Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDAHULUAN

OMPHALOKEL
STASE KEPERAWATAN ANAK

OLEH
ESTERMILA, S.Kep
NIM 113063J12008

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN
TAHUN 2021
I. Anatomi Fisiologi
Dinding perut mengandung strukturmuskulo aponeuresis yang
kompek Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang.
Disebelah atas melekat pada iga, dibagian bawah melekat pada panggul.
Dinding perut ini terdiri dari beberapa lapis yaitu dari luar kedalam lapisan
kulit yang terdiri dari kutan dan subkutan, lemak subkutan, dan fasia
superfisialis. Kemudian ketiga otot dinding perut muskulus oblikus
abdominis internus, muskulus transfersus abdominis dan akhirnya lapisan
preperitonium (Harnawatiaj, 2008).
Otot dibagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rectus
abdominis dengan fasisnya yang digaris tengah dipisahkan oleh linea alba.
Dinding perut membentuk rongga yang melindungi isi dalamnya.
Integritas lapisan muskulo aponeuresis sangat penting untuk mencegah
terjadinya hernia bawaan maupun iatogenik. Fungsi lain otot dinding perut
adalah pada waktu pernafasan, saat berkemih, dan buang air besar dengan
meningkatkan tekanan intra abdomen. Vaskularisasi dinding perut berasal
dari beberapa arah (Harnawatiaj, 2008).
Omphalocele
disebabkan oleh
terbukanya (cacat)
bagian tengah dari
dinding perut pada
pusar (umbilicus).
Kulit, otot dan jaringan
berserat tidak ada. Usus
menonjol pada bagian
yang terbuka dan dilapisi dengan membrane yang tipis. Tali pusar berada
pada pusat pembalikan. Masalah yang terkait adalah Defek abdomen
Omphalokel atau Eksompalos : Hernia kongenital dengan isi abdomen
pada umbilikus (didalam umbilical cord), terbagi menjadi dua : Umbilical
cord hernia (defek < 4 cm) dan Omphalocele (defek >4 cm) (Wong.L
Donna.2008
II. Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi Omphalokel
Omphalocel bawaan adalah suatu hernia atau protusi isi
abdomen kedasar tali pusat. Berbeda dengan hernia umbilikus
biasa, kantungnya diliputi oleh peritoneum tanpa kulit, besarnya
kantong yang ada di luar rongga abdomen tergantung dari isinya.
Insiden hernia usus ke dasar umbilikus adalah 1 diantara 5000
kelahiran, dan hernia usus hati 1 diantara 10.000 kelahiran. Ruang
abdomen menjadi kecil karena berkurangnya dorongan dari isi
abdomen untuk tumbuh dan berkembang. Agar bayi dapat selamat
perlu dilakukan operasi sedini-dininya sebelum terjadi infeksi dan
sebelum jaringannya rusak karena kekeringan atau robeknya
selaput yang membungkus isi usus. Untuk menghindari robeknya
selaput dan rusaknya massa, maka untuk sementara visera tersebut
dapat ditutupi, dengan bahan sintetik seperti silastik atau mersilen,
apabila disamping omfalokel ditemukan makrosomia dan
hipoglikemia harus dipikirkan akan sindrom beekwith. (Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1.1991 Hal 234)
Omphalokel (Eksomfalos) Selama awal perkembangan
janin, usus berkembang di luar abdomen. Pada minggu ke sepuluh
kehidupan embrio, isi usus harus kembali ke rongga abdomen.
Apabila hal ini tidak berhasil, isi usus tersebut menjadi defek
dinding anterior atau eksomfalos (1:5000 kehamilan) karna
herniasi isi usus terjadi di dalam umbilikus. Eksomfalos terdapat
didalam sebuah kantung membran, dan pada pemindai dapat
dilihat sebagai massa yang menempel ke dinding abdomen.
Sayangnya massa tersebut dapat dihubungkan dengan defek
kromosom lain (mis., sindrom Edward) sehingga supaya kariotip
harus ditawarkan, pembedahan korektif dilakukan pasca
persalinan.
Omphalokel Adalah herniasis usus yang persisten kedalam
bagian ekstra embrional tali pusat yang secara normal dijumpai
pada usia gestasi antara minggu ke enam dan minggu ke empat
belas. Kadang-kadang usus tidak kembali sempurna ke dalam
rongga abdomen, usus yang tetap di luar rongga abdomen akan
tampak jelas pada saat lahir. Pada keadaan ringan, akan tampak
satu atau dua simpul usus pada dasar umbilikus, kelainan ini
disebut eksomfalos minor.
Pada keadaan yang berat suatu benjolan besar tampak di
tengah abdomen, yang berisi hampir seluruh isi abdomen
(eksomfalos mayor).Usus ditutupi oleh sebuah membran.

Gambar 2.1 Omphalokel

B. Etiologi Omphalokel
Penyebab Omfalokel menurut beberapa ahli diantaranya :
1. Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab
Omphalokel, yaitu:
a. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu
hamil sakit dan terinfeksi, penggunaan obat-obatan,
merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor
tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi
plasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang
atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan
gastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai.
b. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat
menimbulkan defek dinding abdomen pada
percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya
secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas
peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto
Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi
memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan
struktural pada fetus. Bila suatu kelainan didapati
bersamaan dengan adanya omfalokel, layak untuk
dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan
genetik.
c. Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia
intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus
dilacak dengan USG.
2. Menurut Rosa M. Scharin (2004), etiologi dari Omphalokel
belum diketahui secara pasti, namun Beberapa teori telah
dipostulatkan, seperti:
a. Kegagalan kembalinya usus ke dalam abdomen
dalam 10-12 minggu yaitu kegagalan lipatan
mesodermal bagian lateral untuk berpindah ke
bagian tengah dan menetapnya the body stalk
selama gestasi 12 minggu.
b. Faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan
omphalokel adalah resiko tinggi kehamilan seperti;
1) Infeksi dan penyakit pada ibu
2) Penggunaan obat-obatan berbahaya, merokok,
3) Kelainan genetik
4) Defesiensi asam folat
5) Hipoksia
6) Salisil dapat menyebabkan defek pada dinding
abdomen.
7) Asupan gizi yang tak seimbang
8) Unsur polutan logam berat dan radioaktif yang
masuk ke dalam tubuh ibu hamil.
C. Manifestasi Klinik
Omphalocel dapat dilihat dengan jelas, karena isi abdomen
menonjol atau keluar melewati area perut yang tertekan. Berikut
ini perbedaan ukuran omphalocel, yaitu : Omphalocel kecil hanya
usus yang keluar atau menonjol, sedangkan. Omphalocel besar :
usus, hati atau limpa yang mungkin bisa keluar dari tubuh yang
sehat. Omphalocel memperlihatkan sedikit pembesaran pada dasar
tali pusat atau kantong membrane yang menonjol pada
umbilicus. Kantong tersebut berukuran dari kecil sampai
berukuran raksasa dan mengenai hati, limfe dan tonjolan besar
pada bowel (isi perut). Tali pusat biasanya diinsersi ke dalam
kantong jika kantong rupture pada uterus, maka usus akan terlihat
gelap dan edematous. Jika tidak ditutup maka selama pelepasan,
usus menunjukkan normal yang esensial. 1 dari 3 bayi dengan
omphalocel diasosiasikan sebagai congenital abnormaly.

D. Patofisiologi Omphalokel
Omfalokel disebabkan oleh kegagalan untuk dapat kembali
ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10 minggu sehingga
menyebabkan timbulnya omfalokel. Kelainan ini dapat terlihat
dengan adanya prostrusi dari kantong yang serisi usus dan visera
abdomen melalui defek dinding abdomen pada umbilicus
(umbilicus terlihat menonjol keluar). Angka kematian tinggi bila
omfalokel besar karena kantong dapat pecah dan terjadi infeksi.
Pada 25-40% bayi yang menderita omfalokel, kelainan ini disertai
oleh kelainan bawaan lainnya, seperti kelainan kromosom, hernia
diafragmatika dan kelainan jantung. (Ngastiyah 1997).
Suatu portusi pada dinding abdomen sampai dasar tali
pusat. Selama 6 – 10 minggu kehamilan. Protrusi tersebut tumbuh
dan keluar dari dalam abdomen, pada tali pusat karena abdomen
berisi terlalu sedikit sekitar 10 – 11 minggu, normalnya usus akan
berpindah kembali ke dalam abdomen. Ketidakmampuan usus
untuk bermigrasi secara normal akan menyebabkan Omphalocele.
Omphalocele biasanya ditutupi oleh membrane yang dilindungi
oleh visera. Bayi dengan omphalocele mempunyai insiden yang
tinggi terhadap Abnormalitas yang lain, seperti imperforasi,
agenesis colon dan defek diafragma atau jantung (Jackson, D.B.&
Sounders, 1993).
Penatalaksanaan Keperawatan :
Sebelum dilakukan operasi bila kantong
Etiologi belum pecah, dioleskan merkurokrom Penatalaksanaan Medis :
Pembedahan. Teknik bedah dari
setiap hari untuk mencegah infeksi.
omfalokel dibedakan menjadi dua
Gangguan pembentukan cincin Setelah dioleskan merkurokrom, ditutup yaitu teknik penutupan primer dan
umbilikus dan rusaknya meso dengan kassa steril, diatasnya ditutup teknik penutupan bertahap.
lagi dengan kapas agak tebal baru
dipasang gurita.
Ketidak lengkapnya penutupan dinding
Definisi
Protrusi pada waktu lahir dibagian
Keluarnya organ visera dari rongga
usus yang melalui suatu defek besar
pada dinding abdomen di umbilikus.
Masuk kedalam umbilikus dan
terjadi pembesaran

Omphalocele
Pre Operasi
Post Operasi
Tanda dan gejala :
Sistem rigasi Pembesaran kantong
1. Nyeri
Penurunan perfusi usus Adanya luka insisi
2. Demam
Keseimbangan cairan Pecah 3. Adanya tonjolan.
Nutrisi tidak adekuat Diskontinuitas jaringan

Kekurangan cairan Resiko Infeksi


Kebutuhan nutrisi kurang Nyeri Akut
tubuh
dari kebutuhan
Pertumbuhan pada organ
Hipertermi sekitar Perawatan luka yang
Kurang pengetahuan orang kurang
Nyeri Akut tua
Infasi kuman

Resiko Infeksi
E. Komplikasi
1. Insfeksi
2. Ruptur kantong omfalokel
3. Hernia venatralis

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut A.H Markum (1991)
1. Pemeriksaan fisik
pada omfalokel tampak kantong yang berisi usus dengan
atau tanpa hati di garis tengah pada bayi baru lahir.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan maternal serum alfa fetoprotein (MSAFP).
Diagnosis prenatal defek pada dinding abdomen dapat
dideteksi dengan MSAFP. MSAFP dapat juga meninggi
pada spinabififida yang disertai dengan peningkatan
asetikolinnesterase dan pseudokolinesterase.
3. Prenantal, ultrasound : menunjukan adanya defek
ompalokel.
4. Pemeriksaan radiology : Fetal sonography dapat
menggambarkan kelainan genetik dengan memperlihatkan
marker structural dari kelainan kariotipik.
5. Echocardiography fetus membantu mengidentifikasi
kelainan jantung. Untuk mendukung diagnosis kelainan
genetik diperjelas dengan amniosentesis. Pada
omphalocele tampak kantong yang terisi usus dengan atau
tanpa heper di garis tengah pada bayi baru lahir.
G. Collaborative care management
1. Penatalaksaan pranatal
Apabila terdiagnosa Omphalokel pada masa
prenatal maka sebaiknya dilakukan informed consent pada
orang tua tentang keadaan janin, resiko tehadap ibu, dan
prognosis. Informed consent sebaiknya melibatkan ahli
kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak. Keputusan akhir
dibutuhkan guna perencanaan dan penatalaksanaan
berikutnya berupa melanjutkan kehamilan atau mengakhiri
kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya
dilakukan observasi melaui pemeriksaan USG berkala juga
ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama kehamilan
omphalokel mungkin berkurang ukurannya atau bahkan
ruptur sehingga mempengaruhi pronosis. Ascraft (1993)
menyatakan bahwa beberapa ahli menganjurkan
pengakhiran kehamilan jika terdiagnosa omphalokel yang
besar atau janin memiliki kelainan konggenital multipel.
2. Penalaksaan Postnatal
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan
segera setelah lahir (immediate postnatal), kelanjutan
penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau
nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi.
Penatalaksanaan segera bayi dengan Omphalokel adalah :
a) Tempatkan bayi pada ruangan yang aseptik
dan hangat untuk mencegah kehilangan
cairan, hipotermi dan infeksi.
b) Posisikan bayi senyaman mungkin, Posisi
kepala sebaiknya lebih tinggi untuk
memperlancar drainase.
c) Lakukan penilaian ada/tidaknya distress
respirasi yang mungkin membutuhkan alat
bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal.
d) Pasang pipa nasogastrik atau pipa
orogastrik untuk mengeluarkan udara dan
cairan dari sistem usus sehingga dapat
mencegah muntah, mencegah aspirasi,
mengurangi distensi dan tekanan
(dekompresi) dalam sistem usus sekaligus
mengurangi tekanan intra abdomen,
demikian pula perlu dipasang rectal tube
untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem
usus.
e) Pasang kateter uretra untuk mengurangi
distensi kandung kencing dan mengurangi
tekanan intra abdomen.
f) Pasang jalur intra vena (sebaiknya pada
ektremitas atas) untuk pemberian cairan dan
nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga
tekanan intravaskuler dan menjaga
kehilangan protein yang mungkin terjadi
karena gangguan sistem usus, dan untuk
pemberian antibitika broad spektrum.
g) Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu,
status asam basa, cairan dan elektrolit
h) Pada omphalokel, defek ditutup dengan
suatu streril-saline atau povidone -iodine
soaked gauze, lalu ditutup lagi dengn suatu
oklusif plastik dressing wrap atau plastik
bowel bag. Tindakan ini harus dilakukan
ekstra hati hati diamana cara tersebut
dilakukan dengan tujuan melindungi defek
dari trauma mekanik, mencegah kehilangan
panas dan mencegah infeksi serta mencegah
angulasi sistem usus yang dapat
mengganggu suplai aliran darah.
i) Pemeriksaan darah lain seperti fungsi
ginjal, glukosa dan hematokrit perlu
dilakukan guna persiapan operasi bila
diperlukan serta Evaluasi adanya kelainan
kongenital lain yang ditunjang oleh
pemeriksaan rongent thoraks dan
ekhokardiogram.
j) Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi
ditempatkan dalam suatu inkubator hangat
dan ditambah oksigen.

H. Diagnosis Omphalokel
Diagnosis omfalokel meliputi pemeriksaan fisik secara lengkap
dan perlu suatu rontgen dada serta ekokardiogram. Pada saat lahir,
omfalokel diketahui sebagai defek dinding abdomen pada dasar
cincin umbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek kurang
dari 4 cm secara umum dikenal sebagai hernia umbilikalis) dan
dibungkus oleh suatu kantong membran atau amnion. Pada 10%
sampai 18%, kantong mungkin ruptur dalam rahim atau sekitar
4% saat proses kelahiran. Diagnosis omphalokel ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis. Dan dapat ditegakkan pada waktu
prenatal dan pada waktu postnatal.
1. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan
dengan bantuan USG. Defek dinding abdomen janin biasanya
dapat dideteksi pada saat minggu ke 13 kehamilan, dimana pada
saat tersebut secara normal seharusnya usus telah masuk
seluruhnya kedalam kavum abdomen janin. Pada pemeriksaan
USG Omphalokel tampak sebagai suatu gambaran garis–garis
halus dengan gambaran kantong atau selaput yang ekhogenik
pada daerah tali pusat (umbilical cord) berkembang.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada masa
prenatal selain USG diantaranya ekhocardiografi, MSAPF
(maternal serum alpha-fetoprotein), dan analisa kromosom
melaui amniosintesis. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan
tujuan selain menunjang diagnosis sekaligus menilai apakah ada
kelainan lain pada janin.
2. Diagnosis Postnatal
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah
terdapatnya defek sentral dinding abdomen pada daerah tali
pusat. Defek bervarasi ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm
sampai dengan 12 cm, mengandung herniasi organ–organ
abdomen baik solid maupaun berongga dan masih dilapisi oleh
selaput atau kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada
puncak kantong. Kantong atau selaput tersusun atas 2 lapisan
yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam
berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut terdapat lapisan
Warton’s jelly. Warton’s jelly adalah jaringan mukosa yang
merupakan hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal
(mesodermal). Jelly mengandung kaya mukosa dengan sedikit
serat dan tidak mengandung vasa atau nervus.

III. rencana asuhan keperawatan anak dengan omphalocel


A. Pengkajian
1. Fokus Pengkajian menurut Dongoes, M.F (1999):
a. Mengkaji Kondisi Abdomen
b. Kaji area sekitar dinding abdomen yang terbuka
c. Kaji letak defek, umumnya berada di sebelah kanan
umbilicus
d. Perhatikan adanya tanda-tanda infeksi/iritasi
e. Nyeri abdomen, mungkin terlokalisasi atau menyebar,
akut/ironis sering disebabkan oleh inflamasi, obstruksi
f. Distensi abdomen, kontur menonjol dari abdomen
yang mungkin disebabkan oleh pelambatan
penyosongan lambung, akumulasi gas/feses,
inflamasi/obstruksi.
2. Mengukur Temperatur Tubuh
a. Demam, manifestasi umum dari penyakit pada anak-
anak dengan gangguan GI, biasanya berhubungan
dengan dehidrasi, infeksi atau inflamasi.
b. Lakukan pengukuran suhu secara kontinu tiap dua jam
c. Perhatikan apabila terjadi peningkatan suhu secara
mendadak.
3. Kaji Distress Pernafasan
a. Lakukan pengkajian fisik pada dada dan paru,
terhadap
b. Frekuensi : Cepat (takipneu), normal atau lambat
c. Kedalaman : normal, dangkal (Hipopnea), terlalu
dalam (hipernea)
d. Kemudahan : sulit (dispneu), othopnea
e. Irama : variasi dalam frekuensi dan kedalaman
pernafasan
f. Observasi adanya tanda-tanda infeksi, batuk, seputum
dan nyeri dada
g. Kaji adanya suara nafas tambahan (mengi/wheezing)
h. Perhatikan bila pasien tampak pucat/sianosis

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perawatan Pre Operatif
Diagnosa 1 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
penekanan rongga abdomen.
a. Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat
b. batasan karateristik
1) perubahan kedalaman pernapasaan
2) perubahan ekskursi dada
3) bradipneu
4) penurunan tekanan ekspirasi
5) penurunan ventilasi semenit
6) dipneu
7) pernapsaan cuping hidung
8) ortopneu
9) fase ekspirasi memanjang
10) pernapsaan bibir
11) takipneu
12) penggunaaan otot aksesorius untuk
bernapas
c. Faktor yang berhubungan
1) ansietas
2) posisi tubuh
3) deformitas tulang
4) deformitas dinding dada
5) keletihan
6) hiperventilasi
7) sindrom hipoventilasi
8) gangguan muskuluskeletal
9) kerusakan neurologis
10) imaturitas neurologis
11) disfungsi neuromuskular
12) obsitas
13) nyeri
14) keletihan otot pernapsaan cedera medula
spinalis.
Diagnosa 2 : Resiko kekurangan volume cairan
a. Definisi
Berisiko mengalami dehidrasi vaskular, seluler,
atau intraseluler.
b. Faktor resiko
1) kehilangan volume cairan aktif.
2) kurang pengetahuan.
3) penyimpangan yang mempengaruhi absorsi
cairan.
4) penyimpangan yang mempengaruhi akses
cairan.
5) penyimpangan yang mempengaruhi asupan
cairan.
6) penyimpangan berlebihan melalui rute
normal.
7) usia lanjut.
8) berat badan ekstrem.
9) faktor yang mempengaruhi kebutuhan
cairan (mis, status hipermetabolik)
10) kegegelan regulator.
11) kehilangan cairan melalui rute abnormal.
12) agen fermasutikal misalnya deuretik.

Diagnosa 3 : Resiko infeksi berhubungan dengan


abdomen keluar.
a. Definisi
Mengalami peningkatan resiko oraganisme
patogenik.
b. Faktor – faktor resiko
1) penyakit kronis (diabetes melitus dan
obeaitas).
2) pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemajanan patogen.
3) pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat.
4) gangguan peristalsis.
5) kerusakanan integritas kulit (pemasangan
kateter intravena, prosedur invasif).
6) perubuhan sekresi ph.
7) penurunan kerja siliaris.
8) pecah ketuban dini.
9) pecah ketuban lama.
10) merokok.
11) stasis cairan tubuh.
12) trauma jaringan (mis, trauma destruksi
jaringan
13) ketidakadekuatan pertahanan sekunder.
a. penurunan hemoglobin.
b. imonosupresi (mis, imunitas
didapat tidak adekuat, agen
farmaseutikal termasuk
imonopresan, steroid, antobodi,
monoklonal, imunomudulator.
c. supresi respon.
14) vaksinasi tidak adekuat.
15) pemajanan terhadap patogen.
16) lingkungan meningkat (wabah).\
17) prosedur invasif
18) malnutrisi

2. Post operasi
Dianosa 1 : Nyeri Akut berhubungan dengan agen
pencedera biologis, prosedur pembedahan menutup
abdomen.
a. Definisi
pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan yanga aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
rupa (international associaton for study of pain):
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6
bulan.
b. Batasaan karakteristik
1) perubahan selera makan.
2) perubahan tekanan darah.
3) perubahan frekuensi jantung.
4) perubuhan frekuensi pernapsaan.
5) laporan isyarat.
6) diaforesis.
7) perilaku distraksi(mis, berjalan mondar-
mandir mencari orang lain dan atau
aktivitas lain, aktivitas yang berulang).
8) perubahan perilaku (gelisah, merengek,
menangis)
9) masker wajah (mis, mata kurang
bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap pada fokus meringis).
10) sikap melindungi area nyeri.
11) fokus menyempit (mis, gangguan persepsi
nyeri, hambatan proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan).
12) indikasi nyeri yang dapat diamati.
13) sikap tubuh melindungi.
14) dilatasi pupil.
15) melaporkan nyeri secara verbal.
c. faktor yang berhubungan
a. agen cidera (mis, biologis, zat kimia)
b. fisik, psiologis.
Diagnosa 2 : Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan luka post op.

b. Definisi
Mengalami peningkatan resiko oraganisme patogenik.
c. Faktor – faktor resiko
19) penyakit kronis (diabetes melitus dan
obeaitas).
20) pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemajanan patogen.
21) pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat.
22) gangguan peristalsis.
23) kerusakanan integritas kulit (pemasangan
kateter intravena, prosedur invasif).
24) perubuhan sekresi ph.
25) penurunan kerja siliaris.
26) pecah ketuban dini.
27) pecah ketuban lama.
28) merokok.
29) stasis cairan tubuh.
30) trauma jaringan (mis, trauma destruksi
jaringan
31) ketidakadekuatan pertahanan sekunder.
a. penurunan hemoglobin.
b. imonosupresi (mis, imunitas
didapat tidak adekuat, agen
farmaseutikal termasuk
imonopresan, steroid, antobodi,
monoklonal, imunomudulator.
c. supresi respon.
32) vaksinasi tidak adekuat.
33) pemajanan terhadap patogen.
34) lingkungan meningkat (wabah).\
35) prosedur invasif
36) malnutrisi
Diagnosa 3 : Keterlambatan tumbuh kembang
berhubungan dengan perawatan yang multipel.

a. Definisi
penyimpangan/kelainan dari kelompok usia.
b. Batasaan karakteristik
1) gangguan perubahan fisik.
2) penurunan waktu respon
3) terlambat dalam melakukan keterampilan
umum kelompok usia.
4) kesulitan dalam melakukan keterampilan
umum kelompok usia
5) afek datar.
6) ketidakmampuan melakukan aktivitas
perawatan diri yang sesuai dengan usia.
7) ketidak mampuan aktivitas pengendalian
dan perawatan diri yang sesuai dengan
usia.
8) lesu/tidak bersemamngat.
c. Faktor yang berhubungan
1) ketidak berdayaan fisik.
2) defisiensi lingkungan.
3) pengasuhan yang tidak adekuat.
4) reponsivitas yang tidak konsisten.
5) pengabaian.
6) pengasuhan ganda.
7) ketergantungan yang terprogram.
8) perpisahan dari orang yang dianggap
penting.
9) defisiensi stim
C. Perencanaan
1. Diagnosa Preoperasi
No. Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan a. Posisikan pasien untuk 1. Memberikan posisi yang
berhubungan dengan keperawatan 3 x 24 jam, pola memaksimalkan ventilasi. nyaman bagi pasien
penekanan rongga napas pasien kembali normal b. Identifikasi pasien perlunya misalnya semi fowler
abdomen. dan efektif dengan kriteria pemasangan alat jalan napas atau tinggikan bantal
hasil : buatan. pada bayi.
a. Suara napas yang c. Monitor respirasi dan status 2. Untuk memastikan
bersih, tidak ada oksigen. perluknya alat bantu
sianosis dan dypsneu, d. Keluarkan sekret dengan napas bagi pasien.
mampu bernapas batuk atau suction. 3. Untuk memastikan
dengan mudah. respirasi pasien.
b. Menunjukkan jalan 4. Untuk membersihkan
napas yang paten (klien jalan napas pasien.
tidak merasa tertekik,
irama napas, frekuensi
pernapasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara napas
abnormal seperti
whezing/mengi).
c. TTV dalam batas
normal

2. Resiko kurang volume Setelah dilakukan tindakan a. pertahankan intake & output a. membantu memperhaan
cairan berhubungan keperawatan 3 x 24 jam pasien yang adekuat. kehilan cairan pasien
dengan dehidrasi kebutuhan cairan klien b. monitor status hidrasi yang adekuat.
terpenuhi. Dengan kriteria (membran mukosa yang b. mengetahui stautus
hasil : adekuat). dehidrasi pasien lebih
a. Keseimbangan intake c. monitor status hemodinamik dini.
& output dalam batas c. membantu
normal mengidentifikasi lebih
b. Elektrolit serum awal kekurangan volume
dalam batas normal cairan.
c. Tidak ada tanda
dehidrasi
d. Tidak ada hipertensi
ortostatik
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan teknik isolasi a. Mempertahankan
berhubungan dengan isi keperawatan Kontrol Infeksi b. Batasi pengunjung bila perlu sterilisasi luka pasien.
abdomen yang keluar selama 3 x 24 jam, c. Cuci tangan setiap sebelum b. Memberikan waktu
diharapakan infeksi tidak dan sesudah tindakan pasien beriistirahat.
terjadi (terkontrol) dengan keperawatan c. Memberikan tindakan
status kontrol infeksi, dengan d. Tingkatkan intake nutrisi aseptik untuk mengurang
kriteria hasil : infeksi patogen yang
a. Klien bebas dari tanda berpindah dari tangan.
dan gejala infeksi d. Memberikan nutrisi yang
b. Menunjukkan adekuat untuk menambah
kemampuan untuk daya tahan tubuh pasien.
mencegah timbulnya
infeksi
c. Jumlah leukosit dalam
batas normal
5. Diagnosa post operasi
No. Diagnosa Tujuan Dan Kirteria Hasil Intervensi Rasional
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan a. Kaji nyeri secara a. Untuk memastikan
berhubungan dengan keperawatan Menejemen komprehensif (lokasi, petalaksanaan nyeri
agen pencedera nyeri selama 3 x 24 jam durasi, frekuensi, yang tepat.
biologis, prosedur diharapkan pasien tidak intensitas). b. Mengetahui tingkat
pembedahan menutup mengalami nyeri, antara lain b. Observasi isyarat – nyeri bayi, misalnya
abdomen. penurunan nyeri pada tingkat isyarat non verbal bayi gelisah.
yang dapat diterima anak. dari c. Mengurangi
Dengan kriteria hasil : ketidaknyamanan. kebisiingan.
a. Anak tidak c. Berikan pereda nyeri d. Untuk meredakan
menunjukkan tanda- dengan manipulasi bahkan menghilangkan
tanda nyeri (rewel) lingkungan (misal nyeri.
b. Nyeri menurun sampai ruangan tenang, e. Untuk memberikan
tingkat yang dapat batasi pengunjung). lingkungan yang
diterima anak d. Berikan analgesia nyaman bagi pasien.
sesuai ketentuan
e. Kontrol faktor –
faktor lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
(lingkungan yang
berisik).

2 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan teknik a. Mempertahankan


berhubungan dengan keperawatan Kontrol Infeksi isolasi sterilisasi luka pasien.
isi abdomen yang selama 3 x 24 jam, b. Batasi pengunjung b. Memberikan waktu
keluar diharapakan infeksi tidak bila perlu pasien beriistirahat.
terjadi (terkontrol) dengan c. Cuci tangan setiap c. Memberikan tindakan
status kontrol infeksi, dengan sebelum dan aseptik untuk
kriteria hasil : sesudah tindakan mengurang infeksi
a. Klien bebas dari tanda keperawatan patogen yang
dan gejala infeksi d. Tingkatkan intake berpindah dari tangan.
b. Menunjukkan nutrisi d. Memberikan nutrisi
kemampuan untuk yang adekuat untuk
mencegah timbulnya menambah daya tahan
infeksi tubuh pasien.
c. Jumlah leukosit dalam
batas normal
3 Keterlambatan tumbuh Setelah dilakukan tindakan a. Bina hubungan a. Memberikan hubungan
kembang berhubungan keperawatan Developmental saling percaya yang erat pada orang tua
dengan perawatan Enhancement selama 3 x 24 dengan anak dan anak.
yang multipel. jam diharapkan pasien b. Demonstrasikan b. membantu anak untuk
mengalami pertumbuhan dan aktivitas yang lebih mengenal aktivitas
perkembangan yang normal meninggkatkan yang dapat dilakukan.
sesuai usianya.dengan kriteria perkembangan c. membantu anak
hasil : anak sesuai menemukana
a. Rata-rata berat badan dengan umurnya kerterampilan dan
b. Elastisitas kulit (contoh bermain bakatnya.
c. Kekuatan otot icik-icik) d. memberikan anak
c. Bantu anak dukungan dalam aktivitas.
belajar e. membuat anak semangat
ketrampilan melakukan aktivitas.
d. Bina kesempatan
untuk mendukung
latihan aktivitas
motorik/verbal
pasien
e. Berikan
reinforcement
positif
Daftar Pustaka

Betz Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: EGC

Henderson.Crist. 2001. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta:EGC hal 234

Hernawatiaj. 2008. Tumbuh Kembang Anak 3-5 Tahun. Jakarta:EGC

Hull david. Jhontson derek.2008. Dasar-dasar pediatri edisi 3. Jakarta: EGC.Hal 66

Journal of Maternal, Child and Adolescent Health; California Birth Defects


Monitoring Program at.2009 www.cdph.ca.gov/programs/cbdmp

Manuaba.I.B.G. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri.2007. Jakarta: EGC

Makrum.a.h.Ismael .1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta:FKUI

Ngastiyah, Setiawan.1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Suriadi & Yuliani R.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : CV.

Wong.L Donna.2008. Pedoma Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC


LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI F
USIA 1 BULAN DENGAN HISPRUNG DISEASES
DI RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN

OLEH
ESTERMILA, S.Kep
NIM 113063J120080

CI AKADEMIK
Ns. SELLY KRESNA DEWI, S.Kep.,Sp.Mat

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU SUAKA INSAN BANJARMASIN
TAHUN 2021
PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM PROFESI NERS STIKES SUAKA INSAN
BANJARMASIN
I. Biodata
A. Identitas
1. Nama : By. F
2. Tempat tanggal lahir : 1 Desember 2020
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Kristen Prostestan
5. Alamat : Des. Rawasari
6. Tanggal masuk : 04 Januari 2020 Jam 11.00 WITA
7. Tgl pengkajian : 04 Januari 2020
8. Diagnosa medik : Hisprung Diases
B. Identitas Orang Tua
1. Ayah
a. Nama : Tn. Z
b. Usia : 26 Tahun
c. Pendidikan : S1
d. Pekerjaan/sumber penghasilan : PNS
e. Agama : Kristen Prostestan
f. Alamat : Des. Rawasari
2. Ibu
a. Nama : Tn. Y
b. Usia : 24 Tahun
c. Pendidikan : S1
d. Pekerjaan/sumber penghasilan : IRT
e. Agama : Kristen Prostestan
f. Alamat : Des. Rawasari
II. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama : Perut kembung tidak bisa BAB

Riwayat keluhan utama : Ibu bayi mengatakan 1 minggu terakhir ini


bayi sering menangis rewal, deman, di
berikan obat parastamol cair, 1 mgg
terakhir malas menyusui, tidak bisa bab
sehingga perut bayi membesar, bayi
muntah setelah minum susu, muntah
terjadi sejak 3 hari yang lalu . hasil
pemeriksaan perawat TTV; nadi
0
114x/menit, suhu 36,5 c,rr 40x/menit,
bising usus 10x/menit. lingkar abdomen
39. pemeriksaan lab. wbc7x10 µ,CRP<6.
Keluhan saat pengkajian : Bayi tidak bisa BAB hingga perut
membesar sampai urat nadi kelihatan,
saat di palpasi di sebelah kanan perut,
bayi tampak terkejut dan menangis,
diberikan susu lewat pipet namun
dikeluarkan oleh bayi, bayi sudah di
berikan obat pencahar hingga dapat
BAB. Dokter bedah menyerankan
untuk segera dioperasi karena menurut
hasil CT scan terdapat pembesaran di
colon desenden yang mengakibatkan
pembesaran di perut sebelah kanan bayi
hingga saat dipalpasi perut bayi teraba
keras dan bayi terkejut serta menangis.
Serta bayi harus segera dipasangkan
OTG yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan nutrsi bayi serta
disebabkan reflek mengisap bayi
melemah.

B. Riwayat kesehatan Lalu


1. Prenatal care
a. Ibu memeriksa kehamilan setiap minggu di
Selama kehamilan ibu tidak pernah memeriksa kandungan di
puskesmas atau posyandu terdekat. Saat hamil biasanya ibu bila
sakit membeli obat sendiri diapotik
Keluhan selama kehamilan yang dirasakan oleh ibu :
Tidak ada keluhan
Tapi oleh anjurkan Dokter untuk :
Riwayat terkena radiasi : Tidak ada
b. Riwayat berat badan selama kehamilan : 60 Kg
c. Riwayat imunisasi TT :-
d. Golongan darah ibu (O) Golongan darah ayah (O)
2. Natal
a. Tempat melahirkan : Puskesmas
b. Jenis persalinan : Spontan
c. Penolongan persalinan : Bidan
d. Komplikasi yang dialami ibu pada saat melahirkan setelah
melahirkan : Tidak ada
3. Post natal
a. Kondisi bayi : Menangis kencang APGAR 9
Reflek isap baik.
b. Anak pada saat lahir tidak mengalami :
III. Riwayat Imunisasi (imunisasi)
No. Jenis Waktu Frekuensi Reaksi Frekuensi
imunisasi pemberian setelah
pemberian
1. Hb0 0 Bulan 1 kali Tidak ada Tidak ada
2. BCG 0 Bulan 1 kali Tidak ada Tidak ada

IV. Riwayat Tumbuh Kembang


A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan : 3000 gram
2. Panjang badan : 54 cm
3. Waktu gigi tumbuh : tidak ada
B. Perkembangan tiap tahap
Bayi mengalami berbagai pertumbuhan dan perkembangan sejak baru lahir.
Selain pertumbuhan fisik, fungsi pancaindra bayi juga turut berkembang.
Bahkan, bayi sudah mulai mengembangkan kemampuan linguistik sejak
dilahirkan (anak, 2015). Pada usia 1 bulan, bayi akan menggunakan beberapa
ekspresi suara seperti tangisan, geraman, dan kicauan kecil untuk
berkomunikasi. Beberapa perkembangan yang dapat dipantau awal bulan ini
antara lain :
1. Pendengaran
Indra pendengaran bayi sebenarnya sudah berkembang sejak di
dalam kandungan. Hanya saja, pendengarannya kian sensitif dan
semakin sempurna. Bayi sudah bisa berpaling mencari arah suara dan
merespons saat mendengarkan tepukan tangan. Bayi juga sudah bisa
mengedipkan mata atau terkejut karena suara.
2. Penglihatan
Penglihatan bayi dalam usia ini masih kabur, tetapi akan
berangsur jelas dan semakin tajam fokusnya. Jarak pandang bayi usia 1
bulan hanya sekitar 30 cm. Karena itu, dekatkanlah wajah ibu saat
bermain dengan bayi. Bayi juga mulai bisa mengikuti pergerakan objek
dengan menggerakkan kepala dan mata. Namun, saat objek hilang,
mereka juga tidak ingat akan eksistensinya lagi. Tak perlu khawatir jika
mata bayi tampak juling karena ini adalah bagian dari cara fokus
pandangan bayi.
3. Motorik dan kesadaran
Bayi usia 1 bulan belum menyadari dirinya adalah bagian
terpisah dari orang lain. Pada usia ini bayi akan menyadari keberadaan
tangan dan kaki yang bisa digerak-gerakkan. Kontrol kepala juga masih
lemah. Namun, bayi sudah bisa sesekali menegakkan kepala atau
menggerakkan dari kiri ke kanan dan sebaliknya. Bayi juga bisa refleks
menggenggam jemari.
Usia anak saat
1. Berguling :
Bayi belum dapat berguling karena usia bayi bayi masih 1 bulan. Bayi
bisa berguling bayi usia 3 bulan.
2. Duduk :
Bayi belum bisa duduk. Bayi mulai bisa duduk pada usia mulai 5 bulan.
3. Merangkak :
Bayi belum bisa merangkak. Bayi akan mulai belajar merangkak pada
usia 6 bulan, pada usia ini sudah akan mulai berusaha duduk sendiri
tanpa bantuan.
4. Berdiri :
Bayi mulai belajar berdiri tanpa bantua mulia usia 9 bulan sampi 1 tahun.
5. Berjalan :
Bayi juga sudah mulai bisa berjalan pada usia memasuki 1 tahun
6. Senyum kepada orang pertama kali :
Bayi 2 bulan mulai dapat merespons dengan senyuman ketika diajak
bicara atau ditunjukkan sesuatu yang menarik. Hal ini merupakan
perkembangan yang signifikan dibandingkan bayi usia 1 bulan. Pada
sekitar usia 6 minggu, bayi dapat merespons musik dengan kaki yang
menendang atau mengeluarkan suara.
7. Bicara pertama kali :
Bayi akan mulai bisa belajar berbicara antara usia 11 bulan hingga 2
tahun dengan mulai mengatakan sebutan mama atau papa atau orang
terdekat dan barang – barang sekitar yang sering diperkenalkan orang
tua ke bayi.
8. Berpakaian tanpa bantuan :
Menjelang usia 4 tahun, balita seharusnya sudah menguasai semua
keterampilan motirik yang diperlukan untuk berpakaian dan membuka
pakai sesuai bantuan. Hal ini juga dipengaruhi pada pola asuh, nutrsi dan
kesehatan anak yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak
usai balita.
V. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI
Posis pemberian asi ibu berbaring sambil tiduran
B. Pemberian susu formula
1. Alasan pemberian : tidak ada
2. Jumlah pemberian : tidak ada
3. Cara pemberian : tidak ada
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai saat ini

Usia Jenis Nutrisi Lama pemberian

4 minggu ASI Langsung 4 – 6 kali dalam sehari


VI. Riwayat psikososial
Anak tinggal bersama : Ayah, ibu dan mertua di : Rumah sendiri
Lingkungan berada di : Tinggal dirumah di pedesaan
Rumah dekat dengan : Tidak ada ,tempat bermain
Kamar klien : Bersama orang tua
Rumah ada tangga : Tidak aada
Hubungan antar anggota keluarga : Keluarga harmonis
Pengasuh anak :
VII. Reaksi Hospitalisasi
A. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
Ibu membawa anaknya ke RS karena : Perut bayi kembung
tidak bisa BAB, 1
minggu terakhir sering
menangis dan
rewel,ada demam,
frekuensi menyusui
kurang. Perut bayi
keras.

Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : Dokter menjelaskan


kondisi anak mulai
dari anak harus
dioperasi yang
dikarenakan ada
pembesaran pada
kolon desenden.

Perasaan orang saat ini : Ibu merasa cemas


karena mendengar
bayinya harus
dioperasi, padahal
bayi masih berumur 1
bulan dan tetap cemas
meskipun telah
Orang tua selalu berkunjungan ke RS : Orang
mendengar penjelasan
tua berkunjung
dokter.
setiap hari.

Yang akan tinggal dengan anak : Bayi dirawat di ruang


NICU.

B. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap


VIII. Aktivitas sehari-hari
A. Nutrisi

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

Selera makan Bayi minum ASI Saat ini ibu klien,


lancar, reflek isap mengatakan anaknya
baik, ibu menyusui minum ASI jarang,
lebih dari 6 kali. reflek isap lemah.

B. Cairan

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1. Jenis minuman Ibu mengatakan bayi Bayi tetap minum A


minum ASI
2. Frekuensi minum Sering sehari 4-5 kali Bisa kurang dari 4
Terpenuhi kali
3. Kebutahan cairan Menyusui langsung Lewat OGT ( 4
4. Cara pemenuhan Menyusui ml/2 jam
Lewat OGT (4 ml/2
jam)

C. Eliminasi (BAB&BAK)

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1. Tempat 1. Ibu 1. Masih


pembungan mengatakan menggunakan
2. Frekuensi bayi popok.
2. menggunakan 2. 1 kali
popok.BAB 2
sampai 3 kali
sehari. BAK 2
kali ganti
3. Konsistensi popok, popok
penuh.
3. Lembek, 3. Mulai Keras
kuning susah bab ,
keputihan. urine kurang
Keras dan
warna
4. kuning
4. Kesulitan 4. Tidak ada keputihan.
urine bening

5. Tidak ada
5. Obat 5. diberikan saat
pencahar dirumah sakit

D. Istirahat tidur

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1. Jam tidur 1. 8 – 9 jam 1. 4 – 5 jam


- Siang 6 – 7 jam 6 – 7 jam
- Malam
2. Pola tidur 2. Tidur teratur 2. bayi rewel
3. Kebiasaan 3. Minum ASI 3. Minum ASI
sebelum tidur
4. Kesulitan tidur 4. Tidak ada 4. Sering
menangis.

IX. Pemeriksaan fisik


1. Keadaan umum : Bayi rewel dan sering menangis
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda – tanda vital
a. Tekanan darah :
b. Denyut : 114x/menit
c. Suhu : 36,5 0C
d. Pernapsaan : 40x/menit
4. Berat badan : Lahir : 3000 gram
Saat ini : 2900 gram
5. Panjang badan : 54 cm
6. Abdomen :
Inspeksi
a. Membuncit : Perut membuncit, urat nadi pada perut kelihatan
b. Ada/luka : tidak terdapat luka
Palpasi
Saat dilakukan palpasi bayi terkejut dan menangis
a. Hepar : tidak teraba
b. Lien : tidak teraba
c. Nyeri : ada pada bagian perut yang membuncit
Auskultasi
Peristaltik : 10x/ menit
Perkusi
a. Tympani :-
b. Redup : terdengar suara redup karena adanya pembesaran
colon desenden.
Data lain
X. Test Diagnostik
Laboratorium : WBC 7x103 µ, CRV >6
CT Scan : Pembesaran colon desenden
XI. Terapi saat ini
Obat pencahar
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM PROFESI NERS STIKES SUAKA INSAN
BANJARMASIN
I. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1 DS : Metabolisme Hipotermi
Bayi dalam inkubator pembentukan energi
DO : dari panas tubuh
- Bayi tampak rewel
- Sering menangis
- TTV
Pulse : 114x/menit
Respirasi :
40x/menit
Temp : 36,5 0C

2 DS : Hisprung diases Ketidakseimbangan


Saat ini ibu bayi, ↓ Nutrisi Kurang dari
mengatakan 1 minggu Replekisap melemah Kebutuhan Tubuh
terakhir bayi malas
menyusu ASI jarang,
reflek isap lemah.
Frekuensi menyusu
yang biasanya 4 – 5 kali
saat sakit menjadi >4
kali sehari.

DO :
- Bayi tampak rewel
- sering menangis
- 3 hari yang lalu
ada muntah
- Abdomen teraba
keras
- berat badan lahir
3000 gram, berat
badan terkini 2900
gram.
- Peristeltik usus
10x/menit.
- perut kembung

3 DS : Sel ganglion pada colon Gangguan rasa


Ibu bayi mengatakan tidak ada/sangat sedikit nyaman Nyeri
sudah 1 minggu ini ↓
rewel dan sering Kontrol kontraksi dan
menangis dan ada relaksasi peristaltik
demam. abnormal

Peristaltik tidak
DO : sempurna
- Saat dilakukan ↓
palpasi terba keras Akumulasi gas dan
pada perut sebelah cairan
kiri
- Urat nadi terlihat ↓
- Bayi terkejut dan Perasaan perut
menangis perut kembung
sebelah kana
dipalpasi (dermawan, 2010)
II. Diagnosa keperawatan
1. Hipotermi berhubungan dengan proses metabolisme pembentuk energi
ditandai dengan Ibu bayi mengatakan anaknya jarang minum ASI, reflek
isapnya lemah. Bayi tampak rewel, Sering menangis, TTV ; Pulse :
114x/menit, Respirasi : 40x/menit,Temp : 36,5 0C.
2. Ketidakseimbangan nutri kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan nutris yang masuk kedalam tubuh ditandai dengan
ibu bayi, mengatakan 1 minggu terakhir bayi malas menyusu ASI jarang,
reflek isap lemah. Frekuensi menyusu yang biasanya 4 – 5 kali saat sakit
menjadi >4 kali sehari, Bayi tampak rewel, sering menangis, 3 hari yang lalu
ada muntah, Abdomen teraba keras, berat badan lahir 3000 gram, berat
badan terkini 2900 gram, Peristeltik usus 10x/menit.
3. Gangguan rasa nyaman Nyeri berhubungan dengan akumulasi gas dan
cairan ditandai dengan Ibu bayi mengatakan sudah 1 minggu ini rewel dan
sering menangis dan ada demam, Saat dilakukan palpasi terba keras pada
perut sebelah kiri,Urat nadi terlihat, Bayi terkejut dan menangis perut
sebelah kanan dipalpasi.
III. Perencanaan

Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Masalah
1. Hipotermi Setelah diberikan tindakan 1. Letakan bayi dalam inkubator 1. Mempertahankan suhu bada
(Nurarif, 2015) keperawata selama 2 x 15 yang suhunya sudah di setting normal bayi.
menit Hipotermi pada bayi sesuai dengan suhu tubuh bayi 2. Memantau suhu badan setiap 15
dapat teratasi dengan normal 37, 5 0C kali bertujuan untuk
Kriteria hasil : 2. Pantau suhu tubuh bayi setiap 15 memngetahui peningkatan suhu
1. Akral bayi teraba menit sekali. tubuh bayi.
hangat 3. Penuhi kebutuhan cairan bayi 3. Pemenuhan cairan tubuh bayi
2. Suhu tubuh dalam tiap 2 jam sekali. denga pembarian ASI meningkat
rentang normal 37 – 4. Berikan penutup kepala pada metabolisme tubuh untuk
38,5 0C bayi menghasilkan panas tubuh
(Ngastiyah, 2010) secara alami.
4. Untuk mempertahankan panas
tubuh yang berkonveksi.
2. Kekurangan nutrisi Selama dilakukanya 1. Monitor turgor kulit. 1. Mengobservasi keadaan kulit
kurang dari kebutuhan tindakan keperawatan 2. Dorong Nutrisi (Asi) ibu. bayi untuk mengetahui tingkat
tubuh diharapkan 3. Pertahankan intake cairan dehidrasi.
ketidakseimbangan nutrisi dengan memberikan bayi
kurang dari kebutuhan
tubuh pada bayi dapat cairan sesuai dengan 2. Untuk pemenuhan nutrisi bayi
terpenuhi dengan kebutahan. yang didapatkan dari Asi yang
Kriteria hasil : 4. Jadwalkan masukan nutrisi diberikan oleh ibu.
1. Berat badan bayi dalam (Asi) ibu setiap 2 jam sekali. 3. Mempertahankan pemasukan
batas normal 3000 gram 5. Berikan relaksasi Autogenic cairan yang tepat bertujuan
sampai 3800 gram training untuk meningkatkan untuk pemenuhan nutrisi yang
sesuai usai 1 bulan. Asi ibu. tepat bagi bayi.
2. Berat badan bayi ada 4. Pemberian Asi sesuai jadwal
bertambah meskipun bertujuan untuk memberikan
tidak signifikan. nutrisi yang tidak berlebihan.
3. Bayi mulai mau Pemberian relaksasi
menyusui. 5. Autogenic traning melalui
penanaman sugesti positif
keberhasilan laktasi berupa
repetisi frase atau kalimat positif
yang diterima melalui sensori
thalamus yang diteruskan ke
korteks prefrontal dan amigdala
dan tersimpan di memori
hipokampus, sehingga ibu akan
mempunyai respons yang lebih
baik terhadap stres berupa
peningkatan rasa percaya diri ibu
untuk dapat menyusui secara
efektif
3. Gangguan rasa Setelahah diberiakan nya 1. Kaji nyeri secara 1. Mengetahui respon nyeri bayi.
nyaman Nyeri asuhan keperawatan selama komprehensif. Ini dapat diketahui bila bayi
2x30 menit masalah 2. Berikan pijatan lembut tetap mengais padahal nutrisi
keperawatan gangguan rasa dipunggung jika bayi sudah diberikan serta popok
nyaman nyeri, dapat menangis. tidak penuh.
berkurang sampai dengan 3. Kontrol lingkungan yang 2. Memberikan efek sentuhan
teratasi dengan dapat mempengaruhi nyeri menenangkan bagi bayi .
Kriteria hasil : seperti suhu ruangan dan 3. Penyesuaian suhu inkubator
1. Bayi mulai tidak pencahayaan, serta kurang dan pencahayaan membantu
rewel dan menagis. suara saat melakukan mengoptimalkan suhu tubuh
2. Bayi dapat tidur observasi pada bayi. dan memberikan rasa nyaman
dengan nyenyak. 4. Minimkan sentuhan saat bayi. Suara yang tidak
mengobservasi bayi maupun terkontrol dapat menyebabkan
saat memberikan nutrisi. stres pada bayi sehingga
memperlambat penyembuhan
dan membuat bayi menjadi
rewel.
4. Bayi sangat sensitif dengan
sentuhan, bila saat
mengobservasi perawat terlalu
banyak menyentuh bayi, dapat
mengakibatkan bayi terkejut
dan mengganggu pola tidur
bayi dan dapat meningkatkan
distres bayi.
5. Pemberian analgesik dapat
mengurangi sampai
menghilangkan nyeri.
IV. Implementasi
No. Diagnosa Kep Hari/Tgl Implementasi Evaluasi Paraf
Jam
1. Hipotermi Selasa 1. Meletakan bayi dalam inkubator yang S :
05/01/2021
suhunya sudah di setting sesuai dengan
07.00 O:
suhu tubuh bayi normal 37, 5 0C - Bayi tampak tenang.
2. Memantau suhu tubuh bayi setiap 15 - tidak ada perubahan warna kulit.
- Kulit teraba hangat
menit sekali. - Suhu tubuh naik menjadi 37,5
0
3. Memenuhi kebutuhan cairan bayi tiap 2 C
07.15
jam sekali. A:
4. Memasanng penutup kepala pada bayi. Masalah keperawatan teratasi

P:
Intervensi dihentikan
2 Ketidakcukupan Selasa 1. Memonitor suhu tubuh bayi dengan S : 5.
nutrisi kurang 05/01/2020
cara mengobervasi kenaikan suhu tubuh
dari kebutuhan 07.00
tubuh bayi tiap 15 sampai 30 menit sekali
O:
10.00
2. Membantu ibu untuk memompa Asi - Bayi sudah tidak muntah
sebelum diberikan ke bayi. - Pemberian nutrisi lewat selang
08.30 Oropharynx gastric tube (OGT)
3. Memperhankan intake cairan dengan
memberikan bayi cairan sesuai dengan - Kenaikan suhu badan dalam
kebutahan. yaitu BB (gram) x 6 x 29,57: batas normal
waktu pemberian - Bayi tampak tenang.
09.00 4. Menjadwalkan masukan nutrisi (Asi) A:
ibu setiap 2 jam sekali.
Masalah teratasi sebagian.
10.00 5. Berikan relaksasi Autogenic training
untuk meningkatkan Asi ibu. dengan P:

cara menanamankan sugesti positif 1. Memonitor suhu tubuh bayi


pada ibu, serta menjelaskan keadaaan dengan cara mengobervasi
terkini bayi dan jelaskan bila bu panik kenaikan suhu tubuh bayi tiap
dan stress dapat menurunkan jumlah asi 15 sampai 30 menit sekali
yang nanti akan berdampak pada 2. Mendorong nutrisi (Asi) ibu.
pemenuhan nutrsi bayi 3. Mertahankan intake cairan
dengan memberikan bayi cairan
sesuai dengan kebutahan. yaitu
BB (gram) x 6 x 29,57: waktu
pemberian
4. Menjadwalkan masukan nutrisi
(Asi) ibu setiap 2 jam sekali.

3. Gangguan rasa Selasa 1. Memeriksa popok bayi, ataupun S :


nyaman Nyeri 05/01/2020 melihat jadwal pemberian Asi,
08.00 apabila bayi menangis, namun
popoknya kering, Asi sudah diberikan
berarti perut bayi nyeri. O:
- Bayi mulai tenang tidak rewel
08.00 2. Mengontrol lingkungan yang dapat - Bayi sudah bisa tidur.
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan dan pencahayaan, serta
kurang suara saat melakukan A:
observasi pada bayi. Masalah belum teratasi
09.00 3. Minimalkan sentuhan saat
mengobservasi bayi maupun saat
memberikan nutrisi. P:

1. Kaji nyeri secara


komprehensif.
2. Berikan pijatan lembut
dipunggung jika bayi
menangis.
3. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan dan
pencahayaan, serta kurang
suara saat melakukan
observasi pada bayi.
4. Minimkan sentuhan saat
mengobservasi bayi maupun
saat memberikan nutrisi.
V. Catatan Perkembangan

Hari/ Masalah/Dx Kep Jam Perkembangan Paraf


Tanggal
Rabu Ketidakseimbangan 07.00 S:
06/01/2020 nutrisi kurang dari Bayi dalam inkubator
kebutuhan tubuh

O:
- Bayi masih dalam inkubator
- Masih tampak menggunakan OTG
- BB bayi masih pada BB awal masuk
yaitu 2900 gram
- Reflek isap masih lemah.

A:
Masalah belum teratasi

P:
07.00 1. Monitor suhu tubuh bayi dengan cara
mengobervasi kenaikan suhu tubuh bayi
tiap 15 sampai 30 menit sekali
10.00
2. Bembantu ibu untuk memompa asi
sebelum diberikan ke bayi.
07.00
3. Pempertahankan intake cairan dengan
memberikan bayi cairan sesuai dengan
kebutahan. Yaitu bb (gram) x 6 x 29,57:
waktu pemberian
09.00 4. Jadwalkan masukan nutrisi (asi) ibu
setiap 2 jam sekali.
10.00 5. Berikan relaksasi autogenic training
untuk meningkatkan asi ibu. Dengan
cara menanamankan sugesti positif pada
ibu, serta menjelaskan keadaaan terkini
bayi dan jelaskan bila bu panik dan stress
dapat menurunkan jumlah asi yang nanti
akan berdampak pada pemenuhan nutrsi
bayi

I:
1. Memeriksa suhu bayi tiap 15 menit
sekali, dengan menggunakan
termometer, namun bila bayi sudah
dalam inkubator atur suhu sesaui dengan
normal suhu bayi yaitu 37 0c.
2. Membantu ibu memompa asi dengan
cara yang tepat dengan membantu ibu
tetap tenang dan memastikan ibu cukup
nutrisi dengan cara menanykan makan
apa saja yang ibu konsumsi.
3. Memberikan cairan yang sesuai dengan
kebutuhan bayi yaitu 4 ml/2 jam serta
menimbang popok bayi tiap penuh untuk
mengetahui pengeluran dari bayi.
4. Memberiakan asi setiap 2 jam sekali
dengan asi yang sudah di pompa ibu.
5. Memberikan rileksasi saat ibu
memompa asi dengan cara mengajak
mengobral hal-hal yang menyenangkan
bagi ibu serta menceritakan
perkembangan yang baik dari kondisi
bayi ibu, agar ibu bayi tidak merasa
khawatir yang dapat mempengaruhi
produksi asi dari ibu.
E:
- Masih masih memakai OGT
- Replek mengisap mulai membaik,
ini dilihat dari bayi sering mengemut
selang OGT
- Intake dan output bayi normal
dengan popok diganti 2 kali sehari
dengan berat 150 gram dan ada 2 kali
BAB dg konsistensi lembek dan
berwarna kuning.

Rabu Gangguan rasa 07.00 S:


06/01/2020 nyaman nyeri Bayi masih dalam inkubator

O:
- bayi kadang menangis
- bila disentuh bagian abdomen bayi t
menangis
- tidur bayi 6 – 7 jam sehari
- kadang tengah malam bayi
menangis namun sebentar
A:
Masalah belum teratasi

P:
07.00 1. Kaji nyeri secara komprehensif.
2. Berikan pijatan lembut dipunggung jika
07.00 bayi menangis.
3. Kontrol lingkungan yang dapat
07.18 mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan dan pencahayaan, serta kurang
suara saat melakukan observasi pada
bayi.
4. Minimkan sentuhan saat mengobservasi
bayi maupun saat memberikan nutrisi.

I:
09.00
1. Memeriksa popok bayi, ataupun melihat
jadwal pemberian Asi, apabila bayi
menangis, namun popoknya kering, Asi
sudah diberikan berarti perut bayi nyeri.
2. Mengontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan dan pencahayaan, serta kurang
suara saat melakukan observasi pada
bayi.
3. Minimalkan sentuhan saat
mengobservasi bayi maupun saat
memberikan nutrisi.

E:
- Bayi tenang
- Bayi tidur 6 -7 jam perhari
- Sudah tidak menangis pada malam
hari, mengis bila popok penuh saja.
- Pada perut sebalah kiri masih
membesar karena belum dilakukan
operasi.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak (2015). Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke 4. Jakarta: FKUI.
Dermawan, K. (2010). Penyakit Hisprung. Jakarta: Sagung Seto.
Ngastiyah. (2010). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Nurarif, H. A. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: EGC.
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 19 No.1, Maret 2016, hal 24-32
pISSN 1410-4490, eISSN 2354-920

PENINGKATAN DURASI PEMBERIAN ASI PADA IBU POST PARTUM


MELALUI RELAKSASI AUTOGENIC TRAINING

Farida Juanita1*, Suratmi1

1. Program Studi Sarjana Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan, Lamongan 62200, Indonesia

*E-mail: faridajuanita@gmail.com

Abstrak

Sebagian besar penyebab kegagalan menyusui berasal dari ketidakpercayadirian ibu. Salah satu intervensi yang dapat
dilakukan untuk membantu keberhasilan menyusui adalah melalui autogenic training untuk mengurangi kecemasan dan
meningkatkan kepercayaan diri ibu. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ada pengaruh relaksasi
autogenic training terhadap durasi menyusui. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental posttest only – non
equivalent control group design. Sampel sebanyak 30 diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi, dibagi
menjadi kelompok kontrol dan perlakuan. Intervensi autogenic training dilakukan ibu di rumah selama 3 minggu. Post-
test dilakukan home visite pada bulan pertama, ketiga dan keenam. Data dianalisis menggunakan one tailed independen
t test dengan α < 0,05. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok perlakuan dapat memberikan ASI lebih lama
dibandingkan kelompok kontrol (p= 0,005). Dapat disimpulkan bahwa relaksasi autogenic training berpengaruh
terhadap peningkatan durasi pemberian ASI. Penerapan hasil penelitian ini dapat dilakukan untuk membantu ibu untuk
keberhasilan menyusui eksklusif.

Kata kunci: ASI, autogenic training, durasi menyusui, laktasi, relaksasi

Abstract

Increased Duration of Breastfeeding on Postpartum Mothers through Autogenic Training Relaxation. The failures
of breastfeeding are mostly caused by mothers’ inconfidence. Nurses can give psychological support by autogenic
training relaxation which strengthens mothers` confidence to breastfeed exclusively. This method teaches mothers in
building a positive intention and motivation to help the process of breastfeeding. This study aims to prove that
autogenic training relaxation may expend the duration of breastfeeding. By using an experimental, posttest only - non
equivalent control group design, 30 subjects are taken based on the criteria and divided into two groups. After
providing autogenic training for 3 weeks, post-test conducted on the first, third and sixth months. Data were analyzed
using one-tailed independent t test with α= 0.05. The analysis showed that the intervention group could breastfeed
longer than control group (p= 0.005). It can be concluded that autogenic training affected the duration of
breastfeeding. These results can be considered that autogenic training as an intervention in support for exclusive
breastfeeding.

Keywords: autogenic training, breastfeeding, duration, relaxation

Pendahuluan bat pengaruh ibu postpartum yang mengalami


depresi (Jones, McFall, & Diego, 2004).
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan Menyusui juga mempunyai efek positif pada
terbaik bagi bayi dari segi kandungan nutrisi, ibu, keluarga dan pencapaian kesehatan mas-
kebaikan untuk sistem pencernaan dan sistem yarakat melalui kebaikan nutrisi, imunologi,
immun, perkembangan fisik, psikis, dan inte- tumbuh kembang, psikologi, sosial ekonomi
raksi antara ibu dan bayi (Nishioka, et al., dan lingkungannya. Perlindungan, promosi
2011). Sebuah penelitian menyimpulkan bah- dan dukungan terhadap ibu menyusui menjadi
wa bayi yang minum ASI terlindungi dari prioritas dalam program kesehatan masyarakat
gangguan afektif dan disregulasi fisiologis aki- di semua negara (Vidas, Smalc, Catipovic, &
25 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 1, Maret 2016, hal 24-32

Kisik, 2011). Menyusui juga melindungi ibu cemas yang disebabkan oleh perasaan takut
dengan menginduksi ketenengan, mengurangi tidak mampu menghasilkan ASI dan tidak
reaktifitas ibu untuk stres, dan meningkatkan memiliki ASI yang cukup adalah suatu alasan
perilaku nurturing. Menyusui akan melindu- yang paling sering dikemukakan oleh ibu yang
ngi ibu dari stres, dan menjaga suasana hati gagal mulai menyusui, berhenti menyusui ter-
ibu (Tackett, 2007). lalu cepat, atau memulai pemberian makanan
tambahan sebelum makanan itu dibutuhkan.
Saat terpenting waktu menyusui adalah pada Dukungan psikologis dari keluarga, petugas
beberapa hari pertama setelah melahirkan. Bila kesehatan dan masyarakat akan memperkuat
seorang ibu dibantu dengan baik pada saat ia keyakinan diri ibu bahwa dia dapat berhasil
mulai menyusui, kemungkinan ibu tersebut menyusui (WHO, 2003). Kebutuhan ibu beru-
akan berhasil untuk terus menyusui (Siregar, pa akses informasi yang lebih jelas dari profe-
2004). Pada hakikatnya semua wanita dapat sional kesehatan sejak periode antenatal sam-
menyusui. Menurut WHO dalam Martin- pai postnatal juga berpengaruh besar terhadap
Iglesias, et al., (2011), jarang ada wanita yang keberhasilan laktasi. Untuk mencapai inisiasi
tidak dapat menyusui karena kelainan patofi- menyusui yang baik, ibu harus menerima
siologis, diperkirakan 97% wanita subur mem- bantuan profesional untuk cara menyusui sela-
punyai kemampuan untuk menyusui. Beberapa ma jam-jam pertama kelahiran, dan pembe-
penyebab kegagalan menyusui juga telah lajaran praktis selama tinggal di rumah sakit
diidentifikasi dari beberapa penelitian, yaitu (Kervin, Kemp, & Pulver, 2010). Dari segi
kurangnya dukungan sosial, kontak yang ketenagaan, harus dipastikan bahwa semua staf
kurang intensif antara ibu dan bayi, pengaruh peduli pada ibu menyusui dan dapat menjawab
sosial yang permisif terhadap pemberian susu semua pertanyaan ibu tentang menyusui
formula atau penghentian menyusui, praktik (Condon & Ingram, 2011). Peran dari petugas
komersil dari pabrik susu formula, pengenalan kesehatan memegang kunci penting untuk
dini makanan pengganti ASI, pengetahuan keberhasilan menyusui. Latar belakang budaya
yang kurang tentang menyusui pada ibu dan juga harus dipertimbangkan oleh petugas kese-
petugas kesehatan, kecemasan dan stres ibu, hatan untuk mengintervensi ibu menyusui. Ibu
kurang percaya diri pada ibu untuk menyusui, dapat diuntungkan dengan adanya dukungan
berat badan bayi yang kurang, ibu malnutrisi, menyusui untuk meningkatkan self efficacy
multi atau primipara, kontrasepsi hormonal dan perasaan mampu, kuat dan dapat menjadi
dan temperamen bayi (Millan, Dewey, & ibu yang baik (Hannula, Kaunonen, & Tarkka,
Escamilla, 2008). 2008).

Kegagalan dalam proses menyusui sering Di Indonesia, pemberian ASI eksklusif belum
disebabkan karena timbulnya beberapa masa- membudaya pada masyarakat termasuk di
lah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi. kalangan ibu bekerja (Purnamasari dan
Masalah dari ibu yang timbul selama menyu- Rahardjo, 2007). Berdasar data penelitian dari
sui dapat dimulai sejak sebelum persalinan Riset Kesehatan Dasar 2012, ibu yang berhasil
(periode antenatal), pada masa pasca persa- memberi ASI secara eksklusif tercatat sebesar
linan dini, dan pasca masa persalinan lanjut. 61,5% pada tahun 2010. Sementara di Jawa
Masalah menyusui dapat pula diakibatkan Timur ibu yang memberi ASI sebesar 61,52%
karena keadaan khusus seperti ibu mengeluh- pada tahun 2011 dan Kota Surabaya berada
kan bayinya sering menangis atau menolak dibawah rerata, yakni sebesar 26,88% (Pusat
menyusu yang kemudian diartikan bahwa ASI Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
tidak cukup atau tidak baik sehingga menye- Republik Indonesia, 2012).
babkan diambilnya keputusan untuk meng-
hentikan menyusui (Widiasih, 2008). Rasa
Juanita, et al., Peningkatan Durasi Pemberian ASI pada Ibu Post Partum Melalui Relaksasi Autogenic Training 26

Perawat sebagai salah satu bagian dari sistem


kesehatan juga turut bertanggung jawab ter- Desain atau rancangan penelitian ini meng-
hadap keberhasilan laktasi. Perawat turut ber- gunakan desain eksperimental jenis post test
peran dalam mengatasi hambatan internal ibu only–non equivalent control group design.
dengan membantu mengatasi kecemasan ibu Kelompok kontrol diambil dari pasien
dan juga menjadi fasilitator kelompok pendu- poliklinik/rawat jalan yang sedang kontrol
kung ASI. Salah satu intervensi yang dapat postpartum atau kontrol bayi baru lahir,
dilakukan untuk membantu keberhasilan me- kemudian diikuti home visit saat bayi berusia 1
nyusui adalah melalui manajemen psikologis bulan, 3 bulan dan 6 bulan untuk dilakukan
yaitu dengan mengajarkan ibu teknik relaksasi pengambilan data. Sedangkan kelompok perla-
untuk mengurangi kecemasan dan mening- kuan diambil dari pasien rawat inap yang baru
katkan kepercayaan diri ibu untuk dapat ber- melahirkan kemudian dilakukan intervensi.
hasil menyusui (Hannula, Kaunonen, & Pengajaran teknik relaksasi AT dilakukan
Tarkka, 2008). setelah 24 jam ibu bersalin dan dilakukan di
ruang rawat inap masing-masing pasien. Sebe-
Penggunaan Autogenic Training (AT) untuk lum diberikan intervensi AT, dilakukan penje-
mendukung keberhasilan laktasi telah dila- lasan kepada subjek peneltian tentang penge-
kukan di Kroasia. Ibu yang menyusui bayinya nalan AT, manfaat dan teknik pelaksanaan
dilatih untuk melakukan AT sehingga dapat yang harus dilakukan oleh subjek peneltian
melakukannya di rumah tiga kali sehari. Pada dengan dibantu media modul atau leaflet.
tiap akhir latihan, ibu diberikan sugesti positif Peneliti kemudian melatih subjek penelitian
tentang menyusui seperti “Saya mencintai untuk melaksanakan AT untuk selanjutnya
anak saya dan menyusuinya dengan penuh dapat dilakukan sendiri dirumah oleh subjek
kenikmatan. Payudara saya indah, sehat dan peneltian. Setelah 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan
kaya air susu. Air susu saya adalah makanan postpartum, peneliti melakukan kunjungan ru-
terbaik bagi anak saya. ASI dan jantung saya mah atau home visit untuk mengetahui apakah
adalah nilai terbesar bagi anak saya. ASI dan subjek penelitian masih memberi ASI tanpa
ciuman kedamaian adalah anugrah dan pembe- tambahan makanan lain pada bayinya. Data
rian cinta terindah untuk anak saya”. Selanjut- yang sudah diolah dilakukan analisis perbe-
nya ibu meneruskan AT dirumah sampai 6 daan durasi menyusui antara kelompok perla-
bulan usia bayi mereka. Hasil penelitian me- kuan dan kelompok kontrol dengan menggu-
nyimpulkan bahwa ibu yang melakukan AT nakan one tailed independen t test dengan
menunjukkan efek positif yaitu lebih stabil tingkat kemaknaan α<0,05.
secara emosional, percaya diri yang lebih
tinggi, serta menunjukkan durasi menyusui Hasil
yang lebih lama dengan tingkat pemberian ASI
eksklusif sampai 6 bulan yang lebih tinggi Pengumpulan data didapatkan 30 subjek
daripada kelompok kontrol. Hal ini menun- penelitian, masing-masing 15 subjek penelitian
jukkan bahwa ibu yang terelaksasi dan mem- untuk kelompok kontrol dan 15 subjek peneli-
punyai percaya diri yang tinggi dapat lebih tian untuk kelompok perlakuan. Berdasarkan
berhasil dalam proses laktasi (Vidas, Smalc, wawancara yang dilakukan pada kelompok
Catipovic, & Kisik, (2011). Penelitian lain kontrol dan perlakuan didapatkan data menge-
terkait penggunaan AT untuk keberhasilan nai karakteristik subjek penelitian meliputi
menyusui menunjukkan bahwa AT berpe- usia ibu, pendidikan, pekerjaan, status gizi
ngaruh tehadap keefektifan menyusui dan sebelum hamil (berdasar IMT), jenis persali-
volume ASI (Juanita, 2013). nan dan berat badan bayi saat lahir yang
disajikan dalam Tabel 1.
Metode
27 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 1, Maret 2016, hal 24-32

Berdasarkan observasi pemberian ASI selama dan durasi maksimal 6 bulan namun dengan
bulan pertama, ketiga dan keenam pada kedua rerata yang lebih tinggi, didapatkan mean
kelompok, didapatkan data sesuai Gambar 1 5,0667 dengan standar deviasi sebesar. Ber-
dan dilakukan uji menggunakan one tailed dasar data tersebut terlihat bahwa sebagian be-
independent t test yang disajikan pada Tabel 2. sar kelompok perlakuan memiliki durasi pem-
Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa subjek pe- berian ASI yang lebih lama jika dibandingkan
nelitian pada kelompok kontrol memiliki dengan kelompok kontrol dengan Δ= -1,8000.
durasi pemberian ASI yang bervariasi, dengan Hal ini juga dibuktikan melalui penghitungan
durasi minimal 1 bulan dan durasi maksimal 6 analisis statistik dengan menggunakan inde-
bulan, didapatkan mean 3,2667 dengan standar pendent t test nilai hitung diperoleh sebesar
deviasi sebesar 1,90738. Subjek penelitian pa- -2,752 dengan p=0,005 (1-tailed), dengan
da kelompok perlakuan memiliki durasi pem- demikian hipotesis diterima dan H0 ditolak.
berian ASI dengan durasi minimal 1 bulan

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Peningkatan Durasi Pemberian ASI pada Ibu Postpartum melalui
Relaksasi Autogenic Training

Kelompok Kelompok Prosentase Uji


Karakteristik Frekuensi (f)
Kontrol Perlakuan (%) Homogenitas
Usia
a. ≤ 20 tahun 1 0 1 3,33
b. 21-30 tahun 12 12 24 80 p= 0,729
c. 31-40 tahun 2 3 5 16,67

Pendidikan
a. SMU 1 2 3 10
b.S1 11 11 22 73,33 p= 0,487
c. S2 3 2 5 16,67

Pekerjaan
a. Pegawai negeri 1 2 3 10
b. Pegawai swasta 6 7 13 43,33
c. Dokter/ drg 1 3 4 13,33 -
d. Ibu rumah tangga 5 2 7 23,33
e. Mahasiswa 2 1 3 10

IMT
a. Underweight 2 2 4 13,33
b. Normal 10 11 21 70 p= 0,797
c. Overweight 3 1 4 13,33
d. Obese 0 1 1 3,33

Persalinan
a. Normal/ spontan 6 6 12 40 Matching data
b. SC 9 9 18 60

BBL (gram)
a. 2500-3000 7 6 13 43,33
b. 3010-3500 6 6 12 40 p= 0,720
c. 3510-4000 2 3 5 16,67
Juanita, et al., Peningkatan Durasi Pemberian ASI pada Ibu Post Partum Melalui Relaksasi Autogenic Training 28

12

10

6 Kontrol
Perlakuan
4

0
1 bulan 3 bulan 6 bulan

Gambar 1. Durasi Pemberian ASI Kelompok Kontrol dan Perlakuan

Tabel 2. Hasil Uji Analisis Independent T Test Durasi Pemberian ASI pada Ibu Postpartum melalui Relaksasi
Autogenic Training

Durasi n Mean SD Min Max T test


Kelompok kontrol 15 3,2667 1,90738 1 6 t = -2,752
Kelompok perlakuan 15 5,0667 1,66762 1 6 p = 0,005 (1-tailed)
Δ -1,8000

Pembahasan menyusui dan pengetahuan tentang menyusui.


Pekerjaan ibu berpengaruh secara tidak lang-
Usia merupakan salah satu faktor fisiologis sung pada proses laktasi, terkait dengan keter-
yang secara langsung dapat memengaruhi batasan waktu ibu. (Bian-cuzzo, 2003). Berda-
proses pengeluaran ASI. Rentang usia 21-30 sarkan data pada Tabel 1 sebagian besar sub-
tahun merupakan usia produktif dan waktu yek berpendidikan tinggi (S1) dengan distri-
yang tepat untuk hamil dan melahirkan serta busi yang sama antara kelompok kontrol dan
merupakan usia yang paling baik dalam perlakuan. Tingkat pendidikan dan pengeta-
memproduksi ASI (Biancuzzo, 2003). Dalam huan mengenai ASI pada subjek penelitian
penelitian ini, hampir seluruh subjek peneli- hampir seluruhnya baik, terbukti dengan
tian berada dalam rentang usia produktif untuk adanya motivasi untuk memberi ASI eksklusif
memproduksi ASI (subjek penelitian tertua pada bayinya. Selain itu, latar belakang pendi-
berusia 32 tahun). dikan ini juga sangat membantu peneliti dalam
memberikan intervensi pada kelompok perla-
Pendidikan dan pekerjaan merupakan salah kuan. Semua subjek peneltian kelompok perla-
satu faktor yang secara tidak langsung meme- kuan sangat kooperatif dan antusias dalam me-
ngaruhi laktasi terkait dengan latar belakang ngikuti program intervensi yang diberikan
sosial budaya. Pendidikan berkaitan dengan sehingga angka drop out minimal. Sebagian
kemampuan ibu untuk menerima informasi besar subyek bekerja sebagai pegawai swasta,
yang nantinya berpengaruh secara langsung namun berdasar wawancara pada subjek pene-
dalam proses pengeluaran ASI. Faktor lang- litian dalam penelitian ini, saat awal laktasi
sung yang terkait psikologis ibu meliputi per- semua subjek peneltian yang bekerja sedang
sepsi ibu mengenai keuntungan dan kerugian dalam masa cuti (rata-rata cuti hingga 3 bulan)
29 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 1, Maret 2016, hal 24-32

dan seluruh subjek penelitian mempunyai APGAR skor baik dan BB antara 2500–4000
orang yang membantu pekerjaan rumah se- gram (bukan BBLR ataupun giant baby)
hingga faktor keterbatasan waktu ibu terkait sehingga faktor berat bayi lahir dianggap tidak
pekerjaan dapat diabaikan. berpengaruh terhadap variabel dependen.

Faktor fisiologis status kesehatan ibu, nutrisi, Durasi pemberian ASI pada kelompok kontrol
intake cairan merupakan faktor yang secara sebagian besar (7 dari 15 orang) adalah selama
langsung dapat memengaruhi proses pengelu- 3 bulan. Hal ini dimungkinkan berkaitan de-
aran ASI. Dalam penelitian ini diambil data ngan pekerjaan ibu dimana sebagian besar
mengenai status gizi ibu sebelum hamil berda- merupakan wanita bekerja yang mendapat cuti
sarkan IMT. Hal ini dikarenakan status gizi melahirkan selama 3 bulan. Meski diawal
orang dewasa cenderung konstan jika diukur pemberian ASI tidak terdapat perbedaan kesu-
melalui pengukuran anthropometri. Selain itu, litan untuk memulai memberikan ASI saat se-
berdasar wawancara, seluruh subjek peneltian gera setelah melahirkan, namun diperkirakan
tidak mempunyai pantangan makanan setelah kembalinya kesibukan ibu untuk bekerja bisa
melahirkan dan seluruh subjek peneltian juga menimbulkan stres tersendiri bagi ibu, sehing-
mengkonsumsi diet tinggi kalori tinggi protein. ga produksi ASI tidak lagi lancar. Hal tersebut
IMT sebelum hamil juga akan berpengaruh sesuai dengan penelitian yang menyebutkan
terhadap inisiasi dan durasi menyusui (JM, bahwa sebagian ibu di Basilicata dan Friuli
2011). Berdasarkan data pada Tabel 1 seba- Venezia Giulia melaporkan kesulitan menyu-
gian besar memiliki status gizi normal dan ha- sui berhubungan dengan kembalinya mereka
nya 1 orang yang obese. bekerja dan ketidaktahuan akan hak menyusui
bagi ibu pekerja (Romero, Bernal, Barbiero,
Kenyamanan ibu berkaitan nyeri insisi (post Passamonte, & Cattaneo, 2006). Alasan lain
sectio caesar) merupakan salah satu faktor penghentian pemberian ASI dilaporkan peneli-
tidak langsung yang memengaruhi pengelu- tian lain berkaitan dengan produksi ASI yang
aran ASI. Persalinan dengan sectio caesar sa- sedikit, nyeri pada puting, dan keyakinan ibu
ngat berpengaruh terutama dalam inisiasi me- bahwa bayi telah cukup umur untuk disapih
nyusui di hari-hari pertama postpartum jika (Lamontagne, Hamelin, & St-Pierre, 2008).
dibandingkan dengan persalinan normal. Ke-
sulitan memposisikan bayi, adanya nyeri insisi Durasi pemberian ASI eksklusif berhasil dila-
yang menyebabkan kesulitan mobilisasi ibu kukan selama 6 bulan hanya pada 4 dari 15
merupakan hal yang dapat menghambat pem- orang kelompok kontrol. Semua ibu yang ber-
berian ASI (Biancuzzo, 2003). Oleh karena hasil menyusui eksklusif selama 6 bulan ini
itulah dalam penelitian ini dilakukan matching benar-benar menikmati menjadi ibu baru yang
data pada jenis persalinan, sehingga bias dapat menyusui bayinya, bebas dari stres dan
dalam perbedaan keberhasilan menyusui dapat tidak mendapatkan kesulitan sama sekali da-
dimi-nimalkan. lam cara menyusui. Berdasar wawancara, se-
mua ibu ini merasa senang dan mempunyai
Salah satu faktor tidak langsung dalam proses kepercayadirian yang tinggi untuk dapat
menyusui adalah faktor bayi yaitu berat badan menyusui eksklusif. Sesuai dengan teori bah-
bayi saat lahir, temperamen bayi dan status wa prolaktin yang dihasilkan selama proses
kesehatan bayi. Hubungan berat lahir bayi de- menyusui telah diteliti mempunyai efek relak-
ngan volume ASI berkaitan dengan kekuatan sasi yang menyebabkan ibu menyusui merasa
untuk menghisap, frekuensi, dan lama penyu- tenang bahkan mempunyai efek euforia se-
suan dibanding bayi yang lebih besar. Bayi hingga semakin tinggi kadar prolaktin, dapat
yang dilahirkan semua subjek peneltian ter- mencegah kejadian postpartum blues (Riordan
masuk dalam kategori bayi normal dengan & Auerbach, 2010). Menyusui juga melindu-
Juanita, et al., Peningkatan Durasi Pemberian ASI pada Ibu Post Partum Melalui Relaksasi Autogenic Training 30

ngi ibu dengan menginduksi ketenangan, me- sehingga memperkuat keyakinan dirinya akan
ngurangi reaktifitas ibu untuk stres, dan me- keberhasilan menyusui. Dengan pikiran yang
ningkatkan perilaku nurturing sebagaimana positif dan rasa percaya diri yang tinggi,
penelitian yang membuktikan bahwa ketika kemampuan ibu untuk menyusui secara efektif
menyusui berjalan dengan baik, kadar pro- juga akan meningkat sehingga kesulitan-
inflammatory cytokine akan turun dalam batas kesulitan menyusui dapat dengan mudah di-
normal sehingga hal ini akan melindungi ibu atasi bahkan tidak dijumpai sama sekali.
dari stres, dan menjaga suasana hati ibu
(Tackett, 2007). Dalam penelitian sebelumnya, AT terbukti
dapat memberikan efek menenangkan pikiran
Pada kelompok perlakuan, durasi pemberian dan tubuh, dan dapat digunakan untuk me-
ASI eksklusif pada sebagian besar (11 dari 15 ngobati kondisi medis yang terkait dengan
orang) adalah selama 6 bulan. Hal ini dimung- stres (Kanji, dkk., 2006). Dalam intervensi
kinkan disebabkan oleh beberapa faktor. Moti- pada kelompok ini, juga terbukti bahwa efek
vasi ibu untuk tetap meberikan ASI eksklusif positif dari AT berhasil memperpanjang durasi
mebuat ibu menghindari pemberian makanan pemberian ASI hingga 6 bulan.
tambahan pada bayi sebelum 6 bulan. Sebuah
penelitian di Bolivia membuktikan bahwa AT dideskripsikan sebagai bentuk psikoterapi
menghindari pemberian makanan tambahan psikofisiologis dimana seseorang dapat meng-
secara dini berhubungan dengan peningkatan kondisikan dirinya sendiri dengan menggu-
lama menyusui (Ludvigsson, 2003). Ibu yang nakan konsentrasi pasif dan beberapa kombi-
terbiasa memompa ASI juga terbukti mempu- nasi stimuli psikofisiologis yang disesuaikan
nyai kecenderungan untuk dapat menyusui dengan kebutuhan terapinya (formula auto-
hingga 6 bulan meskipun pada penelitian ini genic). Dalam penelitian ini formula autogenic
tidak dikonfirmasi mengenai latar belakang yang dimaksud adalah sugesti positif untuk
budaya responden yang berkaitan dengan gaya keberhasilan laktasi. Hal ini melibatkan repe-
hidup subyek penelitian (Win, Binns, Zhao, tisi mental dengan menggunakan frase verbal
Scott, & Oddy, 2006). Namun dari berbagai yang singkat yang dimaksudkan untuk mem-
faktor tersebut, faktor utama yang meme- peroleh sensasi tubuh yang spesifik seperti
ngaruhi keberhasilan menyusui eksklusif pada rasa berat dan kehangatan, bernafas rileks dan
kelompok perlakuan adalah dari segi psiko- merasakan dahi dingin. Bila diterapkan dalam
logis. Jika psikis ibu dalam kondisi baik, maka keadaan relaksasi, frase tersebut dapat meme-
proses menyusui akan berjalan dengan baik ngaruhi alam bawah sadar secara mendalam.
pula sehingga transfer ASI dapat berjalan op- Dengan latihan yang terus-menerus yang akan
timal. menyebabkan korteks prefrontal dapat mem-
perbaiki respons terhadap stres, AT dapat
Hasil analisis data menunjukkan adanya perbe- menanamkan keyakinan diri ibu untuk dapat
daan durasi pemberian ASI yang signifikan menyusui secara efektif, sehingga berpengaruh
antara kelompok kontrol dan perlakuan. De- pada durasi pemberian ASI eksklusif.
ngan telah mengendalikan beberapa faktor
perancu yang mungkin berpengaruh pada Penelitian ini memperkuat ribuan publikasi
hasil, hal ini berarti bahwa intervensi yang ilmiah sebelumnya yang memaparkan laporan
dilakukan peneliti berhasil memperpanjang du- mengenai efek yang menguntungkan dari AT
rasi pemberian ASI pada kelompok perlakuan. yang membuatnya menjadi metode penyem-
Lamanya durasi pemberian ASI pada kelom- buhan stres dan merupakan penelitian yang
pok perlakuan ini diasumsikan terjadi karena paling konsisten di seluruh dunia dengan level
dengan dilakukannya AT secara teratur, ibu of evidence (LOE) tingkat 1. Pengaruh positif
akan mendapat efek psikologis yang positif, AT pada penelitian ini juga menambah kajian
31 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 1, Maret 2016, hal 24-32

yang mengeksplorasi aplikasi AT untuk ibu Community, 19 (6), 617–625. doi: 10.1111/j
postpartum dalam hal dukungan menyusui. .1365-2524.2011.01003.x.
Hasil penelitian ini menambah efek positif lain
AT terhadap laktasi yang pada penelitian Hannula, L., Kaunonen, M., & Tarkka, M.T.
sebelumnya terbukti efektif untuk mening- (2008). A systematic review of professional
support interventions for breastfeeding.
katkan skor keefektifan menyusui dan mem-
Journal of Clinical Nursing, 17 (9), 1132–
perbesar volume ASI (Juanita, 2013), serta 1143. doi: 10.1111/j.1365-2702.2007.02239.x.
penelitian lain oleh Vidas, Smalc, Catipovic,
& Kisik (2011) yang membuktikan bahwa ibu JM, W. (2011, March). Maternal Prepregnancy
yang melakukan AT menunjukkan efek lebih Body Mass Index and Initiation and Duration
stabil secara emosional, percaya diri yang of Breastfeeding: a Review of The Literature. J
lebih tinggi, serta menunjukkan durasi menyu- Womens Health , 341-7. doi: 10.1089/jwh.
sui yang lebih lama dengan tingkat pemberian 2010.2248.
ASI eksklusif sampai 6 bulan yang lebih tinggi
daripada kelompok kontrol. Hal ini menun- Jones, N.A., McFall, B.A., & Diego, M.A. (2004).
jukkan bahwa ibu yang terelaksasi dan mem- Patterns of brain electrical activity in infants of
depressed mothers who breastfeed and bottle
punyai percaya diri yang tinggi dapat lebih
feed: The mediating role of infant
berhasil dalam proses laktasi. temperament. Biological Psychology, 67 (1-2),
103–124. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.biop
Kesimpulan sycho.2004.03.010

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Juanita, F. (2013). Relaksasi autogenic training
relaksasi Autogenic Training terbukti berpe- untuk membantu keberhasilan masa awal
ngaruh terhadap peningkatan durasi pemberian laktasi pada ibu postpartum. Jurnal Ners, 8 (2),
ASI melalui penanaman sugesti positif untuk 283–294. ISSN 1858-3598
keberhasilan laktasi berupa repetisi frase atau
Kanji, N., White, A., & Ernst, E. (2006).
kalimat positif yang diterima melalui sensori Autogenic training to reduce anxiety in nursing
thalamus yang diteruskan ke korteks prefrontal students: Randomized controlled trial. Journal
dan amigdala dan tersimpan di memori hipo- of Advanced Nursing, 53 (6), 729–735. doi:
kampus, sehingga ibu akan mempunyai res- 10.1111/j.1365-2648.2006.03779.x
pons yang lebih baik terhadap stres berupa
peningkatan rasa percaya diri ibu untuk dapat Kervin, B.E., Kemp, L., & Pulver, L.J. (2010).
menyusui secara efektif hingga 6 bulan. Types and timing of breastfeeding support and
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disaran- its impact on mother's behaviour. Journal of
kan pada petugas kesehatan untuk mereko- Paediatrics and Child Health, 46 (3), 85–91.
mendasikan penggunaan AT untuk membantu doi: 10.1111/j.1440-1754.2009.01643.x.
ibu meningkatkan keberhasilan pemberian ASI
Lamontagne, C., Hamelin, A.M., & St-Pierre, M.
eksklusif (TN, AM, INR). (2008). The breastfeeding experience of
women with major difficulties who use the
Referensi services of a breastfeeding clinic: A
descriptive study. International Breastfeeding
Biancuzzo, M. (2003). Breastfeeding the newborn: Journal , 5 (3), 3-17. doi: 10.1186/1746-4358-
clinical strategies for nurses. London: Mosby. 3-17

Condon, L.C., & Ingram, J. (2011). Increasing Ludvigsson, J. F. (2003). Breastfeeding intentions,
support for breastfeeding: What can Children’s patterns, and determinants in infants visiting
Centres do? Health and Social Care in the hospitals in La Paz, Bolivia. BMC Pediatrics,
3, 5. doi: 10.1186/1471-2431-3-5
Juanita, et al., Peningkatan Durasi Pemberian ASI pada Ibu Post Partum Melalui Relaksasi Autogenic Training 32

Siregar, A. (2004). Faktor-faktor yang


Martín-Iglesias, M., del-Cura-González, I., Sanz- mempengaruhi pemberian asi oleh ibu
Cuesta, T., Argüelles, C.A., Rumayor- melahirkan. Medan: Fakultas Kesehatan
Zarzuelo, M., Riva, M.A., Bravo, A.M.L., Masyarakat Universitas Sumatra Utara.
Férnandez-Arroyo, R.M.,…Cornejo-Gutiérrez,
A.M. (2011). Effectiveness of an Tackett, K.K. (2007). A new paradigm for
implementation strategy for a breastfeeding depression in new mothers: The central role of
guideline in Primary Care: cluster randomised inflammation and how breastfeeding and anti-
trial. BMC Family Practice, 12 (1), 144. doi: inflammatory treatments protect maternal
10.1186/1471-2296-12-144. mental health. International Breastfeeding
Journal, 30 (2), 6. doi: 10.1186/1746-4358-2-
Millan, S. S., Dewey, K. G., & Escamilla, R. P. 6.
(2008). Factors Associated with Perceived
Insufficient Milk in a Low Income Urban Vidas, M., Smalc, V.F., Catipovic, M., & Kisik, M.
Population in Mexico. The Journal of (2011). The application of autogenic training
Nutrition, 124 (2), 202–212. Diperoleh dari in counseling center for mother and child in
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8308569 order to promote breastfeeding. Collegium
Antropologicum , 35 (3), 723–731.
Nishioka, E., Haruna, M., Ota, E., Matsuzaki, M.,
Murayama, R.,…Yoshimura, K. (2011). A WHO. (2003). Protecting promoting and
prospective study of the relationship between supporting breastfeeding: The special role of
breastfeeding and postpartum depressive maternity services. A joint WHO/ UNICEF
symptoms appearing at 1–5 months after statement. Geneva: World Health
delivery. Journal of Affective Disorders, 133 Organization.
(3), 553–559. doi: 10.1016/j.jad.2011.04.027.
Widiasih, R. (2008). Masalah-masalah dalam
Purnamasari, D.U., & Rahardjo, S. (2007). Menyusui. Seminar Manajemen Laktasi (pp. 1-
Pemodelan kuantitatif untuk analisis faktor 11). Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan
penentu praktik pemberian ASI eksklusif pada Universitas Padjadjaran.
ibu bekerja di Instansi Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto. Purwokerto: Jurusan Win, N.N., Binns, C.W., Zhao, Y., Scott, J.A., &
Kesehatan Masyarakat FKIK Universitas Oddy, W. H. (2006). Breastfeeding duration in
Jenderal Soedirman Purwokerto. mothers who express breast milk: A cohort
study. International Breastfeeding Journal, 1,
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan 28. doi: 10.1186/1746-4358-1-28.
Republik Indonesia. (2012). Profil kesehatan ………………………………………………
provinsi Jawa Timur Tahun 2010. Surabaya: ……………………………………………
Kementerian Kesehatan RI. ……………………………………………
……………………………………………
Riordan, J., & Auerbach, K.G. (2010). ……………………………………………
Breastfeeding and human lactation. London: ……………………………………………
Jones and Bartlett Publishers International. ……………………………………………
…………
Romero, S.Q., Bernal, R., Barbiero, C.,
Passamonte, R., & Cattaneo, A. (2006). A
rapid ethnographic study of breastfeeding in ………………………………………………
the North and South of Italy. International ……………………………………………
Breastfeeding Journal, 1, 14. doi: 10.1186/17 …..
46-4358-1-14

Anda mungkin juga menyukai