliputi (Dongoes 2010&Aspiani 2016)
a. Nutrisi
Makanan yang biasa dikonsumsi mencakup makanan tinggi natrium seperti
makanan awitan, tinggi lemak, tinggi kolesterol, perubahan berat badan(meningkat)
b. Eliminasi
Biasanya pada pasien dengan hipertensi tidak mengalami gangguan pada eliminasi
kecuali hipertensi yang diderita sudah menyerang target organ seperti ginjal dan
akan mengakibatkan gangguan pada proses eliminasi urin
c. Personal hygiene
Pada pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan pada proses
personal hygiennya, dalam beberapa kasus pada pasien dengan hipertensi berat
dengan komplikasi mengakibatkkan pasien mengalami gangguan pada pemenuhan
personal hygiennya, contohnya pada pasien dengan stroke yang menyerang organ
otak mengakibatkan pasien mengalami kelumpuhan sehingga pasien tidak dapat
melakukan pola aktivitas personal hygiene dengan mandiri
d. Istirahat tidur
Aktivitas istirahat tidur pada pasien hipertensi terjadi gangguan pola tidur, seperti
susah tidur, sering terbangun pada saat malam hari, gelisah karena pusing,
akibatnya aktivitas pasien terganggu, pada kasus hipertensi berat terjadinya
kelelahan fisik, lemah, letih, resiko jatuh, nafas pendek, gaya hidup monoton
dengan frekuensi jantung meningkat, perubahan trauma jantung dan takipnea
4. Review of system ( Dongoes, 2010 )
a. Pemeriksaan fisik umum
Pada pasien dengan hipertensi biasanya memiliki berat badan yang normal atau
melebihi indeks masa tubuh, berat badan normal, tekanan darah > 160/90
mmHg(pada lansia), nadi > 100 x/mnt, frekuensi nafas 16-24 x/menit pada
hipertensi berat terjadi pernafasan takipnea, ortopnea, dyspnea nocturnal
paroksimal, suhu tubuh 36,5 ‘C – 37,5 ‘C pada hipertensi berat suhu tubuh dapat
menurun dan mengakibatkan pasien hipotermi, keadaan umum pasien
composmentis pada kasus hipertensi berat dengan komplikasi dapat mengakibatkan
pasien gangguan kesadarandan sampai pada koma, contohnya stroke hemoragik
b. Sistem penglihatan
Pada pasien dengan hipertensi memiliki system penglihatan yang baik, pada kasus
hipertensi berat pasien mengalami penglihatan kabur dan terjadinya anemis
konjungtiva
c. Sistem pendengaran
Pada kasus hipertensi, pasien tidak mengalami gangguan pada fungsi pendengaran
dan fungsi keseimbangan
d. Sistem wicara
Pada ksus hipertensi ringan tidak mengalami gangguan pada system wicara. Pada
kasus Hipertensi berat terjadinya gangguan pola/isi dan orientasi bicara
e. Sistem pernafasan
Secara umum baik dengan frekuensi nafas 16-24 x/menit dengan irama teratur, pada
kasus hipertensi tertentu seperti hipertensiberat pasien mengalami gangguan system
pernafasanseperti takipnea, dyspnea, dan orthopnea, adanya distress pernafasan/
penggunaan otot-otot pernafasanpada hipertensi berat, frekuensi pernafasan >24
x/menit dengan irama pernafasan tidak teratur, kedalaman nafas cepat dan dangkal,
adanya sputum pada batuk pasien sehingga mengakibatkan sumbatan jalan nafas dan
terdapat bunyi mengi.
f. System kardiovaskuler
(a). Sistem sirkulasi
Secara umum keadaan sirkulasi perifer pada pasien dengan Hipertensi ringan
dalam keadaan normal dengan frekuensi nadi pasien dapat mencapai >
100x/menit, irama tidak teraratur dan lemah, TD > 160/90 mmHg,
terjadinyadistensi vena jugularis dan pasien mengalami hipotermi,warna kulit
pucat(sianosis)
(b). Sirkusi jantung
Pada kasus hipertensi ringan, sirkulasi jantung, dalam keadaan normal dengan
kecepatan denyut jantung apical teratur dan terdapat bunyi ajntung tambahan(S3),
adanya nyeri dada pada kasus hipertensisekunder dengan komplikasi kelainan
jantung
g. Sistem hematologic
Pasien mengalami gangguan hematologipada hipertensi berat yang ditandai dengan
keadaan umum pucat, perdarahan yang mengakibatkan stroke dikarenakan obstruksi
dan pecahnya pembuluh darah
h. Sistem saraf pusat
Pada hipertensi ringan adanya rasa nyeri pada daerah kepala dan tengkuk, kesadaran
composmentis, pada hipertensi berat kesadarandapat menurun menjadi
koma, reflek fisiologis meliputi refleks biceps fleksi dan triceps ekstensi, serta refleks
patologis negative
i. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan pada pasien hipertensi dalam keadaan baik, pada kasus hipertensi
berat dengan komplikasi menyerang organ pada abdomen mengakibatkan pasien
mengalami nyeri pada daerah abdomen
j. Sistem endokrin
Pada psien dengan hipertensi tidak mengalami gangguan pada system endokrin
k. Sistem urogenital
Terjadinya perubahan pola kemih pada hipertensi sekunder yang menyerang organ
ginjal sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pola berkemih yang sering terjadi
pada malam hari
l. Sistem integument
Turgor kulit buruk pada hipertensi berat dan adanya edema pada hipertensi sekunder
di daerah ekstrimitas
m. Sistem muskuluskeletal
Pada hipertensi ringan pasien tidak mengalami gangguan pada system
muskuluskeletal, tetapi pada hipertensi berat pasien mengalami kesulitan dalam
bergerak dan kelemahan otot
B. Diagnosis
1. Nyeri Akut (D.0077) b/d agen pencedera fisiologi d/d mengeluh nyeri, meringis
2. Penurunan Curah Jantung (D.0008) b/d perubahan afterload d/d tekanan darah meningkat
3. Hipervolemia (D.0022) b/d kelebihan asupan natrium d/d edema perifer
4. Gangguan Pola Tidur (D.0055) b/d kurang control tidur d/d mengeluh sering terjaga
5. Intoleransi Aktivitas (D. 0056) b/d kelemahan d/d merasa lemah
6. Perfusi perifer tidak efektif (0015) b/d peningkatan tekanan darah
7. Defisit pengetahuan (D.0111) b/d kurang terpapar informasi d/d menanyakan masalah
yang dihadapi
8. Ancietas (D.0080) b/d kurang terpapar informasi d/d merasa khawatir dengan akibat
kondisi yang sedang dialami
9. Risiko Cedera (D. 0136) ditandai dengan perubahan fungsi psikomotor
B. Intervensi

No. Diagnosa Luaran Intervensi

1 Nyeri akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)


berhubungan dengan 1. Definisi : Pengalaman sensorik atau emosionat yang 1. Definisi
agen pencedera fisiologi berkaltan deangan kenusakan jaringan aktual atau Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
ditandai dengan klien fungsional, dendan onset mendadak alau lambat dan, sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
mengeluh nyeri berintensitas tingan hingga berat dan konstan. kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset
2. Ekspetasi : Menurun mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
3. Kriteria hasil hingga berat dan konstan.
Indikator IR-ER 2. Tindakan
Observasi
Kemampuan menuntaskan 1 2 3 4 5
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
aktivitas
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5 - Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
Meringis 1 2 3 4 5
- Identifikasi faktor yang memperberat dan
Sikap protektif 1 2 3 4 5 memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyaninan
Gelisah 1 2 3 4 5
tentang nyeri
Kesulitan tidur 1 2 3 4 5 - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5 - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Pola napas 1 2 3 4 5 - Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
Tekanan darah 1 2 3 4 5 - Monitor efek samping penggunaan analgetic
Keterangan Terapeutik
Menurun : 1 - Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Cukup menurun : 2 mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
Sedang : 3 akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
Cukup meningkat : 4 pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
Meningkat : 5 kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi Istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2 Penurunan curah Curah jantung (L.02008) PERAWATAN JANTUNG (I.02075)


jantung (D.0008) b/d 1. Definisi: Keadekuatan jantung memompa darah untuk Observasi
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.  Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah
perubahan preload &
2. Ekspektasi: Meningkat jantung (meliputi dispenea, kelelahan, adema
afterload ortopnea paroxysmal nocturnal dyspenea,
3. Kriteria hasil: peningkatan CPV)
Indikator IR-ER  Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan
curah jantung (meliputi peningkatan berat badan,
Kekuatan nadi perifer 1 2 3 4 5
hepatomegali ditensi vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
Stroke volume index 1 2 3 4 5
 Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah
Keterangan ortostatik, jika perlu)
Menurun : 1  Monitor intake dan output cairan
Cukup menurun : 2  Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang
Sedang : 3 sama
Cukup meningkat : 4  Monitor saturasi oksigen
Meningkat : 5  Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas,
lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang
Indikator IR-ER mengurangi nyeri)
Tekananan darah 1 2 3 4 5  Monitor EKG 12 sadapoan
Gambaran ECG 1 2 3 4 5  Monitor aritmia (kelainan irama dan frekwensi)
Palpitasi 1 2 3 4 5  Monitor nilai laboratorium jantung (mis.
Bradikardi 1 2 3 4 5 Elektrolit, enzim jantung, BNP, Ntpro-BNP)
Keterangan  Monitor fungsi alat pacu jantung
Memburuk : 1  Periksa tekanan darah dan frekwensi nadisebelum
Cukup memburuk : 2 dan sesudah aktifitas
Sedang : 3  Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi
Cukup membaik : 4 sebelum pemberian obat (mis. Betablocker,
Membaik : 5 ACEinhibitor, calcium channel blocker, digoksin)
Terapeutik
 Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi
asupan kafein, natrium, kolestrol, dan makanan
tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis atau pneumatik
intermiten, sesuai indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres,
jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan harian
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung
3 Gangguan Pola Tidur Pola tidur (L.05045) Dukungan Tidur (I.05174)
(D.0055) b/d kurang 1. Definisi : keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur 1. Definisi
control tidur d/d 2. Ekspetasi : Membaik Memfasilitasi siklus tidur dan terjaga yang teratur
mengeluh sering terjaga 3. Kriteria hasil 2. Tindakan
Indikator IR-ER Observasi
Keluhan sulit tidur 1 2 3 4 5 - Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Keluhan sering terjaga 1 2 3 4 5 - Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik
Keluhan pola tidur berubah 1 2 3 4 5 dan/atau psikologis)
Keterangan: - Identifikasi makanan dan minuman yang
Menurun : 1 mengganggu tidur (mis. kopi, teh, alkohol,
Cukup menurun : 2 makan mendekati waktu tidur, minum banyak
Sedang : 3 air sebelum tidur)
Cukup meningkat : 4 - Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
Meningkat : 5 Terapeutik
- Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)
- Batasi waktu tidur siang, jika perlu
- Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur rutin Lakukan prosedur
untuk meningkatkan kenyamanan (mis. pijat,
pengaturan posisi, terapi akupresur)
- Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau
tindakan untuk njang siklus tidur-terjaga
Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur

- Anjurkan menghindari makanan/minuman


yang mengganggu tidur
- Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM

- Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi


terhadap gangguan pola tidur (mis. psikologis,
gaya hidup, sering berubah shift bekerja)
- Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

4 Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (SIKI I.05178)


(D.0056) b/d kelemahan 1. Definisi : Respon fisiologi terhadap aktivitas yang 1. Definisi
d/d merasa lemah membutuhkan tenaga Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan
2. Ekspetasi : Meningkat energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan
3. Kriteria hasil dan mengoptimalkan proses pemulihan
Indikator IR-ER 2. Tindakan
Keluhan lelah 1 2 3 4 5 Observasi
Perasaan lelah 1 2 3 4 5 - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
Aritmia saat aktivitas 1 2 3 4 5 mengakibatkan kelelahan
Aritmia setelah aktivitas 1 2 3 4 5 - Monitor kelelhan fisik dan emosional
Keterangan: - Monitor pola dan jam tidur
Meningkat : 1 - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
Cukup meningkat : 2 melakukan aktivitas
Sedang : 3 Terapeutik
Cukup menurun : 4 - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
Menurun : 5 stimulus
- Lakukan latihan rentan gerak pasif dan aktif
Indikator IR-ER - Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Tekanan darah 1 2 3 4 5 - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
Frekuensi napas 1 2 3 4 5 dapat berpindah dan berjalan
Keterangan Edukasi
Memburuk : 1 - Anjurkan tirah baring
Cukup memburuk : 2 - Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Sedang : 3 - Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
Cukup membaik : 4 gejala kelelahan tidak berkurang
Membaik : 5 - Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan

a.
DAFTAR PUSTAKA

Kumar, Vinay. Et.al. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Vol.2 Ed. 7. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
N. Richard. Mitchell. Et.al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins dan
Coutran. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Zul Dahlan. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Reevers, Charlene J, et all. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.).
DPP PPNI.
Wahyudi, N. (2015). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik (3rd ed.). Jakarta: EGC.
Stanley. (2014). buku ajar keperawatan gerontik (2nd ed.). Jakarta: EGC.
Pujiastuti & Utomo. (2013). Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta: EGC.
Maryam, R. S. dkk. (2015). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Activity Daily Living dengan
Demensia pada Lanjut Usia Di Panti Werdha. Jakarta: Staf Dosen Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III.
LEMBAR KONSULTASI

Nama : Emilia Nurhayati

Nim : 2021.04.098

NO TANGGAL REVISI PARAF


PEMBIMBING

Anda mungkin juga menyukai