Anda di halaman 1dari 59

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK Tn.

A DENGAN
PRIORITAS MASALAH KEBUTUHAN DASAR GANGGUAN
RASA AMAN DAN NYAMAN (NYERI) HERNIA NUKLEUS
PULPOSUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Praktik Profesi Ners dalam
stase Keperawatan Gerontik

PEMBIMBING:
Ns. Royani, M.Kep

DISUSUN OLEH:
Ruth Tiar Nauli
NIM 202207032

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMC BINTARO


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

GERONTIK

A. Definisi Lansia
Usia lanjut adalah kelompok yang mengalami suatu proses perubahan yang
bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Usia lanjut merupakan tahap
perkembangan normal yang akan dialami oelh setiap individu yang mencapai
usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari (Notoatmodjo,
2007)

Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
yang dimulai dari usia 60 tahun hingga hampir mencapai 120 atau 125 tahun
(W. Pipit Festi, 2018).

Lansia merupakan dua kesatuan fakta sosial dan biologi. Sebagai suatu fakta
sosial, lansia merupakan suatu proses penarikan diri seseorang dari berbagai
status dalam suatu struktur masyarakat. Secara fisik pertambahan usia dapat
berarti semakin melemahnya manusia secara fisik dan kesehatan (Priyanto,
2000). Menurut undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal
19 ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karean usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan (khoriyah, 2011).

B. Klasifikasi Lansia
Menurut Maryam (2008), lima klasifikasi lansia antara lain :
1. Pra lansia seseorang yang berusia 45-59 tahun
2. Lansia seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4. Lansia potensial lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dana tau
kegiatan yang masih dapat menghasilkan barang/jasa
5. Lansia tidak ptensial lansia yang tidak berdaya mecari nafkah, sehingga
hidupnya bergntung pada bantuan orang lain.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Nugroho (2000), lanjut


usia meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun
2. Usia lanjut (eldery) antara 60-74 tahun
3. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

C. Proses menua
Proses menua menurut (Santi, 2009), (aging) adalah suatu keadaan alami selalu
berjalan dengan disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial
yang saling berinteraksi. Hal tersebut berpotensi menimbulkan masalah kesehatan
secara umum maupun kesehatan jiwa. Secara individu, pada usia di atas 55 tahun
terjadi proses menua secara alamiah.

Menua didefinisikan sebagai perubahan progresif pada organisme yang telah


mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya
kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami yang disertai dengan adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama
lain. Proses menua yang terjadi pada lansia secara linier dapat digambarkan melalui
tiga tahap yaitu, kelemahan, keterbatasan fungsional, ketidak mampuan, dan
keterhambatan yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduruan.

Proses menua dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Apabila seseorang
mengalami proses menua secara fisiologis maka proses menua terjadi secara alamiah
atau sesuai dengan kronologis usianya (penuaan primer). Proses menua seseorang
yang lebih banyak dipengaruhi faktor eksogen, misalnya lingkungan, sosial budaya
dan gaya hidup disebut mengalami proses menua secara patologis (penuaan
sekunder).

Teori-teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi biasanya


dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan psikososial.
Secara umum teori biologi dan psikososiologis dijelaskan sebagai berikut (Stanley,
2008):
a. Teori Biologi

1) Teori genetika

Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh


pembentukan gen dapat lingkunga pada pembentukan kode genetic.
Menurut teori genetic, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar
diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sela tau
struktur jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan Panjang
usia telah ditentukan sebelumnya.

2) Teori Wear and Tear

Teori Wear and Tear (Dipakai dan Rusak) mengusulkan bahwa akumulasi
sampah metebolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga
mendorong malfungsi molecular dan akhirnya malfungsi organ tubuh.
Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan
berdasarkan suatu jadwal.

3) Riwayat Lingkungan

Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya karsinogen


dari industry, cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa
perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui
dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan
dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan.

4) Teori Imunitas

Teori Imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun


yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua,
pertahanan mereka terhadap orgenisme sering mengalami penurunan,
sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti
kanker dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya fungsi sistem imun,
terjadilah peningkatan dalam respons autoimun tubuh.

5) Teori Neuroendekrin

Para ahli menyatakan bahwa penuaan terjadi karena suatu perlambatan


dalam suatu sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada
reaksi yang diatur oleh suatu sistem saraf. Hal ini lebih jelas ditunjukkan
dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal dan reproduksi.
b. Teori psikosiologis

1) Teori kepribadian

Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam


tahun-tahun akhir kehidupannya. Teori kepribadian menyebutkan aspek-
aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas
spesifik lansia.

2) Teori tugas perkembangan

Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan harus dipenuhi oleh


seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai
penuaan yang sukses. Pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan
bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut
berisiko untuk mengalami penyesalan atau putus asa.

3) Teori disengagement

Teori Disengagement (teori pemutusan hubungan) menggambarkan proses


penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya.
Menurut ahli teori ini. Proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis,
tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat
yang sedang tumbuh. Manfaat pengurangan kontak sosial untuk lansia
adalah agar ia dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan pencapaian
hidupnya dan untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi.

4) Teori aktivitas

Menurut teori ini, jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara
tetap aktif. Berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan positif antara
mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan orang lain dan
kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa pentingnya aktivitas mental dan fisik yang
berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan
sepanjang masa kehidupan manusia. Teori kontinuitas, juga dikenal sebagai
suatu teori perkembangan, merupakan suatu kelanjutan dari kedua teori
sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian pada
kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai
kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini menekankan
pada kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai
dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan
diri terhadap perubahan akibat penuaan. Ciri kepribadian dasar dikatakan
tetap tidak berubah walaupun usianya telah lanjut. Selanjutnya, ciri
kepribadian secara khas menjadi lebih jelas pada saat orang tersebut
bertambah tua.

D. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial, dan
psikologis.

1) Perubahan fisik

2) Perubahan prikologis

3) Perubahan kognitif

4) Perubahan social

E. Tipe Lansia
Menurut Maryam (2008), beberapa tipe lansia bergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisi, mental, sosial, dan ekonominya.
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan
jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Menggati kegitan yang hilang dengan yang baru dan selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabra, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkeritik, dan banyak
menuntu.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan
melakukan pekerjaan apa saja
5. Tipe bingung
Keget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif,
acuh tidak acuh
F. Tugas Perkembangan Lansia
Seiring tahap kehidupan, lansia memeliki tugas perkembangan khusus. Menurut
Potter dan Perry (2005), tujuh katagori utama tugas perkembangan lansia
meliputi:
1. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik, dan kesehatan
Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya
penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini dikaitkan
dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal
2. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan
Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena itu
mungkin perlu untuk menyesuaikan dan membuat perubahan karena
hilangnya peran bekerja.
3. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan kadang
anaknya, kehilangan ini sering suit diselesaikan, karean apalagi bagi lansia
yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang meninggalkannya dan
sangat berarti bagi dirinya.
4. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia
Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri selama
penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai
koping dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak
memanggil meraka “nenek” atau menolak meminta bantuan dalam dalam
tugas yang menempatkan keamanan meraka pada resiko yang besar.
5. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup
Lansia dapat merubah rencana kehidupannya. Misalnya kerusakan fisik
dapat mengharuskan pindah kerumah yang lebih kecil dan untuk seorang
diri
6. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa
Lansia sering memerlukan penetapan hungan kembali dengan anak-anaknya
yang telah dewasa.
7. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup
Lansia harus belajar menerima aktivitas dan minat baru untuk
mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif
secara sosial sepanjang hidupnya mungkin merasa relative mudah untuk
bertemu orang baru dan mendapat miant baru. Akan tetapi seseorang yang
introvert dengan sosilisasi terbatas, mungkin menemui kesulitan bertemu
orang baru selama pensiun.

G. Masalah Fisik Pada Lansia


Menurut Azizah (2011). Masalah fisik yang sering ditemukan pada lansia
adalah:
1. Mudah jatuh: jatuh adalah suatu kejadian yang dilaprkan penderita atau
saksi mata yang melihat kejadian yang mengakibatkan seseorang medadak
terbarang/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran atau luka.
2. Mudah lelah disebabkan oleh faktor psikologis (perasaan bosan atau
perasaan depresi), gangguan organis, pengaruh obat-obat.
3. Berat badan menurun disebabkan oleh: pada umumnya nafsu makan
menurun karena kurang gairah hidup atau kelesuan, adanya penyakit kronis,
gangguan pada saluran pencernaan sehngga penyerapan makanan
terganggu, faktor-faktor sosioekonomis (pensiun)
4. Suka menahan buang air besar disebabkan oleh: obat-obat pencahar perut,
keadaan diare, kelainan pada usus besar, kelainan pada ujung saluran
pencernaan (pada rectum usus)
5. Gangguan pada ketajaman penglihatan disebabkan oleh: presbiop, kelainan
lensa mata (reflek mata kurang), kekeruhan pada lensa (katarak), tekanan
dalam mata yang meninggi (glaucoma)

H. Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia


Menurut Azizah (2011), dikemukakan adanya 3 penyakit yang sangat erat
hubungannya dengan proses meua yakni:
1. Gangguan sirkulasi darah seperti: hipertensi, kelainan pembuluh darah,
gangguan pembuluh darah di otak (coroner) dan ginjal
2. Gangguan metabolisme hormonal seperti: diabetes mellitus, klimakterium,
dan ketidakseimbangan tiroid
3. Gangguan pada persendian seperti: osteoartitis, gout arthritis, atau penyakit
kolagen lainnya dan berbagai macam neoplasma.
LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

A. Definisi HNP pada Lansia

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus fibrosus


dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture annulus
fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi
pada element saraf. Pada umumnya HNP pada lumbal sering terjadi pada L4-
L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level ini melibatkan root nerve L4, L5, dan
S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri dari pantat dan menjalar ketungkai. Kebas
dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal yang sering dirasakan penderita
HNP. Weakness pada grup otot tertentu namun jarang terjadi pada banyak grup
otot (Lotke dkk, 2008).

Usia yang paling sering adalah 30-50 tahun. HNP lumbalis paling sering 90%
mengenai diskus intervertebralis L5-S1 dan L4-l5 (ford & mauss, 2015).
Pasiem HNP lumbal seringkali mengeluh rasa nyerinya menjadi bertambah
pada saat melakukan aktivitas seperti duduk lama, membungkuk, mengangkat
benda yang berat, juga pada saat batuk, bersin dan mengejen. HNP banyak
terjadi pada orang lanjut usia dikarenakan terjadi trauma, fraktur maupun
osteoporosis pada diskus intervertebrae. Diskus intervertebrae terdiri atas tiga
bagian yaitu annuls fibrosus, nucleus pulposus dan lempengkartilago.

Gambar 1 Hernia Nucleus Pulposus


(Muttaqin, 2010)
B. Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan meningkatnya
usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan
tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan karena
digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di daerah
lumbal dapat menyembul atau pecah (Moore dan Agur, 2013) Hernia nucleus
pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena adanya suatu trauma
derajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis sehingga
menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala
trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang
tidak terlihat selama beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun.
Kemudian pada generasi diskus kapsulnya mendorong ke arah medulla
spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan nucleus pulposus terdorong
terhadap sakus doral atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna
spinal (Helmi, 2012).
C. Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum ferensial.
Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan tersebut menjadi lebih
besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP
hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat
diasumsikan sebagai gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu
terpeleset, mengangkat benda berat dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang
belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis
vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra
dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl.
Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan
kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian
disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai ischialgia atau
siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa
nucleus pulposus menekan radiks yang bersama- sama dengan arteria
radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan
berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa discus intervertebralis
mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang tindih tanpa
ganjalan (Muttaqin, 2008).
D. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri d punggung bawah
disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan
lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia dan
retensi urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri
tekan yang terletak pada punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan
betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki
berkurang dan reflex achiller negative. Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan
nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai
bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kelemahan m. gastrocnemius
(plantar fleksi pergelangan kaki), m. ekstensor halusis longus (ekstensi ibu jari
kaki). Gangguan reflex Achilles, defisit sensorik pada malleolus lateralis dan
bagian lateral pedis (Setyanegara, 2015).
E. Anatomi Fungsional sendi Tulang Belakang
1. System Tulang Vertebra
Tulang belakang adalah struktur lentur sejumlah tulang yang disebut
vertebra. Diantara tiap dua ruas vertebra terdapat bantalan tulang rawan.
Panjang rangkaian vertebra pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai
67 cm. seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah
tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang.
Vertebra dikelompokkan dan dinilai sesuai dengan daerah yang
ditempatinya, tujuh vertebra cervikalis, dua belas vertebra thoracalis, lima
vertebra lumbalis, lima vertebra sacralis, dan empat vertebra koksigeus
(Pearce, 2009). Susunan tulang vertebra terdiri dari: korpus, arcus,
foramen vertebrale, foramen intervertebrale, processus articularis superior
dan inferior, processus transfersus, spina, dan discus intervertebralis.
1. Korpus
Merupakan lempeng tulang yang tebal, agak melengkung
dipermukaan atas dan bawah (Gibson, 2003). Dari kelima kelompok
vertebra, columna vertebra lumbalis merupakan columna yang paling
besar dan kuat karena pusat pembebanan tubuh berada di vertebra
lumbalis (Bontrager dan Lampignano, 2014).
2. Arcus
Menurut Gibson (2003) Arcus vertebra terdiri dari:
a) Pediculus di bagian depan: bagian tulang yang berjalan kea rah
bawah dari corpus, dengan lekukan pada vertebra di dekatnya
membentuk foramen intervertebrale.
b) Lamina di bagian belakang: bagian tulang yang pipih berjalan ke
arah belakang dan ke dalam untuk bergabung dengan pasangan dari
sisi yang berlawanan.
3. Foramen vertebrale
Merupakan lubang besar yang dibatasi oleh korpus di bagian depan,
pediculus di bagian samping, dan lamina di bagian samping dan
belakang.
4. Foramen intervertebrale
Merupakan lubang pada bagian samping, di antara dua vertebra yang
berdekatan dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai.
5. Processus Articularis Superior dan Inferior
Membentuk persendian dengan processus yang sama padavertebra di
atas dan di bawahnya.
6. Processus Transversus
Merupakan bagian vertebra yang menonjol ke lateral.
7. Discus Intervertebralis
Merupakan cakram yang melekat pada permukaan korpus dua
vertebrae yang berdekatan, terdiri dari annulus fibrosus, cincin
jaringan fibrokartilaginosa pada bagian luar, dan nucleus pulposus, zat
semi-cair yang mengandung sedikit serat dan tertutup di dalam
annulus fibrosus.

F. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Kebutuhan Dasar


Nyeri
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang
bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada
saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon klien
saat ini dan waktu sebelumnya. Tujuan dari pengkajian adalah untuk
menyusun data dasar mengenai kebutuhan, masalah kesehatan, dan respon
klien terhadap masalah (Potter & Perry, 2010).

Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan


memudahkan perawat di dalam menetetapkan data dasar, dalam
menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, merencanakan terapi
pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi
respon klien terhadap terapi yang digunakan. (Prasetyo, 2010).
Saat mengkaji nyeri, perawat harus sensitif terhadap tingkat kenyamanan
klien. Apabila nyeri bersifat akut atau parah, ada kemungkinan klien dapat
dapat member penjelasan yang terinci tentang pengalaman nyerinya secara
keseluruhan. Selama episode nyeri akut, tindakan perawat yang terutama
adalah mengkaji perasaan klien, menetapkan respon fisiologis klien
terhadap nyeri dan lokasi nyeri, tingkat keparahan dan kualitas nyeri.
Untuk klien yang mengalami nyeri kronik, cara pengkajian yang paling
baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku,
afektif, kognitif, perilaku dari pengalaman nyeri dan pada riwayat nyeri
tersebut atau konteks nyeri. (Potter & Perry, 2005).
Pengkajian nyeri yang dilakukan meliputi pengkajian data subjektif dan
data objektif:
A. Data Subjektif
a. Faktor pencetus (P: provocate)
Perawat mengakaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri
pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi
bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat
mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat harus dapat
mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaan-perasaan
apa yang dapat mencetuskan nyeri.
b. Kualitas (Q: Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan
oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat -
kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti
tertindih, perih, tertusuk dan lain-lain, di mna tiap-tiap klien
mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang
dirasakan.
c. Lokasi (R: Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukkan semua bagian / daerah yang dirasakan tidak nyaman
oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat
dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang
paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang
dirasakan bersifat difus (menyebar).
d. Keparahan (S: Severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik
yang paling subjektif. Pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri
sedang atau berat. Skala deskirptif verbal (Verbal Descriptor Scale,
VDS) merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih
bersifat objektif. Skala deskriptif verbal ini merupakan sebuah garis
yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun
dalam jarak yang sama sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini
diranking dari tidak ada nyeri sampai nyeri paling hebat.Skala
numeric (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata.Dalam hal ini, pasien menilai nyeri
dengan skala 0 sampai 10.Angka 0 diartikan kondisi klien tidak
merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan nyeri paling berat
yang dirasakan klien.Sebagian besar skala menggunakan renatang
0-10, dimasukkannya kata-kata penjelas pada skala dapat
membantu beberapa klien yang mengalami kesulitan dalam
menentukannya nilai nyerinya.Klien diminta untuk menunjukkan
skala nilai yang paling baik mewakili intensitas nyerinya.
Keterangan:
0 = Tidak nyeri
1-2-3 = Nyeri ringan
4-5 = Nyeri sedang
6-7 = Nyeri hebat
8-9 = Nyeri sangat hebat
8-10 = Nyeri terhebat
e. Durasi (T: time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan,
durasi, dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan.
1) Kapan nyeri mulai dirasakan?
2) Sudah berapa lama nyeri dirasakan?
3) Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama
setiap hari?
4) Seberapa sering nyeri kambuh?
5) Faktor yang memperberat / memperingan nyeri.
B. Data objektif
Data objektif didapatkan dalam mengobservasi respon pasien terhadap
nyeri. Respon pasien terhadap nyeri berbeda-beda, dapat dikategorikan
sebagai berikut.
a. Respon perilaku
Respon perilaku yang ditunjukkan klien yang mengalami nyeri
bermacam-macam. Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa
ditunjukkan oleh pasien antara lain: merubah posisi, mengusap
bagian yang sakit, menggeretakan gigi, menunjukkan ekspresi

wajah meringis, mengerutkan alis, ekspresi verbal menangis,


mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.
b. Respon fisiologis terhadap nyeri
Perawat perlu untuk mengkaji klien berkaitan dengan adanya
perubahan- perubahan pada respon terhadap nyeri untuk
mendukung diagnose dan membantu dalam memberikan terapi
yang tepat. Adapun respon fisiologis terhadap nyeri, yaitu:
 Respon simpatik:
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Dilatasi saluran bronkiolus
- Peningkatan frekuensi denyut jantung
- Vasokontriksi perifer (pucat, peningkatan tekanan
darah)
- Peningkatan kadar glukosa darah
- Diaforesis
- Peningkatan tegangan otot
- Dilatasi pupil
- Penurunan motilitas saluran cerna
 Respon parasimpatik:
- Pucat
- Ketegangan otot
- Penurunan denyut jantung atau tekanan darah
- Pernapasan cepat dan tidak teratur
- Mual dan muntah
- Kelemahan dan kelelahan
c. Respon afektif
Respon afektif juga perlu diperhatikan oleh seorang perawat di
dalam melakukan pengkajian terhadap pasien gangguan rasa nyeri.
Ansietas (kecemasan) perlu digali dengan menanyakan pada pasien
seperti: Apakah Anda saat ini merasakan cemas? Selain itu adanya
depresi, ketidaktertarikan dari lingkungan perlu diperhatikan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan masalah yang ditemukan.
Diagnosis keperawatan pada lansia dapat bersifat actual, potensial, maupun resiko.
Diagnosis keperawatan lansia dapat berupa diagnosis keperawatan individu, diagnosis
keperawatan keluarga dengan lansia, atau diagnosis keperawatan pada kelompok
lansia.
Perencanaan pada pasien lansia sesuai dengan SDKI, yaitu :
A. Defisit Nutrisi (D.0019)
B. Resiko jatuh (D.0143)
C. Ansietas (D.0080)
D. Nyeri akut (D.0077)
E. Gangguan persepsi sensori (D.0085)
F. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyakit (L.05045)
NO SDKI SLKI SIKI

1. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)


(D.0019) keperawatan selama 3x24 jam Mengidentifikasi dan mengelola
diharapkan Status Nutrisi asupan nutrisi yang seimbang
Membaik (L.03030), dengan Tindakan :
kriteria hasil : Observasi
1. Porsi makanan yang 1. Identifikasi status nutrisi
dihabiskan meningkat : 5 2. Identifikasi alergi dan
2. Perasaan cepat kenyang intoleransi makanan
menurun : 5 3. Identifikasi makanan yang
3. Berat badan membaik : 5 disukai
4. Ks masa tubuh (IMT) 4. Identifikasi kebutuhan kalori
membaik : 5 dan jenis nutrien
5. Frekuensi makan 5. Identifikasi perlunya
membaik : 5 penggunaan selang
6. Nafsu makan membaik :5 nasogastri
6. Memonitor asupan makanan
7. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral higiene
sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
3. Sajikan makan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
7. Hentikan pemberian
makakan melalui selang
nasogastri jika asupan
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk jika
mampu
2. Anjurkan diet yang di
progamkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jen is nutrien
yang dibutuhkan jika perlu
2. Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh (I.14540)
(D.0143) keperawatan 3x8 jam Mengidentifikasi dan
diharapkan Tingkat Jatuh menurunkan resiko terjatuh
Menurun (L.14138), dengan akibat perubahan kondisi fisik
kriteria hasil : atau psikologis
1. Jatuh dari tempat tidur Tindakan
menurun : 5 Observasi
2. Jatuh saat berdiri menurun : 1. Identifikasi faktor resiko
5 jatuh
3. Jatuh saat duduk menurun : 2. Identifikasi resiko jatuh
5 setidaknya sekali setiap
4. Jatuh saat berjalan shift atau sesuai dengan
menurun : 5 kebijakan institusi
5. Jatuh saat dikamar mandi 3. Identifikasi faktor
menurun : 5 lingkungan yang
6. Jatuh saat dipindahkan meningkatkan resiko jatuh
menurun : 5 4. Hitung resiko jatuh dengan
menggunakan skala
5. Monitor kemampuan
berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
2. Patikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam
kondisi terkunci
3. Pasang handrail tempat
tidur
4. Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
5. Tempatkan pasien beresiko
tinggi jatuh dekat dengan
pemantauan perawat dari
nurse stasion
6. Gunakan alat bantu berjalan
7. Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5. Ajarkan cara menggunakan
bel pemanggil untuk
memanggil perawat.
3. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (I.09314)
(D.0080) keperawatan selama 3x24 jam Meminimalkan kondisi individu
diharapkan Tingkat Ansietas dan pengalaman subjektif
Menurun (L.09093), dengan terhadap objek yang tidak jelas
kriteria hasil : dan spesifik akibat antisipasi
bahaya yang memungkinkan
1. Verbalisasi kebingungan
individu melakukan tindakan
menurun : 5
untuk menghadapi ancaman
2. Perilaku gelisah menurun : 5 Tindakan
3. Perilaku tegang menurun : 5 Observasi
4. Tremor menurun : 5 1. Identifikasi saat tingkat
5. Konsentrasi membaik : 5 ansietas berubah
6. Pola tidur membaik : 5 2. Identifikasi kemampuan
7. Tekanan darah membaik : 5 mengambil keputusan
8. Frekuensi nadi membaik : 5 3. Monitor tanda tanda ansietas
(verbal dan nonverbal)
Terapeutik
1. Ciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan
kepercayaan
2. Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
3. Pahami situasi yang
membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi
yang memberikan
kenyamanan.
7. Motivasi mengidentifikasi
yang memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara faktual
pengobatan dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien jika
perlu
4. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetetif sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
8. Latih tehnik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
ansietas jika perlu
4. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Managemen nyeri ( I.08238)
(D.0077) keperawatan selama 3x8 jam Mengidentifikasi dan mengelola
diharapkan Tingkat Nyeri pengalaman sensorik/emosional
Menurun (L.08066), dengan yang berkaitan dengan
kriteria hasil : kerusakan jaringan /fungsional
dengan onset mendadak atau
1. Kemampuan
lambat dan berintensitas ringan
menyelesaikan aktivitas
hingga berat dan konstan
meningkat : 5
Tindakan :
2. Keluhan nyeri menurun : 5
Observasi
3. Meringis menurun : 5
4. Sikap protektif menurun : 5 1. Identifikasi lokasi,
5. Gelisah menurun : 5 karakteristik, durasi,
6. Kesulitan tidur menurun : 5 frekuensi, kualitas,
7. Frekuensi nadi membaik :5 intensitas nyeri
8. Tekanan darah membaik :5 2. Identifikasi skla nyeri
3. Identifikasi respons nyeri
non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplemener yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik

1. Berikan tehnik
nonfarmokologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Failitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode


dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurrkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Anjurkan tehnik
nonfarmokologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

6. Kolaborasi pemberian
anlgetik, jika perlu

5. Gangguan Setekah dilakukan tindakan Manajemen Halusinasi


persepsi sensori keperawatan 3x24 jam (I.09288)
(D.0085) diharapkan Persepsi Sensori Mengidentifikasi dan mengelola
Membaik (L.09083), dengan peningkatan keamanan,
kriteria hasil : kenyamanan dan orientasi
realita
1. Verbalisasi melihat
Tindakan
bayangan menurun : 5
Observasi
2. Verbalisasi merasakan
1. Monitor perilaku yang
sesuatu melalui indra
mengidikasi halusinasi
perabaan menurun : 5
2. Monitor dan sesuaikan
3. Verbalisasi merasakan
tingkat aktivitas dan
sesuatu melalui indra
stimulasi lingkungan
penciuman menurun : 5
3. Monitor isi halusinasi
4. Verbalisasi merasakan
Terapeutik
sesuatu melalui indra
1. Pertahankan lingkungan
pengecapan menurun : 5
yang aman
5. Menarik diri menurun : 5
2. Lakukan tindakan
6. Mondar mandir menurun :5
keslematan ketika tidak
7. Respon sesuai stimulus
dapat mengontrol perilaku
membaik : 5
3. Diskusikan perasaan
8. Konsentrasi membaik : 5
danrespon terhadap
halusinasi
4. Hindari perdebatan tentang
validitas halusinasi
Edukasi
1. Anjurkan memonitor sendiri
situasi terjadinya halusinasi
2. Anjurkan bicara pada orang
yang dipercaya untuk
memberikan dukungan dan
umpan balik korektif
terhadap halusinasi
3. Anjurkan melakukan
distraksi
4. Ajarkan pasien dan keluarga
cara mengontrol halusinasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan ansietas
6. Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan Dukungan tidur (I.05174)
tidur keperawatan selama 1x24jam Observasi
berhubungan maka pola tidur membaik 1. Identifikasi pola
dengan penyakit dengan kriteria hasil : aktivitass dan tidur
2. Identifikasi factor
1. Keluhan sulit tidur
pengganggu tidur
membaik (klien dapat
3. Identifikasi makanan,
tidur)
dan minuman yang
2. Keluhan sering terjaga
mengganggu tidur
menurun (klien tidak
4. Identifikasi obat tidur
terjaga saat malam hari)
yang dikonsumsi
Terapeutik
1. Modifikasi lingkungan
2. Batasi waktu tidur siang
3. Fasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur
rutin
5. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan
6. Sesuaikan jadwal
pemberian obat atau
Tindakan untuk
menunjang siklus tidur
terjaga
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
5. Ajarkan factor-faktor
yang berkontribusi
terhadap gangguan pola
tidur
6. Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara
nonfarmakologi.
Amulus fibrosus
sobek
Pathway HNP
Trauma Berulang

Sobekan Membesar

HNP

Servikal
Blok saraf simpatis Menekan spinal cord
Gangguan Kerusakan saraf yang
saraf motorik mengatur koordinasi Tirah baring Intoleransi
Kelumpuhan otot
Syok spinal, spasme gerak tubuh aktivitas
pernafasan
otot leher

Gangguan
Kesulitan bernafas Nyeri pada leher mobilitas fisik
bahu

Pola nafas tidak Nyeri Kronis


efektif
1. Diagnosa Keperawatan Penyakit

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman


atau respon individu, keluarga atau komunitas pada masalah kesehatan, pada
resiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan
merupakan bagian vital dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai
untuk membantu klien mencapai kesehatan yang optimal. Mengingat
pentingnya diagnosis keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan,
maka dibutuhkan standar diagnosis keperawatan yang dapat diterapkan secara
nasional diindonesia dengan mengacu pada standar diagnosis internasional
yang telah dibakukan sebelumnya ( Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017).
Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan masalah yang
ditemukan. Diagnosis keperawatan pada lansia dapat bersifat actual,
potensial, maupun resiko. Diagnosis keperawatan lansia dapat berupa
diagnosis keperawatan individu, diagnosis keperawatan keluarga dengan
lansia, atau diagnosis keperawatan pada kelompok lansia.
Diagnosis dari masalah keperawatan ini adalah :

1) Nyeri kronis berhubungan dengan terjadinya kondisi pasca trauma,


peradangan medulla spinal dtandai dengan ekspresi menahan rasa
nyeri. (D.0078)

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan


pergerakan ekstermitas bawah, nyeri ditandai dengan kekuatan otot
(D.0054)

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring (D.0056)

4) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengancedera pada medulla


spinal (D.0005)

5) Depresi berhubungan dengan


NO. Diagnosa SLKI SIKI
keperawatan
1. Nyeri kronis Setelah dilakukan Tindakan Menajemen Nyeri
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam maka Observasi
terjadinya kondisi pasca tingkat nyeri menurun dengan 1. Identifikasi lokasi,
trauma, peradangan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
medulla spinal dtandai 1. Keluhan nyeri frekuensi, intensitas
dengan ekspresi menurun (5) nyeri
menahan rasa nyeri. 2. Kesulitan tidur 2. Identifikasi skala nyeri
(D.0078) menurut (5) 3. Identifikasi respons nyeri
3. Meringis menurun (5) non vebal
4. Frekuensi nadi 4. Identifikasi factor yang
membaik (5) memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetic
Terapeutik
1. Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hyposis,
akupresur, terapi music,
terapi pijat, aroma terapi
kompres hangat),
2. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
3. Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Pemebrian analgetic
2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Tindakan Dukungan ambulasi
fisik berhubungan keperawatan 3x24 jam maka Observasi
dengan keterbatasan keterbatasan meningat 1. Indetifikasi adanya nyeri
pergerakan ekstermitas dengan kriteria hasil : atau keluhan fisik
bawah, nyeri ditandai 1. Pergerakan lainnya
dengan kekuatan otot ekstermitas meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik
(D.0054) (5) melakukan ambulasi
2. Kekuatan otot 3. Monitor frekuensi
meningkat (5) jantung dan tekanan
3. Rentang gerak otot darah sebelum memulai
(ROM) meningkat (5) ambulasi
4. Monitor kondisi umum
selama melakukan
ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitas aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. Togkat, kruk)
2. Fasilitas melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
3. Anjarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Berjalan
dari tempat dari tempat
tidur, kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke
kamar mandi)
3. Intoleransi aktivitas Stelah dilakukan Tindakan Menajemen energi
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Observasi
tirah baring (D.00.56) maka aktivitas dengan kriteria 1. Identifikasi gangguan
hasil : fungsi tubuh yang
1. Keterlibatan dalam mengakibatkan kelelahan
aktivitas perawatan 2. Monitor kelelahan fisik
cukup meningkat (5) dan emosional
2. Kekuatan tubuh 3. Monitor pola dan jam
bagian atas meningkat tidur
(5) 4. monitor lokasi dan
3. Kekuatan tubuh ketidak nyamanan
bagian bawah selama melakukan
meningkat (5) aktivitas
4. Kemudahan terapeutik
melakukan aktivitas 1. sediakan lingkungan
sehari-hari meningkat nyaman dan rendah
(5) stimulus (mis, suara,
kunjungan)
2. lakukan Latihan rentang
gerak pasif/aktif
3. berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
4. fasilitas duduk sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. anjurkan tirah baring
2. anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelhan tidak
berkurang
4. ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
4. Resiko jatuh dibuktikan Setelah dilakukan intervensi Pencegahan jatuh (L.14136)
dengan usia >65 th keperawatan selama 1x24 jam Observasi
kekuatan otot menurun maka tingkat jatuh menurun 1. identifikasi factor risiko
(L.14138) dengan kriteria hasil : jatuh
1. jatuh dari tempat tidur 2. identifikasi, hipotensi
menurun (klien tidak ortostatik, gangguan
jatuh) keseimbangan, gangguan
2. jatuh saat berdiri penglihatan
menurun (klien tidak 3. identifikasi factor
jatuh) lingkungan yang
jatuh saat berjalan meningkatkan risiko
menurun (klien tidak jatuh
jatuh) 4. . hitung risiko jatuh
dengan menggunakan
skala
5. monitor kemampuan
berpindah dari tempat
tidur
Terapeutik
1. orientasikan ruangan
pada pasien dan keluarga
2. pastikaroda tempat tidur
dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
3. atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
4. tempatkan pasien
berisiko tinggi jatuh
dekat dengan pantauan
perawat
5. gunakan alat bantu
berjalan
6. dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil
perawat jikat
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
3. Anjurkan konsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan
jarak kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat
berdiri
Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat.
5. Depresi berhubungan Setelah dilakukan intervensi Reduksi Ansietas (I.09314)
dengan sulit keperawatan selama 1x24 jam Observasi
berkonsentrasi (D.0080) maka tingkat ansietas 1. Identifikasi saat tingkat
menurun dengan kriteria hasil ansietas berubah
: 2. Identifikasi kemampuan
1. Verbalisasi mengambil keputusan
kebingungan menurun 3. Monitor tanda-tanda
2. Verbalisasi khawatir ansiteas
akibat kondisi yang Terapeutik
dihadapi menurun 1. Ciptakan suasana
3. Perilaku tegang terapeutik untuk
menurun menumbuhkan
4. Konsentrasi membaik kepercayaan
2. Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan
3. Pahami situasi yang
membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
Edukasi
1. Jelaskan prosedur
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara
factual mengenao
diagnosis]anjurkan
keluarga untuk tetap
Bersama pasien
3. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetetif
4. Anjrkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
5. Latih Teknik relaksasi
3. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi
(Wartonah, 2015). Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti &
Muryanti, 2017).

4. Evaluasi

Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah


untuk menilai apakah tujuan tercapai Sebagian, seluruh atau tidak tercapai
dapat dibuktikan dari peningkatan Kesehatan pasien dan pemeriksaan
penunjang lainnya.

Dalam hal ini juga sebagai Langkah koreksi terhadap rencana keperawatan
semula, untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih relevan,
dari apa yang telah dipaparkan diatas untuk untuk mengukur apakah tujuan
dan kriteria sudah tercapai, perawat dapat mengobservasi Kesehatan klien
DAFTAR PUSTAKA

Leksana, S. J. (2013). Hernia Nukleus Pulposus Lumbal Ringan Pada Janda Lanjut
Usia Yang Tinggal Dengan Keponakan Dengan Usia Yang Sama. Medula, 1(2),
96-101.
Maksum, M., & Hariko, R. (2016). Hernia Nukleus Pulposus Lumbosacral. J Medula
Unila, 6(1), 77-82.
Moore & Agur. (2013). Penyebab Hernia Nukleus Pulposus Berdasarkan Usia.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Multum, C. (2019). Methylcobalamin (Vitamin B12). Diakses pada 25 Mei 2022, dari
http://www.mims.com
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Antari, I., Dayanti, T., & Tirtana, A. (2021). Efektfivitas Relaksasi Napas Dalam dan
Kompres Hangat Terhadap Nyeri: Literatur Review. Jurnal Kesehatan Medika
Saintika, 12(1), 103-113.
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN Tn. A DENGAN
PRIORITAS MASALAH KEBUTUHAN DASAR GANGGUAN
RASA AMAN DAN NYAMAN (NYERI) HERNIA NUKLEUS
PULPOSUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Praktik Profesi Ners dalam
stase Keperawatan Gerontik

PEMBIMBING:
Ns. Royani, M.Kep

DISUSUN OLEH:
Ruth Tiar Nauli Sihombing
NIM 202207032

UNIVERSITAS ICHSAN SATYA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


TANGERANG SELATAN
TAHUN 2023
FORMAT PENGKAJIAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
Nama mahasiswa : Ruth Tiar Nauli
Hari/Tanggal : Selasa, 30/01/23

Metode pengkajian : Wawancara dan observasi


Sumber : Klien

I. Identitas diri klien


Nama : Tn. A
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Panti Pniel Bintaro
Status perkawinan : Menikah
Agama : Kristen
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
II. Kondisi kehidupan klien saat ini :
Saat ini Tn.A tinggal di Panti Pniel Bintaro, dirawat oleh perawat panti.
Keseharian Tn. A selalu mengabiskan waktunya ditempat tidur di karenakan
tidak kuat untuk keluar menikmati suasana panti, terkadang kerabat panti Opa
anton suka melakukan interaksi ngobrol sama Tn. A.

III. Riwayat Penyakit Keluarga


Tn. A mengatakan ada riwayat darah tinggi yang diderita oleh kakek Tn. A,
bapak Tn. A dan kakak pertama Tn. A

IV. Riwayat Penyakit


1. Keluhan utama saat ini
Tn. A mengatakan pernah operasi HNP 3 tahun yang lalu mengeluh nyeri
dibagian punggung tulang belakang, kaki kebas dan suka mengalami kram.
Tn. A mengatakan sangat terganggu dengan nyeri yang dirasakan, merasa
kesakitan ketika duduk terlalu lama Tn. A mengatakan rasa nyeri yang
dirasakan terkadang mengganggu istirahat Tn. A mengatakan nyeri
dirasakan setiap waktu tidak dapat diprediksi. Tn. A mengatakan nyeri
tusuk-tusuk, skala nyeri 7.
2. Apa yang dipikirkan saat ini :
Tn. A mengatakan kadang-kadang banyak hal yang dipikirkan terutama
tentang kondisi kesehatannya saat ini dan nyeri yang tak kunjung hilang.
3. Siapa yang paling dipikirkan saat ini :
Tn. A memikirkan keluarga semoga dalam keaadaan sehat dan bisa
menjenguk ke panti pniel bintaro.
4. Riwayat penyakit dahulu :
Tn. A mengatakan pernah rawat jalan karena usus buntu tapi tidak pernah
dirawat di rumah sakit dan jika sakit panas hanya rawat jalan ke rumah sakit
saja. Pada masa tua Tn. A mengalami tekanan darah tinggi sejak usia 50
tahun. Kebiasaaan Tn. A waktu muda merokok dan minum alcohol.

V. Pengkajian
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Tn. A kurang mengetahui bahwa kesehatan itu penting untuk dikontrol. Tn.
A mengatakan selalu cek kondisi kesehatannya di panti pniel bintaro. Tn. A
mempunyai riwayat merokok ataupun minum-minuman keras.
2. Pola nutrisi
Tn. A mengatakan nafsu makan baik, makan 3 kali sehari dengan menu
seimbang. Tn. A mengatakan minum ± 2 liter/hari.
3. Pola eliminasi
Tn. A mengatakan BAB tidak lancar 3 hari sekali dan BAK lancar 5 – 7 kali
sehari dengan warna jernih kekuningan.

4. Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah / berjalan √
Ambulasi / ROM √

Keterangan:
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total.

5. Pola tidur dan istirahat


Tn. A mengatakan waktu tidur tidak tentu. Tn. A mengatakan tidur ± 7 jam
dalam satu hari. Tn. A mengatakan kadang-kadang tidur siang, jika Tn. A
tidur, kondisi lingkungan harus sepi, lampu harus dimatikan.
6. Pola perseptual
Tn. A mengatakan sering memikirkan tentang penyakitnya yang tak
kunjung sembuh.
7. Pola persepsi diri
a. Gambaran diri
Tn. A tidak bisa menyebutkan gambaran diri yang diinginkan
b. Ideal diri
Tn. A mengatakan pinginnya sehat, tapi kondisi klien yang tidak
memungkinkan.
c. Harga dri
Tn. A mengatakan sangat ketergantungan pada orang lain, kadang-
kadang merasa tidak enak sama perawat panti.
d. Identitas diri
Tn. A mengatakan bahwa dirinya adalah seorang suami, bapak dari
anak-anaknya.
e. Peran diri
Tn. A adalah masih berstatus seorang suami
8. Pola peran hubungan
Tn. A mengatakan bahwa dirinya masih berhubunga baik dengan istri dan
anak-anaknya walaupun Tn. A tinggal di panti.
9. Pola managemen koping stress
Tn. A bila sedang merasa stres, maka yang dilakukan Tn. A adalah hanya
bisa berdiam diri di kamar.
10. Sistem nilai dan keyakinan
Tn. A selalu percaya bahwa Tuhan memberikan setiap persoalan pasti ada
jalan keluarnya, hanya perlu bersabar dan pasrah saja sambil terus menjalani
hidup apa adanya, selalu bersyukur atas berkat Tuhan yang berikan.
11. Identifikasi Masalah Emosional
Apakah klien mengalami sukar tidur?
Tn. A mengatakan kadang-kadang susah tidur tapi hari ini klien tidur
nyenyak.
Apakah klien sering merasa gelisah?
Hanya sesekali jika sedang memikirkan sesuatu
Apakah klien sering murung atau menangis sendiri?
Tn. A mengatakan jika sendiri terkadang ia sering melamun dan murung
Apakah klien sering was-was atau khawatir?
Tn. A mengatakan ia sering khawatir dengan kondisi kesehatannya saat ini

VI. Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran : Compos mentis, GCS : 15 E4V5M6
b. TD : 138/80 mmHg, N : 80 x/i, RR 20 x/i, S : 360C
c. BB : 65 kg TB : 170 cm
d. Kepala : Bentuk kepala mesosephal, tidak ada benjolan, luka atau lesi
e. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan
ataupun nyeri telan
f. Thorak : Tampak simetris, tidak ada distensi atau pengembangan dada
yang abnormal, tidak ada dispnea tidak ada nyeri dada
g. Abdomen : Tampak simetris, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada
nyeri tekan ataupun benjolan
h. Ekstremitas : Bagian tangan kanan atas dan bagian kaki kanan
mengalami stroke, ada benjolan di bagian tulang belakang, ada luka di
bagian kaki kiri, pergerakan noraml, ada nyeri di bagian pinggang, jari
kaki tampak tidak lurus.

2. Pemeriksaan Panca Indera


a. Penglihatan (mata) :
1) Bola mata : Tampak simetris
2) Konjunctiva : Anemis
3) Sklera : Tidak Ikterik
4) Reflek pupil : Pupil isokor, pergerakan normal
5) Gangguan pengelihatan : Ketajaman penglihatan menurun terutama
di mata sebelah kanan, tidak memakai alat penglihatan (kacamata)
b. Pendengaran(telinga)
1) Bentuk telinga : Simetris
2) Nyeri : Tidak ada lesi, tidak ada peradangan
3) Liang telinga : Bersih, tidak ada serumen
4) Gangguan pendengaran : Pendengaran baik
c. Pengecapan (mulut) : Mulut tampak bersih, mukosa bibir lembab,
gigi kekuningan dan tidak lengkap, tidak ada stomatitis, tidak ada
kesulitan menelan, fungsi menelan baik.
d. Sensasi(kulit) : Ada
e. Penciuman(hidung) : Bentuk tampak simetris, bersih, tidak ada
polip hidung, tidak ada septum deviasi, penciuman baik.

f. Dada : Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada lebam

g. Abdomen : Bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada luka

h. Ekstermitas atas : Normal

i. Ekstermitas bawah : Normal


VII.Pengakajian Fungsional Klien
1. KATZ Indeks
Hasil pengkajian dengan menggunakan KATZ indeks, klien tergolong
dalam individu yang memiliki ketergantungan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
a. Bergantung dalam mandi, bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari bak mandi serta tidak mandi sendiri
b. Bergantung dalam berpakian, tidak dapat memakai baju sendiri
atau hanya sebagian
c. Bergantung ke kamar kecil, menggunakan pispot
d. Bergantung dalam berpindah, bantuan dalam naik dan turun dari kursi
roda
e. Bergantung dalam kontinen, menggunakan pispot dan pembalut
(pampers)
f. Bergantung dalam makan, bantual mengambil makanan dan
menyuapinya
2. Modifikasi indeks kemandirian katz
MANDIRI TERGANT
NO AKTIFITAS
(1) UNG (0)
1. Mandi di kamar mandi 0
2. Menyiapkan pakian, 0
membuka dan mengenakan
3. Memakan makanan yang 0
telah disediakan
4. Memelihara kebersihan diri 0
(Cuci muka, menyisir rambut,
Gosok gigi)
5. Keluar masuk toilet BAB 0
(Membuka pakaian, menyeka
tubuh, menyiram)
6. Dapat mengontrol 1
pengeluaran feses
7. BAK di kamar mandi 0
8. Dapat mengontrol 1
pengeluaran air kemih
9. Berjalan dilingkungan tempat 0
tinggal atau keluar ruangan
10. Berjalan ibadah sesuai agama 0
yang dianut
11. Melakukan pekerjaan rumah 0
12. Berbelanja untuk kebutuhan 0
sendiri
13. Mengelola keuangan 0
14. Menggunakan sarana 0
transpormasi
15. Menyiapkan obat 0
16. Merencanakan dan 0
mengambil keputusan untuk
kepentingan keluarga dalam
hal menggunakan uang,
17. Melakukan aktifitas di waktu 0
luang ( rekreasi, olahraga ,
hobi)
Analisa hasil: 3 (Ketergantungan)
Score 13-17: mandiri
Score 0-12: ketergantungan
3. Barthel Index

NO KRITERIA DENGAN MANDIRI KET


BANTUAN
1. Makan 5√ 10
2. Minum 5 10√
3. Berpindah dari kursi roda ke 5-10 √ 15
tempat tidur, sebaliknya
4. Personal toilet (Cuci muka, 0√ 5
menyisir rambut, Gosok
gigi)
5. Keluar masuk toilet 5√ 10
(Membuka pakaian,
menyeka tubuh, menyiram)
6. Mandi 5√ 15
7. Jalan di permukaan datar 0√ 5
8. Naik turun tangga 5√ 10
9. Mengnakan Pakaian 5√ 10
10. Kontrol Bowel (BAB) 5√ 10
11. Kontrol blader (BAK) 5√ 10
12. Olah raga 5√ 10
13. Rekreasi/ Pemanfaatan 5√ 10
waktu luang
Analisis hasil: 55 (Ketergantungan pengkajian status mental)

Score 126-130: mandiri

Score 65-125: ketergantungan sebagian

Score <65: ketergantungan pengkajian status mental


VIII. Pengkajian Status Mental Gerontik
a. Identifikasi tingkat kesadaran intelektual
Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short
Portable Mental Status Questioner (SPMSQ). Instruksi: Ajukan
pertanyaan 1 – 10 pada daftar ini dan catat semua jawaban. Catat jumlah
kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan dan masukkan dalam
interpretasi. Jika hasil pengkajian SPMSQ didapatkan skor benar 10
maka klien dikategorikan sebagai lansia yang memiliki fungsi
intelektual utuh.
BENAR SALAH NO PERTANYAAN
1 1 Tanggal berapa hari ini ?
1 2 Hari apa sekarang ?
1 3 Apa nama tempat ini ?
1 4 Dimana alamat Anda ?
1 5 Berapa umur Anda ?
1 6 Kapan Anda lahir ? (minimal tahun lahir)
1 7 Siapa Presiden Indonesia sekarang ?
1 8 Siapa Presiden Indonesia sebelumnya ?
1 9 Siapa nama ibu Anda ?
1 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
dari setiap angka baru, semua secara
menurun
Total = 8 Total = 2
Analisis hasil: 8 (tidak ada gangguan)

Score benar 8-10 : tidak ada gangguan


Score 0-7 : ada gangguan

b. Identifikasi aspek kognitif dan fungsi mental


Tes dilakukan dengan mengunakan MMSE (Mini Mental Status Exam)

NO ASPEK NILAI NILAI


KRITERIA
. KOGNITIF MAKS. KLIEN

1. Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar:


Tahun
Musim
Tanggal
Hari
Bulan
2. Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing obyek.
Kemudian tanyakan kepada klien
ketiga obyek tadi. (Untuk
disebutkan)
Obyek Meja
Obyek Lemari
Obyek TV
3. Perhatian 5 5 Minta klien untuk memulai dari
dan angka 100 kemudian dikurangi
kalkulasi 7
sampai 5 kali/tingkat.
93
86
79
72
65
4. Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga obyek pada No 2
(registrasi) tadi. Bila benar, 1
point untuk masing-masing
obyek.
5. Bahasa 2 6 Tunjukan pada klien suatu benda dan
tanyakan Namanya pada klien :
1. Misalnya : jam tangan
2. Misalnya pensil
Minta klien untuk mengulangi kata
1
berikut :
“Taka da jika, dan, atau, tetapi”
Bila benar nilai 1 point
Dengarkan kemudian lakukan :
1. Ambil kertas ini oleh tangan
3 anda
2. Lipat menjadi dua
3. Dan simpan dilantai
Baca tulisan dibawah ini dan lakukan
1
tanpa mengatakannya
Tulis sebuah kalimat
1
1 Gambarlah desain ini

Interpretasi hasil : 27 (taka da kerusakan kognitif)

Score
Benar 22-30 : tidak ada kerusakan kognitif
Benar 0-21 : indikasi kerusakan kognitif

IX. Pengkajian status psikologis

Jawaba
Jawaban n
No Pertanyaan
YA (1) TIDAK
(0)
1 Apakah anda pada dasarnya puas akan hidup anda? 1
2 Apakah anda banyak membatalkan aktivitas dan minat anda? 0
3 Apakah anda merasa bahwa hidup anda ini hampa? 1
4 Apakah anda sering merasa bosan? 0
5 Apakah anda penuh harapan akan masa depan 0
6 Apakah anda dipusingkan dengan pikiran-pikiran yang tidak bisa 0
anda curahkan?
7 Apakah anda selalu dalam semangat yang prima setiap waktu? 1
8 Apakah anda takut akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap 1
anda?
9 Apakah anda merasa bahagia sepanjang waktu? 1
10 Apakah anda merasa tidak berdaya? 1
11 Apakah anda sering merasa gelisah dan tidak tenang? 0
12 Apakah anda lebih suka tinggal di rumah dari pada keluar dan 1
melakukan sesuatu yang baru?
13 Apakah anda sering mencemaskan masa depan? 0
14 Apakah anda merasa bahwa anda mempunyai masalah ingatan 1
yang lebih parah daripada orang lain?
15 Apakah anda merasa beruntung bahwa anda hidup saat ini? 1
16 Apakah anda sering merasa kecewa dan sedih? 0
17 Apakah anda merasa tidak berharga dengan keadaan anda saat 1
ini?
18 Apakah anda cemas akan masa lampau anda? 0
19 Apakah anda merasa hidup ini sangat menarik? 0
20 Apakah sulit bagi anda untuk memulai suatu projek baru? 1
Jawaba
Jawaban n
No Pertanyaan
YA (1) TIDAK
(0)
21 Apakah anda merasa penuh energi? 0
22 Apakah anda merasa bahwa situasi anda tidak banyak menolong? 0
23 Apakah anda merasa bahwa orang lain lebih baik dari anda? 1
24 Apakah anda sering merasa kesal terhadap hal-hal yang kecil? 1
25 Apakah anda sering merasa ingin menangis? 0
26 Apakah anda mempunyai masalah konsentrasi? 1
27 Apakah anda senang saat bangun pagi? 1
28 Apakah anda lebih suka menghindari perkumpulan sosial? 1
29 Apakah mudah bagi anda membuat keputusan? 0
30 Apakah pikiran anda sejernih seperti biasanya? 0
Score

Hasil skor; 16 (Depresi ringan)

Skor 0-9 = normal


Skor 10-19 = depresi ringan
Skor 20-30 = depresi berat

Pengkajian keseimbangan
Perubahan posisi atau Gerakan keseimbangan
Hasil
observasi
No Perubahan posisi atau gerakan
Ya Tidak
(1) (0)
1. Bangun dari tempat tidur 1
Tidak bangun dari tempat tidur dengan sekali gerakan, akan tetapi lansia
mendorong tubuhnya ke atas dengan tangan atau bergerak ke bagian
depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil pada saat berdiri pertama kali
2. Duduk di kursi 1
Menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk di tengah kursi.
Catatan : kursi harus yang keras tanpa lengan
3. Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum 1
sebanyak 3 kali dengan hati-hati), klien menggerakan kakinya ,
memegang objek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh sisi-sisinya
Catatan : lakukan dalam keadaan mata klien terbuka
4. Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum 1
sebanyak 3 kali dengan hati-hati), klien menggerakan kakinya ,
memegang objek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh sisi-sisinya
Catatan : lakukan dalam keadaan mata klien tertutp
5. Perputaran leher 1
Klien lansia menggerakan kaki, menggenggam objek untuk dukungan
kaki, keluhan vertigo, pusing atau keadaan tidak stabil
6. Gerakan menggapai sesuatu 1
Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi sepenuhnya
sementara berdiri pada ujung-ujung kaki, tidak stabil memegang sesuatu
untuk dukungan
7. Membungkuk 1
Tidak mampu membungkuk untuk mengambil objek-objek kecil (missal
: pulpen) dari lantai, memegang objek untuk bisa berdiri lagi, dan
Hasil
observasi
No Perubahan posisi atau gerakan
Ya Tidak
(1) (0)
memerlukan usaha-usaha yang keras untuk bangun

Komponen gaya berjalan atau pergerakan

Hasil
observasi
No Gaya berjalan atau pergerakan
Ya Tidak
(1) (0)
Minta klien lansia untuk berjalan ke tempat yang ditentukan
1.Ragu-ragu, tersandung, memegang objek untuk dukungan 1
2. Ketinggian langkah kaki 1
(mengangkat kaki saat melangkah), kski tidak naik dari lanatai secara
konsisten (menggeser atau menyeret kaki, mengangkat kaki terlalu
tinggi > 5 cm)
3. Kontinuitas langkah kaki 1
Setelah langkah-langkah awal menjadi tidak konsisten, mulai
mengangkat satu kaki sementara kaki yang lain menyentuh lantai
Catatan : sebaiknya diobservasi dari samping klien
4. Kesimetrisan langkah 1
Langkah kaki tidak simetris terutama pada bagian yang sakit
Catatan : sebaiknya diobservasi dari samping klien
5. Penyimpangan jalur pada saat berjalan 1
Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dari sisi ke sisi
Catatan : sebaiknya diobservasi dari samping kiri klien
6. Berbalik 1
Berhenti sebelum mulai berbalik, jalan sempoyongan, bergoyang,
memegang objek untuk dukungan

Interpretasi hasil : 13 Resiko jatuh tinggi

0-5 resiko jatuh rendah


6-10 resiko jatuh sedang
11-13 resiko jatuh
ANALISA DATA
No Data Problem Etiologi
1. DS :
Trauma
- Klien mengatakan nyeri
Pasca operasi
dibagian punggung tulang
belakang, merasa
kesakitan ketika duduk
Peradangan
terlalu lama durasi nyeri
medula spinal
terus menerus tidak dapat
diprediksi
- Klien mengatakan kaki
Kandungan air
sering kebas dan suka Agen pencedera
nucleus pulposus
kram fisik
menurun
Trauma pasca
DO : operasi
- Klien tampak gelisah,
Nukleus pulposus
ekspresi wajah yang
terdorong
menahan rasa
kesakitan
- Tangan kanan dan kaki
Ujung saraf spinal
kanan mengalami stroke
tertekan
- TTV TD : 140/80 mmHg,
RR: 20 x/mnt, N : 80 x/mnt,
S : 360C
Nyeri kronis
P : Nyeri timbul setiap
(D.0078)
waktu ga bisa
diprediksi
Q : Nyeri terasa seperti
ditusuk - tusuk
R : Nyeri dirasakan pada
bagian punggung tulang
belakang
S : Skala nyeri 7
T : Nyeri dirasakan terus
menerus
2 DS :
- Klien mengatakan nyeri Nyeri
memburuk jika mengangkat
kaki dan merubah posisi
- Klien mengatakan nyeri Keterbatasan
semakin terasa ketika duduk pergerakan Hambatan
terlalu lama ektremitas bawah mobilitas fisik,
- Klien mengatakan nyeri jika penurunan masa
bergerak di tempat tidur otot
DO: Pergerakan lambat
- Klien terlihat pergerakan
lambat saat miring ke kiri
- Kekuatan otot ekstremitas Gangguan atau
atas bawah 3 (gerakan hambatan
normal melawan gravitasi) mobilitas fisik
- Nyeri saat bergerak (D.0054)

3. DS :
-
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri kronis berhubungan dengan terjadinya kondisi pasca trauma peradangan


medulla spinal ditandai dengan ekpresi wajah menahan rasa nyeri skala nyeri 7.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan pergerakan
ekstremitas bawah, nyeri ditandai dengan kekuatan otot 3.
3. Resiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
5. Depresi berhubungan dengan sulit berkonsentrasi
RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil

1 Nyeri kronis Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)


berhubungan dengan (L08066) Observasi
terjadinya kondisi Setelah dilakukan - Identifikasi lokasi,
pasca trauma, tindakan keperawatan karakteristik, durasi,
peradangan medula selama 1x20 menit frekuensi, kualitas,
spinal ditandai diharapkan tingkat nyeri intensitas nyeri
dengan ekpresi berkurang denga kriteria - Identifikasi skala
menahan rasa nyeri hasi: nyeri
skala nyeri 7 1. Keluhan nyeri - Identifikasi faktor
cukup menurun yang memperberat
(4) dan memperingan
2. Meringis cukup nyeri
menurun (4) - Identifikasi
3. Gelisah cukup pengetahuan tentang
menurun (4) nyeri
4. Kesulitan tidur - Monitor efek samping
cukup menurun penggunaan analgetik
(4) Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
cukup meningkat Terapeutik
- Jelaskan
tidur (mis.penyebab,
Mekanika
(4) - Persiapkan materi,
peroide,posisi
tubuh, dan pemicu
pasien
3. Rentang gerak media dan alat-alat
nyeri kearah
digeser
cukup meningkat seperti bantal, gait
- Jelaskan
berlawanan strategi m
dari arah
(4) beit
eredakan
posisi yang nyeri
akan
- Jadwalkan waktu
- Anjurkan
dimiringkan,memonitor
tehnik-
pendidikan kesehatan
nyeri secara
tehnik mandiri
memiringkan,
sesuai kesepakatan
- Anjurkan
penempatan posisi
dengan pasien
menggunakan
bantal sebagai
- Berikan kesempatan
analgesic secara
penyangga)
pasien untuk
tepat
- Demonstrasikan cara
bertanya
- Ajarkan teknik gerak
melatih rentang
Edukasi
nonfarmakologis
(mis. Gerakan
- Jelaskan prosedur,
untuk mengurangi
dilakukan dengan
tujuan, indikasi, dan
rasa nyeridimulai dari
berlahan,
kontraindikasi
2 Gangguan mobilitas Mobilitas fisik Edukasi Mobilisasi
kepala ke ekstremitas,
mobilisasi serta
fisik berhubungan L.05042 (I.12394)
gerakkan semua
dampak imobilisasi
dengan keterbatasan Setelah dilakukan Observasi
persendian sesuai
- Ajarkan cara
gerakan ekstremitas tindakan keperawatan - rentang
Identifikasi kesiapan
normal, cara
mengidentifikasi
bawah, nyeri ditandai selama 1x20 menit dan kemampuan
melatih rentang gerak
sarana dan prasarana
dengan kekuatan otot diharapkan tingkat menerima
pada informasi
sisi ekstremitas
yang mendukung
bawah 3 pengetahuan membaik - yang
Identifikasi
parese indikasi
dengan
untuk mobilisasi di
dengan kriteria hasil: dan kontraindikasi
menggunakan
rumah
1. Pergerakan mobilisasi yang
ekstremitas
- Ajarkan cara
ekstremitas cukup - normal,
Monitor frekuensi
kemajuantiap
mengidentifikasi
meningkat (4) pasien/keluarga dalam
gerakan)
kemampuan
2. Kekuatan otot melakukan mobilisasi
- Anjurkan
mobilisasi (seperti
pasien/keluarga
kekuatan otot dan
meredomenstrasikan
rentang gerak
mobilisasi miring
- Demonstrasikan cara
kanan/miring
mobilisasi di tempat
kiri/latihan rentang
gerak sesuai yang
telah
didemonstrasikan
3. Resiko jatuh Status Kognitif (L.09086)
berhubungan dengan Setelah dilakukan Tindakan
kekuatan otot menurun. keperawatan selama 2x24
jam diharapkan tingkat
kognitif meningkat dengan
kriteria hasil :
1. Komunikasi jelas
sesuai cukup
meningkat (4)
2. Pemahaman makna
situasi cukup
meningkat (4)
3. Kemampuan
membuat keputusan
cukup meningkat
(4)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tgl/ Jam No. Implementasi Evaluasi


Dx
31/01/23 1 1. Mengidentifikasi lokasi, S:
karakteristik, durasi, - Klien mengatakan nyeri
08.00 4. Mempertimbangkan jenis - Tidak ada peningkatan
frekuensi, kualitas, bagian tulang belakang,
9. meredomenstrasikan
Menjelaskan penyebab, P : Intervensi
kemampuandilanjutkan
mobilisasi
WIB dan sumber nyeri dalam nyeri
intensitas nyeri nyeri dirasakan saat
mobilisasi
peroide, dan miring
pemicu kanan
nyeri 1.
4. Mengidentifikasi
Demonstrasikan cara lokasi,
pemilihan strategi - Nyeri sedang
2. Mengidentifikasi skala nyeri melakukan aktivitas dan
10. miring
Menjelaskan
kiri latihan
strategi
rentang karakteristik,
mobilisasi di tempat
durasi, tidur
meredakan nyeri A : Masalah nyeri teratasi
3. Mengidentifikasi duduk terlalu lama
gerak
meredakan
sesuainyeri
yang telah 5. frekuensi,
Demonstrasikan
kualitas,
cara
5. Menganjurkan memonitor P : Intervensi dihntikan
faktor yang - Klien mengatakan
11. didemonstrasikan
Menganjurkan memonitor intensitas
melatih rentang
nyeri gerak
nyeri secara mandiri
memperberat dan mengerti cara
nyeri secara mandiri 6.
2. Anjurkan
Memberikanpasien
teknik
6. Mengajarkan teknik
memperingan nyeri melakukan teknik
12. Menganjurkan meredemonstrasikan
nonfarmakologis untuk
nonfarmakologis untuk
4. Mengidentifikasi relaksasi
menggunakan analgesic mobilisasi
mengurangi dan
rasa
rentang
nyeri
mengurangi rasa nyeri
pengetahuan tentang nyeri - Klien mengatakan tidak
secara tepat 3. gerak
Mengontrol
yang telah
lingkungan
di
5. Memonitor efek samping ada peningkatan rasa
13. Mengajarkan teknik domenstrasikan
yang memperberat rasa
penggunaan analgetik nyeri
nonfarmakologis untuk nyeri
03/02/23 2 1. Mengidentifikasi kesiapan S:
6. Memberikan teknik O:
mengurangi rasa nyeri 4. Mempertimbangkan jenis
dan kemampuan menerima - Klien mengatakan nyeri
nonfarmakologis untuk - Klien tampak kesakitan
dan sumber nyeri dalam
informasi saat bergerak
mengurangi rasa nyeri saat bergeser
pemilihan strategi
16:00 2. Mengidentifikasi indikasi - Klien mengatakan sulit
7. Mengontrol lingkungan - Klien mampu
meredakan nyeri
WIB dan kontraindikasi untuk menggerakan
yang memperberat rasa mendemonstrasikan
2 1. Mengidentifikasi kesiapan S :5. Menganjurkan
mobilisasi ekstremitas
nyeri teknik relaksasi
dan kemampuan menerima - memonitor
Klien mengatakan
nyeri secara
3. Monitor kemajuan pasien O:
15.00 8. Mempertimbangkan jenis - Skala nyeri sedang
informasi mampu menggerakkan
mandiri
dalam melakukan mobilisasi - Fisik tampak lemah
WIB dan sumber nyeri dalam A : Masalah nyeri kronis
2. Mengidentifikasi indikasi ekstremitas teknik
6. Mengajarkan
4. Ajarkan cara - Gerakan tampak terbatas
pemilihan strategi teratasi sebagian
dan kontraindikasi - nonfarmakologis
Klien mengatakan untuk
mengidentifikasi sarana dan A : Masalah gangguan
meredakan nyeri
mobilisasi mengurangi
mengerti cara
rasamobilisasi
nyeri
6. prasarana
Demonstrasikan
yang mendukung
cara mobilitas fiisik belum teratasi
01/02/23 1 1.3. Mengidentifikasi
Monitor kemajuan lokasi,
pasien S
O
untuk
mobilisasi
mobilisasi
di tempat
di rumah
tidur P ::: Intervensi dilanjutkan
karakteristik,
dalam melakukan durasi, - Klien mampu
mengatakan nyeri
5.7. Mengajarkan
Demonstrasikan caracara 1. Mengidentifikasi indikasi
15.30
frekuensi,
mobilisasikualitas, berkurang
mendemonstrasikan cara
mengidentifikasi
melatih rentang dan kontraindikasi
WIB
4. intensitas
Ajarkan cara
nyeri - mobilisasi
Klien mengatakan
dan rentang
sudah
kemampuan
gerak mobilisasi mobilisasi
2. Memberikan
mengidentifikasi
tekniksarana dan beristirahat dengan
gerak
6.8. Demonstrasikan
Anjurkan pasien/keluarga
cara 2. Monitor kemajuan pasien
nonfarmakologis
prasarana yang mendukung
untuk - Kekuatan
cukup otot
mobilisasi
meredomenstrasikan
di tempat tidur dalam melakukan
mengurangi
untuk mobilisasi
rasa nyeri
di rumah O: meningkat
7. Demonstrasikan
mobilisasi miring cara
kanan mobilisasi
3.5. Mengontrol
Mengajarkan lingkungan
cara A : -Masalah
Kliengangguan
dapat
melatih
miring kiri
rentang
latihan rentang 3. Mengajarkan
yang
mengidentifikasi
memperberat rasa mobilitas
mendemonstrasikan
fisik teratasi sebagian
gerak
gerak sesuai yang telah mengidentifikasi
nyeri
kemampuan mobilisasi P : Intervensi
teknik dihentikan
relaksasi
8. Anjurkan
didemonstrasikan
pasien/keluarga

Anda mungkin juga menyukai