Anda di halaman 1dari 14

TUGAS TAKE HOME

TRAND DAN ISSUE KEPERAWATAN LANSIA

MATA KULIAH : KEPERAWATAN GERONTIK


Koordinator : Ns. Yenni Lukita, S. Kep, M. Pd
Dosen Pengampu : Indri Erwhani

DISUSUN OLEH :

WIDYASTUTY MASNIA BEKTI NIM. PL2321015

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
MUHAMMADIYAH KALIMANTAN BARAT
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan angka harapan hidup (AHH) di Indonesia merupakan salah satu
indikator keberhasilambangunan di Indonesia. AHH tahun 2014 pada penduduk
perempuan adalah 72,6 tahun dan laki-laki adalah 68,7 tahun. Kondisi ini akan
meningkatkan jumlah lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total
penduduk).1 Lanjut usia adalah seseorang yang usianya mencapai lebih dari sama
dengan 60 tahun berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia (Kemenkes, 2016). Menurut WHO, lansia dibagi menjadi
tiga kategori yaitu, usia lanjut (60-70 tahun), usia tua (75-89 tahun) dan usia sangat
lanjut (>90 tahun). Seorang lansia akan mengalami kemunduran secara fisik dan
psikis. Kemunduran psikis pada lansia akan menyebabkan perubahan pada sifat dan
perilaku yang dapat memunculkan permasalahan pada lansia. Masalah yang sering
ditemukan pada lansia ialah penurunan daya ingat, pikun, depresi, mudah marah,
tersinggung, dan curiga. Hal ini bisa terjadi karena hubungan interpersonal yang
tidak adekuat.
Proses menua merupakan proses alamiah yang telah melalui tiga tahap
kehidupan diantaranya masa anak, masa dewasa, dan masa tua. Tiga tahap ini
memliki perbedaan baik biologis maupun psikologis (Mubarok dkk, 2011). Aspek
fisik dan psikis pada proses penuaan memiliki keterkaitan yang erat.. Pada lansia,
menurunnya kemampuan merespon stres dan perubahan fisik menempatkan mereka
pada resiko terkena penyakit dan perburukan fungsional. Masalah kesehatan yang
serius pada lansia membuat lansia harus hidup bersama keluarga atau teman.
Berbagai hal bisa terjadi saat lansia hidup dalam satu keluarga seperti pergantian
peran, kontrol pengambilan keputusan, ketergantungan, konflik, rasa bersalah, dan
kehilangan.
Munculnya masalah dan penyelesaiannya tergantung pada hubungan lansia
dan anak sebelumnya. Semua pihak yang terlibat memiliki pengalaman masa lalu dan
emosi yang kuat. Saat keluarga membantu lansia, mereka harus mencari cara untuk
menyeimbangkan antara tuntutan karier dan tuntutan anak. Keluarga dan lansia juga

1
Eva Susanti, ‘Modul Mata Kuliah: Keperawatan Perioperatif’, Global Aksara Pers, 2022.
bernegoisasi sejauh mana bantuan yang dapat diberikan dan seberapa besar
pengambilan keputusan yang harus diemban. (Potter & Perry, 2009).
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih
sayang dari lingkungan, terutama keluarga. Suasana aman, tidak gaduh, dan
memberikan kebebasan melakukan hobi lansia harus selalu diciptakan (Bandiyah,
2009). Semua hal tersebut dapat diciptakan melalui komunikasi yang tepat pada
lansia agar tidak menimbulkan perbedaan persepsi. Komunikasi merupakan alat
untuk mengembangkan hubungan sesama manusia (Musliha & Fatmawati, 2010).
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus dan memperhatikan
faktor fisik, psikologi, lingkungan, pemikiran penuh, dan waktu yang tepat (Aspiani,
2014). Akan tetapi, orang dewasa menganggap lansia pelupa, mudah bingung, kaku,
pembosan, tidak bersahabat, dan tidak dapat menerima informasi baru. Ada pula
yang menganggap pengetahuan dan pengalaman lansia kuno sehingga masyarakat
maupun keluarga itu sendiri tidak mau mendengarkan lansia dan mengabaikannya
(Potter & Perry, 2009)

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan pembuatan tugas take home ini adalah untuk memenuhi tugas
“Keperawatan Gerontik” disamping itu juga bertujuan untuk memberikan informasi,
gambaran, keterangan mengenai “ Issu dan Kecenderungan Keperawatan
Gerontologi”.

1.3 Lingkup Penulisan


1. Fenomena lansia
2. Permasalahan pada lansia
3. Pendekatan Keperawatan Gerontik
4. Masalah kesehatan gerontik
5. Upaya Pelayanan Kesehatan terhadap Lansia
6. Hukum dan Perundang-undangan yang Terkait dengan Lansia
7. Peran Perawat
8. Program Pemerintah dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia

1.4 Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah
ini meliputi :
BAB I
Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, lingkup penulisan,
dan sistematika penulisan.
BAB II
Tinjauan Pustaka yang terdiri dari Fenomena lansia, Permasalahan pada lansia,
Fenomena bio-psico-sosio-spiritual dan penyakit lansia, Masalah kesehatan gerontik,
Upaya Pelayanan Kesehatan terhadap Lansia, Hukum dan Perundang-undangan
yang Terkait dengan Lansia, Peran Perawat serta Program Pemerintah dalam
Meningkatkan Kesehatan Lansia.
BAB III
Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fenomena Lansia


2.1.1 Pengertian
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.2
Menurut Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021 tentang Strategi
Nasional Kelanjutusiaan, yang dimaksud dengan Lanjut Usia (lansia) adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Proses penuaan akan
berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik aspek sosial, ekonomi
maupun aspek kesehatan.
Lanjut usia merupakan seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke
atas. Adapun kategori lansia menurut usianya yaitu usia 45-59 tahun
merupakan pra lansia, usia 60-69 tahun merupakan lansia muda, usia 70-79
tahun merupakan lansia madya, dan 80-89 tahun merupakan lansia tua.

2.1.2 Teori Proses Menua


Lebih dari 300 teori penuaan telah diselidiki selama berabad-abad.
Hingga
saat ini teori penuaan dapat dibagi menjadi 2 kategori besar, yaitu teori
penuaan terprogram (programmed theories of aging) dan teori penuaan akibat
kerusakan ( error theories of aging). Teori penuaan terprogram berpendapat
bahwa penuaan adalah hasil terprogram dari serangkaian kejadian yang telah
ditulis dalam kode genetik manusia. Teori penuaan terprogram dibagi lagi
menjadi beberapa teori :
1. Hayflick Phenomenon, Teori penuaan ini ditemukan oleh Hayflick dan
Moorehead pada awal 1960. Mereka menemukan bahwa sel kulit orang
muda membelah terus menerus sampai 50 kali. Ketika pembelahan

2
Anna Paula Soares, ‘Konsep Lansia Dan Proses Menua’, Journal of Chemical Information and Modeling, 53.9
(2013), 1689–99.
mendekati angka ke-50, laju replikasi sel melambat. Fenomena Hayflick
adalah proses pemrograman kembali (pre-programming) sel selama
jumlah replikasi yang telah ditentukan, setelah sel tersebut mati.
2. Teori Telomerase (Telomerase Theory), Teori ini berfokus pada
telomerase, dimana telomerase adalah enzim yang dapat memperbaiki
dan mengganti suatu bagian dari telomer yang hilang selama replikasi sel.
3. Teori Neuroendokrin (Neuroendocrine Theory), Teori ini berpendapat
bahwa perubahan atau penyakit dalam sistem syaraf tubuh, yang
mempengaruhi sistem endokrin, dan perubahan sensitivitas reseptor
neuroendokrin menimbulkan perubahan homeostatik atau hemodinamik
sehingga menyebabkan penuaan.
4. Teori Mutasi Somatik (Somatic Mutation Theory), Menurut teori ini,
defek pada DNA sel somatik disebabkan oleh mutasi (penambahan
pasangan basa, delesi, pengaturan kembali) atau terjadi kerusakan
(struktur double helix DNA rusak). Hal ini menimbulkan modifikasi
ekspresi gen, sehingga risiko terkena penyakit meningkat dan
memperpendek rentang hidup manusia.
5. Teori disdiferensiasi (dysdifferentiation theory), Teori ini berpendapat
bahwa pada penuaan terdapat pengurangan proses differensiasi sel,
sehingga sel-sel yang awalnya berbeda menjadi terlihat sama satu dengan
yang lainnya. Hal ini menyebabkan kapasitas sel yang terdiferensiasi
melakukan fungsi unik tersendiri dalam tubuh berkurang.
6. Teori Imunologi (Immunological Theory), teori ini berpendapat bahwa
dengan bertambahnya umur, fungsi sistem imun dalam tubuh menurun,
dan respon serta efektivitas sel imun melawan antigen berkurang,
sehingga menyebabkan bertambahnya risiko terkena kanker, penyakit
autoimun, dan infeksi.

2.2 Permasalahan Pada lansia


2.2.1 Permasalahan Umum
1. Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan.
2. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan,dihargai dan dihormati.
3. Lahirnya kelompok masyarakat industry.
4. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
5. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.

2.2.2 Permasalahan Khusus


1. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik,mental maupun sosial.
2. Rendahnya produktifitas kerja lansia.
3. Banyaknya lansia yang miskin,terlantar dan cacat
4. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
5. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.

2.3 Pendekatan Perawatan Gerontik (Lanjut Usia)


2.3.1 Pendekatan Fisik
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia ada 2 bagian yaitu :
1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang masih mampu bergerak tanpa
bantuan orang lain.
2. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun yang mengalami
kelumpuhan atau sakit.

2.3.2 Pendekatan Psikis


Perawatan mempunyai peranan yang panjang untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lanjut usia, perawat berperan sebagai supporter, interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab.

2.4.3 Pendekatan Spiritual


Perawatan harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan tuhan atau agama yang dianutnya, terutama jika klien
dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.
2.4 Masalah Kesehatan Gerontik
1. Masalah kehidupan seksual
Adanya anggapan bahwa semua ketertarikan seks pada lansia telah hilang
adalah mitos atau kesalahpahaman. (parke, 1990). Pada kenyataannya hubungan
seksual pada suami isri yang sudah menikah dapat berlanjut sampai bertahun-
tahun. Bahkan aktivitas ini dapat dilakukan pada saat klien sakit aau mengalami
ketidakmampuan dengan cara berimajinasi atau menyesuaikan diri dengan
pasangan masing-masing. Hal ini dapat menjadi tanda bahwa maturitas dan
kemesraan antara kedua pasangan sepenuhnya normal. Ketertarikan terhadap
hubungan intim dapat terulang antara pasangan dalam membentuk ikatan fisik
dan emosional secara mendalam selama masih mampu melaksanakan.
2. Perubahan Prilaku
Pada lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perilaku diantaranya: daya
ingat menurun, pelupa, sering menarik diri, ada kecendrungan penurunan
merawat diri, timbulnya kecemasan karena dirinya sudah tidak menarik lagi,
lansia sering menyebabkan sensitivitas emosional seseorang yang akhinya
menjadi sumber banyak masalah.
3. Pembatasan fisik
Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran
terutama dibidang kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan penurunan pada
peranan – peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya ganggun di
dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan
ketergantunan yang memerlukan bantuan orang lain.
4. Palliative care
Pemberian obat pada lansia bersifat palliative care adalah obat tersebut
ditunjukan untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh lansia. Fenomena
poli fermasi dapat menimbulkan masalah, yaitu adanya interaksi obat dan efek
samping obat. Sebagai contoh klien dengan gagal jantung dan edema mungkin
diobatai dengan dioksin dan diuretika. Diuretik berfungsi untu mengurangi
volume darah dan salah satu efek sampingnya yaitu keracunan digosin. Klien
yang sama mungkin mengalami depresi sehingga diobati dengan antidepresan.
Dan efek samping inilah yang menyebaban ketidaknyaman lansia.
2.5 Upaya Pelayanan Kesehatan Terhadap Lansia
Upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi azas, pendekatan, dan
jenis pelayanan kesehatan yang diterima.
1. Azas
Menurut WHO (1991) adalah to Add life to the Years that Have Been
Added to life, dengan prinsip kemerdekaan (independence), partisipasi
(participation), perawatan (care), pemenuhan diri (self fulfillment), dan
kehormatan (dignity). Azas yang dianut oleh Departemen Kesehatan RI adalah
Add life to the Years, Add Health to Life, and Add Years to Life, yaitu
meningkatkan mutu kehidupan lanjut usia, meningkatkan kesehatan, dan
memperpanjang usia.
2. Pendekatan
Menurut World Health Organization (1982), pendekatan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
a. Menikmati hasil pembangunan (sharing the benefits of social development)
b. Masing-masing lansia mempunyai keunikan (individuality of aging persons)
c. Lansia diusahakan mandiri dalam berbagai hal (nondependence)
d. Lansia turut memilih kebijakan (choice)
e. Memberikan perawatan di rumah (home care)
f. Pelayanan harus dicapai dengan mudah (accessibility)
g. Mendorong ikatan akrab antar kelompok/ antar generasi (engaging the aging).
h. Transportasi dan utilitas bangunan yang sesuai dengan lansia (mobility)
i. Para lansia dapat terus berguna dalam menghasilkan karya (productivity)
j. Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan lansia (self help care and
family care)
3. Jenis, Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan,
yaitu Promotif, prevention, diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan,
serta pemulihan.

2.6 Hukum dan Perundang-undangan yang Terkait dengan Lansia


1. UU No. 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan bagi Orang Jomp.
2. UU No.14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
3. UU No.6 tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial
4. UU No.3 tahun 1982 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
5. UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
6. UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
7. UU No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
8. UU No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera
9. UU No.11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun

2.7 Peran Perawat


2.7.1 Pengertian
Menurut Anton Moelyono Peranan adalah sesuatu yang dapat diartikan
memiliki arti positif yang diharapkan akan mempengaruhi sesuatu yang lain.
Menurut Soerjono Soekanto peran merupakan aspek dinamis
kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya.
2.7.2 Elemen Peran
Menurut pendapat Doheny (1982) ada beberapa elemen perawat
professional anatara lain:
1. Care Giver
Pada peran ini perawat diharapkan mampu untuk memberikan pelayanan
keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai
dengan diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat
sederhana sampai pada masalah yang komplek. Memperhatikan individu
dalam konteks sesuai kehidupan klien, perawat harus memperhatikan
klien berdasarakan kebutuhan signifikan dari Klien.
2. Client Advocate
Client advocate ini merupakan tugas perawat yaitu bertanggung jawab
membentu klien dan keluarga dalam memberikan informasi lain yang di
perlukan untuk mengambil persetujuan (inform concent) atas tindakan
keperawatan yang di berikan.
3. Counselor
Konseling dapat dilakukan oleh perawat kepada keluarga dalam
membantu mengatasi masalah dan beradaptasi terhadap konsekuensi dari
proses menua yang dialami oleh lansia serta meningkatkan hubungan
interpersonal diantara anggota keluarga.
maupun swasta dalam memberikan pelayanan yang komprehensif pada
keluarga dengan usia lanjut tersebut.
4. Researcher
Perawat akan mengidentifikasi masalah penelitian yang terkait dengan
asuhan keperawatan keluarga dengan usia lanjut. Perawat merancang dan
menyelenggarakan penelitian sesuai dengan masalah yang telah
diidentifikasi. Hasil penelitian tersebut diidesiminasikan dan diaplikasikan
dalam praktek keperawatan keluarga dengan usia lanjut.

2.8 Program Pemerintah dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia


Program Kesehatan Lanjut Usia adalah meningkatkan derajat kesehatan
lanjut usia agar tetap sehat, mandiri dan berdaya guna sehingga tidak menjadi beban
bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat untuk menunjang pembangunan
program peduli usia lanjut Kemenkes sudah memiliki komitmen yang kuat untuk
upaya meningkatkan derajat Kesehatan dan kesejahteraan lanjut usia ini dituangkan
dalam Undang – Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia,
Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial, Undang –
undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah RI Nomor
43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut
Usia, Rencana Aksi Nasional Kesejahteraan Lanjut Usia tahun 2010-2014 yang
disusun dibawah koordinasi Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat dan
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 52. Tahun 2004 Tentang Komisi
Nasional Lanjut Usia
Adapun Program Kementerian Kesehatan dalam upaya untuk meningkatkan
status kesehatan para lanjut usia adalah peningkatan dan pemantapan upaya
kesehatan para Lanjut Usia di pelayanan kesehatan dasar, khususnya Puskesmas dan
kelompok Lanjut Usia melalui konsep Puskesmas Santun Lanjut Usia. Saat ini data
yang masuk di Kementerian Kesehatan baru terdapat 437 Puskesmas Santun Lanjut
Usia, Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi Lanjut Usia melalui pengembangan
Poliklinik Geriatri di Rumah Sakit, Peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan
informasi kesehatan dan gizi bagi Usia Lanjut dan sudah disosialisasikan Program
Kesehatan lanjut usia ini ke semua provinsi, pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan dan pembinaan Kelompok Usia Lanjut/Posyandu Lansia di
masyarakat. Hal ini dapat dilakukan sebagai salah satu bagian dari kegiatan di desa
siaga. Saat ini sudah ada lebih kurang 69.500 Posyandu lanjut usia yang tersebar di
beberapa kabupaten/kota di Indonesia, dan peningkatan mutu perawatan kesehatan
bagi Lanjut Usia dalam keluarga (Home Care).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Lanjut usia adalah seseorang yang usianya mencapai lebih dari sama dengan
60 tahun berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia (Kemenkes, 2016). Menurut WHO, lansia dibagi menjadi tiga kategori
yaitu, usia lanjut (60-70 tahun), usia tua (75-89 tahun) dan usia sangat lanjut (>90
tahun). Seorang lansia akan mengalami kemunduran secara fisik dan psikis.
Kemunduran psikis pada lansia akan menyebabkan perubahan pada sifat dan perilaku
yang dapat memunculkan permasalahan pada lansia. Masalah yang sering ditemukan
pada lansia ialah penurunan daya ingat, pikun, depresi, mudah marah, tersinggung,
dan curiga. Hal ini bisa terjadi karena hubungan interpersonal yang tidak adekuat.
Proses penuaan tidak dapat dihindari oleh setiap manusia, namun menua bukan
menjadi hambatan untuk tetap produktif dan bernilai dimas tua. Dukungab keluarga
orang sekitar, dan pemerintah tentunya sangat membantu para lansia untuk hidup
bahagia di masa tuanya.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi yang pembaca, dan memberkan
informasi yang baik serta lugas terutama mahasiswa keperawatan dalam melihat
trend dan issue seputar keperawatan lansia.
DAFTAR PUSTAKA

Soares, Anna Paula, ‘Konsep Lansia Dan Proses Menua’, Journal of Chemical Information
and Modeling, 53.9 (2013), 1689–99
Susanti, Eva, ‘Modul Mata Kuliah: Keperawatan Perioperatif’, Global Aksara Pers, 2022

Anda mungkin juga menyukai