Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MILLITUS

STASE KEPERAWATAN GERONTIK

DI SUSUN OLEH :
DESIANA BORU SIHOMBING, S.Kep
( 113063J120077 )

PRESEPTOR AKADEMIK :
SEPTI MACHELIA CN, S.Kep.,Ners.,M.Kep

PRESEPTOR LAHAN :
SITI AISYAH, S.Kep.,Ners

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Asuhan Keperawatan Komunitas ini telah disetujui pada tanggal Mei
2021

Menyetujui,

Preseptor Akademik Preseptor Lahan

Maria Frani Ayu Andari Diaz, S.Kep.,Ners,.MAN Siti Aisyah, S.Kep.,Ners


LEMBAR KONSULTASI
Nama : Desiana Boru Sihombing, S.Kep
Nim : 113063J120077
Judul Kasus : Laporan Asuhan Keperawatan Komunitas
Praktik : Puskesmas Teluk Dalam
Preseptor Akademik :Maria Frani Ayu Andari Diaz, S.Kep.,Ners.,MAN
Preseptor Lahan : Siti Aisyah, S.Kep.,Ners

No Hari/Tanggal Materi Bimbingan Paraf Pembimbing

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan
Suddarth, 2012).
Menurut Rusari (2014), etiologi diabetes mellitus dibagi menjadi 2 bagian,
antara  lain diabetes tipe 1 disebabkan oleh faktor genetik, imunologi, lingkungan),
diabetes tipe 2 disebabkan oleh usia (resisten insulin cenderung meningkat pada
usia di atas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga.
Berdasarkan data IDF pada tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ke-7
dunia dari 10 besar negara dengan diabetes mellitus tertinggi. Populasi penderita
diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 5,8% atau sekitar 8,5 juta
penduduk dengan rentang usia 20-79 tahun. Proporsi jumlah penderita diabetes
mellitus di Indonesia pada tahun 2013 masih didominasi oleh kaum perempuan
dengan total sebesar 4,9 juta penderita atau lebih besar daripada kaum laki-laki
yakni sebesar 3,6 juta penderita. Diperkirakan pada tahun 2035 dengan asumsi
tanpa adanya perbaikan, angka diabetes mellitus di Indonesia akan meningkat
sebesar 165% pada masing-masing gender. Hal ini sangat memprihatinkan karena
diabetes mellitus dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler yang akan
menyebabkan kematian (WHO 2013)
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pangkreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan heperglikemia postprandial ( sesudah
makan).
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tesebut, terjadi suatu rangkaian reksi dalam metabolisme glukosa
dalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel. Dengan demikian insulin tidak efektif untuk menstimulasi glukosa oleh
jaringan.
Mengelola penyakit diabetes mellitus sebenarnya mudah asal penderita bisa
mendisiplinkan diri dan melakukan olahraga secara teratur, menuruti saran dokter,
dan tidak mudah patah semangat. (naturindonesia.com). Adapula tindakan
keperawatan yang harus dilakukan, seperti melakukan penyuluhan, merencanakan
pola makan.

B.Masalah
1. Bagaimana karakteristik pada pasen lansia dengan Diabetes Mellitus?
2. Diagnosa keperawatan apa saja yang ditemukan pada pasien lansia dengan
Diabetes Mellitus?
3. Intervensi apa saja yang dapat dilakukan pada pasien lansia dengan Diabetes
Mellitus?

C.Tujuan
1. Mengetahui karakteristik pada pasien lansia dengan Diabetes Mellitus
2. Mengetahui diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien lansia dengan
Diabetes Mellitus
3. Mengetahui intervensi yang dapat dilakukan pada pasien lansia dengan
Diabetes Mellitus
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


1. Pengertian Lansia
Lanjut usia adalah seseorang yang sudah mencapai usia enam puluh ke atas
(UU No. 13 tahun 2012). Lanjut usia adalah seseorang atau suatu kelompok
yang kerana usianya mengalami perubahahan fisik, biologis, sosial serta
kejiwaannya. Perubahn itu akan memberikan pengaruh dalam seluruh aspek
kehidupan, termasuk kesehatannya. Oleh karena itu kesehatan usia lanjut sangat
perlu mendapatkan perhatian khusus dengan tetap ditingkatkan agar selama
mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuan sehingga
dapat ikut serta berperan aktif dalam suatu pembangunan (Dewi, 2014).
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa lansia atau lanjut usia
adalah seseorang yang berusia 65 tahun keatas dan telah mengalami perubahan-
perubahan yang dapat meliputi perubahan fisik, biologis, sosial serta kejiwaan
yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi-fungsi pada naggota tubuhnya.

2. Batasan Usia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Fatmah (2015) batasan
lansia dikelompokkan meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok umur usia 45 sampai 59
tahun
b. Lanjut usia (eldery) yaitu kelompok usia 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) yaitu kelompok usia 75 sampai 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) yaitu kelompok usia diatas 90 tahun.
Menurut Nugroho (2010), seseorang dikatakan lansia biasanya dilihat dari
jumlah umur yang dimilikinya. Di bawah ini beberapa pendapat tentang batasan
umur lansia menurut para ahli :
a. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog UI)
Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat
dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1) Fase inventus yaitu antara 25 dan 40 tahun.
2) Fase fertilitas yaitu antara 40 dan 50 tahun.
3) Fase presenium yaitu antara 55 dan 65 tahun
4) Fase senium yaitu antara 65 tahun sampai tutup usia.
b. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro (2014) Pengelompokan lansia
sebagai berikut :
1) Usia dewasa muda (elderly adulhood) yaitu antara 18 atau 20-25 tahun.
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas yaitu antara 25- 60
tahun atau 65 tahun.
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk
umur 70-75 tahun (young old), 75-80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun
(very old).

3. Teori Penuaan
Ada beberapa teori yang sangat berkaitan dalam proses penuaan, yaitu:
a. Teori Biologi
1) Teori genetik
Teori ini menyebutkan bahwa manusia dan hewan terlahir dengan
program genetik yang mengatur suatu proses menua selama hidupnya.
Setiap spesies mempunyai batasan usia yang berbeda- beda yang sudah
diputar menurut replikasi tertentu sihingga apabila jam berhenti berputar
maka ia akan mati.
2) Wear and tear theory
Proses menua terjadi akibat kelebihan usaha dan juga stres yang membuat
sel tubuh menjadi lelah dan tidak mampu lagi meremajakan fungsinya.
Proses menua itu sendiri merupakan suatu proses fisiologis.
3) Teori nutrisi
Proses menua dan kualitas suatu proses menua itu sendiri dipengaruhi
oleh asupan intake nutrisi sepanjang hidupnya. Apabila intake nutrisi
yang baik akan berpengaruh dalam tahap perkembangan dan akan
membantu meningkatkan kesehatan seseorang.
4) Teori mutasi somatik
Mutasi somatik dapat mengakibatkan terjadinya penuaan yang
diakibatkan oleh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses
DNA dan RNA dan dalam proses tranlansi RNA protein/enzim. Dari
kesalahan yang terjadi secara terus-menerus itulah sehingga akhirnya
organ mengalami penurunan fungsi.
5) Teori stress
Hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh dapat mengakibatkan
proses menua. Regenerasi jaringan yang tidak mampu mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan sel yang
menyebabkan sel tubuh tidak terpakai.
6) Slow immunology theory
Keruskan organ tubuh disebabkan oleh sistem imun yang menjadi efektif
akibat bertambahnya usia dan juga masuknya virus ke dalam tubuh.
7) Teori radikal bebas
Akibat dari tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan juga protein. Radikal ini
juga menyebabkan sel-sel dapat melakukan regenerasi.
8) Teori rantai silang
Reaksi kimia sel-sel yang tua dan lawas menyebabkan suatu ikatan yang
kuat, khususnya untuk jaringan kolagen. Dari ikatan itu menyebabkan
penurunan kekacauan, elastisitas, dan hilangnya fungsi sel.
b. Teori psikologis
1) Teori aktivitas
Menekankan pentingnya peran serta dalam kegunaan masing masing bagi
kehidupan seseorang lansia .Dasar teori ini adalah bahwa konsep diri
seseorang bergantung pada aktivitasnya dalam berbagai peran.
2) Teori subkultur
Pada teori subkultur di katakan bahwa lansia sebagai kelompok kelompok
yang memiliki norma, harapan, rasa kepercayaan dan adat kebiasaan
tersendiri, sehingga dapat digolongkan selaku suatu subkultur.
3) Teori kontinuitas
Menurut teori ini ciri ciri kepribadian individu berikut strategi kopingnya
telah terbentuk lama sebelum seseorang memasuki usia lanjut.Dengan
menerapkan teori ini cara terbaik untuk meramal bagaimana seseorang
dapat berhasil menyesuaikan diri adalah dengan mengetahui bagaimana
orang itu melakukan penyesuaian terhadap perubahan perubahan selama
hidupnya.
4) Teori disengagement
Teori ini dimulai dari University of Chicago yaitu Disengagement theory
yang menyatakan bahwa individu dan masing masing mengalami
disengagement dalam suatu mutual with drawl (menarik diri) memasuki
usia tua, individu mulai menarik diri dari masing masing sehingga
memungkinkan individu untuk menyimpan lebih banyak aktivitas yang
berfokus pada dirinya dalam memenuhi kestabilan pada stadium ini .
5) Teori stratifikasi usia
Teori ini di kemukakan oleh Riley (1972) yang menerangkan adanya
saling ketergantungan antara usia dan struktur sosial yang dapat di
jelaskan sebagai berikut:
a) Orang orang tumbuh dewasa bersama masyarakat dalam bentuk kohor
dalam artian sosial, biologis dan psikologis.
b) Kohor baru terus muncul dan masing-masing kohor memiliki
pengalaman dan selera tersendiri.
c) Suatu masyrakat dapat dibagi ke dalam beberapa strata sesuai dengan
lapisan usia dan peran
d) Masyarakat sendiri senantiasa berubah.
e) Terdapat saling ketertarikan antara penuaan individu dengan
perubahan sosial (Nugroho, 2015).

4. Perubahan pada lansia


a. Perubahan fisik
Setiap lansia pasti akan mengalami suatu perubahan fisik, perubahan fisik
pada lansia meliputi :
1) Sistem respirasi
Pada respirasi lansia dapat terjadi perubahan yang meliputi, menurunnya
elastisitas paru, melebar dan jumlahnya menurun yang dapat
menyebabkan terganggunya proses disfusi, adanya perubahan pada otot
pernafasan yang dapat berubah menjadi kaku dan kehilangan kekuatan,
bronkus menyempit, aktivitas silia menurun dan dapat menyebabkan
penurunan reaksi batuk sehingga beresiko terjadinya penumpukan sekret,
kemamapuan untuk batuk menurun sehingga beresiko terjadinya obtruksi.
2) Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pada lansia juga mengalami perubahan,
diantaranya katup jantung yang menjadi tebal dan kaku, menurunnya
kemampuan untuk memompa darah sehingga menyebabkan kontraksi dan
volumenya menurun, menurunnya elastisitas pembuluh darah,
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer yang membuat tekanan
darah naik.
3) Sistem persarafan
Perubahan yang terjadi pada sistem persarafan meliputi, mengecilnya
saraf panca indera sehingga fungsinya menjadi menurun serta lambat
dalam merespon, berkurangnya respon motorik dan reflek yang sebabkan
oleh lapisan myelin akson yang mengecil bahkan cenderung menghilang.
4) Sistem muskuluskeletal
Cairan tulang yang terjadi perubahan sehingga menurun mengakibatkan
mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis), persendian kaku dan
membesar (atropi otot), tendon yang mengerut, dan kram.
5) Sistem panca indera
Sistem pancara indera pada lansia yang mengalami perubahan
diantaranya, mengalami gangguan atau kemunduran pada pendengaran,
penglihatan, pengecap, dan pembau, serta peraba.
b. Perubahan mental dan psikologis
Perubahan psikologis yang terjadi pada lansia meliputi kehilangan
memori pendek, merasa kesepian, frustasi, takut akan kehilangan suatu
kebebasan, takut akan kematian, depresi serta kecemasan. Dalam psikologis
perkembangan, lansia dan segala perubahan yang dialaminya terjadi akibat
proses penuaan seperti, keadaan fisik yang lemah dan tak berdaya sehingga
mengharuskan lansia untuk bergantung pada orang lain, status ekonomi yang
ikut terancam, lansia cenderuang ingin menentukan kondisi hidup yang
sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisikinya.

5. Permasalahan kesehatan yang terjadi pada lansia


Hampir 80% dewasa di atas 65 tahun mempunyai sedikitnya masalah kesehatan
kronis. Adapun masalah kesehatan secara fisiologis meliputi :
a. Masalah kardiovaskuler
Masalah kardiovaskuler yang sering dihubungkan dengan penuaan adalah
hipertensi, angina, infard miokard, dan cidera cerebrovaskular. Hipertensi
adalah diagnosa ketika pengukuran tekanan darah dengan diastole 90 mmHg
atau lebih dan sistolik 140 mmHg atau lebih muncul berulangkali. Faktor
resiko meliputi merokok, obesitas, kurang olahraga dan stress. Hipertensi
sistolik isolasi, bentuk hipertensi yang paling menonjol pada lansia.
b. Kanker
Neoplasma maligna adalah penyebab kematian kedua yang paling umum
terjadi pada lansia.
c. Artritis
Hampir 44% lansia mengalami artritis. Umum terjadi pada wanita daripada
pria (Stanhope dan Lancester 2012; Potter & Perry, 2013).
d. Kerusakan sensori
Lansia biasanya mengalami perubahan pada penglihatan, pendengaran,
pengecapan dan penghidu karena penuaan normal.
e. Masalah gigi
Masalah gigi juga terjadi pada lansia. Jika ada, juga dapat terjadi perubahan
rasa dan menurunnya masukan nutrisi. Karena kehilangan gigi atau
pemasangan gigi palsu yang buruk, lansia hanya dapat makan makanan yang
lunak.
f. Mortalitas
Penyebab kematian yang terjadi pada lansia adalah penyakit jantung,
neoplasma, penyakit serebovascular dan penyakit paru obstruksi menahun.
g. Efek obat
Pada kelompok dewasa berusia di atas 65 tahun merupakan pengguna obat-
obatan terbanyak, terhitung hampir 40% dari semua obat yang diresepkan
(Hogstel, 2016. Dalam buku Potter & Perry)
h. Nutrisi
Kebutuhan nutrisi minimal untuk lansia sama dengan dewasa awal, kecuali
dibutuhkan lebih bayak kalsium, vitamin C dan vitamin A. Masukan kalori
total biasanya menurun karena respon terhadap penyakit, perubahan dalam
kecepatan metabolik, dan aktivitas fisik.
i. Olah raga
Lansia harus dianjurkan untuk mempertahankan olahraga dan aktivitas fisik.
Manfaat utama olah raga melipti mempertahankan dan memperkuat
kemampuan fungsi dan meningkatkan kesehatan.
j. Masalah kesehatan psikososial.
Masalah kesehatan psikososial bervariasi diantara lansia. Karena pengaruh
kognitif, sosial dan fisik penuaan (Potter & Perry, 2013)
B. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Anatomi dan Fisiologi
Pankreas adalah kelenjar terengolasi berukuran besar dibalik kurvatura besar
lambung. Pankreas terlatak di retroperitonial rongga abdomen bagian atas, dan
terbentang horizontal dari cincin duodenal ke lien. 11 Panjang sekitar 10-20 cm
dan lebar 2,5-5 cm. Pankreas mendapat pasokan darah dari arteri mesenterika
superior dan splenikus.

Gambar 1. Anatomi Pankreas


Sumber : Doenges, 2012
a. Kelenjar pankreas Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari
deudenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang pada
vertebral lumbalis I & II dibelakang lambung.
b. Bagian-bagian pankreas
1) Kepala pankreas Terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan didalam
lekukan deudenum yang melingkarinya.
2) Badan pankreas Merupakan bagian utama dan ini letaknya dilbelakang
lambung dan di depan vertebra umbalis utama.
3) Ekor pankreas Bagian yang runcing disebelah kiri yang sebenarnya
menyentuh limpa.
c. Saluran Pankreas Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil
sekresi pankreas ke dalam duodenum.
1) Ductus Wirsung, yang bersatu dengan ductus chole dukus, kemudian
masuk ke dalam duodenum melalui sphincter oddi.
2) Ductus Sartonni, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam duodenum di
sebelah atas sphincter oddi.
d. Pulau-pulau langerhan Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar
masing-masing pulau berbeda-beda yang menjadi system endokrinologis
dari pankreas terbesar dari seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari
berat total pankreas. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50μ,
sedangkan yang terbesar 300μ, terbanyak adalah yang besarnya 100-225μ.
jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:
1) Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 % : memproduksi glikagon
yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormone yang mempunyai “anti
insulin like activity”.
2) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80 %, membuat insulin.
3) Sel-sel D (delta), jumlanya sekitar 5-15 %, membuat samatostatin.
Masing-masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak
berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. pada
penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang
normal dimana sel beta tidak menunjukan reaksi pewarnaan untuk insulin
sehingga dianggap tidak berfungsi.
2. Fisiologi
Pankreas berfungsi sebagai organ endokrin dan eksokrin.
a. Fungsi eksokrin pankreas ( asinar ) Getah pankreas mengandung enzim-
enzim untuk pencernaan. ketiga jenis makanan utama, protein, karbohidrat
dan lemak. Getah pankreas juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah
besar, yang memegang peranan penting dalam menetralkan timus asam yang
dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum. Enzim-enzim proteolitik
adalah tripsin, kamotripsin, karboksi, peptidase, ribonuklease,
deoksiribonuklease. Tiga enzim pertama memecahkan keseluruhan dan
secara parsial protein yang dicernakan, sedangkan nuclease memecahkan
kedua jenis asam nukleat, asam ribonukleat dan deoksinukleat. Enzim
pencernaan untuk karbohidrat adalah amylase pankreas, yang menghidrolisis
pati, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa untuk
membentuk karbohidrat, sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan lemak
adalah lipase pankreas yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol,
asam lemak dan kolesterol esterase yang menyebabkan hidrolisis ester-ester
kolesterol. Produk gabungan sel-sel asinar mengalir melalui duktus
pankreas, yang menyatu melalui duktus empedu komunis dan masuk ke
deudenum dititik ampula hepato pankreas. Getah pankreas ini dikirim
kedalam deudenum melalui duktus pankreatikus, yang bermuara pada papila
vateri 14 yang terletak pada dinding deudenum. Pankreas menerima darah
dari arteri pankreatika dan mengalirkan darahnya ke vena kava inferior
melalui vena pankreatika.
b. Fungsi endokrin pankreas. Fungsinya sebagai organ endokrin didukung oleh
pulau-pulau langerhans. Pulau-pulau langerhans terdiri dari tiga jenis sel
yaitu :
1) Sel α (alpha) yang menghasilkan glukagon Efek glukagon ini juga sama
dengan efek kortisol, GH dan epineprin. Dalam meningkatkan kadar gula
darah, glukagon merangsang glikogenolisis (pemecahan glukogen
menjadi glukosa) dan meningkatkan transportasi asam amino dari otot
serta meningktakan glukoneogenesis (Pemecahan glukosa dari yang
bukan karbohidrat). Dalam metabolisme lemak, glukagon, meningkatkan
lipolisis ( Pemecahan lemak ).
2) Sel β (betha) yang menghasilkan insulin Insulin sebagai hormon anabolik
terutama akan meningkatkan difusi glukosa melalui membran sel
jaringan. Efek metabolik penting lainnya dari hormon insulin adalah
sebagai berikut :
a) Efek pada hepar : Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa ,
menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis,
meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas dihepar
b) Efek pada otot : Meningkatkan sintesa protein, meningkatkan
tranportasi asam amino, meningkatkan glikogenesis
c) Efek pada jaringan lemak : Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam
lemak bebas, meningkatkan penyimpanan trigliserida, menurunkan
lipolisis
3) Sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya belum jelas
diketahui. Hasil dari sistem endokrin ini langsung dialirkan kedalam
peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa melewati duktus untuk
membantu metabolisme karbohidrat

2. Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan
glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau
merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan
kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan
fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2015).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan
Suddarth, 2012).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial
yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. (Mary, 2013)
3. Etiologi
Menurut Rusari (2018), etiologi diabetes mellitus dibagi menjadi 2
bagian, antara lain:
a. Diabetes tipe I
1) Faktor-faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisisuatu predisposisiatau kecenderungan genetic ke arahterjadinya
diabetes tipe I.
2) Faktor-faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon
ini merupakan respon abnormal dimana antibodi tertarikterarah pada
jaringan normaltubuh dengan cara bereksi terhadap jaringan tersebutyang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor-faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilaukan terhadap kemungkinan faktor-faktor
eksternal yang dapat memicu dekstruksi sel beta.
b. Diabetes tipe II
1) Usia (resisten insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga

4. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I :
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik
melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus
tipe I:
1) Mudah terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan harus dengan insulin
3) Onset akut
4) Biasanya kurus
5) Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7) Didapatkan antibodi sel islet
8) 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
a. Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II :
1) Sukar terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan tidak harus dengan insulin
3) Onset lambat
4) Gemuk atau tidak gemuk
5) Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6) Tidak berhubungan dengan HLA
7) Tidak ada antibodi sel islet
8) 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9) ± 100% kembar identik terkena

5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda
disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia
disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada
pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat
terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada
stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
(Brunner & Suddarth, 2012)

6. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar.
Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas.
Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat
glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di
dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun
dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan
terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam
darah menjadi meningkat.
Pathway
DM Tipe 1 DMTipe 2
Reaksi Autoimun Idiopatik, usia,
genetik, dll

Sel β pancreas Jumlah sel pancreas


hancur menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein Liposis meningkat


meningkat

Penurunan BB
Pembatasan Diit

Fleksibilitas
darah merah
Intake tidak Resiko nutrisi kurang
adekuat dari kebutuhan

Pelepasan O2

Kekurangan volume
Poliuria cairan

Hipoksia
perifer Perfusi jaringan perifer
tidak efektif

Nyeri Akut

Kurang Kurang
Informasi Pengetahuan
7. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis.
Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes
ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma
(HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic,
nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
a. Komplikasi akut
1) Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang
berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut
termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat
dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
b. Komplikasi kronis
1) Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh
retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya
aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah
pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut
sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan
vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang
yang mengakibatkan kebutaan permanen.
2) Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis
yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom
Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan
proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson
ditemukan hanya pada DM.
3) Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4) Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5) Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2,
hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat
mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati,
nepropati, dan penyakit makrovaskular.
6) Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati,
iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya
sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus.
Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan
iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa
menyebabkan gangrene dan amputasi.
7) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60
mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat
hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima
pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
b. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.

9. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes.
Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah
arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia
secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada
tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang
sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga
dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi
kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional,
dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa
secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau
untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM
pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan
untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah
ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
1) Diet yang harus dikomsumsi
2) Latihan
3) Penggunaan insulin

B. KONSEP ASUHAN KEPERWATAN GERONTIK DENGAN DIABETES


MILLITUS
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari suatu proses keperawatan dan
merupakan proses pengumpulan data dari berbagai sumber data secara
sistematis untuk mengevaluasi serta mengidentifikasi status kesehatan klien
(Rohmah & Walid, 2013).
a. Pengkajian meliputi aspek fisik
1) Fisik
a) Wawancara
1. Pandangan lansia terhadap kesehatannya
2. Kegiatan yang mampu lansia lakukan
3. Kemampuan atau kebiasaan lansia dalam merawat diri sendiri
4. Kekuatan fisik lansia : otot, sendir, pengkihatan serta pendengaran.
5. Kebiasaan lansia dalam memenuhi kebutuhan dasarnya seperti
makan, minum, istirahat/ tidur, buang air besar/ kecil.
6. Kebiasaan lansia dalam menggerakan badan/olahraga.
7. Perubahan yang paling dirasakan lansia pada fungsi
tubuhnya yang sangat bermakna.
8. Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan serta
kepatuhan dalam minum obat.
9. Masalah seksual yang dirasakan lansia.
b) Pemeriksaan fisik
1. Untuk mengetahui perubahan fungsi sistem tubuh dilakukan
pemeriksaan dengan cara isnpeksi, palpasi,perkusi dan auskultasi.
2. Dalam pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan head to toe
(dari ujung kepala sampai ke ujung kaki dalam sistem tubuh)
2) Psikologis
a) Apakah lansia mengenal masalah utama yang dirasakan.
b) Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan.
c) Apakah lansia merasa dirinya dibutuhkan atau tidak.
d) Apakah lansia memandang kehidupan dengan selalu optimis.
e) Bagaimana lansia menangani stress yang dialami.
f) Apakah lansia merasa kesulitan dalam menyesuaikan diri.
g) Apakah lansia sering mengalami suatu kegagalan.
h) Apakah harapan lansia pada saat ini dan masa yang akan datang.
i) Pengkajian funsgi kognitif, prose pikir, daya ingat, alam perasaan,
orientasi serta kemampuan dalam menyelesaikan masalah.
3) Sosial ekonomi
a) Sumber keuangan lansia
b) Apa saja kesibukan yang lansia lakukan untuk mengisi waktu luang.
c) Dengan siapa lansia tinggal.
d) Kegiatan organisasi apa yang lansia ikuti
e) Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya.
f) Apakah lansia sering berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
g) Apakah lansia biasa dikunjungi.
h) Seberapa besar ketergantungan yang lansia rasakan.
i) Apakah lansia dapat memanfaatkan fasilitas yang ada untuk
menyalurkan hobi atau keinginanya.
4) Spiritual
a) Apakah lansia melakukan ibadah sesuai agamanya dengan teratur.
b) Apakah lansia terlibat aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatan
keagamaan
c) Apakah lansia menyelesaikan masalahnya dengan berdoa.
d) Apakah lansia terlihat selalu sabar dan tawakal.
b. Pengkajian dasar
1) Temperatur suhu tubuh
a) Dalam batas normal dengan nilai 36,5-37,5°C
b) Lebih akurat apabila diperiksa melalui sublingual
2) Denyut nadi
a) Kecepatan, irama dan volume.
b) Apikal, radial, pedal
3) Respirasi
a) Kecepatan, irama, kedalaman
b) Pernafaan tidak teratur
4) Tekanan darah
a) Saat berbaring, duduk dan berdiri
b) Hipotensi akibat posisi tubuh
5) Pola tidur
6) Kehilangan berat badan secara perlahan dalam beberapa tahun terakhir.
7) Memori (ingatan)
8) Tingkat orientasi
9) Penyesuaian psikososial.
c. Sistem persyarafan
1) Kesimetrisan raut wajah
2) Tingkat kesadaran
a) Tidak semua organ menjadi senil
b) Kebanyakan lansia mengalami penurunan atau kelemahan dalam daya
ingatannya
3) Mata : kejelasan dalam melihat, pergerakan, adanya katarak
4) Pupil : kesamaan dan dilatasi
5) Ketajaman pengelihatan menurun karena proses menua
a) Menggunakan tangan atau gambar
b) Hindari pemeriksaan di depan jendela
c) Cek kondisi kacamata apabila lansia menggunakan
6) Gangguan sensori
7) Ketajaman pendengaran
a) Apakah lansia menggunakan alat bantu
b) Serumen telinga pada bagian luar
c) Tinitus
8) Adanya rasa sakit atau nyeri
d. Sistem kardiovaskuler
1) Sirkulasi pada perifer, warna dan kehangatan
2) Auskultasi denyut apikal
3) Apakah ada pembengkakan pada vena jugularis
4) Sakit/nyeri kepala
5) Pusing
6) Edema
e. Sistem gastrointestinal
1) Status gizi lansia
2) Asupan diet pada lansia
3) Kemampuan dalam mengunyah dan menelan
4) Terdapat anoreksia, tidak dapat mencerna makanan, mual, muntah
5) Keadaan gigi, rahang dan rongga mulut
6) Auskultasui pergerakan usus
7) Lakukan palpasi, apakah perut kembung dan adanya pelebaran pada
kolon
8) Apakah lansia mengalami konstipasi (sembelit), diare, inkontinensia alvi
f.Sistem genitourinaria
1) Urine (warna dan bau)
2) Apakah terdapat distensi kandung kemih dan inkontinensia (tidak dapat
menahan untuk buang air kecil)
3) Frekuensi, tekanan serta desakan.
4) Jumlah pemasukan dan pengeluaran cairan
5) Disuria
6) Seksualitas
g. Sistem kulit
1) Kulit
2) Temperatur dan kelembapan kulit
3) Adanya luka atau robekan pada kulit
4) Turgor kulit
5) Perubahan pada pigmen
6) Ada atau tidak jaringan parut
7) Keadaan kuku
8) Adanya rambut
9) Keadaan rambut
h. Sistem muskuloskeletal
1) Kontraktur
2) Tendon mengecil
3) Ketidak adekuatan pada gerak sendi
4) Atrofi otot
5) Tingkat mobilisasi
6) Keterbatasan gerak
7) Kekuatan otot
8) Ambulasi dengan atau tanpa bantuan
9) Paraliasis
10) Kifiosis
11) Gerak sendi
i. Pemeriksaan pada gerontik Mini Mental State Exam (MMSE)
Merupakan suatu instrumen pengkajian yang digunakan secara sederhana
untuk untuk mengetahui kemampuan berfikir atau menguji aspek kognitif,
psikologis, apakah ada perbaikan atau semakin memburuk pada lansia.
j. Pengkajian Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ)
Merupakan suatu instrumen pengkajian yang digunakan secara sederhana
untuk untuk mengetahui nilai pada fungsi intelektual amupun mental lansia.
1) Kesalahan 0-2 : fungsi intelektual utuh
2) Kesalahan 3-4 : kerusakan intelektual ringan
3) Kesalahan 5-7 : kerusakan intelektual sedang
4) Kesalahan 8-10 : kerusakan intelektual berat.
k. Instrumen pengkajian ADL dengan menggunakan Indeks Barthel (IB) dan
Indeks Kats.
1) Indeks Barthel (IB)
Indeks Barthel merupakan suatu alat pengkajian yang digunakan untuk
mengukur tingkat kemandirian fungsional dalam perawatan diri dan
mobilitas serta juga dapat dipergunakan untuk menilai kemampuan
fungsional bagi lansia yang mengalami gangguan keseimbangan dengan
menggunakan 10 indikator
2) Indeks Katz
Indeks Katz merupakan suatu instrumen pengkajian dengan
menggunakan sistem penilaian yang berdasarkan pada kemampuan
sesorang dalam melakukan suatu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari
yang dilakukan secara mandiri. Penentuan tingkat kemandirian ini dapat
memudahkan dalam pemilihan intervensi yang tepat (Maryam, et al.,
2012).
2. Diagnosa Keperawatan Gerontik
Didalam keperawatan gerontik terdapat 3 kategori diagnosa
keperawatan yaitu :
a. Fisik/biologis
1) Gangguan nutrisi : kurang atau lebih dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakadekuatan asupan
2) Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan menurunya minat
dalam merawat diri
3) Gangguan persepsi sensori : pengelihatan, pendengaran yang
berhubungan dengan adanya hambatan penerimaan dan pengirim
rangsangan
4) Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan lingkungan
5) Potensial cedera fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh
6) Perubahan pola eliminasi yang berhubungan dengan kelemahan pada
saraf
b. Psikososial
1) Menarik diri dari lingkungan yang berhubungan dengan perasaan tidak
mampu
2) Isolasi sosial yang berhubungan dengan perasaan curiga
3) Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mengemukakan perasaan
4) Harga diri rendah yang berhubungan dengan perasaan ditolak
5) Cemas berhubungan dengan sumber keuangan yang terbatas
c. Spiritual
1) Penolakan terhadap proses penuaan yang berhubungan dengan
ketidaksiapan menghadapi kematian
2) Marah terhadap tuhan yang berhubungan dengan kegagalan yang dialami
3) Perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan secara tepat
4) Reaksi bergabung/berduka karena ditinggal pasangan (Nugroho, 2010).
Beberapa diagnosa keperawatan pada klien lansia dengan Diabetes Millitus :
a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein,
lemak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer).
d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.
e. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
3. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


1 Resiko tinggi gangguan Kebutuhan nutrisi  Pasien dapat  Timbang berat badan
nutrisi : kurang dari pasien terpenuhi mencerna jumlah kalori atau setiap hari atau sesuai dengan
kebutuhan berhubungan nutrien yang tepat indikasi.
dengan penurunan masukan  Berat badan stabil  Tentukan program diet
oral, anoreksia, mual, atau penambahan ke arah dan pola makan pasien dan
peningkatan metabolisme rentang biasanya bandingkan dengan makanan yang
protein, lemak. dapat dihabiskan pasien.
 Auskultasi bising
usus, catat adanya nyeri abdomen /
perut kembung, mual, muntahan
makanan yang belum sempat
dicerna, pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
 Berikan makanan cair
yang mengandung zat makanan
(nutrien) dan elektrolit dengan
segera jika pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui oral.
 Libatkan keluarga
pasien pada pencernaan makan ini
sesuai dengan indikasi.
 Observasi tanda-tanda
hipoglikemia seperti perubahan
tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat,
lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala.
 Kolaborasi melakukan
pemeriksaan gula darah.
 Kolaborasi pemberian
pengobatan insulin.
 Kolaborasi dengan
ahli diet.

2 Kekurangan volume cairan Kebutuhan cairan Pasien menunjukkan hidrasi yang  Pantau tanda-tanda
berhubungan dengan atau hidrasi pasien adekuat dibuktikan oleh tanda vital, catat adanya perubahan TD
diuresis osmotik
terpenuhi vital stabil, nadi perifer dapat ortostatik
diraba, turgor kulit dan pengisian  Pantau pola nafas
kapiler baik, haluaran urin tepat seperti adanya pernafasan kusmaul
secara individu dan kadar  Kaji frekuensi dan
elektrolit dalam batas normal. kualitas pernafasan, penggunaan
otot bantu nafas
 Kaji nadi perifer,
pengisian kapiler, turgor kulit dan
membran mukosa
 Pantau masukan dan
pengeluaran
 Pertahankan untuk
memberikan cairan paling sedikit
2500 ml/hari dalam batas yang
dapat ditoleransi jantung
 Catat hal-hal seperti
mual, muntah dan distensi
lambung.
 Observasi adanya
kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan BB, nadi tidak teratur
 Kolaborasi : berikan
terapi cairan normal salin dengan
atau tanpa dextrosa, pantau
pemeriksaan laboratorium (Ht,
BUN, Na, K)

3 Gangguan integritas kulit Gangguan integritas Kondisi luka menunjukkan  Kaji luka, adanya epitelisasi,
berhubungan dengan kulit dapat adanya perbaikan jaringan dan perubahan warna, edema, dan
perubahan status metabolik berkurang atau tidak terinfeksi discharge, frekuensi ganti balut.
(neuropati perifer). menunjukkan  Kaji tanda vital
penyembuhan.  Kaji adanya nyeri
 Lakukan perawatan luka
 Kolaborasi pemberian insulin dan
medikasi.
 Kolaborasi pemberian antibiotik
sesuai indikasi.

4 Resiko terjadi injury Pasien tidak Pasien dapat memenuhi  Hindarkan lantai yang licin.
berhubungan dengan mengalami injury kebutuhannya tanpa mengalami  Gunakan bed yang rendah.
penurunan fungsi injury  Orientasikan klien dengan
penglihatan ruangan.
 Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
 Bantu pasien dalam ambulasi atau
perubahan posisi

5 Kurangnya pengetahuan Pasien memperoleh  Pasien mengetahui tentang  Kaji tingkat pengetahuan
tentang proses penyakit, informasi yang jelas proses penyakit, diet, perawatan pasien/keluarga tentang penyakit
diet, perawatan, dan dan benar tentang dan pengobatannya dan dapat DM dan gangren.
pengobatan berhubungan Penyakitnya menjelaskan kembali bila  Kaji latar belakang pendidikan
dengan kurangnya informasi ditanya. pasien.
 Pasien dapat melakukan  Jelaskan tentang proses penyakit,
perawatan diri sendiri diet, perawatan dan pengobatan
berdasarkan pengetahuan yang pada pasien dengan bahasa dan
diperoleh. kata-kata yang mudah dimengerti.
 Jelasakan prosedur yang kan
dilakukan, manfaatnya bagi pasien
dan libatkan pasien didalamnya.
 Gunakan gambar-gambar dalam
memberikan penjelasan ( jika
ada /memungkinkan).
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan suatu tindakan dari rencana
keperawatan yang sebelumnya telah disusun dan ditentukan. Tujuan dari
tindakan keperawatan pada lansia adalah agar lansia dapat berfungsi secara
mandiri sesuai dengan kemampuan dan kondisi fisik, psikososial dengan
mengurangi ketergangtungan pada orang lain. Melalui tindakan keperawatan ini
lansia dapat memenuhi kebutuhan dasarnya seperti nutrisi, keamanan dan
keselamatan, istrirahat/tidur, kebersihan diri, dan hubungan dengan orang lain
melalui komunikasi yang efektif (Widyanto, 2014).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses yang terencana dan sistematis dalam
mengumpulkan, mengorganisasi, menganalisis, dan membandingkan status
kesehatan pasien dengan kriteria hasil yang diinginkan. Evaluasi adalah
aktivitas yang terus-menerus, berkelanjutan, dan terencana yang melibatkan
pasien, keluarga, perawat dan anggota tim kesehatan lain (Christensen &
Kenney, 2009). Evaluasi memiliki beberapa tujuan. Tujuan utamanya adalah
menentukan kemajuan pasien dalam mencapai kriteria hasil yang sudah
dirancang. Tujuan penting lainnya adalah menilai efektivitas komponen proses
keperawatan dalam membantu Pasien mencapai kriteria hasil (Christensen &
Kenney, 2009).
Evaluasi melibatkan perbandingan respons pasien saat ini dengan perilaku
dasar untuk menentukan kemajuan pasien dalam mencapai tujuan jangka
pendek dan jangka panjang. Penilaian mengenai kemajuan pasien dibuat dengan
menganalisis dan menilai data objektif dan subjektif oleh perawat, pasien,
keluarga, dan anggota tim. Jika kemajuan tidak cukup dalam mencapai kriteria
hasil, maka pasien dan perawat memperbaiki rencana asuhan (Christensen &
Kenney, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Budhiarta, AAG, dkk. 2016. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes


Melitus Tipe 2 di Indonesia. http://www.kedokteran.info/downloads/
Konsensus%20Pengelolaaln%20dan%20Pencegahan%20Diabets%20Melitus
%20Tipe%202%20di%20Indonesia%202006.PDF diakses tanggal 10 April
2021
Carpenito, Lynda Juall. (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC,
Darmojo dan Martono. (2016). Geriatri. Jakarta : Yudistira.
Depkes RI. (2014). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi Petugas
Kesehatan: Materi Pembinaan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Usia
Lanjut
Doenges, Marilyn E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I
Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC,
Doenges, Marilynn E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Herdman, Heather. (2018). Nanda International Diagnosis Keperawatan 2018-2020.
Jakarta : EGC
Kozier, B.B., & Erb, G. (2012). Fundamentals of Nursing: Concepts and Procedures
Massachussets: Eddison Wesley
Kozier, dkk. (2014). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2. Jakarta
: EGC
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 & 2. Jakarta :
MediAction
Lippincorl Brooker, Christine. (2012). Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Lueckenotte, A.G. (2012). Gerontologic Nursing. (2nd ed.). Missouri : Mosby
Eliopoulos, C. (2015). Gerontological Nursing (6 th Ed). Philadelphia: JB.
Luecknote, Annette Geisler. (2013). Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek
Maryunani, Jakarta:EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. (2013). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1edisi 3. Jakarja : Media
Aesculaius
Miharja. (2015). Diabetes Melitus. http://drmiharja.wordpress.com/2008/09/27/
diabetes-melitus/ diakses tanggal 10 April 2021
Nugroho, Wahyudi. (2015). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3. Jakarta:
EGC
Nugroho, Wahyudi. (2017). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC
Susanto, Arief. (2013). Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia
Mencapai 21,3 Juta Orang http://wahyuandre.blogspot.com/2013/11/tahun-
2030-prevalensi-diabetes-melitus.html diakses tanggal 10 April 2021.
Undang-Undang  Nomor  13  Tahun  1998  tentang kesejahteraan  lanjut  usia

Anda mungkin juga menyukai