Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GIZI BURUK DI RUANG


ASTER RSD Dr. SOEBANDI

STASE KEPERAWATAN ANAK

oleh:
Fitri Nur Ainy, S.Kep
NIM 202311101085

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GIZI BURUK DI RUANG


ASTER RSD Dr. SOEBANDI

Disusun guna untuk memenuhi tugas stase Keperawatan Anak pada


Program Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan
Universitas Jember

oleh:
Fitri Nur Ainy, S.Kep
NIM 202311101085

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GIZI BURUK
oleh: Fitri Nur Ainy, S.Kep
NIM 202311101085

1) Kasus
Gizi Buruk
2) Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan tubuh yang dipengaruhi oleh
asupan zat gizi melalui makanan dan minuman sesuai dengan kebutuhan tubuh
(Septikasari, 2018). Status gizi balita dapat dipengaruhi oleh faktor biologi yaitu
status gizi ibu prahamil, berat badan bayi baru lahir, keberhasilan ASI eksklsusif dan
asupan nutrisi yang adekuat. Ibu yang mengalami kurang energi kronis (KEK) pada
masa kehamilan akan berdampak pada status gizi janin yang dipresentasikan oleh
berat badan lahir rendah (BBLR). Secara langsung status gizi anak dipengaruhi oleh
asupan nutrisi (Septikasari, 2018). Nutrisi seimbang adalah susunan pangan sehari-
hari yang mengandung zat gizi dan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh dengan memperhatikan kebutuhan tubuh, prinsip keanekaragaman pangan,
aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk
mencegah masalah gizi (Kemenkes, 2014).
Kebutuhan gizi balita dapat diketahui telah terpenuhi atau tidak dengan
ditentukan melalui Angka Kecukupan Gizi (AKG), yaitu angkat kecukupan zat gizi
per hari berdasarkan golongan (umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktifitas)
untuk mencegah terjadinya permasalah status gizi (Andriani dan Wirjatmadi, 2014).
Angka kecukupan gizi balita menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun
2013 sebaga berikut :
Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi Balita
Kelompo Lemak
Energi Protein Karbohidrat Serat Air
k Usia Total
1-3 tahun 1125 kkal 26 g 44 g 155 g 16 g 1200 mL
4-6 tahun 1600 kkal 35 g 62 g 220 g 22 g 1500 mL
Sumber: Menteri Kesehatan Republik Indonesia: Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
75 Tahun 2013
Permasalahan gizi merupakan salah satu permasalahan pada anak yang
dialami oleh setiap negara khususnya pada anak dan balita. United Nations Children’s
Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) menyebutkan gizi buruk
(malnutrisi) merupakan salah satu masalah kesehatan terjadi pada status gizi akibat
dari ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi sehingga mengakibatkan
kelebihan ataupun kekurangan gizi pada anak (UNICEF, 2015; SDG, 2017; WHO,
2018). Gizi buruk pada anak diakibatkan oleh multifaktor, salah satunya ialah
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein menjadi menyebabkan tubuh
mengalami ketidakseimbangan dalam pemenuhan nutrisi (Hanifah dkk., 2016).
Berdasarkan baku WHO – NCHS status gizi buruk dibagi menjadi 4 tipe,
yaitu:
1. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah kurangnya asupan protein, sehingga mengakibatkan masa
lemak dan otot tubuh hilang. Ciri yang paling kentara dari kwashiorkor yakni
perut anak yang membuncit akibat adanya penumpukan cairan (asites).
2. Marasmus
Marasmus adalah kurangnya asupan energi dan kalori, sehingga membuat tubuh
anak sangat kurus. Ciri khas dari marasmus yakni berat badan anak menurun
drastis, yang membuat tulangnya seolah kentara di balik balutan kulit tubuh
3. Marasmus Kwashiorkor
Marasmus Kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan
kwashiorkor dalam (Direktorat Gizi Masyarakat, 2018).

b. Penyebab
Penyebab dari gangguan nutrisi pada bayi dan anak kecil adalah asupan
protein-kalori yang tidak mencukupi. Kwashiorkor adalah malnutrisi karena
kekurangan protein meski asupan energinya cukup, sedangkan marasmus adalah
kekurangan asupan energi atau kalori dari semua bentuk makronutrien, mencakup
karbohidrat, lemak, dan protein. Pada marasmus, bayi mendapat makanan seimbang
dalam jumlah yang tidak mencukupi, sedangkan di kwashiorkor makanan kelebihan
kalori dan kekurangan protein hewani. Respon individu terhadap malnutrisi juga
dapat menentukan bentuk klinis yang berkembang. Kadar ghrelin serum, peptida yang
merangsang nafsu makan, telah ditemukan lebih tinggi pada anak-anak dengan
malnutrisi energi-protein primer, terutama pada mereka dengan marasmus (Orozco-
Covarrubias dan Durán Mckinster, 2020).
c. Patofisiologi
Abnormalitas saluran gastrointestinal bermacam-macam dan menunjukkan
banyak patologi yang dapat mempengaruhi system organ lain: perdarahan, perforasi,
obstruksi, inflamasi dan kanker. Lesi congenital, inflamasi, infeksi, traumatic dan
neoplastik telah ditemukan pada setiap bagian dan pada setiap sisi sepanjang saluran
gastrointestinal. Bagian dari penyakit organic di mana saluran gastrointestinal
dicurigai, terdapat banyak faktor ekstrinsik yang menimbulkan gejala. Stress dan
ansietas sering menjadi keluhan utama berupa indigesti, anoreksia/ gangguan motorik
usus, kadang-kadang menimbulkan konstipasi/ diare. Selain itu status kesehatan
mental, faktor fisik: seperti kelelahan dan ketidakseimbangan/ perubahan masukan
diet yang tiba-tiba dapat mempengaruhi saluran gastrointestinal sehingga
menyebabkan perubahan nutrisi (Smeltzer, 2002).
d. Manifestasi Klinis
Tanda gejala klinis menurut tipe gizi buruk, diantaranya:
1. Kwashiorkor
a. Edema
b. Wajah membulat dan sembab
c. Pandangan mata sayu
d. Rambut tipis, kemerahan spt warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
sakit, rontok
e. Perubahan status mental: apatis & rewel
f. Pembesaran hati
g. Otot mengecil (hipotrofi)
h. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yg meluas & berubah warna
menjadi   coklat  kehitaman dan terkelupas (crazy pavement  dermatosis)
i. Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya akut), anemia, dan diare
j. Minimal pada kedua punggung kaki, bersifat pitting edema
k. Derajat edema (untuk menentukan jumlah cairan yang diberikan):
+           Pada  tangan & kaki
++        Tungkai & lengan
+++     Seluruh tubuh (wajah & perut)
2. Marasmus
a. Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Cengeng/ rewel
d. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak
ada (~pakai celana longgar-baggy pants)
e. Perut umumnya cekung
f. Iga gambang
g. Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare
3. Marasmus – Kwashiorkor
Gambaran klinik campuran dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan
Marasmus dengan BB/TB <-3 SD disertai edema yang tidak mencolok.
a. Penurunan berat badan drastic
b. Massa otot yang menurun
c. Massa jaringan yang menurun
d. Kehilangan lemak (jaringan adipose)
e. Perut membengkak
f. Pipi dan mata cekung
g. Kulit dapat menjadi lebih tipis, kering, inelastis, pucat dan dingin
h. Rambut rontok
i. Kelelahan parah
j. Waktu pemulihan luka yang lama
k. Waktu pemulihan dari infeksi lebih lama
l. Waktu pemulihan dari penyakit yang lebih lama
m. Mudah merasa depresi dan cemas
n. Mudah marah
o. Sulit berkonsentrasi
p. Risiko tinggi terhadap komplikasi setelah operasi
q. Risiko tinggi terhadap hipotermia – suhu tubuh yang sangat rendah
r. Jumlah total dari beberapa jenis sel darah putih menurun, sistem imun
melemah, meningkatkan risiko infeksi
s. Rentan terhadap rasa dingin (Orozco-Covarrubias dan Durán Mckinster,
2020).
Tanda dan gejala mayor dan minor menurut SDKI (2017):
Mayor
1. Objektif : Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
Minor
1. Subjektif : cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan
menurun
2. Objektif: bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah,
membran mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok
berlebihan, diare
e. Pengukuran Status Gizi
Menurut Kementerian Kesehatan RI, 2018, Status gizi balita dinilai menurut 3
indeks (Direktorat Gizi Masyarakat, 2018) yaitu :
1. BB/U adalah berat badan anak yang dicapai pada umur tertentu
2. TB/U adalah tinggi badan anak yang dicapai pada umur tertentu
3. BB/TB adalah berat badan anak dibandingkan dengan tinggi badan yang dicapai.
Berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017. Cara menentukan status
gizi anak atau balita dengan gizi buruk dinilai dari berat badan anak yang dicapai pada
umur tertentu (BB/U).
Tabel 2. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks.
Indikator Status Gizi Z-Score
BB/U Gizi Buruk < -3,0 SD
Gizi Kurang -3,0 SD s/d <-2,0 SD
Gizi Baik -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gizi Lebih >2,0 SD
Sumber: Kepmenkes No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri
penilaian status gizi anak dalam (Direktorat Gizi Masyarakat, 2018).
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perban dengan berat badan
terhadap umur anak sebagai berikut:
1. Berat badan 60-80% standart tanpa edema: gizi kurang (MEP ringan)
2. Berat badan 60-80% standart dengan edema: kwashiokor (MEP berat)
3. Berat badan <60% standart tanpa edema: marasmus (MEP berat)
4. Berat badan <60% standart dengan edema: marasmus kwashiokor (MEP berat)
(Direktorat Gizi Masyarakat, 2018).
f. Penatalaksanaan
Cara mengatasi kurang gizi biasanya disesuaikan kembali dengan tingkat
keparahan dan kondisi khusus yang dialami masing-masing anak. Terdapat 10
Langkah Penatalaksanaan pada Gizi Buruk, yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemi
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Perbaiki gangguan elektrolit
5. Obati Infeksi
6. Perbaiki defisiensi Nutrien mikro
7. Makanan stabilisasi dan transisi
Fase diet penanganan gizi buruk:
a.Fase Stabilisasi: Fase ini berlangsung pada 4 hingga 7 hari pertama
untuk menstabilkan kondisi dari pasien, tindakan yang dilakukan pada
fase ini meliputi langkah 1-9 tanpa pemberian Fe pada 10 langkah
penatalaksanaan gizi buruk
b. Fase Transisi: Fase ini berlangsung sejak hari ke 4 hingga
memasuki minggu kedua atau bahkan minggu keenam. Pada fase ini
tindakan yang dilakukan adalah langkah ke 4-9 pada 10 langkah
penatalaksanaan gizi buruk tanpa pemberian Fe.
c.Fase Rehabilitasi dan tindak lanjut: Fase ini berlangsung sejak minggu
kedua hingga semua masalah teratasi. Pada fase ini tindakan yang
dilakukan yaitu langkah ke 6 – 10 pada 10 langkah penatalaksanaan
pada gizi buruk dengan pemberian Fe.
8. Makanan tumbuh kejar
9. Stimulasi
10. Siapkan Tindak Lanjut
Penatalaksanaan yang dapat diakukan untuk memenuhi asupan nutrisi anak,
diantaranya:
1. Menstimulasi nafsu makan
a. Berikan makanan yang disukai oleh klien
b. Perhatikan bentuk dan variasi makanan yang menarik agar tidak
membosankan (bentuk cair, bubur saring, bubur, nasi tim, nasi biasa)
c. Pilih porsi sedikit sehingga tidak menurunkan nafsu makan klien yang
anoreksik
d. Hindari terapi yang tidak menyenangkan atau tidak nyaman sesaat sebelum
atau setelah makan
e. Berikan lingkungan rapi dan bersih yang bebas dari penglihatan dan bau yang
tidak enak. Balutan kotor, pispot yang telah dipakai, set irigasi yang tidak
tertutup atau bahkan piring yang sudah dipakai dapat memberikan pengaruh
negative pada nafsu makan
f. Redakan gejala penyakit yang menekan nafsu makan sebelum waktu makan;
istirahat bila mengalami keletihan
g. Kurangi stress psikologi
h. Berikan oral hygiene sebelum makan
2. Program pola makan
Program makan dengan diet yang diatur secara khusus untuk memastikan
pasien mendapatkan makanan yang sehat dan bergizi, dan kemungkinan
suplemen gizi tambahan. Anak yang mengalami kurang gizi serius atau tidak
dapat mendapatkan gizi yang cukup dapat menerima:
a. Dukungan gizi tambahan
- Enteral nutrition (tube feeding): selang dimasukan melalui hidung,
lambung atau usus kecil
- Parenteral feeding: cairan steril diberikan melalui aliran darah.
Beberapa pasien mungkin tidak dapat mengonsumsi langsung gizi ke
dalam lambung atau usus kecil
b. Pemantauan secara berkala
Pasien akan dimonitor atau dipantau secara rutin untuk melihat
perkembangan secara rutin untuk melihat apakah pasien sudah menerima
jumlah kalori dan kebutuhan gizi yang didapat cukup. Di samping itu,
seiring berjalannya waktu pengobatan dapat disesuaikan kembali dengan
kebutuhan anak (Mardalena, 2017).
g. Pencegahan
Cara mencegah malnutrisi pada anak, baik itu karena gizi kurang atau lebih
yaitu dengan
1. Makan makanan yang sehat dan bergizi seimbang, dan juga memastikan
kebutuhan zat gizi harian terpenuhi dengan baik, tidak kurang atau berlebih
2. Makan dalam porsi yang cukup, tidak kurang dan juga lebih
3. Usahakan asupan makanan harian mengandung berbagai nutrisi yang dibutuhkan.
Mulai dari karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin, dan mineral
4. Makan aneka ragam makanan dan minuman bergizi
5. Pilih camilan sehat sebagai pengganjal perut di sela-sela makan (Mardalena,
2017).
3)
Gangguan Nutrisi
a. Pohon masalah

Asupan protein turun Kalori Inadekuat

Kwashiorkor Albuminemia Pembentukan Energi terus berkurang


sel darah
Gangguan Penurunan terganggu
Pembentukan Atrofi dan kelemahan otot Lemak subkutan menipis
absorbsi dan osmotik lipoprotein
transportasi zat hati Anemia
gizi terganggu Pertumbuhan Terhambat Hipotermi
Penumpukan
cairan Gangguan
Penyusutan intersisial Kemampuan Perfusi Risiko Gangguan
masa otot detoksifikasi Jaringan Pertumbuhan Dan
menurun Perkembangan
Oedema
Penurunan BB Penurunan
Risiko Risiko kadar O2 Intoleransi Aktivitas
Ketidakseimb infeksi
Defisit Nutrisi angan Cairan
Pola Nafas
Tidak
Efektif
Intoleransi
Aktivitas
Hipertermi Diare

Gangguan Defisit
Integritas Volume
Kulit Cairan
b. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu dikaji
1. Pengkajian
a. Identitasi
Meliputi nama anak, usia, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, suku, bahasa,
berat badan
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak kurus,
atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang atau tidak mau
makan, sering menderita sakit yang beruang atau timbulnya bengkak pada
kedua kaki dan terkadang sampai seluruh tubuh.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat nutrisi
f. Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan
dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan anggota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga
tentang penyakit klien da lain-lain
g. Pemeriksaan fisik head to toe anak dengan kwashiorkor)
a. Keadaan umum
Pucat, kurus, artrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial
serta asities. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya
edema. Penampilan anak kwashiorkor seperti anak gemuk (sugar baby)
b. Tumbuh kembang
Gejala penting adalah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan,
tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat
c. Keadaan psikologis
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel
d. Status cairan dan elektrolit
e. Kepala
- Rambut: Rambut kepala yang mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada
penderita kwashikor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering,
jarang dan berbah warna menjadi putih, rambut mudah rontok dan
kemerahan
- Mata agak menonjol
- Wajah membulat dan sembab
f. Kulit
Kulit kering dengan menunjukkan garis-gariskulit yang lebih mendalam
dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan pesisikan kuulit karena
habisnya cadangan energi maupun protein. Adakah crazy pavement
dermatosis, keadaan turgor kulit, odema
g. Gigi dan tulang
pada tulang didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan
pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita
h. Hepar
Pada biopsy hati ditemukan perlemakan dan hampir semua sela hati
mengandung vakuol lemak besar
i. Sirkulasi
Anemia ringan selalu ditemukan
j. Pankeras
Terjadi artrofi sel asinus sehingga menrunkan produksi enzim pancreas
terutama lipase
k. Gastrointestinal
Anoreksia kadang-kadang demikian hebatnya sehingga segala pemberian
makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde
lambung
l. Otot
Masa otot berkurang karena kurangnya protein. Karena protein lebih
banyak dibakar untuk dijadikan kalori demi menyelamatkan hidup
m. Ginjal
Malnutrisi protein dapat mengakibatkan terjadi artrofi glomerulus
sehingga GFR menurun
n. Abdomen
Perut terlihat buncit, pembesaran hati 1 inchi, peristaltic usus abnormal

2. Diagnosis Keperawatan
a. Defisit nutrisi (d.0019) b.d penurunan bb
b. Resiko ketidak seimbangan cairan (d.0036) b.d odema
c. Resiko infeksi (d.0142) b.d penurunan detofikasi hati, malnutrisi
d. Gangguan integritas kulit (d.0129) b.d odema, dehidrasi
e. Risiko gangguan pertumbuhan (d.0108) b.d otot-otot melemah dan menciut
f. Intolerasi aktivitas (d.0056) b.d mudah lelah
g. Pola napas tidak efektif (d.0005) b.d pola makan dan ativitas tidak normal
3. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan perawatan Manajemen Nutrisi (L.03119) 1. Untuk mellihat bagaimana status
(D.0019) selama 3x24 jam, pasien dapat Observasi nutrisi
meminimalisir defisit nutrisi. 1. Identifikasi status nutrisi 2. Untuk melihat pakah anak
Dengan kriteria Hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi mempunyai alergi pada makanan
1. Pola makanan yang makanan 3. Agar nutrisi yang masuk sesuai
dihabiskan dari 3 3. Monitor asupan makanan 4. Untuk melihat perkembangan berat
( sedang) menjadi 5 4. Monitor berat badan badannya
( meningkat ) Terapeutik 5. Untuk menerapkan program diet
2. Nafsu makan dari 3 5. Fasilitasi menentukan pedoman diet yang benar
(sedang) menjadi 5 6. Sajikan makanan secara menarik dan 6. Agar anak mau makan dengan
( membaik) suhu yang sesuai lahap
Edukasi 7. Agar keluarga bisa menerapkan
7. Ajarkan diet yang diprogramkan sesuai gizi yan dibutuhkan anak
Kolaborasi 8. Untuk mentukan jumlah gizi yang
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk dibutuhkan secar tepat
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
2. Resiko Ketidak Setelah dilakukan perawatan Manajemen Cairan (I.03098) 1. Untuk mengetahui keadaan pasien
Seimbangan selama 3x24 jam, pasien dapat Observasi apakah mengalami hidrasi
Cairan meminimalisir risiko Resiko 1. Monitor status hidrasi 2. Untuk mengetahui perkembangan
(D.0036) ketidak seimbangan cairan 2. Monitor berat badan harian berart badan
Dengan kriteria Hasil: Terapeutik 3. Untuk mengetahui cairan dalam
1. Asupan cairan dari 3 3. Catat intake-output dan hitung tubuh pasien
(sedang) menjai 5 balans cairan 24 jam 4. Agar cairan yang masuk kedalam
( meningkat) 4. Berikan asupan cairan, sesuai tubuh sesuai kebutuhan
2. Dehidrasi dari 3 kebutuhan 5. Agar pemenuhan cairan tercukupi
sedang menjadi 5 Kolaborasi
( menurun) 5. Kolaborasi pemberian diuretik, jika
3. Edema dari 3 sedang perlu
menjadi 5 ( menurun)
3. Resiko Infeksi Setelah dilakukan perawatan Pencegahan Infeksi (I.14539) 1. Melihat keadaan infeksi
(D.0142) selama 3x24 jam, pasien dapat Observasi 2. Memelihara agar area kulit tidak
meminimalisir risiko Resiko 1. Monitor tanda dan gejala infeksi infeksi
infeksi. lokal dan sistemik 3. Untuk menjaga kebersihan dan
Dengan kriteria Hasil: Terapeutik menjaga diri dari virus dan bakteri
1. Kebersihan tangan 2. Berikan perawatan kulit pada area 4. Agar keluarga dan pasien
dari 3 ( sedang) edema mngetahu tanda dan gejala
menjadi 5 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah 5. Agar pasien tetap menjaga
( meningkat ) kontak dengan pasien dan kebersihan
2. Kebersihan badan dari lingkungan pasien 6. Agar nutrisi tetap seimbang
3 ( sedang) menjadi 5 Edukasi 7. Agar imunisasi pada pasien
( meningkat 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi terpenuhi
3. Demam dari 3 5. Ajaran cara menvuci tangan dengan
(sedang) menjadi 5 benar
(menurun) 6. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
4. Gangguan Setelah dilakukan intervensi Perawatan Integritas Kulit (I.11353) 1. Melihat penyebab yang merusak
Integritas Kulit keperawatan selama 3x24 Observasi kulit
(D.0129) jam, gangguan integritas kulit 1. Identifikasi penyebab gangguan 2. Agar daerah parineal tetap terjaga
menurun : integritas kulit kebersihannya
Dengan kriteria hasil : Terapeutik 3. Agar tidak menyebkan makin
1. Hidrasi dari 3 2. Bersihkan parineal dengan air melebarnya kerusakan kulit
( sedang) menjuadi 5 hangat, terutama selama periode 4. Agar kulit tetap lembab
(meningkat) diare 5. Agar asupan cairan terpenuhi dan
2. Pefusi jaringan dari 3 ( 3. Hindari produk berbahan dasar kulit tidak kering
sedang) menjuadi 5 alkohol pada kulit kering 6. Agar kondisi pasien bisa membaik
(meningkat) Edukasi 7. Agar gizi tetap seimbang
3. Nyeri dari 3 ( sedang) 4. Anjurkan mnggunakan pelembab
menjuadi 5 (menurun) 5. Anjurkan minum air yang cukup
4. Kemerahan dari 3 6. Anjurkan meningkatka asupan
( sedang) menjuadi 5 nutrisi
(menurun) 7. Anjurkan meningkatkan buah dan
sayur
5. Risiko Setelah dilakukan intervensi Skrining Kesehatan (I. 14581) 1. Untuk melihat status kesehatannya
Gangguan keperawatan selama 3x24 Observasi 2. Untuk meminta persetujuan
Pertumbuhan jam, pasien dapat 1. Identifikasi target populasi skrining 3. Agar waktu skrining terjadwal
(D.0108) meminimalisir risiko kesehatan 4. Agar hasil yang di dapat akurat
gangguan pertumbuhan. Terapeutik 5. Agar mengetahui kondisi fisik anak
Dengan kriteria hasil : 2. Lakukan informed consent skrining 6. Agar keluarga mengetahui hasil
1. Berat badan sesuai kesehatan yang didapat
usia dari 3 (sedang) 3. Jadwalkan waktu skrining kesehatan
menjadi 5 (meningkat) 4. Gunakan instrumen skrining yang
2. Kecepatan valid dan akurat
pertambahan berat 5. Lakukan pemeriksaan fisik dan
badan dari 3 (sedang) anamnesis
menjadi 5 (meningkat) Edukasi
3. Asupan nutrisi dari 3 6. Informasikan hasil skrining
(sedang) menjadi 5 kesehatan
(meningkat)
6. Intolerasi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi (I.05178) 1. Mengetahui penyebab kelelahan
Aktivitas keperawatan selama 3x24 Observasi 2. Mengetahui kelelahan fisik yang
(D.0056) jam, intoleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh dialami
menurun . yang mengakibatkan kelelahan 3. Agar pasien lebih tenang
Dengan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik 4. Agar otot tubuh tidak kaku
1. Frekuensi nadi dari 3 ( Terapeutik 5. Agar pasien tetaap tenang
sedang) menjuadi 5 3. Sediakan linkungan yang nyaman 6. Agar pasien bisa melakukan
(meningkat) dan rendah stimulus aktivitas sesuai anjuran secara
2. Keluhan lelah dari 3 Edukasi bertahap
( sedang) menjuadi 5 4. Lakuka latihan rentang gerak aktif 7. Agar pasien tidak mengalami
(menurun) 5. Berikan aktivitas distraksi yang kelelahan yang berlarut
3. Kemudahan dalam menenangkan 8. Agar gizi yang masuk seimbang
melakukan aktivitas 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara
sehari-hari dari 3 bertahap
( sedang) menjuadi 5 7. Anjurkan strategi koping untuk
(meningkat) mengurangi kelelahan
Kolaborasi
8. Kolaborasi dngan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
7. Pola Napas Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Nafas (I.01011) 1. Mengetahui pola napas pasien
Tidak Efektif keperawatan selama 3x24 Observasi 2. Menguangi sesak
(D.0005) jam, pola napas tidak efektif 1. Monitor pola napas 3. Mengurangi sesak dn meredakan
menurun . Terpeutik dahak
Dengan kriteria hasil : 2. Posisikan semi-fowler 4. Mengurangi sesak
1. Dispepsia dari 3 3. Berikan minum hangat 5. Agar cairan terpenuhi
( sedang) menjuadi 5 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 6. Bila sesak parah dan mengurangi
(menurun) Edukasi sesak
2. Penggunaan otot bantu 5. Anjurkan asupan cairan 2000 ml
napas dari 3 ( sedang) /hari, jika atidak kontraindikasi
menjuadi 5 (menurun) Kolaborasi
3. Frekuensi napas dari 3 6. Kolaborasi pemberian brokodilatorn,
( sedang) menjuadi 5 jika perlu
(membaik)
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, M. dan B. Wirjatmadi. 2014. Gizi Dan Kesehatan Balita Peranan Mikro Zinc Pada
Pertumbuhan Balita. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Direktorat Gizi Masyarakat. 2018. Hasil Pemantauan Status Gizi ( PSG ) Tahun 2017
Hanifah, U. A., N. Arisanti, D. Agustian, dan D. Hilmanto. 2016. H Hubungan Fungsi
Keluarga dengan Status Gizi Anak di Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung pada
Tahun 2016.JSK. 2:200–206.
Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Kemenkes RI. 2018. Buku Saku Pantauan Gizi Tahun 2017. Jakarta.
Mardalena, Ida. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka
Baru Press.
Orozco-Covarrubias, L. dan C. Durán Mckinster. 2020. Skin manifestations of nutritional
disorders. Harper’s Textbook of Pediatric Dermatology: Third Edition. 1:1–10.
SDG. 2017. Laporan baseline sdg tentang anak-anak di indonesia (sdg baseline report on
children in indonesia)
Septikasari, M. 2018. Status Gizi Anak Dan Faktor Yang Mempengaruhi. Edisi 1.
Yogyakarta: UNY Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
UNICEF. 2015. UNICEF Annual Report 2015
WHO. 2018. Reducing Stunting in Children: Equity Considerations for Achieving Global
Nutrition Target 2025

Anda mungkin juga menyukai