DIABETES MILLITUS
DI SUSUN OLEH :
DESIANA BORU SIHOMBING, S.Kep
( 113063J120077 )
PRESEPTOR AKADEMIK :
SEPTI MACHELIA CN, S.Kep.,Ners.,M.Kep
PRESEPTOR LAHAN :
SITI AISYAH, S.Kep.,Ners
Laporan Asuhan Keperawatan Komunitas ini telah disetujui pada tanggal Mei
2021
Menyetujui,
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan
Suddarth, 2012).
Menurut Rusari (2014), etiologi diabetes mellitus dibagi menjadi 2 bagian,
antara lain diabetes tipe 1 disebabkan oleh faktor genetik, imunologi, lingkungan),
diabetes tipe 2 disebabkan oleh usia (resisten insulin cenderung meningkat pada
usia di atas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga.
Berdasarkan data IDF pada tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ke-7
dunia dari 10 besar negara dengan diabetes mellitus tertinggi. Populasi penderita
diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 5,8% atau sekitar 8,5 juta
penduduk dengan rentang usia 20-79 tahun. Proporsi jumlah penderita diabetes
mellitus di Indonesia pada tahun 2013 masih didominasi oleh kaum perempuan
dengan total sebesar 4,9 juta penderita atau lebih besar daripada kaum laki-laki
yakni sebesar 3,6 juta penderita. Diperkirakan pada tahun 2035 dengan asumsi
tanpa adanya perbaikan, angka diabetes mellitus di Indonesia akan meningkat
sebesar 165% pada masing-masing gender. Hal ini sangat memprihatinkan karena
diabetes mellitus dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler yang akan
menyebabkan kematian (WHO 2013)
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pangkreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan heperglikemia postprandial ( sesudah
makan).
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tesebut, terjadi suatu rangkaian reksi dalam metabolisme glukosa
dalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel. Dengan demikian insulin tidak efektif untuk menstimulasi glukosa oleh
jaringan.
Mengelola penyakit diabetes mellitus sebenarnya mudah asal penderita bisa
mendisiplinkan diri dan melakukan olahraga secara teratur, menuruti saran dokter,
dan tidak mudah patah semangat. (naturindonesia.com). Adapula tindakan
keperawatan yang harus dilakukan, seperti melakukan penyuluhan, merencanakan
pola makan.
B.Masalah
1. Bagaimana karakteristik pada pasen lansia dengan Diabetes Mellitus?
2. Diagnosa keperawatan apa saja yang ditemukan pada pasien lansia dengan
Diabetes Mellitus?
3. Intervensi apa saja yang dapat dilakukan pada pasien lansia dengan Diabetes
Mellitus?
C.Tujuan
1. Mengetahui karakteristik pada pasien lansia dengan Diabetes Mellitus
2. Mengetahui diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien lansia dengan
Diabetes Mellitus
3. Mengetahui intervensi yang dapat dilakukan pada pasien lansia dengan
Diabetes Mellitus
BAB I
TINJAUAN TEORI
2. Batasan Usia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Fatmah (2015) batasan
lansia dikelompokkan meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok umur usia 45 sampai 59
tahun
b. Lanjut usia (eldery) yaitu kelompok usia 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) yaitu kelompok usia 75 sampai 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) yaitu kelompok usia diatas 90 tahun.
Menurut Nugroho (2010), seseorang dikatakan lansia biasanya dilihat dari
jumlah umur yang dimilikinya. Di bawah ini beberapa pendapat tentang batasan
umur lansia menurut para ahli :
a. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog UI)
Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat
dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1) Fase inventus yaitu antara 25 dan 40 tahun.
2) Fase fertilitas yaitu antara 40 dan 50 tahun.
3) Fase presenium yaitu antara 55 dan 65 tahun
4) Fase senium yaitu antara 65 tahun sampai tutup usia.
b. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro (2014) Pengelompokan lansia
sebagai berikut :
1) Usia dewasa muda (elderly adulhood) yaitu antara 18 atau 20-25 tahun.
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas yaitu antara 25- 60
tahun atau 65 tahun.
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk
umur 70-75 tahun (young old), 75-80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun
(very old).
3. Teori Penuaan
Ada beberapa teori yang sangat berkaitan dalam proses penuaan, yaitu:
a. Teori Biologi
1) Teori genetik
Teori ini menyebutkan bahwa manusia dan hewan terlahir dengan
program genetik yang mengatur suatu proses menua selama hidupnya.
Setiap spesies mempunyai batasan usia yang berbeda- beda yang sudah
diputar menurut replikasi tertentu sihingga apabila jam berhenti berputar
maka ia akan mati.
2) Wear and tear theory
Proses menua terjadi akibat kelebihan usaha dan juga stres yang membuat
sel tubuh menjadi lelah dan tidak mampu lagi meremajakan fungsinya.
Proses menua itu sendiri merupakan suatu proses fisiologis.
3) Teori nutrisi
Proses menua dan kualitas suatu proses menua itu sendiri dipengaruhi
oleh asupan intake nutrisi sepanjang hidupnya. Apabila intake nutrisi
yang baik akan berpengaruh dalam tahap perkembangan dan akan
membantu meningkatkan kesehatan seseorang.
4) Teori mutasi somatik
Mutasi somatik dapat mengakibatkan terjadinya penuaan yang
diakibatkan oleh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses
DNA dan RNA dan dalam proses tranlansi RNA protein/enzim. Dari
kesalahan yang terjadi secara terus-menerus itulah sehingga akhirnya
organ mengalami penurunan fungsi.
5) Teori stress
Hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh dapat mengakibatkan
proses menua. Regenerasi jaringan yang tidak mampu mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan sel yang
menyebabkan sel tubuh tidak terpakai.
6) Slow immunology theory
Keruskan organ tubuh disebabkan oleh sistem imun yang menjadi efektif
akibat bertambahnya usia dan juga masuknya virus ke dalam tubuh.
7) Teori radikal bebas
Akibat dari tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan juga protein. Radikal ini
juga menyebabkan sel-sel dapat melakukan regenerasi.
8) Teori rantai silang
Reaksi kimia sel-sel yang tua dan lawas menyebabkan suatu ikatan yang
kuat, khususnya untuk jaringan kolagen. Dari ikatan itu menyebabkan
penurunan kekacauan, elastisitas, dan hilangnya fungsi sel.
b. Teori psikologis
1) Teori aktivitas
Menekankan pentingnya peran serta dalam kegunaan masing masing bagi
kehidupan seseorang lansia .Dasar teori ini adalah bahwa konsep diri
seseorang bergantung pada aktivitasnya dalam berbagai peran.
2) Teori subkultur
Pada teori subkultur di katakan bahwa lansia sebagai kelompok kelompok
yang memiliki norma, harapan, rasa kepercayaan dan adat kebiasaan
tersendiri, sehingga dapat digolongkan selaku suatu subkultur.
3) Teori kontinuitas
Menurut teori ini ciri ciri kepribadian individu berikut strategi kopingnya
telah terbentuk lama sebelum seseorang memasuki usia lanjut.Dengan
menerapkan teori ini cara terbaik untuk meramal bagaimana seseorang
dapat berhasil menyesuaikan diri adalah dengan mengetahui bagaimana
orang itu melakukan penyesuaian terhadap perubahan perubahan selama
hidupnya.
4) Teori disengagement
Teori ini dimulai dari University of Chicago yaitu Disengagement theory
yang menyatakan bahwa individu dan masing masing mengalami
disengagement dalam suatu mutual with drawl (menarik diri) memasuki
usia tua, individu mulai menarik diri dari masing masing sehingga
memungkinkan individu untuk menyimpan lebih banyak aktivitas yang
berfokus pada dirinya dalam memenuhi kestabilan pada stadium ini .
5) Teori stratifikasi usia
Teori ini di kemukakan oleh Riley (1972) yang menerangkan adanya
saling ketergantungan antara usia dan struktur sosial yang dapat di
jelaskan sebagai berikut:
a) Orang orang tumbuh dewasa bersama masyarakat dalam bentuk kohor
dalam artian sosial, biologis dan psikologis.
b) Kohor baru terus muncul dan masing-masing kohor memiliki
pengalaman dan selera tersendiri.
c) Suatu masyrakat dapat dibagi ke dalam beberapa strata sesuai dengan
lapisan usia dan peran
d) Masyarakat sendiri senantiasa berubah.
e) Terdapat saling ketertarikan antara penuaan individu dengan
perubahan sosial (Nugroho, 2015).
2. Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan
glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau
merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan
kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan
fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2015).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan
Suddarth, 2012).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial
yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. (Mary, 2013)
3. Etiologi
Menurut Rusari (2018), etiologi diabetes mellitus dibagi menjadi 2
bagian, antara lain:
a. Diabetes tipe I
1) Faktor-faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisisuatu predisposisiatau kecenderungan genetic ke arahterjadinya
diabetes tipe I.
2) Faktor-faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon
ini merupakan respon abnormal dimana antibodi tertarikterarah pada
jaringan normaltubuh dengan cara bereksi terhadap jaringan tersebutyang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor-faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilaukan terhadap kemungkinan faktor-faktor
eksternal yang dapat memicu dekstruksi sel beta.
b. Diabetes tipe II
1) Usia (resisten insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I :
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik
melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus
tipe I:
1) Mudah terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan harus dengan insulin
3) Onset akut
4) Biasanya kurus
5) Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7) Didapatkan antibodi sel islet
8) 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
a. Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II :
1) Sukar terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan tidak harus dengan insulin
3) Onset lambat
4) Gemuk atau tidak gemuk
5) Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6) Tidak berhubungan dengan HLA
7) Tidak ada antibodi sel islet
8) 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9) ± 100% kembar identik terkena
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda
disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia
disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada
pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat
terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada
stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
(Brunner & Suddarth, 2012)
6. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar.
Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas.
Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat
glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di
dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun
dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan
terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam
darah menjadi meningkat.
Pathway
DM Tipe 1 DMTipe 2
Reaksi Autoimun Idiopatik, usia,
genetik, dll
Defisiensi insulin
Penurunan BB
Pembatasan Diit
Fleksibilitas
darah merah
Intake tidak Resiko nutrisi kurang
adekuat dari kebutuhan
Pelepasan O2
Kekurangan volume
Poliuria cairan
Hipoksia
perifer Perfusi jaringan perifer
tidak efektif
Nyeri Akut
Kurang Kurang
Informasi Pengetahuan
7. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis.
Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes
ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma
(HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic,
nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
a. Komplikasi akut
1) Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang
berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut
termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat
dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
b. Komplikasi kronis
1) Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh
retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya
aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah
pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut
sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan
vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang
yang mengakibatkan kebutaan permanen.
2) Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis
yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom
Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan
proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson
ditemukan hanya pada DM.
3) Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4) Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5) Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2,
hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat
mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati,
nepropati, dan penyakit makrovaskular.
6) Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati,
iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya
sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus.
Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan
iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa
menyebabkan gangrene dan amputasi.
7) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60
mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat
hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima
pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
b. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.
9. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes.
Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah
arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia
secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada
tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang
sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga
dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi
kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional,
dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa
secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau
untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM
pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan
untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah
ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
1) Diet yang harus dikomsumsi
2) Latihan
3) Penggunaan insulin
2 Kekurangan volume cairan Kebutuhan cairan Pasien menunjukkan hidrasi yang Pantau tanda-tanda
berhubungan dengan atau hidrasi pasien adekuat dibuktikan oleh tanda vital, catat adanya perubahan TD
diuresis osmotik
terpenuhi vital stabil, nadi perifer dapat ortostatik
diraba, turgor kulit dan pengisian Pantau pola nafas
kapiler baik, haluaran urin tepat seperti adanya pernafasan kusmaul
secara individu dan kadar Kaji frekuensi dan
elektrolit dalam batas normal. kualitas pernafasan, penggunaan
otot bantu nafas
Kaji nadi perifer,
pengisian kapiler, turgor kulit dan
membran mukosa
Pantau masukan dan
pengeluaran
Pertahankan untuk
memberikan cairan paling sedikit
2500 ml/hari dalam batas yang
dapat ditoleransi jantung
Catat hal-hal seperti
mual, muntah dan distensi
lambung.
Observasi adanya
kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan BB, nadi tidak teratur
Kolaborasi : berikan
terapi cairan normal salin dengan
atau tanpa dextrosa, pantau
pemeriksaan laboratorium (Ht,
BUN, Na, K)
3 Gangguan integritas kulit Gangguan integritas Kondisi luka menunjukkan Kaji luka, adanya epitelisasi,
berhubungan dengan kulit dapat adanya perbaikan jaringan dan perubahan warna, edema, dan
perubahan status metabolik berkurang atau tidak terinfeksi discharge, frekuensi ganti balut.
(neuropati perifer). menunjukkan Kaji tanda vital
penyembuhan. Kaji adanya nyeri
Lakukan perawatan luka
Kolaborasi pemberian insulin dan
medikasi.
Kolaborasi pemberian antibiotik
sesuai indikasi.
4 Resiko terjadi injury Pasien tidak Pasien dapat memenuhi Hindarkan lantai yang licin.
berhubungan dengan mengalami injury kebutuhannya tanpa mengalami Gunakan bed yang rendah.
penurunan fungsi injury Orientasikan klien dengan
penglihatan ruangan.
Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
Bantu pasien dalam ambulasi atau
perubahan posisi
5 Kurangnya pengetahuan Pasien memperoleh Pasien mengetahui tentang Kaji tingkat pengetahuan
tentang proses penyakit, informasi yang jelas proses penyakit, diet, perawatan pasien/keluarga tentang penyakit
diet, perawatan, dan dan benar tentang dan pengobatannya dan dapat DM dan gangren.
pengobatan berhubungan Penyakitnya menjelaskan kembali bila Kaji latar belakang pendidikan
dengan kurangnya informasi ditanya. pasien.
Pasien dapat melakukan Jelaskan tentang proses penyakit,
perawatan diri sendiri diet, perawatan dan pengobatan
berdasarkan pengetahuan yang pada pasien dengan bahasa dan
diperoleh. kata-kata yang mudah dimengerti.
Jelasakan prosedur yang kan
dilakukan, manfaatnya bagi pasien
dan libatkan pasien didalamnya.
Gunakan gambar-gambar dalam
memberikan penjelasan ( jika
ada /memungkinkan).
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan suatu tindakan dari rencana
keperawatan yang sebelumnya telah disusun dan ditentukan. Tujuan dari
tindakan keperawatan pada lansia adalah agar lansia dapat berfungsi secara
mandiri sesuai dengan kemampuan dan kondisi fisik, psikososial dengan
mengurangi ketergangtungan pada orang lain. Melalui tindakan keperawatan ini
lansia dapat memenuhi kebutuhan dasarnya seperti nutrisi, keamanan dan
keselamatan, istrirahat/tidur, kebersihan diri, dan hubungan dengan orang lain
melalui komunikasi yang efektif (Widyanto, 2014).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses yang terencana dan sistematis dalam
mengumpulkan, mengorganisasi, menganalisis, dan membandingkan status
kesehatan pasien dengan kriteria hasil yang diinginkan. Evaluasi adalah
aktivitas yang terus-menerus, berkelanjutan, dan terencana yang melibatkan
pasien, keluarga, perawat dan anggota tim kesehatan lain (Christensen &
Kenney, 2009). Evaluasi memiliki beberapa tujuan. Tujuan utamanya adalah
menentukan kemajuan pasien dalam mencapai kriteria hasil yang sudah
dirancang. Tujuan penting lainnya adalah menilai efektivitas komponen proses
keperawatan dalam membantu Pasien mencapai kriteria hasil (Christensen &
Kenney, 2009).
Evaluasi melibatkan perbandingan respons pasien saat ini dengan perilaku
dasar untuk menentukan kemajuan pasien dalam mencapai tujuan jangka
pendek dan jangka panjang. Penilaian mengenai kemajuan pasien dibuat dengan
menganalisis dan menilai data objektif dan subjektif oleh perawat, pasien,
keluarga, dan anggota tim. Jika kemajuan tidak cukup dalam mencapai kriteria
hasil, maka pasien dan perawat memperbaiki rencana asuhan (Christensen &
Kenney, 2009).
DAFTAR PUSTAKA