TEORI PENUAAN
Dosen Pengampu : Ns. Abdul Karim S.Kep., M.Kep
Disusun Oleh :
Anti Khaerunnisa 19292011002
Irna Harisa 19292011008
Rifki Maulana Hakiki 19292011013
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak awal manusia telah berusaha menjelaskan bagaimana dan mengapa terjadi
penuaan, namun tidak ada teori tunggal yang dapat menjelaskan proses penuaan. Setiap orang
akan mengalami penuaan, tetapi penuaan pada setiap individu akan berbeda tergantung faktor
herediter, stresor lingkungan, dan sejumlah besar faktor yang lain. Walaupun tidak ada satu
teori yang dapat menjelaskan peristiwa fisik, psikologis, dan peristiwa sosial yang kompleks
yang terjadi dari waktu ke waktu, suatu pemahaman dari penelitian dan teori-teori yang
dihasilkan sangat penting bagi perawat untuk membantu orang lanjut usia memelihara
kesehatan fisik dan psikis yang sempurna.
Gerontologi studi ilmiah tentang efek penuaan dan penyakit yang berhubungan
dengan penuaan pada manusia, meliputi aspek biologis, fisiologis, psikososial, dan aspek
rohani dari penuaan. Perawat yang merencanakan dan memberikan perawatan pada orang
diusianya yang telah lanjut mendukung dan mengembangkan teori yang menjadi dasar untuk
asuhan keperawatan selama tahap akhir kehidupan ini.
Teori-teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi biasanya
dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan psikososial. Penelitian
yang terlibat dengan jalur biologi telah memusatkan perhatian pada indikator yang dapat
dilihat dengan jelas pada proses penuaan, banyak pada tingkat seluler, sedangkan ahli teori
psikososial mencoba untuk menjelaskan bagaimana proses tersebut di pandang dalam kaitan
dengan kepribadian dan perilaku.
a. Teori Genetika
Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama disebabkan oleh
pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut
teori genetike, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang
berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata
lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia telah ditentukan sebelumnya. Teori
genetika terdiri dari teori asam deoksiribonukleat (DNA), teori ketetapan dan
kesalahan, mutasi somatik, dan teori glikogen.
Teori-teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler
menjadi tidak teratur karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti sel.
Molekul DNA menjadi bersilangan (crosslink) dengan unsur yang lain sehingga
mengubah informasi genetik. Adanya crosslink ini mengakibatkan kesalahan pada
tingkat seluler yang akhirnya mengakibatkan sistem dan organ tubuh gagal untuk
berfungsi. Bukti yang mendukung teori-teori ini termasuk perkembangan radikal
bebas, kolagen, dan lipofusin. Selain itu, peningkatan frekuensi kanker dan penyakit
autoimun yang dihubungkan dengan bertambahnya umur menyatakan bahwa mutasi
atau kesalahan terjadi pada tingkat molekular dan selular.
c. Teori Crosslink
Teori crosslink dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul kolagen dan
elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama meningkatkan
rigiditas sel, crosslink diperkirakan akibat reaksi kimia yang menimbulkan senyawa
antara molekul-molekul yang normalnya terpisah atau secara singkatnya sel-sel tua
atau usang, reaksi kimianya meyebabkan kurang elastis dan hilangnya fungsi. Contoh
crosslink jaringan ikat terkait usia meliputi penurunan kekuatan daya rentang dinding
arteri, tanggalnya gigi, tendon kering dan berserat.
e. Teori Imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang
berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua pertahanan mereka
terhadap organismem asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan
untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan
berkurang nya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respons autoimun
tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit
autoimun seperti artritis reumaoid dan alergi terhadap makanan dan faktor lingkungan
yang lain. Penganjur teori ini sering memusatkan pada peran kelenjar timus. Berat dan
ukuran kelenjar timus menurun seiring dengan bertambahnya umur, seperti halnya
kemampuan tubuh untuk diferensiasi sel T. Karena hilangnya diferensiasi sel T, tubuh
salah mengenali sel yang tua dan tidak beraturan sebagai benda asing dan
menyerangnya.
Pentingnya pendekatan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan
promosi kesehatan terhadap pelayanan kesehatan, terutama pada saat penuaan terjadi
tidak dapat diabaikan. Walaupun semua orang memerlukan pemeriksaan rutin untuk
memastikan deteksi dini dan perawatan seawal mungkin, tetapi pada orang lanjut usia
kegagalan melindungi sistem imun yang telah mengalami penuaan melalui
pemeriksaan kesehatan ini dapat mendorong ke arah kematian awal dan tidak terduga.
Selain itu, program imunisasi secara nasional untuk mencegah kejadian dan
penyebaran epidemi penyakit, seperti pneumonia dan influenza diantara orang lanjut
usia juga mendukung dasar teoristis praktik keperawatan.
f. Teori Neuroendokrin
Diskusi sebelumnya tentang kelenjar timus dan sistem imun serta interaksi
antara sistem saraf dan sistem endokrin menghasilkan persamaan yang luar biasa.
Pada kasus selanjutnya para ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh karena
adanya suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf. Hal ini lebih jelas
ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal, dan reproduksi.
Salah satu are neurologis yang mengalami gangguan secara universal akibat
penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses, dan
bereaksi terhadap perintah. Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku, respon ini
kadang-kadang diinterpretasikan sebagai tindakan melawan, ketulian, atau kurang nya
pengetahuan. Pada umumnya, sebenarnya yang terjadi bukan satupun dari hal-hal
tersebut, tetapi orang lanjut usia sering dibutat untuk merasa seolah-olah mereka tidak
kooperatif atau tidak patuh. Perawat dapat memfasilitasi proses pemberian perawatan
dengan cara memperlambat instruksi dan menunggu respon mereka.
g. Riwayat Lingkungan
Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkugan (misalnya karsinogen dari
industri, cahaya matahari, trauma dan infesi) dapat membawa perubahan dalam proses
penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat penuan, dampak
dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder daan bukan merupakan faktor
utama dalam penuaan. Perawat dapat mempunyai pengetahuan yang mendalam
tentang dampak dari aspek ini terhadap penuaan dengan cara mendidik semua
kelompok umur tentang hubungan antara faktor lingkungan dan penuaan yang
dipercepat. Ilmu pengetahuan baru mulai untuk mengungkap berbagai faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi penuaan.
2. Teori Psikososialogis
Teori psikososialogis memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku
yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada
kerusakan anatomis. Untuk tujuan pembahasan ini, perubahan sosiologis atau nonfiksi
dikombinasikan dengan perubahan psikologis.
Masing-masing individu, muda, setengah baya, atau tua adalah unik dan memiliki
pengalaman, melalui serangkaian kejadian dalam kehidupan, dan melalui banyak
peristiwa. Selama 40 tahn terakhir, beberapa teori telah berupaya untuk
menggambarkan bagaimana perilaku dan sikap pada awal tahap kehidupan dapat
memengaruhi reaksi manusia sepanjang tahap akhir hidupnya. Pekerjaan ini disebut
proses “penuaan yang sukses” contoh dari teori ini termasuk teori kepribadian.
a. Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam tahun-
tahun akhir kehidupannya yang telah merangsang penelitian yang pantas
dipertimbangkan. Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan
psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia. Juga
menggambarkan suatu teori pengembangan kepribadian orang dewasa yang
memandang kepribadian sebagai ektrovert atau introvert iaberteori bahwa
keseimbangan antara keddua hal tersebut adalah penting kesehatan. Didalam
konsep intoritas dari Jung, separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkan
dengan memeiliki tujuannya sendiri yaitu untuk mengembangkan kesadaran diri
sendiri melalui aktivitas yang dapat merefleksikan diri sendiri.
c. Teori Disengagement
Teori disengagement (teori pemutusan hubungan), dikembangkan pertama kali
pada awal tahun 1960-an, menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari
peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Menurut ahli teori ini, proses
penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting
untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan
bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil
oleh generasi yang lebih muda. Manfaat pengurangan kontak sosial bagi lansia
adalah agar ia dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan pencapaian hidupnya
dan untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi, sedangkan manfaatnya bagi
masyarakat adalah dalam rangka memindahkan kekuasaan generasi tua pada
generasi muda.
Teori ini banyak menimbulkan kontroversi, sebagian karena penelitian ini
dipandang cacat dan karena banyak lansia yang menentang “postulat” yang
dibangkitkan oleh teori untuk menjelaskan apa yang terjadi didalam pemutusan
ikatan atau hubungan. Sebagai contoh, dibawah kerangka kerja teori ini, pensiun
wajib menjadi kebijakan sosial yang harus diterima. Dengan meningkatnya rentang
waktu kehidupan alami, pensiun pada usia 65 tahun berarti bahwa seorang lanjut
usia yang sehat dapat berharap untuk hidup 20 yahun lagi. Bagi banyak individu
yang sehat dan produktif, prospek diri suatu langkah yang lebih lambat dan
tanggung jawab yang lebih sedikit merupakan hal yang tidak diinginkan. Jelasnya,
banyak lansia dapat terus menjadi anggota masyarakat produktif yang baik sampai
mereka berusia 80 sampai 90 tahun.
d. Teori Aktivitas
Lawan langsung dari teori disengagement adalah teori aktivitas penuaan, yang
berpendapat bahwa jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap
aktif. Havighurst yang pertama menulis tentang pentingnya tetap aktif secara sosial
sebagai alat untuk penyesuaian diri yang sehat untuk lansia pada tahun 1952. Sejak
saat itu, berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan positif antara
mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan oranglain dan kesejahteraan
fisik dan mental orang tersebut. Gagasan pemenuhan kebutuhan seseorang harus
seimbang dengan pentingnya perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Kesempatan
untuk turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang
penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi
lansia. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran pada lansia secara
negatif memengaruhi kepuasan hidup.
Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan pentingnya aktivitas mental dan fisik
yang berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan
sepanjang masa kehidupan manusia.
e. Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas, juga di kenal sebagai suatu teori perkembangan, merupakan
suatu kelanjutan dari dua teori sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan
dampak kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar
mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini
menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian
sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan
diri terhadap perubahan akibat penuaan. Ciri kepribadian dasar dikatakan tetap
tidak berubah walaupun usianya telah lanjut. Selanjutnya, ciri kepribadian secara
khas menjadi lebih jelas pada saat orang tersebut bertambah tua. Seseorang yang
menikmati bergabung dengan orang lain dan memiliki kehidupan sosial yang aktif
akan terus menikmati gaya hidupnya ini sampai usianya lanjut. Orang yang
menyukai kesendirian dan memiliki jumlah aktivitas yang terbatas mungkin akan
menemukan kepuasan dalam melanjutkan gaya hidupnya ini. Lansia yang terbiasa
memiliki kendali dalam membuat keputusan mereka sendiri tidak akan dengan
mudah menyerahkan peran ini hanya karena usia mereka yang telah lanjut. Selain
itu, individu yang telah melakukan manipulasi atau abrasi dalam interaksi
interpersonal mereka selama masa mudanya tidak akan tiba-tiba mengembangkan
suatu pendekatan yang berbeda didalam masa akhir krhidupannya.
Ketika perubahan gaya hidup dibebankan pada lansia oleh perubahan sosial-
ekonomi atau faktor kesehatan, permasalahan mungkin akan timbul. Kepribadian
yang tetap tidak diketahui selama pertemuan atau kunjungan singkat kadang-
kadang dapat menjadi fokal dan juga menjadi sumber kejengkelan ketika situasi
mengharuskan adanya suatu perubahan didalam pengaturan tempat tinggal.
Keluarga yang berhadapan dengan keputusan yang sulit tentang perubahan
pengaturan tempat tinggal untuk seorang lansia sering memerlukan banyak
dukungan. Suatu pemahaman tentang pola kepribadian lansia sebelumnya dapat
memberikan pengertian yang lebih diperlukan dalam proses pengambilan
keputusan ini.
a. Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan kemampuan
peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan
penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa nudedan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat.
b. Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap, tetapi
volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru,
udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi
torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dankemampuan peregangan
toraks berkurang.
c. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata :
1) Kehilangan gigi,
2) Indra pengecap menurun,
3) Rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun),
4) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah.
d. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya lajufiltrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh
ginjal.
e. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada
serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
f. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.
Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
3. Perubahan Kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quocient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decission Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi
2.5 Faktor-Faktor Perubahan Proses Menua
Faktor-faktor perubahan proses menua dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal pada perubahan proses menua.
1. Faktor internal
Pengaruh faktor-faktor internal seperti terjadinya penurunan anatomik, fisiologik
dan perubahan psikososial pada proses menua makin besar, penurunan ini akan
menyebabkan lebih mudah timbulnya penyakit dimana batas antara penurunan
tersebut dengan penyakit seringkali tidak begitu nyata. Penurunan anatomik dan
fisiologik dapat meliputi sistem saraf pusat, kardiovaskuler, pernapasan,
metabolisme, ekskresi, musculoskeletal serta kondisi psikososial.
Kondisi psikososial itu sendiri meliputi perubahan kepribadian yang menjadi faktor
predisposisi yaitu gangguan memori, cemas, gangguan tidur, perasaan kurang
percaya diri, merasa diri menjadi beban orang lain, merasa rendah diri, putus asa
dan dukungan sosial yang kurang. Faktor sosial meliputi perceraian, kematian,
berkabung, kemiskinan, berkurangnya interaksi sosial dalam kelompok lansia
mempengaruhi terjadinya depresi. Respon perilaku seseorang mempunyai
hubungan dengan kontrol sosial yang berkaitan dengan kesehatan.
Frekuensi kontak sosial dan tingginya integrasi dan keterikatan sosial dapat
mengurangi atau memperberat efek stress pada hipotalamus dan sistim saraf pusat.
Hubungan sosial ini dapat mengurangi kerusakan otak dan efek penuaan. Makin
banyaknya jumlah jaringan sosial padausialanjut mempunyai hubungan dengan
fungsi kognitifatau mengurangi rata-rata penurunan kognitif 39%.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh pada percepatan proses menua antara lain gaya
hidup, faktor lingkungan dan pekerjaan. Gaya hidup yang mempercepat proses
penuaan adalah jarang beraktifitas fisik, perokok, kurang tidur dan nutrisi yang
tidak teratur. Hal tersebut dapat diatasi dengan strategi pencegahan yang
diterapkan secara individual pada usia lanjut yaitudengan menghentikan merokok.
Serta faktor lingkungan, dimana lansia manjalani kehidupannya merupakan faktor
yang secara langsung dapat berpengaruh pada proses menua karena penurunan
kemampuan sel, faktor-faktor ini antara lain zat-zat radikal bebas seperti asap
kendaraan, asap rokok meningkatkan resiko penuaan dini, sinar ultraviolet
mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen sehingga kulit tampak lebih tua.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan.
WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa usia 60 tahun adalah usia
permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsurangsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses
menurunya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar
tubuh.
Teori penuaan secara umummenurut Lilik Ma’rifatul (2011)dapat dibedakan
menjadidua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial. Teori biologis
mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan
struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan-perubahan dalam
tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan
kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.
Teori psikososialogis memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku
yang
menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan
anatomis. Untuk tujuan pembahasan ini, perubahan sosiologis atau nonfisik
dikombinasikan dengan perubahan psikologis.
Faktor-faktor perubahan proses menua dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal pada perubahan proses menua.
3.2 Saran
Semoga makalah ini, menjadi sumber referensi, baik acuan sebagai pembelajan,
maupun sebagai pedoman dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan kepada
lanjut usia.
Daftar pustaka
Al Husna, C.H. Teori Proses Menua dan Permasalahannya; Diakses tanggal
14/05/2019 dari http://s1keperawatan.umm.ac.id/files/file/Teori%20 Proses%20
Menua%20dan%20 Permasalahannya.pdf
Notoadmodjo, S.2012. Motodologi Penelitian Kesehatan, penerbit, PT
RINEKACIPTA, jakarta
Pringgoutumo, dkk. 2002. Buku Ajar Patologi 1 (umum), Edisi 1. Jakarta. Sagung
Seto.Watson, R. 2003; Perawatan pada Lansia,Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC,