HIPERTENSI
OLEH:
EMILIA NURHAYATI
NIM: 2021.04.098
Disusun oleh:
EMILIA NURHAYATI
NIM: 2021.04.098
Oleh:
Pembimbing
Mengetahui
Oleh:
Pembimbing
Mengetahui
2. Etiologi
Secara umum, berdasarkan penyebab pembentukannya hipertensi terbagi menjadi dua
golongan, yaitu:
a) Hipertensi Primer (Esensial)
Penyebab tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetika,
lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek
dari sekresi Na, obesitas, merokok, dan stress. Sampai saat ini penyebab spesifik dari
hipertensi primer belum dapat diketahui secara pasti. (Sutanto, 2010, hal. 12)
b) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh adanya penyakit lain, misalnya pada gangguan
ginjal, penyempitan pembuluh darah terutama ginjal, tumor tertentu, atau gangguan
hormon. Gangguan tersebut mengakibatkan gangguan aliran darah sehingga jantung
harus bekerja lebih keras sehingga tekanan darah meningkat. Sampai saat ini , jumlah
penderita penyakit hipertensi sekunder mencapai lebih dari 90 persen dari seluruh
penderita hipertensi. (Sutanto, 2010, hal. 6)
Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi :
a) Genetika (Keturunan)
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua maka dugaan terjadinya
penyakit hipertensi primer pada seseorang akan cukup besar. Hal ini terjadi karena
pewarisan sifat melalui gen. Pengaruh genetika ini terjadi pula pada anak kembar yang
lahir dari satu sel telur. (Sutanto, 2010, hal. 13).
b) Obesitas
Obesitas atau kegemukan juga merupakan salah satu faktor resiko timbulnya penyakit
hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas
lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak mengalami obesitas. Jika mengalami
obesitas maka produksi hormon-hormon dalam tubuh kurang normal. Walaupun belum
diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti
bahwadaya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi dengan berat badan normal.
(Sutanto, 2010, hal. 14).
c) Stress lingkungan
Jika seseorang dalam keadaan stress maka terjadi respon sel-sel saraf yang
mengakibatkan kelainan pengeluaran atau pengangkutan natrium. Hubungan antara
stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja
ketika seseorang beraktivitas) yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap.
Stress yang berkepajangan dapat mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi.
(Sutanto, 2010, hal. 14).
d) Jenis kelamin (Gender)
Kaum laki-laki di daerah perkotaan lebih banyak mengalami kemungkinan menderita
hipertensi dibandingkan kaum perempuan. Namun bila ditinjau dari segi perbandingan
antara perempuan dan laki-laki, secara umum kaum perempuan masih lebih banyak
menderita penyakit hipertensi daipada laki-laki. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin
dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis. Wanita seringkali mengadopsi perilaku yang
tidak sehat serta pola makan yang tidak seimbang sehingga menyebabkan obesitas,
depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada kaum pria, hipertensi lebih
berkaitan dengan erat dengan pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman terhadap
pekerjaan dan pengangguran. (Sutanto, 2010, hal. 15).
e) Pertambahan usia
Dengan bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin
besar. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ternyata angka kejadian penyakit
hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia. Hilangnya elastisitas jaringan da
arterisklerosis serta pelebaran pembuluh darah adalah faktor penyebab hipertensi di usia
tua. (Sutanto, 2010, hal. 15).
f) Asupan garam berlebih
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi sangat penting pada mekanisme timbulnya
hipertensi karena melalui peningkatan volume plasma atau cairan tubuh dan tekanan
darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan
garam sehingga kembali pada kondisi keadaan sistem hemodinamik (perdarahan) yang
normal. Pada hipertensi esensial, mekanisme tersebut terganggu. Natrium dan klorida
adalah ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi natrium yang berlebihan dapat
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya, cairan intraseluler harus ditarik keluar hingga menyebabkan volume
cairan ektraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak pada timbulnya
hipertensi. (Sutanto, 2010, hal. 16)
g) Gaya hidup yang kurang sehat
Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi, namun kebiasaan buruk
dan gaya hidup yang tidak sehat juga menjadi sebab peningkatan tekanan darah. Seperti
merokok, asupan asam lemak jenuh, dan tingginya kolesterol dalam darah turut
berperan dalam munculnya penyakit hipertensi. (Sutanto, 2010, hal. 16).
h) Obat-obatan
Obat-obat pencegah kehamilan, steroid, dan obat anti infeksi dapat meningkatkan
tekanan darah. Beberapa jenis obat dapat menaikkan kadar insulin. Kadar insulin yang
tinggi dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat. Penggunaan obat-obatan tersebut
dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan tekanan darah naik secara permanen
yang merupakan ciri khas penderita hipertensi. (Sutanto, 2010, hal. 17).
i) Akibat penyakit lain
Jika seseorang memiliki penyakit lain, terutama yang berhubungan dengan
kardiovaskular maka itu sangat berpotensi menderita hipertensi sekunder. Penyebab
sudah cukup jelas, antara lain ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral,
dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan
darah dalam tubuh. (Sutanto, 2010, hal. 17).
3. Patofisiologi
Menurut (Triyanto,2014) Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa
rerjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturanya dan
menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa
darah melalui arteri tersebut. Darah di setiap denyutan jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. inilah
yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil (arteriola) untuk sementara waktu untuk
mengarut karena perangsangan saraf atau hormon didalam darah. Bertambahnya darah
dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika
terhadap kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan
air dari dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika
aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar
dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan
didalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur
berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan
tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan
mengeluarkan garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan
mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan
mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan
darah kembali normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan
menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi,
yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ
peting dalam mengembalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan
pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan
arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan
hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah (Triyanto 2014). pertimbangan gerontology.
Perubahan struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggung pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot
polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekwensinya , aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume secukupnya), mengakibatkan penurunan curah jantunng dan meningkatkan
tahanan perifer (Prima,2015).
4. Pathway
Elastisitas, arteriosklerosis
vasokonstriksi
Gangguan sirkulasi
Hipervolemia
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini mengartikan
bahwa hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur
(Nurarif & Kusuma, 2015).
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
karena adanya peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan hipertensi dan
tekanan intrakarnial naik, dan kelelahan. Dalam kasus ini merupakan gejala terlazim
yang kebanyakan dari beberapa pasien mencari pertolongan medis (Nurarif & Kusuma,
2015).
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan darah dan
hipertensi sehingga tekanan intrakranial naik.
b. Lemas, kelelahan karena stress sehingga mengakibatkan ketegangan yang
mempengaruhi emosi.
c. Susah nafas, kesadaran menurun : karena terjadinya peningkatan kotraktilitas
jantung.
d. Palpitasi (berdebar-debar) : karena jantung memompa terlalu cepat sehingga dapat
menyebabkan berdebar-debar, gampang marah (Nurarif & Kusuma, 2015).
6. Komplikasi
Menurut (Triyanto, 2014) komplikasi hipertensi sebaga berikut :
1. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekananan tinggi diotak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-
arteri otak mengalami arterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentukya aneurisma. Gejala tekena stroke adalah sakit kepala secara
tiba-tiba, seperti orang binggung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu
bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa
kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.
2. Infrak miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi
dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infrak. Demikian juga hipertropi
ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi
ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan.
3. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-
kapiler ginjal. Glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-
unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan
kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering di
jumpai pada hipertensi kronik.
4. Ketidak mampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung dengan
cepat dengan mengakibatkan caitan terkumpul diparu, kaki dan jaringan lain sering
disebut edema. Cairan didalam paru-paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan
ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema. Ensefolopati dapat
terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi
pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
kedalam ruangan intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuronneuron disekitarnya
kolap dan terjadi koma.
Sedangkan menurut Menurut (Ahmad, 2011), hipertensi dapat diketahui dengan
mengukur tekanan darah secara teratur. Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani
dengan baik, akan mempunyai resiko besar untuk meninggal karena komplikasi
kardovaskular seperti stoke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal.
Target kerusakan akibat hipertensi antara lain :
a. Otak : Menyebabkan stroke
b. Mata : Menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan
c. Jantung : Menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark jantung)
d. Ginjal : Menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal.
7. Klasifikasi
Tabel 1 Tekanan darah pada orang dewasa (M. Asikin, dkk, 2016, hal. 74)
Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa
Tekanan Darah
Kategori
Sistolik Diastolik
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan
sebelum memulai terapi yang bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor
resiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
1. Urin, Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan
urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah-BUN dan
kreatinin.
2. Elektrokardiografi, untuk mengkaji hipertrofi ventrikel kiri
(Muttaqin, 2012)
9. Penatalaksanaan
Manajemen hipertensi ini terutama meliputi:
1) Terapi farmakologis
Obat-obat anti hipertensi dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dicampur dengan
obat lain. Klasifikasi oabt anti hipertensi di bagi menjadi empat kategori berikut ini :
a. Diuretik
Diuretik yang biasa digunakan sebagai anti hipertensi terdiri atas hidrokortazid
dapat diberikan sendiri pada penderita hipertensi ringan atau penderita yang baru dan
penghambat beta (beta blocker), digunakan sebagai obat anti hipertensi tahap I atau
dikombinasi dengan diuretik dalam pendekatan tahap II untuk mengobatai hipertensi.
Penghambat beta juga digunakan sebagai antiangina dan antidiritmia. Efek samping
yang ditimbulkan meliputi penurunan denyut jantung, penurunan tekanan darah yang
nyata dan bronkospasme. Penghambat beta jangan dihentikan secara mendadak
karena dapat menimbulkan angina disritmia dan infark miokardium (Muttaqin,
2012).
b. Simpatolitik
Bekerja dipusat menurunkan respon simpatetik dari batang otak ke pembuluh
darah perifer. Obat-obat golongan ini meliputi: metildopa (yang pertama digunakan
untuk mengontrol hipertensi), klinidin, guanabenz dan guanfasin. Efek samping dan
reaksi yang merugikan meliputi: rasa mengantuk, mulut kering, pusing dan denyut
jantung lambat (bradikardi).
c. Vasodilator atrial yang bekerja langsung
Terapi ini merupakan tahap III yang bekerja dengan merelaksasikan otot-otot
polos dari pembuluh darah terutama arteri, sehingga menyebabkan vasodilatasi.
Pemberian terapi bersamaan dengan diuretik. Obat yang sering digunakan adalah
hidralazim dan minoksidil untuk pengobatan hipertensi sedang dan berat. Efek
samping yang bisa timbul berupa takikardi, palpitasi, edema dan gejala-gejala
neurologis atau kesemutan dan baal (Muttaqin, 2012).
d. Antagonis angiotensin (penghambat enzim pengubah angiotensin)
Menghambat pembentukan angiotensin II (vasokonstriktor) dan menghambat
pelepasan aldosteron. Obat yang sering digunakan adalah captropil, enalapril dan
lisinopril. Digunakan pada klien dengan kadar renin serum yang tinggi. Efek samping
obat ini adalah mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, letih, insomnia, kalium
serum yang berlebihan (hiperkalemia) dan takikardia (Muttaqin, 2012).
2) Terapi non farmakologis
Mengubah pola hidup pada penderita hipertensi sangat menguntungkan untuk
menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup yang harus diperbaiki adalah
menurunkan berat badan jika kegemukan, mengurangi minum alkohol, meningkatkan
aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang
adekuat, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat, menghentikan
merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol. Seperti halnya pada orang yang
lebih muda, intervensi non farmakologis ini harus dimulai sebelum menggunakan obat-
obatan (Muttaqin, 2012).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
A. Pengkajian
Menganalisisnya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa ,pekerjaan, penanggung
jawab,status perkawinan,alamat
2. Riwayat kesehatan
a.Keluhan utama
Biasanya pasien yang mengalaami Hipertensi akan mengeluh sakit kepala terutama
pada bagian tengkuk, tidak bisa tidur, dan mengeluh pusing.
b.Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh sakit kepala terutama pada bagian tengkuk, mata
berkunang-kunang, susah tidur serta pemeriksaan fisik diperoleh tekanan darah lebih
dari normal
c.Riwayat penyakit dahulu
Penyakit hipertensi ini adalah penyakit dari genetic yang menahun dan sudah lama
dialami oleh pasien atau anggota keluarga lainnya
d.Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita anggota keluarga yang memiliki hipertensi
e.Riwayat psikososial-spiritual
(a).Psikososial : Perasaan yang dirasakan oleh klien, apakah cemas/sedih?
(b).Sosial : Bagaimana hubungan klien dengan orang lain maupun orang terdekat
klien tetap menjalankan ibadah selama sakit?
(c).Spiritual : Apakah klien tetap menjalankan ibadah selama sakit?
3. Data dasar pengkajian pada pasien Hipertensi, meliputi (Dongoes 2010&Aspiani 2016)
a. Nutrisi
Makanan yang biasa dikonsumsi mencakup makanan tinggi natrium seperti
makanan awitan, tinggi lemak, tinggi kolesterol, perubahan berat badan(meningkat)
b. Eliminasi
Biasanya pada pasien dengan hipertensi tidak mengalami gangguan pada eliminasi
kecuali hipertensi yang diderita sudah menyerang target organ seperti ginjal dan
akan mengakibatkan gangguan pada proses eliminasi urin
c. Personal hygiene
Pada pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan pada proses
personal hygiennya, dalam beberapa kasus pada pasien dengan hipertensi berat
dengan komplikasi mengakibatkkan pasien mengalami gangguan pada pemenuhan
personal hygiennya, contohnya pada pasien dengan stroke yang menyerang organ
otak mengakibatkan pasien mengalami kelumpuhan sehingga pasien tidak dapat
melakukan pola aktivitas personal hygiene dengan mandiri
d. Istirahat tidur
Aktivitas istirahat tidur pada pasien hipertensi terjadi gangguan pola tidur, seperti
susah tidur, sering terbangun pada saat malam hari, gelisah karena pusing,
akibatnya aktivitas pasien terganggu, pada kasus hipertensi berat terjadinya
kelelahan fisik, lemah, letih, resiko jatuh, nafas pendek, gaya hidup monoton
dengan frekuensi jantung meningkat, perubahan trauma jantung dan takipnea
4. Review of system ( Dongoes, 2010 )
a. Pemeriksaan fisik umum
Pada pasien dengan hipertensi biasanya memiliki berat badan yang normal atau
melebihi indeks masa tubuh, berat badan normal, tekanan darah > 160/90
mmHg(pada lansia), nadi > 100 x/mnt, frekuensi nafas 16-24 x/menit pada
hipertensi berat terjadi pernafasan takipnea, ortopnea, dyspnea nocturnal
paroksimal, suhu tubuh 36,5 ‘C – 37,5 ‘C pada hipertensi berat suhu tubuh dapat
menurun dan mengakibatkan pasien hipotermi, keadaan umum pasien
composmentis pada kasus hipertensi berat dengan komplikasi dapat mengakibatkan
pasien gangguan kesadarandan sampai pada koma, contohnya stroke hemoragik
b. Sistem penglihatan
Pada pasien dengan hipertensi memiliki system penglihatan yang baik, pada kasus
hipertensi berat pasien mengalami penglihatan kabur dan terjadinya anemis
konjungtiva
c. Sistem pendengaran
Pada kasus hipertensi, pasien tidak mengalami gangguan pada fungsi pendengaran
dan fungsi keseimbangan
d. Sistem wicara
Pada ksus hipertensi ringan tidak mengalami gangguan pada system wicara. Pada
kasus Hipertensi berat terjadinya gangguan pola/isi dan orientasi bicara
e. Sistem pernafasan
Secara umum baik dengan frekuensi nafas 16-24 x/menit dengan irama teratur, pada
kasus hipertensi tertentu seperti hipertensiberat pasien mengalami gangguan system
pernafasanseperti takipnea, dyspnea, dan orthopnea, adanya distress pernafasan/
penggunaan otot-otot pernafasanpada hipertensi berat, frekuensi pernafasan >24
x/menit dengan irama pernafasan tidak teratur, kedalaman nafas cepat dan dangkal,
adanya sputum pada batuk pasien sehingga mengakibatkan sumbatan jalan nafas dan
terdapat bunyi mengi.
f. System kardiovaskuler
(a). Sistem sirkulasi
Secara umum keadaan sirkulasi perifer pada pasien dengan Hipertensi ringan
dalam keadaan normal dengan frekuensi nadi pasien dapat mencapai >
100x/menit, irama tidak teraratur dan lemah, TD > 160/90 mmHg,
terjadinyadistensi vena jugularis dan pasien mengalami hipotermi,warna kulit
pucat(sianosis)
(b). Sirkusi jantung
Pada kasus hipertensi ringan, sirkulasi jantung, dalam keadaan normal dengan
kecepatan denyut jantung apical teratur dan terdapat bunyi ajntung tambahan(S3),
adanya nyeri dada pada kasus hipertensisekunder dengan komplikasi kelainan
jantung
g. Sistem hematologic
Pasien mengalami gangguan hematologipada hipertensi berat yang ditandai dengan
keadaan umum pucat, perdarahan yang mengakibatkan stroke dikarenakan obstruksi
dan pecahnya pembuluh darah
h. Sistem saraf pusat
Pada hipertensi ringan adanya rasa nyeri pada daerah kepala dan tengkuk, kesadaran
composmentis, pada hipertensi berat kesadarandapat menurun menjadi
koma, reflek fisiologis meliputi refleks biceps fleksi dan triceps ekstensi, serta refleks
patologis negative
i. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan pada pasien hipertensi dalam keadaan baik, pada kasus hipertensi
berat dengan komplikasi menyerang organ pada abdomen mengakibatkan pasien
mengalami nyeri pada daerah abdomen
j. Sistem endokrin
Pada psien dengan hipertensi tidak mengalami gangguan pada system endokrin
k. Sistem urogenital
Terjadinya perubahan pola kemih pada hipertensi sekunder yang menyerang organ
ginjal sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pola berkemih yang sering terjadi
pada malam hari
l. Sistem integument
Turgor kulit buruk pada hipertensi berat dan adanya edema pada hipertensi sekunder
di daerah ekstrimitas
m. Sistem muskuluskeletal
Pada hipertensi ringan pasien tidak mengalami gangguan pada system
muskuluskeletal, tetapi pada hipertensi berat pasien mengalami kesulitan dalam
bergerak dan kelemahan otot
B. Diagnosis
1. Nyeri Akut (D.0077) b/d agen pencedera fisiologi d/d mengeluh nyeri, meringis
2. Penurunan Curah Jantung (D.0008) b/d perubahan afterload d/d tekanan darah meningkat
3. Hipervolemia (D.0022) b/d kelebihan asupan natrium d/d edema perifer
4. Gangguan Pola Tidur (D.0055) b/d kurang control tidur d/d mengeluh sering terjaga
5. Intoleransi Aktivitas (D. 0056) b/d kelemahan d/d merasa lemah
6. Perfusi perifer tidak efektif (0015) b/d peningkatan tekanan darah
7. Defisit pengetahuan (D.0111) b/d kurang terpapar informasi d/d menanyakan masalah
yang dihadapi
8. Ancietas (D.0080) b/d kurang terpapar informasi d/d merasa khawatir dengan akibat
kondisi yang sedang dialami
9. Risiko Cedera (D. 0136) ditandai dengan perubahan fungsi psikomotor
B. Intervensi
a.
DAFTAR PUSTAKA
Kumar, Vinay. Et.al. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Vol.2 Ed. 7. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
N. Richard. Mitchell. Et.al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins dan
Coutran. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Zul Dahlan. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Reevers, Charlene J, et all. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.).
DPP PPNI.
Wahyudi, N. (2015). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik (3rd ed.). Jakarta: EGC.
Stanley. (2014). buku ajar keperawatan gerontik (2nd ed.). Jakarta: EGC.
Pujiastuti & Utomo. (2013). Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta: EGC.
Maryam, R. S. dkk. (2015). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Activity Daily Living dengan
Demensia pada Lanjut Usia Di Panti Werdha. Jakarta: Staf Dosen Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III.
LEMBAR KONSULTASI
Nim : 2021.04.098