OMPHALOKEL
STASE KEPERAWATAN ANAK
OLEH
ESTERMILA, S.Kep
NIM 113063J12008
B. Etiologi Omphalokel
Penyebab Omfalokel menurut beberapa ahli diantaranya :
1. Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab
Omphalokel, yaitu:
a. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu
hamil sakit dan terinfeksi, penggunaan obat-
obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-
faktor tersebut berperan pada timbulnya
insufisiensi plasenta dan lahir pada umur
kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya
bayi dengan gastroschizis dan omfalokel paling
sering dijumpai.
b. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat
menimbulkan defek dinding abdomen pada
percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya
secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas
peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto
Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi
memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan
struktural pada fetus. Bila suatu kelainan didapati
bersamaan dengan adanya omfalokel, layak untuk
dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan
genetik.
c. Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia
intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus
dilacak dengan USG.
2. Menurut Rosa M. Scharin (2004), etiologi dari
Omphalokel belum diketahui secara pasti, namun
Beberapa teori telah dipostulatkan, seperti:
a. Kegagalan kembalinya usus ke dalam abdomen
dalam 10-12 minggu yaitu kegagalan lipatan
mesodermal bagian lateral untuk berpindah ke
bagian tengah dan menetapnya the body stalk
selama gestasi 12 minggu.
b. Faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan
omphalokel adalah resiko tinggi kehamilan
seperti;
1) Infeksi dan penyakit pada ibu
2) Penggunaan obat-obatan berbahaya, merokok,
3) Kelainan genetik
4) Defesiensi asam folat
5) Hipoksia
6) Salisil dapat menyebabkan defek pada dinding
abdomen.
7) Asupan gizi yang tak seimbang
8) Unsur polutan logam berat dan radioaktif yang
masuk ke dalam tubuh ibu hamil.
C. Manifestasi Klinik
Omphalocel dapat dilihat dengan jelas, karena isi
abdomen menonjol atau keluar melewati area perut yang tertekan.
Berikut ini perbedaan ukuran omphalocel, yaitu : Omphalocel
kecil hanya usus yang keluar atau menonjol, sedangkan.
Omphalocel besar : usus, hati atau limpa yang mungkin bisa
keluar dari tubuh yang sehat. Omphalocel memperlihatkan sedikit
pembesaran pada dasar tali pusat atau kantong membrane yang
menonjol pada umbilicus. Kantong tersebut berukuran dari kecil
sampai berukuran raksasa dan mengenai hati, limfe dan tonjolan
besar pada bowel (isi perut). Tali pusat biasanya diinsersi ke
dalam kantong jika kantong rupture pada uterus, maka usus akan
terlihat gelap dan edematous. Jika tidak ditutup maka selama
pelepasan, usus menunjukkan normal yang esensial. 1 dari 3 bayi
dengan omphalocel diasosiasikan sebagai congenital abnormaly.
D. Patofisiologi Omphalokel
Omfalokel disebabkan oleh kegagalan untuk dapat
kembali ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10
minggu sehingga menyebabkan timbulnya omfalokel. Kelainan
ini dapat terlihat dengan adanya prostrusi dari kantong yang serisi
usus dan visera abdomen melalui defek dinding abdomen pada
umbilicus (umbilicus terlihat menonjol keluar). Angka kematian
tinggi bila omfalokel besar karena kantong dapat pecah dan
terjadi infeksi. Pada 25-40% bayi yang menderita omfalokel,
kelainan ini disertai oleh kelainan bawaan lainnya, seperti
kelainan kromosom, hernia diafragmatika dan kelainan jantung.
(Ngastiyah 1997).
Suatu portusi pada dinding abdomen sampai dasar tali
pusat. Selama 6 – 10 minggu kehamilan. Protrusi tersebut tumbuh
dan keluar dari dalam abdomen, pada tali pusat karena abdomen
berisi terlalu sedikit sekitar 10 – 11 minggu, normalnya usus akan
berpindah kembali ke dalam abdomen. Ketidakmampuan usus
untuk bermigrasi secara normal akan menyebabkan Omphalocele.
Omphalocele biasanya ditutupi oleh membrane yang dilindungi
oleh visera. Bayi dengan omphalocele mempunyai insiden yang
tinggi terhadap Abnormalitas yang lain, seperti imperforasi,
agenesis colon dan defek diafragma atau jantung (Jackson, D.B.&
Sounders, 1993).
Penatalaksanaan Keperawatan :
Sebelum dilakukan operasi bila kantong
Etiologi belum pecah, dioleskan merkurokrom Penatalaksanaan Medis :
setiap hari untuk mencegah infeksi. Pembedahan. Teknik bedah dari
Setelah dioleskan merkurokrom, omfalokel dibedakan menjadi dua
Gangguan pembentukan cincin ditutup dengan kassa steril, diatasnya yaitu teknik penutupan primer dan
umbilikus dan rusaknya meso teknik penutupan bertahap.
ditutup lagi dengan kapas agak tebal
baru dipasang gurita.
Ketidak lengkapnya penutupan dinding
Definisi
Protrusi pada waktu lahir dibagian
Keluarnya organ visera dari rongga usus yang melalui suatu defek besar
pada dinding abdomen di umbilikus.
Omphalocele
Pre Operasi
Post Operasi
Tanda dan gejala :
Sistem rigasi Pembesaran kantong
1. Nyeri
Penurunan perfusi usus Adanya luka insisi
2. Demam
Keseimbangan cairan Pecah 3. Adanya tonjolan.
Nutrisi tidak adekuat Diskontinuitas jaringan
Resiko Infeksi
E. Komplikasi
1. Insfeksi
2. Ruptur kantong omfalokel
3. Hernia venatralis
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut A.H Markum (1991)
1. Pemeriksaan fisik
pada omfalokel tampak kantong yang berisi usus dengan
atau tanpa hati di garis tengah pada bayi baru lahir.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan maternal serum alfa fetoprotein (MSAFP).
Diagnosis prenatal defek pada dinding abdomen dapat
dideteksi dengan MSAFP. MSAFP dapat juga meninggi
pada spinabififida yang disertai dengan peningkatan
asetikolinnesterase dan pseudokolinesterase.
3. Prenantal, ultrasound : menunjukan adanya defek
ompalokel.
4. Pemeriksaan radiology : Fetal sonography dapat
menggambarkan kelainan genetik dengan memperlihatkan
marker structural dari kelainan kariotipik.
5. Echocardiography fetus membantu mengidentifikasi
kelainan jantung. Untuk mendukung diagnosis kelainan
genetik diperjelas dengan amniosentesis. Pada
omphalocele tampak kantong yang terisi usus dengan atau
tanpa heper di garis tengah pada bayi baru lahir.
G. Collaborative care management
1. Penatalaksaan pranatal
Apabila terdiagnosa Omphalokel pada masa
prenatal maka sebaiknya dilakukan informed consent
pada orang tua tentang keadaan janin, resiko tehadap ibu,
dan
prognosis. Informed consent sebaiknya melibatkan ahli
kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak. Keputusan
akhir dibutuhkan guna perencanaan dan penatalaksanaan
berikutnya berupa melanjutkan kehamilan atau
mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan
sebaiknya dilakukan observasi melaui pemeriksaan USG
berkala juga ditentukan tempat dan cara melahirkan.
Selama kehamilan omphalokel mungkin berkurang
ukurannya atau bahkan ruptur sehingga mempengaruhi
pronosis. Ascraft (1993) menyatakan bahwa beberapa ahli
menganjurkan pengakhiran kehamilan jika terdiagnosa
omphalokel yang besar atau janin memiliki kelainan
konggenital multipel.
2. Penalaksaan Postnatal
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan
segera setelah lahir (immediate postnatal), kelanjutan
penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau
nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi.
Penatalaksanaan segera bayi dengan Omphalokel adalah :
a) Tempatkan bayi pada ruangan yang aseptik
dan hangat untuk mencegah kehilangan
cairan, hipotermi dan infeksi.
b) Posisikan bayi senyaman mungkin, Posisi
kepala sebaiknya lebih tinggi untuk
memperlancar drainase.
c) Lakukan penilaian ada/tidaknya distress
respirasi yang mungkin membutuhkan alat
bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal.
d) Pasang pipa nasogastrik atau pipa
orogastrik untuk mengeluarkan udara dan
cairan dari sistem usus sehingga dapat
mencegah muntah, mencegah aspirasi,
mengurangi distensi dan tekanan
(dekompresi) dalam sistem usus sekaligus
mengurangi tekanan intra abdomen,
demikian pula perlu dipasang rectal tube
untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem
usus.
e) Pasang kateter uretra untuk mengurangi
distensi kandung kencing dan mengurangi
tekanan intra abdomen.
f) Pasang jalur intra vena (sebaiknya pada
ektremitas atas) untuk pemberian cairan
dan nutrisi parenteral sehingga dapat
menjaga tekanan intravaskuler dan
menjaga kehilangan protein yang mungkin
terjadi karena gangguan sistem usus, dan
untuk pemberian antibitika broad
spektrum.
g) Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu,
status asam basa, cairan dan elektrolit
h) Pada omphalokel, defek ditutup dengan
suatu streril-saline atau povidone -iodine
soaked gauze, lalu ditutup lagi dengn suatu
oklusif plastik dressing wrap atau plastik
bowel bag. Tindakan ini harus dilakukan
ekstra hati hati diamana cara tersebut
dilakukan dengan tujuan melindungi defek
dari trauma mekanik, mencegah
kehilangan panas dan mencegah infeksi
serta mencegah angulasi sistem usus yang
dapat mengganggu suplai aliran darah.
i) Pemeriksaan darah lain seperti fungsi
ginjal, glukosa dan hematokrit perlu
dilakukan guna persiapan operasi bila
diperlukan serta Evaluasi adanya kelainan
kongenital lain yang ditunjang oleh
pemeriksaan rongent thoraks dan
ekhokardiogram.
j) Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi
ditempatkan dalam suatu inkubator hangat
dan ditambah oksigen.
H. Diagnosis Omphalokel
Diagnosis omfalokel meliputi pemeriksaan fisik secara lengkap
dan perlu suatu rontgen dada serta ekokardiogram. Pada saat
lahir, omfalokel diketahui sebagai defek dinding abdomen pada
dasar cincin umbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek
kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai hernia
umbilikalis) dan dibungkus oleh suatu kantong membran atau
amnion. Pada 10% sampai 18%, kantong mungkin ruptur dalam
rahim atau sekitar 4% saat proses kelahiran. Diagnosis
omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Dan dapat
ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal.
1. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering
ditegakkan dengan bantuan USG. Defek dinding abdomen
janin biasanya dapat dideteksi pada saat minggu ke 13
kehamilan, dimana pada saat tersebut secara normal
seharusnya usus telah masuk seluruhnya kedalam kavum
abdomen janin. Pada pemeriksaan USG Omphalokel tampak
sebagai suatu gambaran garis–garis halus dengan gambaran
kantong atau selaput yang ekhogenik pada daerah tali pusat
(umbilical cord) berkembang. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada masa prenatal selain USG diantaranya
ekhocardiografi, MSAPF (maternal serum alpha-fetoprotein),
dan analisa kromosom melaui amniosintesis. Pemeriksaan
tersebut dilakukan dengan
tujuan selain menunjang diagnosis sekaligus menilai apakah
ada kelainan lain pada janin.
2. Diagnosis Postnatal
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah
terdapatnya defek sentral dinding abdomen pada daerah tali
pusat. Defek bervarasi ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm
sampai dengan 12 cm, mengandung herniasi organ–organ
abdomen baik solid maupaun berongga dan masih dilapisi oleh
selaput atau kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada
puncak kantong. Kantong atau selaput tersusun atas 2 lapisan
yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam
berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut terdapat lapisan
Warton’s jelly. Warton’s jelly adalah jaringan mukosa yang
merupakan hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal
(mesodermal). Jelly mengandung kaya mukosa dengan sedikit
serat dan tidak mengandung vasa atau nervus.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perawatan Pre Operatif
Diagnosa 1 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
penekanan rongga abdomen.
a. Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat
b. batasan karateristik
1) perubahan kedalaman pernapasaan
2) perubahan ekskursi dada
3) bradipneu
4) penurunan tekanan ekspirasi
5) penurunan ventilasi semenit
6) dipneu
7) pernapsaan cuping hidung
8) ortopneu
9) fase ekspirasi memanjang
10) pernapsaan bibir
11) takipneu
12) penggunaaan otot aksesorius untuk
bernapas
c. Faktor yang berhubungan
1) ansietas
2) posisi tubuh
3) deformitas tulang
4) deformitas dinding dada
5) keletihan
6) hiperventilasi
7) sindrom hipoventilasi
8) gangguan muskuluskeletal
9) kerusakan neurologis
10) imaturitas neurologis
11) disfungsi neuromuskular
12) obsitas
13) nyeri
14) keletihan otot pernapsaan cedera medula
spinalis.
Diagnosa 2 : Resiko kekurangan volume cairan
a. Definisi
Berisiko mengalami dehidrasi vaskular, seluler,
atau intraseluler.
b. Faktor resiko
1) kehilangan volume cairan aktif.
2) kurang pengetahuan.
3) penyimpangan yang mempengaruhi absorsi
cairan.
4) penyimpangan yang mempengaruhi akses
cairan.
5) penyimpangan yang mempengaruhi asupan
cairan.
6) penyimpangan berlebihan melalui rute
normal.
7) usia lanjut.
8) berat badan ekstrem.
9) faktor yang mempengaruhi kebutuhan
cairan (mis, status hipermetabolik)
10) kegegelan regulator.
11) kehilangan cairan melalui rute abnormal.
12) agen fermasutikal misalnya deuretik.
2. Post operasi
Dianosa 1 : Nyeri Akut berhubungan dengan agen
pencedera biologis, prosedur pembedahan menutup
abdomen.
a. Definisi
pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan yanga aktual atau
potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
rupa (international associaton for study of pain):
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6
bulan.
b. Batasaan karakteristik
1) perubahan selera makan.
2) perubahan tekanan darah.
3) perubahan frekuensi jantung.
4) perubuhan frekuensi pernapsaan.
5) laporan isyarat.
6) diaforesis.
7) perilaku distraksi(mis, berjalan mondar-
mandir mencari orang lain dan atau
aktivitas lain, aktivitas yang berulang).
8) perubahan perilaku (gelisah, merengek,
menangis)
9) masker wajah (mis, mata kurang
bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap pada fokus meringis).
10) sikap melindungi area nyeri.
11) fokus menyempit (mis, gangguan persepsi
nyeri, hambatan proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan).
12) indikasi nyeri yang dapat diamati.
13) sikap tubuh melindungi.
14) dilatasi pupil.
15) melaporkan nyeri secara verbal.
c. faktor yang berhubungan
a. agen cidera (mis, biologis, zat kimia)
b. fisik, psiologis.
Diagnosa 2 : Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan luka post op.
b. Definisi
Mengalami peningkatan resiko oraganisme patogenik.
c. Faktor – faktor resiko
19) penyakit kronis (diabetes melitus dan
obeaitas).
20) pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemajanan patogen.
21) pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat.
22) gangguan peristalsis.
23) kerusakanan integritas kulit (pemasangan
kateter intravena, prosedur invasif).
24) perubuhan sekresi ph.
25) penurunan kerja siliaris.
26) pecah ketuban dini.
27) pecah ketuban lama.
28) merokok.
29) stasis cairan tubuh.
30) trauma jaringan (mis, trauma destruksi
jaringan
31) ketidakadekuatan pertahanan sekunder.
a. penurunan hemoglobin.
b. imonosupresi (mis, imunitas
didapat tidak adekuat, agen
farmaseutikal termasuk
imonopresan, steroid, antobodi,
monoklonal, imunomudulator.
c. supresi respon.
32) vaksinasi tidak adekuat.
33) pemajanan terhadap patogen.
34) lingkungan meningkat (wabah).\
35) prosedur invasif
36) malnutrisi
Diagnosa 3 : Keterlambatan tumbuh kembang
berhubungan dengan perawatan yang multipel.
a. Definisi
penyimpangan/kelainan dari kelompok usia.
b. Batasaan karakteristik
1) gangguan perubahan fisik.
2) penurunan waktu respon
3) terlambat dalam melakukan keterampilan
umum kelompok usia.
4) kesulitan dalam melakukan keterampilan
umum kelompok usia
5) afek datar.
6) ketidakmampuan melakukan aktivitas
perawatan diri yang sesuai dengan usia.
7) ketidak mampuan aktivitas pengendalian
dan perawatan diri yang sesuai dengan
usia.
8) lesu/tidak bersemamngat.
c. Faktor yang berhubungan
1) ketidak berdayaan fisik.
2) defisiensi lingkungan.
3) pengasuhan yang tidak adekuat.
4) reponsivitas yang tidak konsisten.
5) pengabaian.
6) pengasuhan ganda.
7) ketergantungan yang terprogram.
8) perpisahan dari orang yang
dianggap penting.
9) defisiensi stim
C. Perencanaan
1. Diagnosa Preoperasi
No. Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan a. Posisikan pasien untuk 1. Memberikan posisi yang
berhubungan dengan keperawatan 3 x 24 jam, pola memaksimalkan ventilasi. nyaman bagi pasien
penekanan rongga napas pasien kembali normal b. Identifikasi pasien perlunya misalnya semi fowler
abdomen. dan efektif dengan kriteria pemasangan alat jalan napas atau tinggikan bantal
hasil : buatan. pada bayi.
a. Suara napas yang c. Monitor respirasi dan status 2. Untuk memastikan
bersih, tidak ada oksigen. perluknya alat bantu
sianosis dan dypsneu, d. Keluarkan sekret dengan napas bagi pasien.
mampu bernapas batuk atau suction. 3. Untuk memastikan
dengan mudah. respirasi pasien.
b. Menunjukkan jalan 4. Untuk membersihkan
napas yang paten (klien jalan napas pasien.
tidak merasa tertekik,
irama napas, frekuensi
pernapasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara napas
abnormal seperti
whezing/mengi).
c. TTV dalam batas
normal
2. Resiko kurang volume Setelah dilakukan tindakan a. pertahankan intake & output a. membantu memperhaan
cairan berhubungan keperawatan 3 x 24 jam pasien yang adekuat. kehilan cairan pasien
dengan dehidrasi kebutuhan cairan klien b. monitor status hidrasi yang adekuat.
terpenuhi. Dengan kriteria (membran mukosa yang b. mengetahui stautus
hasil : adekuat). dehidrasi pasien lebih
a. Keseimbangan intake c. monitor status hemodinamik dini.
& output dalam batas c. membantu
normal mengidentifikasi lebih
b. Elektrolit serum awal kekurangan volume
dalam batas normal cairan.
c. Tidak ada tanda
dehidrasi
d. Tidak ada hipertensi
ortostatik
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan teknik isolasi a. Mempertahankan
berhubungan dengan isi keperawatan Kontrol Infeksi b. Batasi pengunjung bila perlu sterilisasi luka pasien.
abdomen yang keluar selama 3 x 24 jam, c. Cuci tangan setiap sebelum b. Memberikan waktu
diharapakan infeksi tidak dan sesudah tindakan pasien beriistirahat.
terjadi (terkontrol) dengan keperawatan c. Memberikan tindakan
status kontrol infeksi, dengan d. Tingkatkan intake nutrisi aseptik untuk mengurang
kriteria hasil : infeksi patogen yang
a. Klien bebas dari tanda berpindah dari tangan.
dan gejala infeksi d. Memberikan nutrisi yang
b. Menunjukkan adekuat untuk
kemampuan untuk menambah daya tahan
mencegah timbulnya tubuh pasien.
infeksi
c. Jumlah leukosit dalam
batas normal
5. Diagnosa post operasi
No. Diagnosa Tujuan Dan Kirteria Hasil Intervensi Rasional
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan a. Kaji nyeri secara a. Untuk memastikan
berhubungan dengan keperawatan Menejemen komprehensif (lokasi, petalaksanaan nyeri
agen pencedera nyeri selama 3 x 24 jam durasi, frekuensi, yang tepat.
biologis, prosedur diharapkan pasien tidak intensitas). b. Mengetahui tingkat
pembedahan menutup mengalami nyeri, antara lain b. Observasi isyarat – nyeri bayi, misalnya
abdomen. penurunan nyeri pada tingkat isyarat non verbal bayi gelisah.
yang dapat diterima anak. dari c. Mengurangi
Dengan kriteria hasil : ketidaknyamanan. kebisiingan.
a. Anak tidak c. Berikan pereda nyeri d. Untuk meredakan
menunjukkan tanda- dengan manipulasi bahkan menghilangkan
tanda nyeri (rewel) lingkungan (misal nyeri.
b. Nyeri menurun sampai ruangan tenang, e. Untuk memberikan
tingkat yang dapat batasi pengunjung). lingkungan yang
diterima anak d. Berikan analgesia nyaman bagi pasien.
sesuai ketentuan
e. Kontrol faktor –
faktor lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
(lingkungan yang
berisik).
Betz Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: EGC
Suriadi & Yuliani R.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : CV.
OLEH
ESTERMILA, S.Kep
NIM 113063J120080
CI AKADEMIK
Ns. SELLY KRESNA DEWI, S.Kep.,Sp.Mat
:
B. Pem
aham
an
anak
tenta
ng
sakit
dan
Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak rawa
t
: inap
:
Perut bayi kembung tidak bisa BAB, 1 minggu terakhir sering menangis
dan
rewel,ada demam, frekuensi menyusui kurang. Perut bayi keras.
B. Cairan
C. Eliminasi (BAB&BAK)
5. Tidak ada
5. Obat 5. diberikan saat
pencahar dirumah sakit
D. Istirahat tidur
DO :
- Bayi tampak rewel
- sering menangis
- 3 hari yang lalu
ada muntah
- Abdomen teraba
keras
- berat badan lahir
3000 gram, berat
badan terkini 2900
gram.
- Peristeltik usus
10x/menit.
- perut kembung
P:
Intervensi dihentikan
2 Ketidakcukupan Selasa 1. Memonitor suhu tubuh bayi dengan S : 5.
nutrisi kurang 05/01/2020
cara mengobervasi kenaikan suhu
dari kebutuhan 07.00
tubuh tubuh bayi tiap 15 sampai 30 menit O :
10.00 - Bayi sudah tidak muntah
sekali
2. Membantu ibu untuk memompa Asi - Pemberian nutrisi lewat selang
08.30 Oropharynx gastric tube (OGT)
sebelum diberikan ke bayi.
3. Memperhankan intake cairan dengan - Kenaikan suhu badan dalam
memberikan bayi cairan sesuai dengan batas normal
kebutahan. yaitu BB (gram) x 6 x - Bayi tampak tenang.
29,57: waktu pemberian
09.00 4. Menjadwalkan masukan nutrisi (Asi) A:
ibu setiap 2 jam sekali.
Masalah teratasi sebagian.
10.00 5. Berikan relaksasi Autogenic training
untuk meningkatkan Asi ibu. dengan P:
O:
- Bayi masih dalam inkubator
- Masih tampak menggunakan OTG
- BB bayi masih pada BB awal masuk
yaitu 2900 gram
- Reflek isap masih lemah.
A:
Masalah belum teratasi
P:
07.00 1. Monitor suhu tubuh bayi dengan cara
mengobervasi kenaikan suhu tubuh bayi
tiap 15 sampai 30 menit sekali
10.00
2. Bembantu ibu untuk memompa asi
sebelum diberikan ke bayi.
07.00
3. Pempertahankan intake cairan dengan
memberikan bayi cairan sesuai dengan
kebutahan. Yaitu bb (gram) x 6 x 29,57:
waktu pemberian
09.00 4. Jadwalkan masukan nutrisi (asi) ibu
setiap 2 jam sekali.
10.00 5. Berikan relaksasi autogenic training
untuk meningkatkan asi ibu. Dengan
cara menanamankan sugesti positif pada
ibu, serta menjelaskan keadaaan terkini
bayi dan jelaskan bila bu panik dan
stress dapat menurunkan jumlah asi
yang nanti akan berdampak pada
pemenuhan nutrsi bayi
I:
1. Memeriksa suhu bayi tiap 15 menit
sekali, dengan menggunakan
termometer, namun bila bayi sudah
dalam inkubator atur suhu sesaui
dengan
normal suhu bayi yaitu 37 0c.
2. Membantu ibu memompa asi dengan
cara yang tepat dengan membantu ibu
tetap tenang dan memastikan ibu cukup
nutrisi dengan cara menanykan makan
apa saja yang ibu konsumsi.
3. Memberikan cairan yang sesuai dengan
kebutuhan bayi yaitu 4 ml/2 jam serta
menimbang popok bayi tiap penuh
untuk mengetahui pengeluran dari bayi.
4. Memberiakan asi setiap 2 jam sekali
dengan asi yang sudah di pompa ibu.
5. Memberikan rileksasi saat ibu
memompa asi dengan cara mengajak
mengobral hal-hal yang menyenangkan
bagi ibu serta menceritakan
perkembangan yang baik dari kondisi
bayi ibu, agar ibu bayi tidak merasa
khawatir yang dapat mempengaruhi
produksi asi dari ibu.
E:
- Masih masih memakai OGT
- Replek mengisap mulai membaik,
ini dilihat dari bayi sering
mengemut selang OGT
- Intake dan output bayi normal
dengan popok diganti 2 kali sehari
dengan berat 150 gram dan ada 2
kali BAB dg konsistensi lembek dan
berwarna kuning.
O:
- bayi kadang menangis
- bila disentuh bagian abdomen bayi
t menangis
- tidur bayi 6 – 7 jam sehari
- kadang tengah malam bayi
menangis namun sebentar
A:
Masalah belum teratasi
P:
07.00 1. Kaji nyeri secara komprehensif.
2. Berikan pijatan lembut dipunggung jika
07.00 bayi menangis.
3. Kontrol lingkungan yang dapat
07.18 mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan dan pencahayaan, serta kurang
suara saat melakukan observasi pada
bayi.
4. Minimkan sentuhan saat mengobservasi
bayi maupun saat memberikan nutrisi.
I:
09.00
1. Memeriksa popok bayi, ataupun melihat
jadwal pemberian Asi, apabila bayi
menangis, namun popoknya kering, Asi
sudah diberikan berarti perut bayi nyeri.
2. Mengontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan dan pencahayaan, serta kurang
suara saat melakukan observasi pada
bayi.
3. Minimalkan sentuhan saat
mengobservasi bayi maupun saat
memberikan nutrisi.
E:
- Bayi tenang
- Bayi tidur 6 -7 jam perhari
- Sudah tidak menangis pada malam
hari, mengis bila popok penuh saja.
- Pada perut sebalah kiri masih
membesar karena belum dilakukan
operasi.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak (2015). Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke 4. Jakarta: FKUI.
Dermawan, K. (2010). Penyakit Hisprung. Jakarta: Sagung Seto.
Ngastiyah. (2010). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Nurarif, H. A. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: EGC.
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 19 No.1, Maret 2016, hal 24-32
pISSN 1410-4490, eISSN 2354-920
1. Program Studi Sarjana Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan, Lamongan 62200, Indonesia
*E-mail: faridajuanita@gmail.com
Abstrak
Sebagian besar penyebab kegagalan menyusui berasal dari ketidakpercayadirian ibu. Salah satu intervensi yang dapat
dilakukan untuk membantu keberhasilan menyusui adalah melalui autogenic training untuk mengurangi kecemasan dan
meningkatkan kepercayaan diri ibu. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ada pengaruh relaksasi
autogenic training terhadap durasi menyusui. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental posttest only – non
equivalent control group design. Sampel sebanyak 30 diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi, dibagi
menjadi kelompok kontrol dan perlakuan. Intervensi autogenic training dilakukan ibu di rumah selama 3 minggu. Post-
test dilakukan home visite pada bulan pertama, ketiga dan keenam. Data dianalisis menggunakan one tailed independen
t test dengan α < 0,05. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok perlakuan dapat memberikan ASI lebih lama
dibandingkan kelompok kontrol (p= 0,005). Dapat disimpulkan bahwa relaksasi autogenic training berpengaruh
terhadap peningkatan durasi pemberian ASI. Penerapan hasil penelitian ini dapat dilakukan untuk membantu ibu untuk
keberhasilan menyusui eksklusif.
Abstract
Increased Duration of Breastfeeding on Postpartum Mothers through Autogenic Training Relaxation. The failures
of breastfeeding are mostly caused by mothers’ inconfidence. Nurses can give psychological support by autogenic
training relaxation which strengthens mothers` confidence to breastfeed exclusively. This method teaches mothers in
building a positive intention and motivation to help the process of breastfeeding. This study aims to prove that
autogenic training relaxation may expend the duration of breastfeeding. By using an experimental, posttest only - non
equivalent control group design, 30 subjects are taken based on the criteria and divided into two groups. After
providing autogenic training for 3 weeks, post-test conducted on the first, third and sixth months. Data were analyzed
using one-tailed independent t test with α= 0.05. The analysis showed that the intervention group could breastfeed
longer than control group (p= 0.005). It can be concluded that autogenic training affected the duration of
breastfeeding. These results can be considered that autogenic training as an intervention in support for exclusive
breastfeeding.
Kisik, 2011). Menyusui juga melindungi ibu cemas yang disebabkan oleh perasaan takut
dengan menginduksi ketenengan, mengurangi tidak mampu menghasilkan ASI dan tidak
reaktifitas ibu untuk stres, dan meningkatkan memiliki ASI yang cukup adalah suatu alasan
perilaku nurturing. Menyusui akan melindu- yang paling sering dikemukakan oleh ibu yang
ngi ibu dari stres, dan menjaga suasana hati gagal mulai menyusui, berhenti menyusui ter-
ibu (Tackett, 2007). lalu cepat, atau memulai pemberian makanan
tambahan sebelum makanan itu dibutuhkan.
Saat terpenting waktu menyusui adalah pada Dukungan psikologis dari keluarga, petugas
beberapa hari pertama setelah melahirkan. Bila kesehatan dan masyarakat akan memperkuat
seorang ibu dibantu dengan baik pada saat ia keyakinan diri ibu bahwa dia dapat berhasil
mulai menyusui, kemungkinan ibu tersebut menyusui (WHO, 2003). Kebutuhan ibu beru-
akan berhasil untuk terus menyusui (Siregar, pa akses informasi yang lebih jelas dari profe-
2004). Pada hakikatnya semua wanita dapat sional kesehatan sejak periode antenatal sam-
menyusui. Menurut WHO dalam Martin- pai postnatal juga berpengaruh besar terhadap
Iglesias, et al., (2011), jarang ada wanita yang keberhasilan laktasi. Untuk mencapai inisiasi
tidak dapat menyusui karena kelainan patofi- menyusui yang baik, ibu harus menerima
siologis, diperkirakan 97% wanita subur mem- bantuan profesional untuk cara menyusui sela-
punyai kemampuan untuk menyusui. Beberapa ma jam-jam pertama kelahiran, dan pembe-
penyebab kegagalan menyusui juga telah lajaran praktis selama tinggal di rumah sakit
diidentifikasi dari beberapa penelitian, yaitu (Kervin, Kemp, & Pulver, 2010). Dari segi
kurangnya dukungan sosial, kontak yang ketenagaan, harus dipastikan bahwa semua staf
kurang intensif antara ibu dan bayi, pengaruh peduli pada ibu menyusui dan dapat menjawab
sosial yang permisif terhadap pemberian susu semua pertanyaan ibu tentang menyusui
formula atau penghentian menyusui, praktik (Condon & Ingram, 2011). Peran dari petugas
komersil dari pabrik susu formula, pengenalan kesehatan memegang kunci penting untuk
dini makanan pengganti ASI, pengetahuan keberhasilan menyusui. Latar belakang budaya
yang kurang tentang menyusui pada ibu dan juga harus dipertimbangkan oleh petugas kese-
petugas kesehatan, kecemasan dan stres ibu, hatan untuk mengintervensi ibu menyusui. Ibu
kurang percaya diri pada ibu untuk menyusui, dapat diuntungkan dengan adanya dukungan
berat badan bayi yang kurang, ibu malnutrisi, menyusui untuk meningkatkan self efficacy
multi atau primipara, kontrasepsi hormonal dan perasaan mampu, kuat dan dapat menjadi
dan temperamen bayi (Millan, Dewey, & ibu yang baik (Hannula, Kaunonen, & Tarkka,
Escamilla, 2008). 2008).
Kegagalan dalam proses menyusui sering Di Indonesia, pemberian ASI eksklusif belum
disebabkan karena timbulnya beberapa masa- membudaya pada masyarakat termasuk di
lah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi. kalangan ibu bekerja (Purnamasari dan
Masalah dari ibu yang timbul selama menyu- Rahardjo, 2007). Berdasar data penelitian dari
sui dapat dimulai sejak sebelum persalinan Riset Kesehatan Dasar 2012, ibu yang berhasil
(periode antenatal), pada masa pasca persa- memberi ASI secara eksklusif tercatat sebesar
linan dini, dan pasca masa persalinan lanjut. 61,5% pada tahun 2010. Sementara di Jawa
Masalah menyusui dapat pula diakibatkan Timur ibu yang memberi ASI sebesar 61,52%
karena keadaan khusus seperti ibu mengeluh- pada tahun 2011 dan Kota Surabaya berada
kan bayinya sering menangis atau menolak dibawah rerata, yakni sebesar 26,88% (Pusat
menyusu yang kemudian diartikan bahwa ASI Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
tidak cukup atau tidak baik sehingga menye- Republik Indonesia, 2012).
babkan diambilnya keputusan untuk meng-
hentikan menyusui (Widiasih, 2008). Rasa
Juanita, et al., Peningkatan Durasi Pemberian ASI pada Ibu Post Partum Melalui Relaksasi Autogenic Training 26
Berdasarkan observasi pemberian ASI selama dan durasi maksimal 6 bulan namun dengan
bulan pertama, ketiga dan keenam pada kedua rerata yang lebih tinggi, didapatkan mean
kelompok, didapatkan data sesuai Gambar 1 5,0667 dengan standar deviasi sebesar. Ber-
dan dilakukan uji menggunakan one tailed dasar data tersebut terlihat bahwa sebagian be-
independent t test yang disajikan pada Tabel 2. sar kelompok perlakuan memiliki durasi pem-
Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa subjek pe- berian ASI yang lebih lama jika dibandingkan
nelitian pada kelompok kontrol memiliki dengan kelompok kontrol dengan Δ= -1,8000.
durasi pemberian ASI yang bervariasi, dengan Hal ini juga dibuktikan melalui penghitungan
durasi minimal 1 bulan dan durasi maksimal 6 analisis statistik dengan menggunakan inde-
bulan, didapatkan mean 3,2667 dengan standar pendent t test nilai hitung diperoleh sebesar
deviasi sebesar 1,90738. Subjek penelitian pa- -2,752 dengan p=0,005 (1-tailed), dengan
da kelompok perlakuan memiliki durasi pem- demikian hipotesis diterima dan H0
berian ASI dengan durasi minimal 1 bulan ditolak.
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Peningkatan Durasi Pemberian ASI pada Ibu Postpartum melalui
Relaksasi Autogenic Training
Kelompok
Karakteristik Kelompok Prosentase Uji
Kontrol Perlakuan Frekuensi (f) (%) Homogenitas
Usia
a. ≤ 20 tahun 1 0 1 3,33
b. 21-30 tahun 12 12 24 80 p= 0,729
c. 31-40 tahun 2 3 5 16,67
Pendidikan
a. SMU 1 2 3 10
b.S1 11 11 22 73,33 p= 0,487
c. S2 3 2 5 16,67
Pekerjaan
a. Pegawai negeri 1 2 3 10
b. Pegawai swasta 6 7 13 43,33
c. Dokter/ drg 1 3 4 13,33 -
d. Ibu rumah tangga 5 2 7 23,33
e. Mahasiswa 2 1 3 10
IMT
a. Underweight 2 2 4 13,33
b. Normal 10 11 21 70 p= 0,797
c. Overweight 3 1 4 13,33
d. Obese 0 1 1 3,33
Persalinan
a. Normal/ spontan 6 6 12 40 Matching data
b. SC 9 9 18 60
BBL (gram)
a. 2500-3000 7 6 13 43,33
b. 3010-3500 6 6 12 40 p= 0,720
c. 3510-4000 2 3 5 16,67
Juanita, et al., Peningkatan Durasi Pemberian ASI pada Ibu Post Partum Melalui Relaksasi Autogenic Training 28
12
10
6 Kontrol
Perlakuan
4
0
1 bulan 3 bulan 6 bulan
Tabel 2. Hasil Uji Analisis Independent T Test Durasi Pemberian ASI pada Ibu Postpartum melalui Relaksasi
Autogenic Training
dan seluruh subjek penelitian mempunyai APGAR skor baik dan BB antara 2500–4000
orang yang membantu pekerjaan rumah se- gram (bukan BBLR ataupun giant baby)
hingga faktor keterbatasan waktu ibu terkait sehingga faktor berat bayi lahir dianggap tidak
pekerjaan dapat diabaikan. berpengaruh terhadap variabel dependen.
Faktor fisiologis status kesehatan ibu, nutrisi, Durasi pemberian ASI pada kelompok kontrol
intake cairan merupakan faktor yang secara sebagian besar (7 dari 15 orang) adalah selama
langsung dapat memengaruhi proses pengelu- 3 bulan. Hal ini dimungkinkan berkaitan de-
aran ASI. Dalam penelitian ini diambil data ngan pekerjaan ibu dimana sebagian besar
mengenai status gizi ibu sebelum hamil berda- merupakan wanita bekerja yang mendapat cuti
sarkan IMT. Hal ini dikarenakan status gizi melahirkan selama 3 bulan. Meski diawal
orang dewasa cenderung konstan jika diukur pemberian ASI tidak terdapat perbedaan kesu-
melalui pengukuran anthropometri. Selain itu, litan untuk memulai memberikan ASI saat se-
berdasar wawancara, seluruh subjek peneltian gera setelah melahirkan, namun diperkirakan
tidak mempunyai pantangan makanan setelah kembalinya kesibukan ibu untuk bekerja bisa
melahirkan dan seluruh subjek peneltian juga menimbulkan stres tersendiri bagi ibu, sehing-
mengkonsumsi diet tinggi kalori tinggi protein. ga produksi ASI tidak lagi lancar. Hal tersebut
IMT sebelum hamil juga akan berpengaruh sesuai dengan penelitian yang menyebutkan
terhadap inisiasi dan durasi menyusui (JM, bahwa sebagian ibu di Basilicata dan Friuli
2011). Berdasarkan data pada Tabel 1 seba- Venezia Giulia melaporkan kesulitan menyu-
gian besar memiliki status gizi normal dan ha- sui berhubungan dengan kembalinya mereka
nya 1 orang yang obese. bekerja dan ketidaktahuan akan hak menyusui
bagi ibu pekerja (Romero, Bernal, Barbiero,
Kenyamanan ibu berkaitan nyeri insisi (post Passamonte, & Cattaneo, 2006). Alasan lain
sectio caesar) merupakan salah satu faktor penghentian pemberian ASI dilaporkan peneli-
tidak langsung yang memengaruhi pengelu- tian lain berkaitan dengan produksi ASI yang
aran ASI. Persalinan dengan sectio caesar sa- sedikit, nyeri pada puting, dan keyakinan ibu
ngat berpengaruh terutama dalam inisiasi me- bahwa bayi telah cukup umur untuk disapih
nyusui di hari-hari pertama postpartum jika (Lamontagne, Hamelin, & St-Pierre, 2008).
dibandingkan dengan persalinan normal. Ke-
sulitan memposisikan bayi, adanya nyeri insisi Durasi pemberian ASI eksklusif berhasil dila-
yang menyebabkan kesulitan mobilisasi ibu kukan selama 6 bulan hanya pada 4 dari 15
merupakan hal yang dapat menghambat pem- orang kelompok kontrol. Semua ibu yang ber-
berian ASI (Biancuzzo, 2003). Oleh karena hasil menyusui eksklusif selama 6 bulan ini
itulah dalam penelitian ini dilakukan matching benar-benar menikmati menjadi ibu baru yang
data pada jenis persalinan, sehingga bias dapat menyusui bayinya, bebas dari stres dan
dalam perbedaan keberhasilan menyusui dapat tidak mendapatkan kesulitan sama sekali da-
dimi-nimalkan. lam cara menyusui. Berdasar wawancara, se-
mua ibu ini merasa senang dan mempunyai
Salah satu faktor tidak langsung dalam proses kepercayadirian yang tinggi untuk dapat
menyusui adalah faktor bayi yaitu berat badan menyusui eksklusif. Sesuai dengan teori bah-
bayi saat lahir, temperamen bayi dan status wa prolaktin yang dihasilkan selama proses
kesehatan bayi. Hubungan berat lahir bayi de- menyusui telah diteliti mempunyai efek relak-
ngan volume ASI berkaitan dengan kekuatan sasi yang menyebabkan ibu menyusui merasa
untuk menghisap, frekuensi, dan lama penyu- tenang bahkan mempunyai efek euforia se-
suan dibanding bayi yang lebih besar. Bayi hingga semakin tinggi kadar prolaktin, dapat
yang dilahirkan semua subjek peneltian ter- mencegah kejadian postpartum blues (Riordan
masuk dalam kategori bayi normal dengan & Auerbach, 2010). Menyusui juga melindu-
Juanita, et al., Peningkatan Durasi Pemberian ASI pada Ibu Post Partum Melalui Relaksasi Autogenic Training 30
ngi ibu dengan menginduksi ketenangan, me- sehingga memperkuat keyakinan dirinya akan
ngurangi reaktifitas ibu untuk stres, dan me- keberhasilan menyusui. Dengan pikiran yang
ningkatkan perilaku nurturing sebagaimana positif dan rasa percaya diri yang tinggi,
penelitian yang membuktikan bahwa ketika kemampuan ibu untuk menyusui secara efektif
menyusui berjalan dengan baik, kadar pro- juga akan meningkat sehingga kesulitan-
inflammatory cytokine akan turun dalam batas kesulitan menyusui dapat dengan mudah di-
normal sehingga hal ini akan melindungi ibu atasi bahkan tidak dijumpai sama sekali.
dari stres, dan menjaga suasana hati ibu
(Tackett, 2007). Dalam penelitian sebelumnya, AT terbukti
dapat memberikan efek menenangkan pikiran
Pada kelompok perlakuan, durasi pemberian dan tubuh, dan dapat digunakan untuk me-
ASI eksklusif pada sebagian besar (11 dari 15 ngobati kondisi medis yang terkait dengan
orang) adalah selama 6 bulan. Hal ini dimung- stres (Kanji, dkk., 2006). Dalam intervensi
kinkan disebabkan oleh beberapa faktor. Moti- pada kelompok ini, juga terbukti bahwa efek
vasi ibu untuk tetap meberikan ASI eksklusif positif dari AT berhasil memperpanjang durasi
mebuat ibu menghindari pemberian makanan pemberian ASI hingga 6 bulan.
tambahan pada bayi sebelum 6 bulan. Sebuah
penelitian di Bolivia membuktikan bahwa AT dideskripsikan sebagai bentuk psikoterapi
menghindari pemberian makanan tambahan psikofisiologis dimana seseorang dapat meng-
secara dini berhubungan dengan peningkatan kondisikan dirinya sendiri dengan menggu-
lama menyusui (Ludvigsson, 2003). Ibu yang nakan konsentrasi pasif dan beberapa kombi-
terbiasa memompa ASI juga terbukti mempu- nasi stimuli psikofisiologis yang disesuaikan
nyai kecenderungan untuk dapat menyusui dengan kebutuhan terapinya (formula auto-
hingga 6 bulan meskipun pada penelitian ini genic). Dalam penelitian ini formula autogenic
tidak dikonfirmasi mengenai latar belakang yang dimaksud adalah sugesti positif untuk
budaya responden yang berkaitan dengan gaya keberhasilan laktasi. Hal ini melibatkan repe-
hidup subyek penelitian (Win, Binns, Zhao, tisi mental dengan menggunakan frase verbal
Scott, & Oddy, 2006). Namun dari berbagai yang singkat yang dimaksudkan untuk mem-
faktor tersebut, faktor utama yang meme- peroleh sensasi tubuh yang spesifik seperti
ngaruhi keberhasilan menyusui eksklusif pada rasa berat dan kehangatan, bernafas rileks dan
kelompok perlakuan adalah dari segi psiko- merasakan dahi dingin. Bila diterapkan dalam
logis. Jika psikis ibu dalam kondisi baik, maka keadaan relaksasi, frase tersebut dapat meme-
proses menyusui akan berjalan dengan baik ngaruhi alam bawah sadar secara mendalam.
pula sehingga transfer ASI dapat berjalan op- Dengan latihan yang terus-menerus yang akan
timal. menyebabkan korteks prefrontal dapat mem-
perbaiki respons terhadap stres, AT dapat
Hasil analisis data menunjukkan adanya perbe- menanamkan keyakinan diri ibu untuk dapat
daan durasi pemberian ASI yang signifikan menyusui secara efektif, sehingga berpengaruh
antara kelompok kontrol dan perlakuan. De- pada durasi pemberian ASI eksklusif.
ngan telah mengendalikan beberapa faktor
perancu yang mungkin berpengaruh pada Penelitian ini memperkuat ribuan publikasi
hasil, hal ini berarti bahwa intervensi yang ilmiah sebelumnya yang memaparkan laporan
dilakukan peneliti berhasil memperpanjang du- mengenai efek yang menguntungkan dari AT
rasi pemberian ASI pada kelompok perlakuan. yang membuatnya menjadi metode penyem-
Lamanya durasi pemberian ASI pada kelom- buhan stres dan merupakan penelitian yang
pok perlakuan ini diasumsikan terjadi karena paling konsisten di seluruh dunia dengan level
dengan dilakukannya AT secara teratur, ibu of evidence (LOE) tingkat 1. Pengaruh positif
akan mendapat efek psikologis yang positif, AT pada penelitian ini juga menambah kajian
31 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 1, Maret 2016, hal 24-32
yang mengeksplorasi aplikasi AT untuk ibu Community, 19 (6), 617–625. doi: 10.1111/j
postpartum dalam hal dukungan menyusui. .1365-2524.2011.01003.x.
Hasil penelitian ini menambah efek positif lain
AT terhadap laktasi yang pada penelitian Hannula, L., Kaunonen, M., & Tarkka, M.T.
sebelumnya terbukti efektif untuk mening- (2008). A systematic review of professional
katkan skor keefektifan menyusui dan mem- support interventions for breastfeeding.
perbesar volume ASI (Juanita, 2013), serta Journal of Clinical Nursing, 17 (9), 1132–
penelitian lain oleh Vidas, Smalc, Catipovic, 1143. doi: 10.1111/j.1365-2702.2007.02239.x.
& Kisik (2011) yang membuktikan bahwa ibu
JM, W. (2011, March). Maternal Prepregnancy
yang melakukan AT menunjukkan efek lebih Body Mass Index and Initiation and Duration
stabil secara emosional, percaya diri yang of Breastfeeding: a Review of The Literature.
lebih tinggi, serta menunjukkan durasi menyu- J Womens Health , 341-7. doi: 10.1089/jwh.
sui yang lebih lama dengan tingkat pemberian 2010.2248.
ASI eksklusif sampai 6 bulan yang lebih tinggi
daripada kelompok kontrol. Hal ini menun- Jones, N.A., McFall, B.A., & Diego, M.A. (2004).
jukkan bahwa ibu yang terelaksasi dan mem- Patterns of brain electrical activity in infants of
punyai percaya diri yang tinggi dapat lebih depressed mothers who breastfeed and bottle
berhasil dalam proses laktasi. feed: The mediating role of infant
temperament. Biological Psychology, 67 (1-2),
103–124. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.biop
Kesimpulan sycho.2004.03.010
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Juanita, F. (2013). Relaksasi autogenic training
relaksasi Autogenic Training terbukti berpe- untuk membantu keberhasilan masa awal
ngaruh terhadap peningkatan durasi pemberian laktasi pada ibu postpartum. Jurnal Ners, 8 (2),
ASI melalui penanaman sugesti positif untuk 283–294. ISSN 1858-3598
keberhasilan laktasi berupa repetisi frase atau
kalimat positif yang diterima melalui sensori Kanji, N., White, A., & Ernst, E. (2006).
thalamus yang diteruskan ke korteks prefrontal Autogenic training to reduce anxiety in nursing
students: Randomized controlled trial. Journal
dan amigdala dan tersimpan di memori hipo-
of Advanced Nursing, 53 (6), 729–735. doi:
kampus, sehingga ibu akan mempunyai res- 10.1111/j.1365-2648.2006.03779.x
pons yang lebih baik terhadap stres berupa
peningkatan rasa percaya diri ibu untuk dapat Kervin, B.E., Kemp, L., & Pulver, L.J. (2010).
menyusui secara efektif hingga 6 bulan. Types and timing of breastfeeding support and
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disaran- its impact on mother's behaviour. Journal of
kan pada petugas kesehatan untuk mereko- Paediatrics and Child Health, 46 (3), 85–91.
mendasikan penggunaan AT untuk membantu doi: 10.1111/j.1440-1754.2009.01643.x.
ibu meningkatkan keberhasilan pemberian ASI
eksklusif (TN, AM, INR). Lamontagne, C., Hamelin, A.M., & St-Pierre, M.
(2008). The breastfeeding experience of
women with major difficulties who use the
Referensi services of a breastfeeding clinic: A
descriptive study. International Breastfeeding
Biancuzzo, M. (2003). Breastfeeding the newborn: Journal , 5 (3), 3-17. doi: 10.1186/1746-4358-
clinical strategies for nurses. London: Mosby. 3-17
Condon, L.C., & Ingram, J. (2011). Increasing Ludvigsson, J. F. (2003). Breastfeeding intentions,
support for breastfeeding: What can Children’s patterns, and determinants in infants visiting
Centres do? Health and Social Care in the hospitals in La Paz, Bolivia. BMC Pediatrics,
3, 5. doi: 10.1186/1471-2431-3-5
Juanita, et al., Peningkatan Durasi Pemberian ASI pada Ibu Post Partum Melalui Relaksasi Autogenic Training 32