Disusun Oleh:
SIRILA NGESTI PURNANI
NIM. 190070300011011
B. Etiologi
Penyebab Omfalokel menurut beberapa ahli diantaranya :
1. Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab Omphalokel, yaitu:
a. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi, penggunaan
obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut berperan pada
timbulnya insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur,
diantaranya bayi dengan gastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai.
b. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding abdomen pada
percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas perkiraan.
Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan
dengan USG memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus.
c. Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut
harus dilacak dengan USG.
2. Menurut Rosa M. Scharin (2004), etiologi dari Omphalokel belum diketahui secara pasti,
namun Beberapa teori telah dipostulatkan, seperti:
a. Kegagalan kembalinya usus ke dalam abdomen dalam 10-12 minggu yaitu kegagalan
lipatan mesodermal bagian lateral untuk berpindah ke bagian tengah dan menetapnya the
body stalk selama gestasi 12 minggu.
b. Faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan omphalokel adalah resiko tinggi kehamilan
seperti : Infeksi dan penyakit pada ibu, Penggunaan obat-obatan berbahaya, merokok,
Kelainan genetic, Defesiensi asam folat, Hipoksia, Salisil dapat menyebabkan defek pada
dinding abdomen, asupan gizi yang tak seimbang, unsur polutan logam berat dan radioaktif
yang masuk ke dalam tubuh ibu hamil.
C. Patofisiologi
Omfalokel disebabkan oleh kegagalan untuk dapat kembali ke rongga abdomen pada
waktu janin berumur 10 minggu sehingga menyebabkan timbulnya omfalokel. Kelainan ini dapat
terlihat dengan adanya prostrusi dari kantong yang serisi usus dan visera abdomen melalui defek
dinding abdomen pada umbilicus (umbilicus terlihat menonjol keluar). Angka kematian tinggi bila
omfalokel besar karena kantong dapat pecah dan terjadi infeksi. Pada 25-40% bayi yang
menderita omfalokel, kelainan ini disertai oleh kelainan bawaan lainnya, seperti kelainan
kromosom, hernia diafragmatika dan kelainan jantung (Ngastiyah, 1997).
Suatu portusi pada dinding abdomen sampai dasar tali pusat. Selama 6 – 10 minggu
kehamilan. Protrusi tersebut tumbuh dan keluar dari dalam abdomen, pada tali pusat karena
abdomen berisi terlalu sedikit sekitar 10 – 11 minggu, normalnya usus akan berpindah kembali ke
dalam abdomen. Ketidakmampuan usus untuk bermigrasi secara normal akan menyebabkan
Omphalocele. Omphalocele biasanya ditutupi oleh membrane yang dilindungi oleh visera. Bayi
dengan omphalocele mempunyai insiden yang tinggi terhadap Abnormalitas yang lain, seperti
imperforasi, agenesis colon dan defek diafragma atau jantung (Jackson, D.B.& Sounders, 1993).
D. Manifestasi Klinik
Omphalocel dapat dilihat dengan jelas, karena isi abdomen menonjol atau keluar
melewati area perut yang tertekan. Berikut ini perbedaan ukuran omphalocel, yaitu : Omphalocel
kecil hanya usus yang keluar atau menonjol, sedangkan. Omphalocel besar : usus, hati atau
limpa yang mungkin bisa keluar dari tubuh yang sehat. Omphalocel memperlihatkan sedikit
pembesaran pada dasar tali pusat atau kantong membrane yang menonjol pada
umbilicus. Kantong tersebut berukuran dari kecil sampai berukuran raksasa dan mengenai hati,
limfe dan tonjolan besar pada bowel (isi perut). Tali pusat biasanya diinsersi ke dalam kantong
jika kantong rupture pada uterus, maka usus akan terlihat gelap dan edematous. Jika tidak ditutup
maka selama pelepasan, usus menunjukkan normal yang esensial. 1 dari 3 bayi dengan
omphalocel diasosiasikan sebagai congenital abnormaly.
E. Diagnosis Omphalokel
Diagnosis omfalokel meliputi pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu rontgen
dada serta ekokardiogram. Pada saat lahir, omfalokel diketahui sebagai defek dinding abdomen
pada dasar cincin umbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek kurang dari 4 cm secara
umum dikenal sebagai hernia umbilikalis) dan dibungkus oleh suatu kantong membran atau
amnion. Pada 10% sampai 18%, kantong mungkin ruptur dalam rahim atau sekitar 4% saat
proses kelahiran. Diagnosis omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Dan dapat
ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal seperti berikut :
1. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan dengan bantuan USG.
Defek dinding abdomen janin biasanya dapat dideteksi pada saat minggu ke 13 kehamilan,
dimana pada saat tersebut secara normal seharusnya usus telah masuk seluruhnya kedalam
kavum abdomen janin. Pada pemeriksaan USG Omphalokel tampak sebagai suatu
gambaran garis–garis halus dengan gambaran kantong atau selaput yang ekhogenik pada
daerah tali pusat (umbilical cord) berkembang. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada masa prenatal selain USG diantaranya ekhocardiografi, MSAPF (maternal
serum alpha-fetoprotein), dan analisa kromosom melaui amniosintesis. Pemeriksaan
tersebut dilakukan dengan tujuan menunjang diagnosis sekaligus menilai apakah ada
kelainan lain pada janin.
2. Diagnosis Postnatal
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya defek sentral
dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi ukurannya, dengan diameter mulai
4 cm sampai dengan 12 cm, mengandung herniasi organ–organ abdomen baik solid
maupaun berongga dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat
berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau selaput tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan
luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut
terdapat lapisan Warton’s jelly. Warton’s jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan hasil
deferensiasi dari jaringan mesenkimal (mesodermal). Jelly mengandung kaya mukosa
dengan sedikit serat dan tidak mengandung vasa atau nervus.
F. Penatalaksanaan Omphalokel
1. Penatalaksanaan Prenatal
Apabila terdiagnosa Omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya dilakukan
informed consent pada orang tua tentang keadaan janin, resiko tehadap ibu, dan prognosis.
Informed consent sebaiknya melibatkan ahli kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak.
Keputusan akhir dibutuhkan guna perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya berupa
melanjutkan kehamilan atau mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya
dilakukan observasi melaui pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan cara
melahirkan. Selama kehamilan omphalokel mungkin berkurang ukurannya atau bahkan
ruptur sehingga mempengaruhi prognosis.
2. Penatalaksanan Postnatal
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir (immediate
postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau nonoperasi
(konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Penatalaksanaan segera bayi dengan
Omphalokel adalah :
a. Tempatkan bayi pada ruangan yang aseptik dan hangat untuk mencegah kehilangan
cairan, hipotermi dan infeksi.
b. Posisikan bayi senyaman mungkin, Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk
memperlancar drainase.
c. Lakukan penilaian ada/tidaknya distress respirasi yang mungkin membutuhkan alat bantu
ventilasi seperti intubasi endotrakeal.
d. Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan cairan dari
sistem usus sehingga dapat mencegah muntah, mencegah aspirasi, mengurangi distensi
dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus sekaligus mengurangi tekanan intra
abdomen, demikian pula perlu dipasang rectal tube untuk irigasi dan untuk dekompresi
sistem usus.
e. Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan mengurangi
tekanan intra abdomen.
f. Pasang jalur intra vena (sebaiknya pada ektremitas atas) untuk pemberian cairan dan
nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler dan menjaga kehilangan
protein yang mungkin terjadi karena gangguan sistem usus, dan untuk pemberian
antibitika broad spektrum.
g. Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan elektrolit
h. Pada omphalokel, defek ditutup dengan suatu streril-saline atau povidone -iodine soaked
gauze, lalu ditutup lagi dengn suatu oklusif plastik dressing wrap atau plastik bowel bag.
Tindakan ini harus dilakukan ekstra hati hati diamana cara tersebut dilakukan dengan
tujuan melindungi defek dari trauma mekanik, mencegah kehilangan panas dan
mencegah infeksi serta mencegah angulasi sistem usus yang dapat mengganggu suplai
aliran darah.
i. Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan hematokrit perlu dilakukan guna
persiapan operasi bila diperlukan serta Evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang
ditunjang oleh pemeriksaan rongent thoraks dan ekhokardiogram.
j. Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu inkubator hangat dan
ditambah oksigen.
G. Asuhan Keperawatan Omphalokel
1. Pengkajian
a. Fokus Pengkajian menurut Dongoes, M.F (1999):
1) Mengkaji Kondisi Abdomen
2) Kaji area sekitar dinding abdomen yang terbuka
3) Kaji letak defek, umumnya berada di sebelah kanan umbilicus
4) Perhatikan adanya tanda-tanda infeksi/iritasi
5) Nyeri abdomen, mungkin terlokalisasi atau menyebar, akut/ironis sering disebabkan
oleh inflamasi, obstruksi
6) Distensi abdomen, kontur menonjol dari abdomen yang mungkin disebabkan oleh
pelambatan penyosongan lambung, akumulasi gas/feses, inflamasi/obstruksi
b. Mengukur Temperatur Tubuh
1) Demam, manifestasi umum dari penyakit pada anak-anak dengan gangguan GI,
biasanya berhubungan dengan dehidrasi, infeksi atau inflamasi.
2) Lakukan pengukuran suhu secara kontinu tiap dua jam
3) Perhatikan apabila terjadi peningkatan suhu secara mendadak.
c. Kaji Distress Pernafasan
1) Lakukan pengkajian fisik pada dada dan paru, terhadap
2) Frekuensi : Cepat (takipneu), normal atau lambat
3) Kedalaman : normal, dangkal (Hipopnea), terlalu dalam (hipernea)
4) Kemudahan : sulit (dispneu), othopnea
5) Irama : variasi dalam frekuensi dan kedalaman pernafasan
6) Observasi adanya tanda-tanda infeksi, batuk, seputum dan nyeri dada
7) Kaji adanya suara nafas tambahan (mengi/wheezing)
8) Perhatikan bila pasien tampak pucat/sianosis
B. Etiologi
Penyebab HP diduga oleh karena peningkatan aliran darah pulmonal, walaupun
kemungkinan disertai faktor-faktor lain yang berperan yaitu peningkatan tekanan vena pulmonalis,
polisitemia, hipoksia, asidemia, mikrotrombus dan kondisi sirkulasi bronkhial. Berat ringannya
suatu HP ditentukan oleh tingginya tahanan pembuluh darah paru, progresifisitas serta
reversibilitasnya. Selama dekade terakhir ini, vasodilator merupakan pilihan terapi yang utama
sebagai obat penghambat vasokonstriksi arteri pulmonalis khususnya pada hipertensi pulmonal
primer.
C. Klasifikasi HP
Klasifikasi HP setelah direvisi pada tahun 2003 oleh WHO terdiri dari :
1. Hipertensi arteri pulmonalis : HP idiopatik, familial, berhubungan dengan penyakit kolagen
vaskuler, hipertensi portal, infeksi HIV, obat – obatan atau toksin, gangguan pada tiroid
seperti : penyakit gaucher dan hemoglobinopati, HP persisten pada neonates, oklusi vena
pulmonalis.
2. HP dengan penyakit jantung kanan, penyakit pada atrium dan ventrikel kanan, penyakit
katup pada ventrikel kiri.
3. HP yang berhubungan dengan gangguan pada sistem pernafasan atau hipoksemia, PPOK,
penyakit paru interstitial, gangguan bernafas saat tidur, alveolar hypoventilation disorder,
paparan kronis tempat ketinggian, penyakit paru pada neonates, alveolar capillary dysplasia.
4. HP yang disebabkan thrombosis kronis dan atau penyakit emboli, obstruksi tromboemboli
proksimal arteri pulmonalis, obstruksi distal dari arteri pulmonalis, HP yang disebabkan
mekanisme banyak faktor lainnya, kelainan darah: myeloproliperative disorder, splenectomi,
Penyakit sistemik: sarkoidosis, histiositosis sel langerhans paru, neurofibromatosis dan
vaskulitis, kelainan metabolik: glycogen strorage disease, penyakit Gaucher, penyakit tiroid,
Lain – lain: obstruksi oleh tumor, fibrosing mediastinitis, gagal ginjal kronik yang mendapat
dialisis.
Klasifikasi fungsional HP menurut WHO
Kelas I Pasien dengan HAP tanpa aktivitas fisik yang terbatas. Aktivitas fisik biasa tidak
menumbulkan sesak nafas atau lelah, nyeri dada, atau nyaris pingsan yang tidak
semestinya terjadi.
Kelas II Pasien dengan HAP dengan aktivitas fisik sedikit terbatas. Saat istirahat tidak ada
keluhan, namun aktivitas fisik biasa menyebabkan sesak nafas atau lelah, nyeri
dada, atau nyaris pingsan yang tidak semestinya.
Kelas III Pasien dengan HAP dengan aktivitas fisik yang jelas terbatas. Saat istirahat tidak
ada keluhan, namun aktivitas fisik yang lebih ringan dari biasa menyebabkan
sesak nafas atau lelah, nyeri dada, atau nyaris pingsan yang tidak semestinya.
Kelas IV Pasien dengan HAP yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun tanpa
menunjukkan gejala. Pasien ini memperlihatkan tanda - tanda gagal jantung
kanan. Sesak nafas dan/atau lelah dapat timbul saat istirahat. Ketidaknyamanan
meningkat dengan melakukan aktivitas fisik apapun
E. Patofisiologi
Hipertensi pulmonal disebabkan oleh peningkatan aliran darah atau peningkatan
resistensi arteri pulmonalis. Tekanan sistolik arteri pulmonal normal saat istirahat adalah 18-15
mmHg, dengan tekanan pulmonal rata-rata yang bervariasi antara 12-16 mmHg. Tekanan yang
rendah ini diakibatkan oleh luasnya daerah persilangan dari sirkulasi pulmonal, sehingga
resistensi menjadi rendah. Meningkatnya resistensi pembuluh darah pulmonal atau aliran darah
pulmonal menyebabkan hipertensi pulmonal. Pada studi imunologik terjadi ketidakseimbangan
mediator-mediator vasoaktif, seperti prostasiklin dan Tromboksan A2, endotelin-1, serotonin,
adrenomedulin, vasoactive Intestinal Peptide(VIP), dan vascular endothelial growth factor
(VEGF). Faktor genetik dapat berperan, dan pada beberapa kasus yang menunjukkan adanya
gangguan imunologi. HP berhubungan dengan obstruksi prekapiler dari pembuluh darah
pulmonal akibat hyperplasia otot arteri kecil dan arteriol pulmonal. Keadaan ini ditemukan pada
neonatal HP, mountain sickness yang kronis. Pada anak, dilaporkan adanya beberapa kasus HP
yang disertai penyakit oklusi vena.
PATHWAY
PATHWAY OF PULMONAL ARTERIAL HYPERTENSION
G. Pemeriksaan penunjang
1. Elektrokardiogram
Temuan elektrokardiogram yang mendukung adanya PH adalah deviasi aksis QRS ke kanan,
hipertrofi ventrikel kanan disertai strain dan dilatasi atrium kanan.
2. Foto Thorak
Foto thorak menunjukan adanya dilatasi arteri pulmoner disertai dengan menghilangnya
corakan perifer (pruning) dan pada tahap lanjut dapat terlihat pembesaran atrium dan ventrikel
kanan. Dilain pihak foto toraks dapat menentukan penyebab PAH bila ditemukan adanya
emfisema, fibrosis atau abnormalitas rongga toraks.
3. Ekokardiogram
Pemeriksaan ekokardiogram dapat mengkonfirmasi Hipertensi Pulmoner dan etiologinya
(Penyakit jantung bawaan, Penyakit jantung katup dan penyakit jantung koroner). Parameter
yang harus dinilai pada pemeriksaan ekokardiogram adalah dimensi atrium kanan dan
ventrikel kanan, tekanan sistolik ventrikel kanan, fungsi ventrikel kanan dan kiri, tekanan arteri
pulmoner, penyakit jantung kiri dan efusi perikard.
4. Test Fungsi Paru & Analisa Gas darah
Tes fungsi paru dan analisa gas darah dapat membedakan PAH akibat gangguan saluran
nafas atau kelainan parenkim paru. Pasien dengan PAH mempunyai kapasitas difusi dari CO2
(DLco2) yang menurun dan volume paru juga menurun. PaO2 normal atau sedikit rendah
disertai CO2 yang rendah akibat hiperventilasi.
5. CT Scan Arteri Pulmonal
CT scan angio arteri pulmonal diperlukan untuk pasien penyakit parenkim paru, penyakit veno
oklusi dan limfadenopati dan hipertensi pulmonal dengan tromboemboli kronik untuk
menentukan indikasi endoarterektomi.
Gambaran CT scan angio CTEPH adalah obstruksi arteri pulmonal, filling defek eksentrik
konsisten dengan thrombus, rekanalisasi, dan stenosis.
6. Scanning V/Q Paru
Normal atau defek kecil di perifer non segmental pada IPAH
Perfusi lobaris dan regio segmental paru terganggu pada CTEPH
7. Skrining trombofilia dan Penyakit Autoimun
Skrining thrombofilia harus dilakukan termasuk pemeriksaan antibodi anti-fosfolipid
(antikoagulan lupus dan antibodi anti-kardiolipin) - Antinuclear antibodys (ANA)
8. Kateter Jantung Kanan (kateterisasi)
Diperlukan untuk konfirmasi PH, profil hemodinamik dan uji vasoreaktif akut
Parameter yang dinilai:
a. tekanan atrium kanan (RAP)
b. tekanan arteri pulmonal s/m/d (PAP)
c. tekanan baji kapiler paru (PCWP)
d. CO/CI
e. resistensi vaskular pulmonal (PVR)
f. resistensi vaskular sistemik (SVR)
g. Tekanan arteri sistemik
h. Saturasi O2 ( arteri dan Mixed vein)
H. Tatalaksana PH
Herlina Dimiati dan Poppy Indriasari, Tatalaksana Hipertensi Pulmonal pada Anak
1. Oksigenasi 2. Antikoagulan
Oksigen merupakan vasodilator Penggunaan antikoagulan jangka
pulmonal yang potensial. Suplementasi panjang pada anak belum diteliti secara
oksigen nocturnal merupakan indikasi luas, namun sering direkomendasikan.
jika dijumpai adanya desaturasi Antikoagulan berguna untuk mencegah
oksigen nocturnal sistemik yang terbentuknya thrombus akibat
menimbulkan tekanan pada arteri melambatnya aliran darah karena
pulmonalis.12 Pengobatan untuk penurunan CO.3 Antikoagulasi
menurunkan resistensi pulmonal secara mungkin dapat bermanfaat, terutama
aktif berupa perbaikan oksigenasi pada pasien yang sebelumnya telah
dengan dukungan intubasi dan memiliki tromboemboli pulmonal.1
ventilasi. Hiperventilasi akan Antikoagulan yang direkomendasikan
menginduksi alkalosis respiratorik dan warfarin dengan dosis 0,75 – 1
menimbulkan vasodilatasi pulmoner. mg/kgbb/hari diberikan 1 atau 2 kali
Oksigen aliran rendah (low flow) dapat perhari secara subcutan.3
mengurangi tekanan dalam arteri
pulmonalis pada penderita HP akibat 3. Calcium-channel-blocker
penyakit paru namun tidak banyak Calcium-channel-blocker (nifedipine/
I. Asuhan keperawatan HP pada PJB
1. Pengkajian
Anamnese : Sesak nafas yang belum jelas penyebabnya, cepat lelah, lemah, sakit dada,
sinkope, distensi abdomen, dipsnoe paroksimal dan adanya faktor risiko PH (riwayat
keluarga, penyakit jaringan ikat, hipertensi portal, infeksi HIV dan penyakit jantung
bawaan dengan pirau)
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem integumen : diaphoresis, sianotik, clubbing finger dan oedem perifer
b. Sistem Kardiovascular : Komponen pulmonal yang mengeras dari BJ II, distensi vena
jugularis (JVP meningkat)
c. Sistem gastrointestinal : asites, hepatomegali, mual ,perut begah, nafsu makan, diare,
konstipasi dan pola BAB di rumah dan di Rumah sakit.
d. Sistem Respirasi : Suara napas, ronchi, wheezing, kecepatan dan kedalaman nafas,
penggunaan otot otot bantu pernafasan.
e. Sistem Persyarafan : tingkat kesadaran, kelemahan ekstremitas, riwayat aphasia
f. Sistem perkemihan : Nyeri BAK, jumlah, warna dan konsistensi urin
g. Sistem penglihatan : konjungtiva(anemis), Sklera( kuning), kornea( arcus senilis),
eksoptalmus(tirotoxikosis).
h. Status psikologi : depresi , ansietas
i. Suport sosial : dukungan keluarga/ lingkungan dan finansial
j. Pendidikan/ tingkat pengetahuan
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Thorax Foto
Adanya dilatasi arteri pulmoner disertai dengan menghilangnya corakan perifer
(pruning) dan pada tahap lanjut dapat terlihat pembesaran atrium dan ventrikel kanan.
b. EKG
Deviasi aksis QRS ke kanan, hipertrofi ventrikel kanan (RVH) mild atau RBBB
dengan pola rsR di V1 dan dilatasi atrium kanan.
c. Echocardiogram
Dari echo dua dimensi dilihat besar dan lokasi ASD. Dilihat signifikansi pirau left-to-
right shunt termasuk pembesaran RA, RV dan penebalan PA. dari dopler dilihat
karakteristik pola aliran dengan left-to-right shunt maksimal saat diastole. Dari echo M-
mode memperlihatkan dimensi RV dan melihat tanda adanya overload volume RV.
d. TEE
Adanya pembesaran ventrikel kanan, gerakan paradoksal interatrial, gerakan
paradoksal interventrikel. Melihat posisi yang berhubungan dengan jarak defek
dengan dinding aorta, PA
e. Kateterisasi
Kateterisasi ventrikel kanan, dengan pengukuran tekanan pada PA, RA, CO, PCWP,
PARI, saturasi oksigen pada ruang-ruang jantung.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Aktual / resti penurunan kardiac output berhubungan dengan gagal jantung kanan
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan pembuluh darah paru.
c. Gangguan pola nafas berhubungan dengan peningkatan aliran darah ke paru.
d. Aktual/risiko tinggi gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan menurunnya
curah jantung.
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penumpukan
cairan di intertisial (oedem, asites).
f. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder penurunan curah jantung
g. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan cardiac output.
h. Aktual/resiko tinggi terjadi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan distensi abdomen, mual dan muntah.
i. Aktual/risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan pusing dan kelemahan.
j. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses
penyakitnya.
III. ASUHAN KEPERAWATAN BY. NY. F
A. Identitas Klien
Nama Bayi : By. Ny. F
Lahir/Usia : 19-12-2019/ 33 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
No. Register : 11467xxx
Tanggal Masuk : 21-12-2019
Tanggal Pengkajian : 20-01-2020
Nama Ayah : Tn. MZ
Nama Ibu : Ny. F
Alamat : Pasuruan
Suku : Jawa
Pendidikan Ayah/Ibu : SMA/ S1
Pekerjaan Ayah/Ibu : Swasta/ Guru TK
Usia Ayah/Ibu : 29 th / 27 th
Diagnosis medis:
- Aterm
- Omphalocele
- ASD PMO besar + susp. Prolapse katup aorta + ASD Sekundum besar +PDA bidirectional
- Hipertensi pulmonal bilateral
- Cholangitis + sludge gallbladder
- Neonatal pneumonia
- Od macular leucoma + os ocular disgenesis
- AKI pre-renal
- Early onset sepsis
- Susp. Torch infection
B. Keluhan utama
- Saat MRS: usus sejak lahir tampak terjuntai keluar dari perut
- Saat pengkajian: sesak dan tampak usus terjuntai keluar dari perut
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Bayi lahir pada 19-12-2019 secara SCTP 36 minggu atas indikasi kala 2 lama dan KPD
>12 jam di RS Asih Abyakta Pasuruan. Bayi lahir langsung menangis, biru (-), sesak (-), muntah
(-), dan sudah terlihat usus menjuntai keluar dari perut. Pada 21-12-2019 bayi dirujuk ke RSSA
dengan keluhan yang sama yaitu terlihat usus menjuntai keluar dari perut. Hingga pada hari ini
20-01-2020. Selama 30 hari di Ruang Perinatologi, bayi telah diberikan terapi oksigen Nasal
canule 0.5 lpm, IVFD D10% 290 cc/24 jam+ (KCl 7.4% 2.9cc + Ca Gluconase 10% 2.9cc + NaCl
3% 6cc) 12 cc/jam. IV Ampicilin sulbactam 3x200g, IV Gentamicin 1x15g, Transfusi FFP
3x30cc, PO Captopril 2x1.25mg, PO Furosemide 1x2mg, PO Sildenafil 3x2.5mg, PO Vit A
1x5000 iu, PO Vit D 1x0.4 iu, PO Vit E 1x25 iu, PO Vit K 1x2.5mg, Nebul Ventolin setiap 4 jam,
Diit ASI 8x55cc, C440 150cc/kg/hr. Bayi pernah dilakukan resusitasi jantung pada 24-01-2019
kemudian dilakukan pemasangan CPAP di hari yang sama setelah dilakukan tindakan RJP,
kemudian fototerapi untuk menurunkan kadar bilirubin dalam bayi pada 22-01-2019.
Pada saat pengkajian didapatkan TTV S 36.6 oC, N 164 x/mnt RR 64x/mnt. Klien terpasang
CVC di vena femoralis dextra, terpasang OGT, dan oksigen Nasal Canule 0.5lpm. Diit saat ini
masih mendapatkan ASI atau susu formula 8x55cc. Bayi terlihat sesak dengan nafas cepat dan
dalam, terdapat bantuan otot bantu nafas dan retraksi dada. Terapi oral saat ini bayi
mendapatkan PO UDCA 3x30mg, PO Sildenafil 3x2.5mg, PO Captopril 2x1.25mg, PO Vit K
1x2.5mg, PO Furosemide 1x2mg.
B. Riwayat Klien
Usia gestasi : 36 minggu
Panjang Lahir : 42 cm
Lainnya, sebutkan: DM (-), HT (-), demam disertai ruam saat trimester 1 (-), merokok (-),
hewan peliharaan burung (+), jamu (+), pijat (-), flek atau keguguran (-), USG sebanyak
6x.
1 - - - - - -
Nilai 0 1 2
(udara masuk)
Merintih Tidak ada □ Terdengar dengan □ Terdengar tanpa alat
stetoskop bantu
Jumlah skor 2
5. Jantung
a. Bunyi jantung : S1 S2 □ Murmur □ Lain-lain, sebutkan :.........................
b. CRT : < 2 dtk
c. Denyut nadi : Frekuensi : 164 x/menit
Kuat □Lemah □ Teratur □ Tidak teratur
7. Genital
Perempuan normal
□ Laki-laki normal
□ Abnormal, sebutkan: .....................................................................
8. Anus
Normal □ Tidak normal, sebutkan:
□ Pengeluaran mekonium □ Hari ke 1
9. Ekstermitas
a. Gerakan : Bebas □ Terbatas □ Tidak terkaji
b. Ekstermitas atas : □Normal Abnormal, sebutkan : polydactyl 6 jari ka/ki
c. Ekstermitas bawah : □ Normal Abnormal, sebutkan : polydactyl 6 jari ka/ki
10. Spina atau Tulang Belakang
Normal □ Abnormal, sebutkan :
Rooting :
Babinski :
F. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI : Iya
b. Pemberian susu formula : Iya
c. Jumlah pemberian : 8x55 cc/hari
d. Cara pemberian : melalui OGT
G. Riwayat Sosial
a. Struktur keluarga
b. Genogram :
33
hari
Keterangan:
:Perempuan
: Laki-laki
: Garis perkawinan
: Garis keturunan
: Tinggal serumah
: Klien
I. Terapi
- PO UDCA 3x30mg
- PO Sildenafil 3x2.5mg
- PO Captopril 2x1.25mg
- PO Vit A 1x5000 iu
- PO Vit D 1x2 iu
- PO Vit E 1x25 iu
- PO Vit K 1x2.5mg
- PO Furosemide 1x2mg
- Oksigen Nasal Canule 0.5lpm
- Koreksi Hiponatremi NaCl 3% 10cc/24jam
- Diit ASI / SF 8x55c
ANALISIS DATA
Nama Pasien : By. Ny. F
Diagnosa : Omphalocele, ASD PMO besar, susp.prolap katup aorta, ASD Sekundum besar, PDA
bidirectional, Hipertensi Pulmonal, Pneumonia, AKI pre-renal
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
(faktor risiko)
umbilicus
- Hasil ECHO : hipertensi pulmonal berat Kapasitas ruang paru
Hiperventilasi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
(Sesuai skala prioritas)
Nama Pasien : By. Ny. F
Diagnosa : Omphalocele, ASD PMO besar, susp.prolap katup aorta, ASD Sekundum besar, PDA
bidirectional, Hipertensi Pulmonal, Pneumonia, AKI pre-renal
No. Tanggal Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanda
muncul teratasi tangan
1. 20 -1- 2020 Gangguan ventilasi spontan berhubungan
dengan gangguan metabolisme, dibuktikan Sirila
dengan : RR 64x/mnt, takipnea, Nadi : 164 x/mnt,
takikardi, bayi terlihat sesak dengan nafas cepat
dan dalam, bayi terlihat menggunakan otot bantu
nafas dan tampak retraksi dada, terapi oksigen
dengan nasal kanul 0,5 lpm (selama 30 hari
perawatan), hasil ECHO : VSD perimembran
outlet besar suspek prolaps katup aorta, ASD
secundum besar bidirectional, PDA, Hipertensi
Pulmonal berat, down Skor : 6 ( Gawat nafas) Hb
: 8.90 g/dL
- auskultasi
- paru terdengar Ronchi
+ +
+ +
- suara
- paru : kanan dan kiri sama
+ + terdengar Ronci
dan
+ +
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam Manajemen Jalan Nafas
berhubungan dengan pola nafas kembali efektif Observasi:
hambatan upaya nafas Pola nafas: Membaik, dengan kriteria hasil: 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Standar Luaran Indikator capaian 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mengi, whezzing, ronkhi kering)
Keterangan
Keseluruhan Awal Target Akhir
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
- Dipsnea 1 5 4 1 : Meningkat
- Penggunaan otot 1 5 3 2:Cukup Terapeutik:
bantu pernafasan meningkat 1. Posisikan sewi fowler atau fowler
- Pernafasan cuping 4 3 : Sedang 2. Lakukan fisioterapi dada: Program chest fisioterapi tiap 2 jam
hidung 4:Cukup menurun
3. Lakukan penghisapan lendir, bila perlu
- Pemanjangan fase 5 5: Menurun
ekspirasi 4. Berikan terapi oksigen sesuai program
Indikator capaian Pemantauan Respirasi (I.01014)
Standar Luaran
Awa Keterangan
Keseluruhan Observasi
l Target Akhir
- Kedalaman nafas 1 5 4 1 : Memburuk 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
- Frekuensi nafas 1 5 3 2:Cukup 2. Monitor pola napas (bradipneu, hiperventilasi, Kussmaul)
memburuk 3. Monitor adanya sumbatan jalan napas & Auskultasi bunyi napas
3 : Sedang 4. Palpasi kesimetrisan ekpansi paru
4:Cukup 5. Monitor saturasi oksigen dan nilai AGD
membaik
6. Monitor hasil x-ray toraks
5: Membaik
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Risiko penurunan curah Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam Perawatan jantung (I.02075)
jantung Curah jantung meningkat, dengan kriteria hasil : Tindakan.
Standar Luaran Indikator capaian Observasi :
Keterangan
Keseluruhan Awal Target Akhir
1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung
- Takikardi 1 5 1 : Meningkat
- Dispnea 1 5 2:Cukup (dyspnea, kelelahan, edema, PND dan peningkatan CVP)
- Distensi vena - 5 meningkat 2. Identifikasi tanda dan gejala sekunder penurunan curah jantung
jugularis 3 : Sedang (peningkatan BB, hepatomegaly, distensi vena jugularis, ronkhi
- PVR dan SVR - 5 4:Cukup menurun
basah, batuk, kulit pucat)
5: Menurun
3. Monitor tanda-tanda vital : suhu, tensi, nadi, respirasi dan saturasi
oksigen
4. Monitor EKG 12 lead dan identifikasi adanya aritmia
Terapeutik :
1. Posisikan pasien semifowler atau fowler
2. Kelola terapi oksigen sesuai program
3. Kelola terapi oral sildenafil sesuai program
4. Risiko infeksi (sepsis) dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam Pencegahan Infeksi (I.14539)
faktor risiko efek prosedur derajat infeksi menurun, dengan kriteria : Observasi
invasif dan ketidakedekuatan - Kebersihan badan meningkat Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
pertahanan tubuh sekunder. - Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti demam, kemerahan, Terapeutik
nyeri dan bengkak 1. Batasi jumlah pengunjung
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : 2. Berikan perawatan kulit pada area
Tekanan darah : sistolik 60-90 mmHg, diastolic : 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
- Kadar sel darah putih membaik (normal) 5. Pertahankan teknik aseptik pada
5. Risiko defisit nutrisi dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen Nutrisi
faktor risiko ketidakmampuan maka status nutrisi membaik dengan kriteria hasil: Observasi
mengabsorbsi makanan dan 1. Identifikasi status nutrisi
peningkatan kebutuhan Standar Indikator capaian 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Luaran Keterangan
metabolisme 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Keseluruhan Awal Target Akhir
Diit enteral 3 5 1:Menurun 4. Monitor input nutrisi parenteral
dan parenteral 2: Cukup
5. Monitor berat badan
yang diberikan menurun
3 : Sedang 6. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
4:Cukup
memingkat Terapeutik
5:Meningkat 1. Lakukan oral hygiene sesuai kebutuhan
Berat badan 3 4 1:Memburuk
2:Cukup 2. Sajikan diit ASI dengan suhu yang sesuai
memburuk 3. Kelola nutrisi parenteral sesuai program
3 : Sedang
4:Cukup membaik Edukasi : anjurkan ibu untuk menjaga pola makan agar ASI tetap
5:Membaik
Bising usus 2 4 1:Memburuk mencukupi
2:Cukup Kolaborasi
memburuk
3 : Sedang 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum pemberian diit : Inj
4:Cukup membaik ranitidine 2 x 10 mg via IV
5:Membaik
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan
IMPLEMENTASI
20-1-2020 2 07.00 1. Memonitor tanda-tanda vital, SaO2 dan nilai AGD Sirila
– 2. Memonitor pola nafas, bunyi nafas tambahan, sputum
14.00
dan kemungkinan sumbatan jalan nafas
3. Memberikan posisi sewi fowler
4. Melakukan auskultasi bunyi napas
5. Melakukan palpasi kesimetrisan ekpansi paru
6. Melakukan fisioterapi dada: chest fisioterapi tiap 2 jam
7. Mengelola terapi oksigen NK 0,5 lpm
8. Memonitor hasil x-ray toraks
9. Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
10. Melakukan dokumentasi hasil pemantauan
11. Memberikan penjelasan kepada orangtua tujuan,
prosedur dan hasil pemantauan
20-1-2020 4. 07.00 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik Sirila
– 2. Memonitor tanda-tanda vital
14.00 3. Mengelola nutrisi parenteral sesuai program
4. Melakukan perawatan kulit sesuai kebutuhan
5. Melakukan perawatan omphalocele sesuai program
6. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
7. Mempertahankan teknik aseptik saat memberikan
perawatan kepada pasien
8. Melakukan perawatan ganti balutan CVC sesuai
bundle BSI (blood stream infection)
9. Membatasi pengunjung
10. Memberikan antibiotic i.v : Ampi- sulbac 3 x 200mg
dan gentamicin 1 x 15 mg sesuai program
20-1-2020
2. S: respon pasien terhadap implementasi yang telah diberikan Sirila
O: Indikator kriteria hasil
- Pola nafas meningkat :
Standar Luaran Indikator capaian
Keterangan
Keseluruhan Awal Target Akhir
- Dipsnea 1 5 1 : Meningkat
- Penggunaan otot 1 5 2:Cukup
bantu pernafasan meningkat
- Pernafasan 3 : Sedang
cuping hidung 4:Cukup
- Pemanjangan menurun
fase ekspirasi 5: Menurun