Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL

DENGAN ABORTUS

TUGAS KEPERAWATAN MATERNITAS

Disusun oleh:
Kelompok 3/Kelas A-18

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL
DENGAN ABORTUS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah K eperawatan Maternitas


(KPA 1421)

oleh:
Kelompok 3/Kelas A-18
Rifa Refina Ria Maulida 182310101014
Yessi Eka Safitri 182310101022
Kinanti Atmaja 182310101031
Prasasti Puspita A. 182310101036

Dosen Pembimbing:
Dr. Iis Rahmawati, S.Kp., M.Kes
NIP 19750911 200501 2 001

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah Keperawatan Maternitas yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ibu
Hamil dengan Abortus” dengan sebaik-baiknya
Ucapan terima kasih juga disampaikan penulis kepada beberapa pihak
yang telah membantu dalam penulisan laporan kinerja ini, diantaranya:
1. Ns. Lantin Sulistyorini, S.Kep., M.Kes. selaku Ketua Dekan Fakultas
Keperawatan Universitas Jember.
2. Ns. Anisah Ardiana, S,Kep., M.Kep., PhD. selaku Wakil Dekan I Fakultas
Keperawatan Universitas Jember.
3. Ns. Nurfika Asmaningrum, S.Kep., M.Kep., PhD. selaku Wakil Dekan II
Fakultas Keperawatan Universitas Jember.
4. Ns. Dini Kurniawati,M.Psi.,Sp.Kep.Matselaku penanggung jawab
sekaligus dosen pengampu Mata Kuliah Keperawatan Maternitas.
5. Ibu dan Bapak serta keluarga yang telah mencurahkan cinta kasih dan
perhatian pada kami, yang telah memberikan semangat, dorongan moril
maupun materil, yang mendampingi di setiap pengerjaan hingga
penyelesaian laporan ini.
Dalam penulisan makalah ini telah kami susun secara optimal, namun
tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran
dan kritikan yang membangun sangat kami perlukan. Semoga makalah ini
bermanfaat.

Jember, 8 Maret 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI.................................................................................................iv
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum.....................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus....................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN TEORI.........................................................................3
2.1 Konsep Masalah/ Penyakit.....................................................................3
2.1.1 Pengertian..............................................................................................4
2.1.2 Faktor Penyebab dan Risiko..................................................................4
2.1.3 Tanda dan Gejala...................................................................................5
2.1.4 Hasil Pemenriksaan Penunjang..............................................................6
2.1.5 Pengobatan Farmakologi dan Non Farmakologi...................................7
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan.............................................................10
2.2.1 Pengkajian............................................................................................10
2.2.2 Pengkajian 11 Pola Gordon.................................................................14
2.2.3 Pemeriksaan Fisik (ROS dan Head to Toe).........................................18
2.2.4 Analisa Data.........................................................................................19
2.2.5 Diagnosa Keperawatan........................................................................20
2.2.6 Intervensi Keperawatan.......................................................................21
2.2.7 Tindakan Keperawatan........................................................................28
2.2.8 Evaluasi................................................................................................31
BAB 3. PATHWAY....................................................................................34
3.1 Kerangka Konsep....................................................................................34
3.2 Pathway...................................................................................................35
BAB 4. ANALISIS JURNAL ....................................................................36
4.1 Analisis Jurnal Internasional...................................................................36

iv
4.2 Analisis Jurnal Nasional.........................................................................37
BAB 5. PENUTUP......................................................................................40
5.1 Kesimpulan............................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................vi

v
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kasus abortus merupakan salah satu masalah yang dibilang cukup serius.
Di Indonesia sendiri, jumlah kasus abortus sudah mengalami peningkatan hingga
mencapai 3 juta per tahunnya. Mengingat hal tersebut, angka tersebut terbilang
bukan angka yang sedikit (Laduri,2016). Sebuah studi mennyebutkan bahwa
abortus merupakan peristiwa gugurnya janin dari dalam kandungan (Teranggono,
Murniati, & Suciningtyas, 2016). Abortus memiliki arti luas, yaitu suatu
penghentian kehamilan sebelum janin lahir dan keluar dari kandungan dengan
rentan usia < 20 minggu berat < 500 gram (Purwaningrum & Fibriana, 2017).
Pendapat Kusmaryanto, 2002 abortus dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
abortus spontanueous dan abortus provocatus. Abortus spontanueus merupakan
abortus yang terjadi secara tidak sengaja yang semata-mata disebabkan karena
faktor ilmiah. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan
pada janin, kelainan plasenta, serta penyakit bawaan yang berasal dari ibunya.
Sementara itu, abortus provokatus merupakan abortus yang dilakukan dengan
sengaja berdasarkan anjuran dari medis (Ben-zion, 1994).
World Health Organization (WHO) mendata kasus abortus sudah terjadi
sekitar 4,2 juta dalam setiap tahunnya yang mana kejadian tersebut sekitar 1,3 juta
dilakukan di negara Vietnam dan Singapura, 750.000-1,5 juta di Indonesia,
155.000-750.000 di Filipina serta 300.000-900.000 Thailand. Data Riskesdes
2010 menunjukkan persentase kejadian abortus di Indonesia sekitar 4% dengan
kelompok usia pernah kawin sekitar 10-59 tahun. Kasus abortus di Indonesia
memiliki persentase kejadian abortus spontan, yakni terjadi umur 3,8% pada usia
15-19 tahun, sekitar 5,8% dengan kelompok usia 20-24 tahun, sekitar 5,8%
dengan usia 25-29 tahun, serta 5,7% dengan kelompok usia 30-34 tahun
(Kemenkes RI, 2015).
Salah satu dampak yang terjadi setelah mengalami abortus yaitu, seorang
wanita akan lebih cenderung merasa kurang nyaman terhadap dirinya terutama
pada susana psikologis dan mentalnya. Mereka akan lebih cenderung menghindar
dari kondisi yang mengingatkan nya dengan si janin yang telah keguguran

1
tersebut. Mereka akan lebih mudah marah, sulit tidur, serta mengalami perubahan
negatif kognitif dan mood (merasa gagal, bersalah, dan malu). Oleh sebab itu,
mereka yang mengalami kasus abortus, perlu mendapatkan perhatian dan
dukungan yang lebih baik dari suami, keluarga, serta teman dekatnya yang mana
dari hal tersebut mampu membantu mengembalikan perasaannya sehingga
menjadi lebih baik.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan abortus?
1.2.2 Bagaimana faktor penyebab dan faktor resiko dari abortus?
1.2.3 Bagaimana tanda dan gejala dari abortus?
1.2.4 Bagaimana hasil pemeriksaan penunjang dalam abortus?
1.2.5 Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari abortus?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dibuatnya makalah ini yaitu untuk menambah pengetahuan
dan wawasan tentang penyakit Abortus yang sering dialami oleh perempuan baik
remaja sampai dewasa.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dari abortus
b. Mengetahui berbagai faktor penyebab dan faktor resiko dari abortus
c. Mengetahui tanda dan gejala dari abortus
d. Mengetahui hasil pemeriksaan penunjang dari abortus
e. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari abortus

2
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Masalah/ Penyakit


2.1.1 Pengertian
Aborsi adalah akhir (terminasi) dari kehamilan yang tidak diinginkan dan
diharapkan baik itu melalui obat-obatan maupun bedah. Abortus atau miscarriage
atau keguguran merupakan terhentinya proses kehamilan sebelum waktunya
(mencapai umur 28 minggu atau berat janin sekitar 500 gram). Abortus
diklasifikasikan menjadi beberapa macam sebagai berikut.
a. Abortus Imminens
Abortus Imminens merupakan abortus yang dikatakan mengancam.
Abortus ini terjadi peristiwa perdarahan dari rahim pada usia kehamilan belum
mencapai 20 minggu. Kondisi ini menunjukkan keadaan mulut rahim belum
terbuka dan posisi janin masih berada dalam rongga rahim.
b. Abortus Insipiens
Abortus Insipiens adalah suatu peristiwa terjadinya perdarahan pada usia
kehamilan sebelum 20 minggu dengan keadaan janin sudah keluar dari rahim dan
sampai pada serviks. Kehamilan sudah tidak dapat dipertahankan lagi dalam
kondisi seperti ini.
c. Abortus Inkompletus
Abortus Inkompletus adalah proses keluarnya sebagian hasil dari
pembuahan pada saat usia kehamilan kurang dari 20 minggu, sebagian lagi masih
ada di dalam rahim. Keadaan abortus jenis ini yang meninggalkan sisa dari hasil
pembuahan sangat berisiko bagi ibu karena kemungkinan akan terjadi perdarahan
yang mengancam nyawa ibu.
d. Abortus Kompletus
Abortus Kompletus adalah proses keluarnya seluruh hasil pembuahan
dengan sendirinya sehingga tidak memerlukan tindakan pembersihan rahim
(kuretase).
e. Abortus Habitualis
Abortus Habitualis adalah abortus yang terjadi secara langsung tiga kali
atau lebih secara berturut-turut.

3
f. Abortus Infeksiosus
Abortus Infeksiosus adalah abortus yang disertai dengan terjadinya infeksi
pada genetalia. Pada abortus ini infeksi terbatas pada selaput lendir rahim
(desidua).
g. Abortus Septik
Abortus Septik adalah abortus dengan terjadinya infeksi yang berat samapi
penyebaran kuman kedalam peredaran darah atau selaput perut (peritonium).

2.1.2 Faktor Penyebab dan Risiko


Faktor penyebab terjadinya abortus adalah sebagai berikut.
1. Kelainan hasil pembuahan.
Kejadian kelainan hasil pembuahan yang berat, dapat menyebabkan
kematian embrio/ hasil konsepsi < 8 minggu di kehamilan muda. Penyebab
terjadinya kelainan hasil pembuahan ini karena adanya kelainan juga pada
kromosom yang dipengaruhi oleh trisomy ( adanya kromosom ketiga dalam sel
diploid), poliploidi (keadaan zat kromosom homolog yang melebihi jumlah
diploid), kelainan kromosom seks. Kelainan kromosom juga dipengaruhi oleh
faktor dari luar, misalnya radiasi, virus, dan obat-obatan.
2. Kelainan plasenta
3. Faktor ibu
Abortus juga dipengaruhi oleh faktor ibu seperti, terjadinya penyakit
secara tiba-tiba pada ibu misalnya pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis
(radang ginjal dan paru-paru), dan malaria. Bakteri atau virus penyakit-penyakit
tersebut dapat menyebabkan kematian pada janin melalui plasenta.
4. Faktor imunologi
Faktor imunolgi menjadi faktor penyebab terjadinya abortus karena adanya
sel natural killer yang diakifkan oleh kekebalan yang dibuat oleh sistem imun. Sel
natural killer adalah turunan limfosit yang memiliki peran yang besar dalam
sistem imun bawaan. Progesterone (masalah hormonal) dan juga
hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan karena adanya peningkatan antibodi
antikardiolipin yang berperan penting dalam merangsang keguguran.

4
Terjadinya abortus juga dapat menyebabkan komplikasi yang disebabkan
karena tidak dilakukannya dengan cara atau tindakan yang tepat. Komplikasi yang
terjadi akibat abortus seperti perdarahan, perforasi (penembusan), syok, dan
infeksi. Saat terjadi perdarahan dapat dilakukan pengosongan rahim dan sisa hasil
pembuahan. Jika tidak segera ditangani akan membahayakan nyawa penderita
tersebut. Penderita yang mengalami perdarahan kemungkinan akan mengalami
syok hemoragik. Perforasi juga merupakan salah satu komplikasi terjasinya
abortus. Perforasi adalah penembusan rahim pada saat kuretase. Komplikasi
infeksi ditandai dengan infeksi alat genitalia, seperti panas, perdarahan vagina
yang berbau, mengalami nyeri tekan dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2.1.3 Tanda dan Gejala
Berikut ini merupakan tanda dan gejala dari abortus berdasarkan jenis
abortus:
1. Abortus Imminens
Tanda dan gejala terjadinya abortus imminens adalah terjadinya
perdarahan yang disertai sedikit mules, rahim membesar, dan tes kehamilan
positif,
2. Abortus Insipiens
Tanda dan gejala terjadinya abortus insipiens adalah perdarahan bertambah
yang disertai dengan rasa mules yang sering dan hebat.
3. Abortus Inkompletus
Tanda dan gejala terjadinya abortus inkompletus adalah terjadinya
perdarahan yang hebat dan tidak berhenti hingga hasil pembuahan dikeluarkan.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya syok.
4. Abortus Habitualis
Tanda dan gejala abortus habitualis adalah terjadi pembukaan serviks
tanpa adanya mules, ketuban menonjol dan bisa jadi akan pecah. Selain itu juga
timbul rasa mules yang diikuti dengan keluarnya janin yang biasanya masih
hidup.

5
5. Abortus Infeksiosus
Tanda dan gejala abortus infeksiosus adalah terjadinya infeksi alat
genitalia, seperti panas, perdarahan pervagina berbau, rahim yang membesar, serta
nyeri tekan dan bertambahnya jumlah sel darah putih (leukositosis).
6. Abortus Septik
Tanda dan gejala abortus septik adalah penderita terkadang menggigil,
tampak sakit berat, dan tekanan darah turun.

2.1.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang


1. Hasil Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan Ultrasonografi digunakan untuk membantu dalam penegakan
diagnose hamil muda serta mengetahui kemungkinan terjadinya kelainan
kongenital, menentukan gestational, fetal plate, dan denyut jantung bayi. Hasil
dari pemeriksaan USG pada hamil muda normal dan tidak normal ialah sebagai
berikut.
a) Hasil pemeriksaan USG hamil muda normal
Umur Hamil Keterangan
5-6 minggu Gestation sac tampak, sampai kehamilan 13 minggu,
selanjutnya menghilang.
6.7 minggu Jaringan janin mulai tampak, Penebalan dalam bentuk
garis fetal plate
9 minggu Tampak gerak jantung janin
Plasenta sudah dapat dikenal
11-12 minggu Kepala janin dapat ditetapkan
Gerak ekstrimitas sudah tampak
13-14 minggu Desidua parietalis dan kapsularis mulai bersatu
Ruang intra uterin sudah obliterasi

6
b) Hasil pemeriksaan USG tidak normal
Bentuk Abnormal Keterangan
Blighted ovum Terbentuk plasenta, tetapi fetal plate
tidak terbentuk
Gestation sac, bentuknya tidak teratur,
tertekan oleh dinding uterus
Tes hamil positif, sebaiknya terminasi
oleh karena tidak akan terjadi kehamilan
Mola hidatidosa Tampak gambar seperti TV mati, akibat
terdapat gelembung mola dengan
hidropik degenerasi
Tes hamil positif kuat
Pos terminasi diikuti dengan kemoterapi
Kelainan kongenital Kemungkinan yang terjadi pada
kelainan kongenital:
a. Hidrosefalus
b. Anasefalus
c. Spina bifida
Untuk kepastian perlu dilakukan
konsultasi dan evaluasi.

2. Pemeriksaan laboratorium: laboratorium rutine


3. Pemeriksaan tes kehamilan: peningkatan betha Human Choriogonadotrophin

2.1.5 Pengobatan Farmakologi dan Non Farmakologi


1) Non Farmakologi
Kejadian abortus di Indonesia sudah tidak asing lagi baik kejadian abortus
spontaneus maupun abortus provocatus. Bagi wanita yang menderita anemia
sangat rentan sekali terkena abortus. Oleh sebab itu, tindakan pencegahan perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya abortus. Tindakan pencegahan tersebut
meliputi hal berikut.

7
a. Dilakukannya pemantauan keadaan secara umum
Pemantauan keadaan umum dapat berupa pemeriksaan tekanan darah,
pemeriksaan RR, pemeriksaan nadi, dan pemeriksaan kadar Hgb.
1) Memberitahu pentingnya kandungan zat besi pada ibu hamil
Seorang tenaga kesehatan khususnya perawat, memberikan edukasi kepada
klien tentang pentingnya mengkonsumsi makanan yang memiliki kandungan zat
besi yang tinggi, seperti halnya mengkonsumsi sayur bayam. Hal itu dilakukan
karena di dalam sayur bayam memiliki kandungan zat besi yang cukup tinggi
sehingga mampu membantu mengatasi anemia khususnya pada ibu hamil
sehingga tidak sampai terjadi abortus.
2) Mengurangi aktivitas berat dan lakukan istirahat yang cukup
Ibu hamil harus lebih menjaga intensitas aktivitasnya serta intensitas
waktu tidurnya. Ibu hamil memiliki kerentanan untuk merasa cepat lelah oleh
sebab itu, melakukan pekerjaan yang ringan sangat disarankan untuk ibu hamil
khususnya bagi penderita anemia supaya tidak terjadi abortus.
3) Mengkonsumsi pisang ambon 2x/hari
Pisang ambon mengandung vitamin C yang dapat membantu dalam
meningkatkan absorbsi besi. Hal ini dikarenakan vitamin C mampu meningkatkan
absorbsi yang mereduksi besi dari bentuk ferri menjadi ferro. Kombinasi yang
cukup besar yaitu sekitar 200 mg asam askorbat dengan gabungan dari garam besi
diharapkan mampu meningkatkan penyerapan besi hingga mencapai 25-50%.
Seorang peneliti yang berasal dari Amerika Serikat, menyatakan bahwa buah
pisang khususnya pisang ambon mengandung zat besi yang bertugas menstimulus
dan memproduksi hemoglobin dalam darah sehingga mampu mencegah anemia.
4) Mengkonsumsi jus jambu biji merah
Kandungan asam folat pada jambu biji dapat membantu tubuh dalam
meningkatkan produksi sel darah merah dan mampu meningkatkan fungsi sistem
saraf seperti otak, serta mampu mencegah terjadinya anemia khususnya pada ibu
hamil. Ibu hamil perlu menjaga kestabilan tekanan darahnya yang bertujuan untuk
menghindari kelahiran yang prematur serta terjadinya abortus/keguguran (Putri,
2017).

8
b. Farmakologi
Klien pasca abortus perlu diberikan pengobatan secara intensif, hal
tersebut berguna supaya dinding uterus tidak mengalami masalah yang serius.
Salah satu obat farmakologi yang dianjurkan, yaitu obat dengan golongan
prostaglandin dan oksitosik. Obat tersebut memiliki kegunaan, yaitu untuk
merangsang dalam meningkatkan kontraksi otot uterus serta berguna dalam
meminimalkan perdarahan dari plasenta.
1. Alkaloid Ergot
Alkaloid ergot merupakan salah satu jenis obat yang mampu memicu
kontraksi uterus. Secara oral, dosis optimal alkaloid ergot ialah 0,2-0,4 mg
dikonsumsi 2-4 kali dalam sehari selama dua hari. Secara intravena ataupun
intramuskular pemberian alkaloid ergot sebesar 0,2 mg. Perbedaan reaksi antara
Iinjeksi IV dan IM, yakni IV bekerja mulai 60 detik, sedangkan IM mulai 8-10
menit.
Namun demikian, obat ini dapat menimbulkan efek samping. Dosis yang
kecil pada obat alkaloid ergot mampu menimbulkan peningkatan amplitudo dan
frekuensi, dalam dosis besar dapat memicu kontraksi tetanik dan otot tonus
meningkat meski dalam keadaan istirahat, serta dalam dosis sangat besar dapat
menimbulkan kontraktur dalam waktu yang lama.
2. Prostaglandin
Prostaglandin adalah suatu golongan obat-obatan uterotonika yang
kegunaannya untuk membantu dalam merangsang persalinan. Salah satu obat
yang tergolong dalam prostaglandin adalah misoprostol. Bentuk sediaan obat dari
misoprostol ini berupa tablet 100 atau 200 µg. Obat tersebut diberikan melalui
oral ataupu per vaginal.
Kegunaan misoprostol oral atau vagina sebagai pematangan serviks dan
merangsang persalinan. Dosis yang digunakan dalam obat tersebut 25-50µg yang
ditempatkan dalam forniks posterior. Forniks posterior adalah daerah disekitar
serviks bagian belakang. Manfaat dari 100 µg per oral atau 25 µg per vagina sama
denga oksitosin intravena. Menurut Cunningham (2013) menyatakan bahwa pada
pemberian misoprostol oral dengan 75 mcg dalam interval 4 jam diperlukan
sebanyak 2 dosis, hal tersebut berguna supaya kerja obat aman dan efektif.

9
3. Oksitosin
Oksitosin adalah suatu golongan obat yang digunakan untuk memperkuat
kontraksi pada otot rahim. Selain itu, kegunaan golongan obat oksitosin untuk
merangsang persalinan, perdarahan yang terjadi pasca persalinan serta
merangsang air susu ibu. Bentuk golongan obat dari oksitosin berupa suntik dan
nasal spray. Dosis yang digunakan untuk mengatasi perdarahan pasca persalinan
yaitu 10-40 mg, diberikan dalam infus 1 liter dengan rute injeksi intravena. Dosis
yang digunakan untuk merangsang persalinan yaitu 1-2 miliunit/menit yang
ditambah interval minimum sekitar 30 menit, sehingga kontraksi dapat terjadi
sekitar 3-4 kali dalam 10 menit. Ibu hamil yang diberi oksitosin akan memiliki
kemungkinan efek samping, diantaranya yaitu: mual, muntah, sakit kepala,
kontraksi rahim, takikardi, serta pendarahan uterus. Sedangkan dosis yang
digunakan untuk merangsang air susu ibu dengan 1 semprotan dengan intensitas
kurang lebih 4 unit yang dilakukan melalui hidung dalam waktu 5 menit sebelum
menyusui.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Identitas
Penelitian pada Jurnal Care ibu hamil dengan anemia memiliki prevalensi
sebesar 63,6%. Tingkat anemia tersebut berhubungan dengan kejadian abortus
spontan dengan prevalensi 54,5 % yang berasal dari kelompok ibu hamil
multipara berusia lebih dari 35 tahun (Jayani, 2017). Sementara, studi lain
menyatakan bahwa risiko tinggi abprtus spontan terjadi pada wanita usia < 20
tahun dan > 35 tahun. Usia kehamilan yang berisiko tinggi mengalami abortus
spontan, yaitu saat usia kehamilan 12 minggu atau saat trimester pertama dengan
persentase kasus 80% (Jayani, 2017).
Selain sebagai ibu rumah tangga, tidak jarang ditemui ibu hamil dengan
beban kerja ganda. Sebuah studi mengklasifikasi beban kerja pada ibu, yakni
sebagai petani (66%) dan buruh pabrik (27%) termasuk beban kerja berat.
Sedangkan, beban kerja pada ibu umumnya terjadi pada ibu dengan pekerjaan
PNS (30%), rumah tangga (20%), dan sisanya berjualan atau menjahit

10
(Purwaningrum & Fibriana, 2017). Berdasarkan prevalensi tersebut, beban kerja
berat pada ibu hamil sejalan dengan risiko abortus spontan.
Faktor risiko lain penyebab abortus spontan yang berhubungan dengan
anemia ialah tingkat pendidikan. Ibu hamil dengan tingkat pendidikan rendah
diasumsikan dapat berpengaruh pada perilaku dan cara berpikirnya. Hal ini
berkorelasi dengan cara pemenuhan gizi pada ibu hamil, terutama dalam
mengonsumsi zat besi. Berpengaruhnya tingkat pendidikan ibu juga dapat
dibuktikan dengan prevalensi ibu hamil yang mengalami anemia sebesar 63,6%,
padahal mereka telah memiliki pengalaman kehamilan sebelumnya (Jayani,
2017).
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya ibu hamil dengan abortus spontan memiliki keluhan utama
terjadinya perdarahan pervaginam (Keperawatan, 2012). Kondisi yang
memungkinkan ibu hamil mengalami abortus spontan, yakni dipengaruhi faktor
graviditas, umur ibu, riwayat abortus, paparan asap rokok, usia menikah, dan jarak
kehamilan (Purwaningrum & Fibriana, 2017). Dalam penelitian lain, status gizi
turut menjadi faktor risiko terjadiny abortus yang mana ibu hamil dengan status
gizi rendah berkaitan dengan anemia (Hb < 11) akan meningkatkan kejadian
abortus (Sulistyaningrum, 2016).
c. Riwayat Perkawinan
Berdasarkan penelitian pada Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran,
dan Ilmu Kesehatan bahwa kejadian abortus dapat terjadi saat usia muda yang
sudah menikah. Hal tersebut disebabkan karena proses pematangan reproduksi
nya belum sempurna, sehingga pada saat menikah di usia muda mempunyai
kemungkinan besar terjadi abortus (Kementerian Kesehatan ri, 2015). Selain itu,
apabila pernikahan di usia muda tetap berjalan akan membuat psikologi menjadi
tidak stabil sehingga dapat memengaruhi janinnya karena ibunya mengalami
stress. Menurut Hartono (2012) menyatakan bahwa pernikahan di usia muda
meningkatkan resiko terjadinya abortus 2 kali lebih besar dibandingan dengan
pernikahan di usia matang. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bagi
pernikahan yang terjadi di usia matang terjadi abortus. Hal tersebut bergantung
pada sistem tubuhnya. Apabila pada saat hamil sistem tubuhnya mengalami

11
anemia maka dapat mengganggu janin yang dikandungnya sehingga dapat
menyebabkan abortus.
d. Riwayat Kehamilan
Penelitian oleh Jumiati (2019) mendapatkan bahwa yang tertinggi
mengalami abortus adalah ibu hamil yang memiliki jarak kehamilan < 2 tahun
(51,2%). Dalalm penelitian yang dilakukan oleh Elisah Diyah Purwaningrum dan
Arulita Ika Fibriana (2017) 38,75 % ibu hamil yang mengalami abortus yaitu yang
masih mengalami kehamilan pertama atau primigravida. Pada 61,25% responden
merupakan ibu hamil dengan multigravida dimana satu orang diantaranya
memiliki riwayat abortus sebelumnya.
e. Riwayat Psikososial
Ketidakmampuan seseorang dalam merencanakan dan mengembangkan
tujuan merupakan salah satu kondisi yang dapat menimbulkan stres. Stres terjadi
apabila kesejahteraan dan integritas kehidupan seseorang terancam (Gunawan &
Sumadino, 2007). Abortus adalah stressor psikososial (peristiwa yang
menimbulkan perubahan di dalam kehidupan) yang dapat menimbulkan stress
tersebut. Secara umum wanita yang mengalami gangguan kejiwaan pasca abortus
menampakkan gejala-gejala post abortus syndrome seperti perasaan bersalah,
merasa harga dirinya rendah, putus asa, cemas (ansietas), susuah tidur (insomnia),
mimpi mengenai bayinya dan suka melamun. Peran perawat dan keterlibatan
petugas kesehatan secara professional sangat diperlukan untuk melakukan
bimbingan terkait manajemen stress yang dialami klien tersebut. Disamping
merawat fisik klien setelah mengalami abortus sehingga perawat dapat
memberikan perawatanyang komprehensif mencakup bio, psiko, sosio,dan
spiritual. Setelah mengalami abortus spontan perasaan mereka sangat sedih. Ibu
yang sering sedih terhadap apa yang telah ibu alami pasca abortus baik langsung
maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap aktifitas hariannya seperti
dengan sering menangis, tidak bisa tidur (insomnia), dan malas melakukan
sesuatu sebagai bentuk pelampiasan frustasi.
f. Pola Hubungan Seksual
Pola hubungan seksual yang dimaksud adalah bagaimana hubungan ibu
hamil dengan suaminya, baik terkait kapan melakukan hubungan seksual, berapa

12
kali melakukan hubungan seksual dan cara melakukan hubungan seksual. Pada
klien abortus tidak hanya disebabkan karena kelainan oleh penyakit namun pola
seksual yang tidak sesuai dan hubungan dengan pasangan.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ilfi pada tahun 2013,
mengungkapkan bahwa pada klien abortus, hubungan seksual sering dilakukan
kurang lebih sebanyak 3 kali dalam 1 minggu. Ibu hamil yang sering melakukan
hubungan seksual pada masa kehamilannya dapat merangsang kontarksi otot
rahim karena adanya sperma yang masuk kedalam rahim ibu, dimana sperma
tersebut menghasilkan hormon prolaktin.
g. Anamnesa Keluarga
Berdasarkan penelitian pada Jurnal Biomedik: JBM ibu hamil dengan
anemia memiliki prevalensi terjadinya abortus yaitu sekitar 1,964 kali hingga 3
kali lebih tinggi (Wulandari dan Abdullah, 2012). Hal tersebut dapat terjadi
karena disebabkan oleh adanya penyakit keturunan seperti: anemia, hipertensi,
asma, serta diabetes melitus yang dapat menyebabkan ibu hamil mengalami
abortus. Selain itu, menurut peneliti yang dilakukan oleh Maliana (2016) dengan
jumlah 92 responden yang berada di provinsi Lampung serta Hamidah (2011)
yang berada di provinsi DKI Jakarta dengan jumlah 94 responden menyatakan
bahwa terdapat riwayat penyakit yang meneyebabkan terjadinya abortus. Riwayat
penyakit tersebut meliputi: anemia, penyakit jantung dan pembuluh asma, diabetes
melitus, riwayat kehamilan ganda, serta adanya kelainan letak pada janin.
h. Kebiasaan
Pada ibu hamil sangat dianjurkan untuk mengonsumsi makan-makanan
dan minuman yang bernutrisi, terutama mengonsumsi zat besi. Zat besi pada saat
kehamilan diperlukan untuk janin, plasenta, dan peningkatan volume darah ibu
dikarenakan mampu membentuk eritrosit. Kebutuhan akan zat besi pada ibu hamil
meningkat seiring dengan usia kehamilan (Sulistyaningrum, 2016).
Gangguan yang umumnya dialami oleh ibu hamil cukup beragam, yakni
mual, muntah, sulit BAB, dan sebagainya. Pada trimester I ibu hamil umumnya
mengalami mual dan muntah dikarenakan perubahan kadar hormonalnya. Selain
itu, kesulitan dalam Buang Air Besar (BAB) juga menjadi gangguan yang sering
dialami ibu hamil. Mayoritas kesulitan BAB mulai dirasakan saat trimester II. Hal

13
tersebut sejalan dengan penelitian pada 30 responden ibu hamil di RSUD R
Syamsudin (Elba & Putri, 2019). Lalu untuk frekuensi Bung Air Kecil umumnya
akan meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan dikarenakan kantung kemih
menjadi tertekan oleh adanya janin.
Semakin bertambahnya usia kehamilan, ibu hamil akanmerasakan nyeri
pada pinggangnya. Nyeri pinggang yang dirasakan tentu memiliki pengaruh
terhadap aktivitas sehari-harinya. Menurut sebuah studi pada responden di
Puskesmas Ciputat, nyeri pinggang pada ibu hamil dapat mengakibatkan
ketidakmampuan beraktivitas ringan dan ketidakmampuan beraktivitas berat
dengan prevalensi masing-masing adalah 50% (Khafidhoh, 2016). Hal tersebut
menunjukkan adanya hubungan berarti antara nyeri pinggang dengan kemampuan
beraktivitas pada ibu hamil.
Menjelang trimester III ibu hamil memungkinkan mengalami kecemasan.
Kecemasan yang timbul sebagai akibat dari ketakutan saat persalinan. Sebuah
studi yang dilakukan pada 30 responden ibu hamil di RSUD Idaman Banjarbaru,
kecemasan yang dirasakan oleh ibu hamil memiliki pengaruh terhadap kualitas
tidurnya. Terdapat 21 responden yang memiliki kualitas tidur buruk. Peneliti juga
mengamati secara objektif bahwa terdapat lingkar mata hitam dan sering menguap
pada responden (Wardani, Agustina, & Damayanti, 2018).
Kebiasaan mengonsumsi makanan ataupun minuman yang tidak
dianjurkan saat kehamilan juga dapat menimbulkan gangguan pada ibu hamil.
Sebagai orang Indonesia tentu tidak asing dengan jamu. Tidak jarang ditemukan
ibu hamil gemar mengonsumsi jamu. Pada penelitian di RSUD Jombang, ibu
hamil yang mengonsumsi jamu pada saat kehamilan sebanyak 67,5% yang mana
kejadian afiksia pada bayi baru lahir seringkali disebabkan oleh kebiasaan tersebut
(Anggraeni, Sari, & Wardani, 2017).

2.2.2 Pengkajian 11 Pola Gordon


a. Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Klien dengan aborsi yang diakibatkan oleh anemia kemungkinan besar
memiliki persepsi dan pemeliharaan kesehatan yang kurang tepat. Sebuah studi
pada jurnal Pharmascientech disebutkan bahwa terdapat ibu hamil yang tidak

14
patuh dalam anjuran untuk mengonsumsi zat besi (Hastuti & Setianingsih, 2015).
Adapun beberapa faktor yangmenyebabkan ketidakpatuhan tersebut, yaitu
pengetahuan, sikap, dukungan keluarga, dan dukungan tenaga kesehatan. Faktor
yang paling dominan terhadap ketidak patuhan ibu hamil mengonsumsi zat besi
ialah sikap yang mana berkaitan dengan persepsi dan cara pemeliharan
kesehatannya (Mardhiah & Marlina, 2019).
b.Pola Nutrisi Metabolik
Pada umumnya ibu hamil yang sebelum kehamilan memiliki Indeks Massa
Tubuh (IMT) sebesar 23 kg/m2 akan mengalami kenaikan berat badan berkisar
antara 11,3-15,8 kg selama hamil. Sementar apada ibu hamil yang sebelumnya
memiliki IMT 18,5 kg/m2 akan mengalami peningkatan berat badan berkisar
antara 12,7-18 kg (Anggreny & Ariestiningsih, 2017). Keadaan umum ibu hamil
yang mengalami aborsi karena anemia akan nampak pucat dan mukosa bibir
kering. Mereka juga kemungkinan terganggu pola dietnya dikarenakan
menurunnya nafsu makan pasca aborsi.
c.Pola Eliminasi
Sebelum kehamilan, umumnya ibu memiliki pola eliminasi yang normal.
Namun, setelah memasuki usia kehamilan tua pola eliminasi akan berubah. Buang
air kecil akan menjadi lebih sering dan konstipasi akan dialami oleh ibu hamil.
BAK yang sering disebabkan oleh penekanan kandung kemih oleh janin.
Sementara itu, feses yang keras merupakan efek samping dari obat zat besi.
Sebuah studi menunjukkan bahwa zat besi memiliki pengaruh terhadap
konsistensi feses ibu hamil (Kebidanan et al., 2014).
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitas harian (Activity Daily Livings)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √

15
Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3:
dibantu alat, 4: mandiri
1) Status oksigenasi
Klien tidak mengalami ganguan pernapasan.
2) Fungsi kardiovaskuler
Aktivitas kerja klien tidak mempengaruhi fungsi kardiovaskuler. Tekanan
darah klien cenderung normal.
3) Terapi oksigen
Klien tidak memerlukan terapi oksigen.
e. Pola Tidur dan Istirahat
Ibu hamil mungkin akan mengalami gangguan dalam pola tidur dan
istirahatnya yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti nyeri pinggang dan
kecemasan menjelang kehamilan. Begitu pula ketika pasca aborsi, perasaan yang
dirasakan oleh sang ibu yang kehilangan janinnya memungkinkan memiliki
pengaruh terhadap tidurnya. Sebuah studi menunjukkan bahwa kecemasan yang
dirasakan oleh ibu hamil memiliki pengaruh terhadap kualitas tidurnya (Wardani,
Agustina, & Damayanti, 2018).
f. Pola Fungsi Kognitif dan Perseptual
1) Fungsi Kognitif dan Memori
Ibu hamil dengan pengetahuan yang baik memiliki pengaruh terhadap pola
kognitif dan ingatannya. Pengetahuan yang baik akan mendukung ibu untuk
mampu menjaga perilaku yang baik, seperti menjaga pola gizinya. Sebuah studi
menyebutkan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kejadian risiko
terhadap kehamilan (Corneles & Losu, 2015).
2) Fungsi dan keadaan indera
Klien tidak mengalami gangguan dalam sistem inderanya.
g. Pola Persepsi Diri
1) Gambaran diri
Tidak ada masalah dalam gambaran diri klien.
2) Ideal Diri
Klien belum mampu menjadi seorang ibu yang memiliki bayi dengan kelahiran
yang sehat.

16
3) Harga diri
Klien merasa bahwa dirinya belum bisa menjadi seorang ibu yang berhasil
menjaga janinnya (Ningtyas, Nani, & Swasti, 2010).
4) Peran Diri
Klien merasa belum bisa menjadi seorang ibu dalam keluarganya, sehingga
terdapat hubungan antara kondisi psikologis terhadap kejadian aborsi spontan
(Ningtyas et al., 2010).
5) Identitas diri
Klien menyadari dirinya sebagai seorang istri dan calon ibu.
h. Pola Seksualitas dan Reproduksi
1) Pola seksualitas
Klien yang mendapat dukungan dan perhatian keluarga akan membantu dalam
meperbaiki kondisi psikologis dan perbaikan dalam perilakunya untuk
kehamilan selanjutnya untuk patuh mengonsumsi zat besi demi mengurangi
risiko aborsi spontan akibat anemia (Juwita, 2018).
2) Fungsi reproduksi
Klien berisiko abortus spontan ialah yang memiliki jarak kehamilan <2 tahun
dan >5 tahun. Jarak kehamilan yang terlalu dekat atau terlalu akan membuat
sistem reproduksi tidak berfungsi dengan baik (Siwiendrayanti, Sukendra, &
Arofah, 2018).
i. Pola Peran dan Hubungan
Klien sebagai istri perlu mendapat dukungan dari suami dan keluarga. Hal
tersebut dikarenakan akan dapat membantu klien dalam memperbaiki perasaannya
setelah abortus spontan (Juwita, 2018).
j. Pola Manajemen Koping Stress
Klien tentu merasakan kehilangan dengan situasi kehilangan janin akibat
abortus spontan. Kondisi emosi yang demikian akan tetap dirasakan klien
meskipun sudah diterapkan strategi koping stress (Azis & Margaretha, 2017).
k. Pola Sistem Nilai dan Keyakinan
Klien mungkin akan menganggap apa yang terjadi adalah kehendak dari
Tuhan dan akan ada hikmahnya.

17
2.2.3 Pemeriksaan Fisik (ROS dan Head to Toe)
a. Kepala
Kulit kepala bersih dan tidak ada lesi, namun terliat pucat. Warna pucat yang
terlihat disebabkan oleh kadar hemoglobin yang rendah. Hal tersebut
dikarenakan pada ibu hamil yang anemia membuat kadar Hb dalam darah
menurun (Rizki, Lipoeto, & Ali, 2018).
b. Mata
Mata dalam kondisi normal, namunkonjungtiva nampak pucat. Hal tersebut
dikarenakan pada ibu hamil yang anemia membuat kadar Hb dalam darah
menurun (Rizki et al., 2018).
c. Telinga
Telinga tidak mengalami gangguan pendengaran.
d. Hidung
Hidung tidak mengalami gangguan dalam membau dibuktikan dengan keadaan
yang simetris dan tidak adanya cairan.
e. Mulut
Mukosa bibir pucat dikarenakan pada ibu hamil yang anemia membuat kadar
Hb dalam darah menurun (Rizki et al., 2018)
f. Leher
Leher dalam keadaan baik dan tidak ada pembesaran pembuluh darah.
g. Dada
Ibu hamil dengan anemia akan mengalami tanda meningkatnya denyut jantung
sebagai akibat kurangnya oksigen dalam tubuh yang mana disebabkan oleh
kadar hemoglobin yang rendah pula (Syalfina, A. D., Irawati, D., & Priyanti,
2019).
h. Abdomen
1) Inspeksi: tidak ada lesi dan luka operasi dikarenakan klien mengalami abortus
spontan tanpa pembedahan.
2) Auskultasi: umumnya bising usus 3 x/menit
3) Perkusi: umumnya suara abdomen tympani
4) Palpasi: nyeri perut akibat kontraksi uterus, terasa pada perut bagia bawah
(Widianti, 2017).

18
i. Urogenital
Fungsi berkemih setelah abortus umumnya baik.
j. Ekstremitas
1) Atas: umumnya simetris kanan kiri, tidak ada deformitas, jari lengkap, tidak
odem.
2) Bawah: umumnya simetris kanan kiri, tidak ada deformitas, jari lengkap, tidak
odem. Kekuatan otot 5 5
5 5
k. Kulit dan kuku:
Akral dingin dan terlihat pucat karena pada ibu hamil yang anemia membuat
kadar Hb dalam darah menurun (Rizki, Lipoeto, & Ali, 2018)
l. Keadaan lokal:
Akral dingin dan umumnya nampak kelelahan atau perasaan klien dalam
kondisi kurang baik.
2.2.4 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Paraf
1 DO: Anemia Nyeri Akut Yessi
Pasien terlihat ↓
memegang Kadar Hb rendah
perutnya dengan ↓
ekspresi Metabolisme ibu hamil
kesakitan akibat terganggu, mudah
kontraksi dari hemodilusi
uterus. ↓
Perdarahan nekrosis

Hasil konsepsi terlepas
dari uterus

Uterus berkontraksi

Hasil konsepsi keluar
melalui vagina ibu

Nyeri Akut

2 DO: Hasil konsepsi terlepas Defisiensi volume Prasasti


-Tekanan darah dari uterus cairan
rendah <120/80 ↓
mmHg Kontraksi dini uterus
-kulit dan ↓

19
mukosa tampak Hasil konsepsi keluar
pucat tidak sempurna
-pasien tampak ↓
lemas Pendarahan

Defisiensi volume
cairan
3 DO: Hasil konsepsi keluar Duka cita Kinan
-pasien tampak tidak sempurna
menangis ↓
-pasien tampak Merasa kehilangan
bersedih ↓
Stress

Duka cita
4 DO: Hasil konsepsi keluar Harga diri rendah Rifa
-pasien tampak tidak sempurna situasional
murung dan ↓
melamun Kelahiran tidak
-pasien sempurna, belum
menangis waktunya

Perasaan kehilangan

Stress

Harga diri rendah
situasional

2.2.5 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang mungkin muncul pada klien abortus diantaranya sebagai berikut.
a. Nyeri akut b.d kontraksi uterus d.d pasien tampak kesakitan dan memegang
perutnya.
b. Defisiensi volume cairan b.d pendarahan d.d pasien tampah pucat, lemas,
tekanan darah kurang dari normal.
c. Duka cita b.d kehilangan d.d pasien menangis dan bersedih
d. Harga diri rendah situasional b.d stress atas kehilangan d.d pasien menangis,
murung, dan melamun.

20
2.2.6 Intervensi Keperawatan
Intervensi pada klien abortus pada umumnya memiliki beberapa hal yang penting untuk bisa menunjang status kesehatan
klien. Intervensi tersebut disesuaikan dengan diagnosa yang telah diangkat sebelumnya sehingga akan terstruktur bagaimana proses
pelaksanan asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada klien.
Intervensi dapat dijelaskan dalam bentuk tabel sebagai berikut yang di cantumkan pada tabel.
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional Paraf
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d 1. Tingkat nyeri 1. Manajemen nyeri 1. Manajemen nyeri Rifa
kontraksi Setelah dilakukan tindakan a. Dukung istirahat/tidur yang Tindakan dilakukan
uterus asuhan keperawatan selama adekuat untuk membantu dengan tujuan
3x24 jam diharapkan klien penurunan nyeri a. Pasien dapat
mampu : b. Observasi adanya petunjuk beristirahat untuk
a. Klien dapat non verbal mengenai mengurang rasa nyeri
istirahat/tidur secara ketidaknyamanan terutama b. Perawat dapat
teratur pada klien yang tidak dapat mengetahui perasaan
b. Berkurangnya ekspresi komunikasi secara efektif klien tanpa
wajah saat nyeri c. Kolaborasi dengan klien, komunikasi secara
c. Nyeri yang dilaporkan orang terdekat dan tim verbal
klien maupun keluarga kesehatan lainnya untuk c. Keluarga dan tim

21
berkurang memilih dan kesehatan dapat
2. Status kenyamanan fisik mengimplementasikan berkontribsi dalam
Setelah dilakukan tindakan tindakan penurun nyeri proses penyembuhan
asuhan keperawatan selama nonfarmakologi sesuai secara non
3x24 jam diharapkan klien kebutuhan farmakologi
mampu d. Berikan informasi mengenai 2. Pengaturan posisi
a. Posisi yang nyaman nyeri seperti penyebab nyeri, Tindakan dilakukan
b. Saturasi oksigen berapa lama nyeri akan dengan tujuan :
termonitor dirasakan dan antisipasi dari a. Klien merasakan
c. Relaksasi otot dapat ketidaknyamanan akibat kenyamanan saat
maksimal prosedur bedrest
d. Tingkat energi klien 2. Pengaturan posisi b. Perawat mengetahui
tidak teganggu a. Tempatkan klien di kebutuhan oksigen
matras/tempat tidur klien
terapeutik c. Klien dapat
b. Monitor status oksigenasi menerapkan aktifitas
(sebelum dan sesudah sesuai prosedur
perubahan posisi) secara mandiri
c. Instruksikan pada klien d. Perawat dapat selalu

22
bagaimana menggunakan siaga untuk menjaga
postur tubuh dan mekanika klien
tubuh yang baik ketika
beraktifitas.
d. Tempatkan lampu pemanggil
dalam jangkauan klien
2 Defisiensi 1. Keparahan kehilangan darah 1. Pengurangan perdarahan 1. Pengurangan perdarahan Prasasti
volume cairan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor klien akan Tindakan dilakukan
asuhan keperawatan selama perdarahan secara ketat dengan tujuan :
3x24 jam diharapkan klien: b. Atur kesediaan produk- a. Pasien abortus perlu
a. Perdarahan vagina dapat produk darah untuk transfusi di lakukan monitor
terhenti c. Instruksikan klien dan karena mengalami
b. Hemoglobin kembali keluarga akan tanda-tanda perdarahan yang
normal perdarahan dan tindkan yang cukup parah
c. Cemas yang dialami tepat (memberitahu perawat) b. Perdarahan yang
klien berkurang bila perdarahan berlanjut dialami klien
terjadi pastinya
d. Perhatikan kadar hemoglobin memerlukan
sebelum dan sesudah transfusi darah

23
kehilangan darah c. Instruksi tersebut
bertujuan untuk
memudahkan
perawat memantau
status perdarahan
klien
d. Hemoglobin perlu
dipantau bertujuan
untuk mengetahui
kadar darah yang
dibutuhan klien
3 Duka Cita 1. Ketahanan keluarga 1. Mendengar aktif 1. Mendengar aktif Prasasti
Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi tema yang Tindakan yang
asuhan keperawatan selama dominan dilakukan bertujuan :
2x24 jam diharapkan klien b. Dengarkan isi pesan maupun a. Perawat mengetahui
mampu perasaan yang tidak masalah utama yang
a. Bergerak kembali terungkap selama percakapan dimiliki klien
dengan cepat setelah c. Tunjukkan ketertarikan pada b. Perawat mengetahui
mengalami kesulitan klien masalah-masalah

24
b. Mendukung anggota 2. Dukungan keluarga pendukung yang
keluarga a. Nilai reaksi emosi keluarga dialami klien
c. Mentolerir perpisahan terhadap kondisi pasien c. Klien merasa bahwa
jika diperlukan b. Fasilitasi komunikasi akan perawat
2. Resolusi berduka kekhawatiran/perasaan antar memperhatikan klien
Setelah dilakukan tindakan pasien dan keluarga atau dan siap untuk
asuhan keperawatan selama antar anggota keluarga mendengarkan
3x24 jam diharapkan klien c. Hargai dan dukung masalah yang
mampu mekanisme koping adaptif diaalami klien
a. Menyampaikan perasaan yang digunakan keluarga 2. Dukungan keluarga
akan penyelesaian d. Libatkan anggota keluarga Tindakan yang
mengenai kehilangan dan pasien dalam membuat dilakukan bertujuan :
b. Menyatakan menerima keputusan terkait perawatan, a. Perawat mengetahui
kehilangan jika memungkinkan tingkat kepedulian
c. Membagi perasaan keluarga tehadap
kehilangan dengan orang klien
terdekat b. Klien maupun
d. Melewati fase berduka keluarga merasa
dihargai oleh

25
perawat
c. Perawat
menciptakan bina
hubungan saling
percaya
d. Keluarga dapat
mengetahui
tindakan-tindakan
yang akan dilakukan
oleh perawat
4 Harga diri 1. Resolusi rasa bersalah 1. Fasilitas proses berduka 1. Fasilitas proses berduka Prasasti
rendah Setelah dilakukan tindakan a. Tentukan bagaimana dan Tindakan yang
situasional asuhan keperawatan selama kapan kematian janin atau bayi dilakukan bertujuan :
3x24 jam diharapkan klien didiagnosis a. Perawat dan klien
mampu : b. Diskusikan dukungan dapat mengetahui
a. Mengidentifikasi kelompok yang tersedia prediksi kematian
perasaan terkait rasa dengan cara yang tepat bayi
bersalah c. Diskusikan keputusan yang b. Perawat dapat
b. Menceritakan perasaan akan diperlukan mengenai memecahkna

26
ke orang terdekat masalah dengan
c. Menggunakan strategi berbagai pihak
untuk mengurangi c. Perawat dapat
perasaan bersalah menindaklanjuti
d. Menggunakan sumber proses abortus.
dukungan sosial
rencana pemakaman, otopsi,
2. Harga diri
konseling genetik, dan
a. Penerimaan terhadap
partisipasi keluarga
keterbatasan diri
b. Komunikasi terbuka
c. Pemenuhan peran yang
signifikan secara pribadi
d. Perasaan tentang nilai
diri

27
2.2.7 Tindakan Keperawatan
Implementasi pada klien abortus ini juga disesuaikan dengan intervensi
yang telah disusun dan dilaksanakan oleh perawat secara rutin dengan tujuan agar
kesehatan klien dapat dimonitor dengan baik. Berikut merupakan bentuk
implementasi pada klien abortus yang secra garis besar dapat dialami oleh klien
tersebut.
No
. Implementasi Evaluasi Formatif
Dx
1 1. Manajemen nyeri 2. Manajemen nyeri
a. Mendukung a. Klien masih sulit untuk tidur
istirahat/tidur yang b. Klien masih sulit untuk
adekuat untuk mengungkapkan rasa sakitnya
membantu penurunan c. Keluarga dan tenaga kesehatan
nyeri yang lain turut membantu dalam
b. Mengobservasi adanya proses penyembuhan
petunjuk non verbal d. Klien tidak dapat menerima
mengenai informasi dengan baik
ketidaknyamanan
terutama pada klien 3. Pengaturan posisi
yang tidak dapat a. Klien merasa nyaman namun
komunikasi secara masih adarasa nyeri
efektif b. Klien masih memakai alat bantu
c. Mengkolaborasi dengan pernapasan
klien, orang terdekat c.Klien memahami secara teori
dan tim kesehatan namun masih tidak dapat
lainnya untuk memilih melakukannya
dan d. Klien memencet lampu
mengimplementasikan pemanggil apabila membutuhkan
tindakan penurun nyeri bantuan
nonfarmakologi sesuai a.
kebutuhan
d. Memberikan informasi

28
mengenai nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
dirasakan dan antisipasi
dari ketidaknyamanan
akibat prosedur
2. Pengaturan posisi
a. Menempatkan klien di
matras/tempat tidur
terapeutik
b. Memonitor status
oksigenasi (sebelum
dan sesudah perubahan
posisi)
c. Menginstruksikan pada
klien bagaimana
menggunakan postur
tubuh dan mekanika
tubuh yang baik ketika
beraktifitas.
d. Menempatkan lampu
pemanggil dalam
jangkauan klien
2 3. Pengurangan perdarahan 1. pengurangan perdarahan
a. Memonitor klien akan a. perdarahan semakin berangsur
perdarahan secara ketat menurun
b. mengatur kesediaan b. pasien mendapat transfusi darah
produk-produk darah c. pasien dan keluarga memahai
untuk transfusi instruksi
c. menginstruksikan d. kadar Hb meningkat seiring tindakan
pasien dan keluarga keperawatan dilakukan
akan tanda-tanda
perdarahan dan

29
tindakan yang tepat
(memberitahu perawat)
bila perdarahan
berlanjut terjadi
d. memperhatikan kadar
hemoglobin sebelum
dan sesudah kehilangan
darah
3 1. Mendengar aktif 1. mendengar aktif
a. mengidentifikasi tema a. tema yang dominan berupa
yang dominan kesedihan klien akan perasaan
b. mendengarkan isi pesan kehilangan janinnya.
maupun perasaan yang b. pasien mau bercerita meskipun
tidak terungkap selama tidak seluruhnya
percakapan c. pasien merasa diperhatikan
c. menunjukkan
ketertarikan pada klien 2. dukungan keluarga
4. Dukungan keluarga a. Pasien dan keluarga merasa
e. menilai reaksi emosi kehilangan
keluarga terhadap b. Pasien dan keluarga berkomunikasi
kondisi pasien dengan baik
f. memfasilitasi c. Mekanisme koping adaptif sedikit
komunikasi akan terlihat hasilnya
kekhawatiran/perasaan d. Keluarga dapat bekerja sama
antar pasien dan dengan baik terhadap kondisi
keluarga atau antar pasien
anggota keluarga
g. Menghargai dan
dukung mekanisme
koping adaptif yang
digunakan keluarga
h. melibatkan anggota
keluarga dan pasien

30
dalam membuat
keputusan terkait
perawatan, jika
memungkinkan
4 1. Fasilitas proses berduka 1. fasilitas proses berduka
a. Tentukan bagaimana a. kematian janin di dalam kandungan
dan kapan kematian akibat kondisi nutrisi ibu
janin atau bayi b. kerjasama yang baik pada
didiagnosis kelompok (keluarga) untuk membantu
b. Diskusikan dukungan pasien mengatasi perasaan kehilangan
kelompok yang tersedia yang berlebihan
dengan cara yang tepat.
c. Diskusikan keputusan
yang akan diperlukan
mengenai rencana
pemakaman, otopsi,
konseling genetik, dan
partisipasi keluarga

2.2.8 Evaluasi
Tahap evaluasi ini merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan suatu perbandingan secara sistematis dan terencana anata tujuan atau
kriteria hasil dengan hasil akhir. Tahap ini dilakukan secara berkesinambungan
dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan yang lain. Apabila hasil
evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan maupun kriteria hasil, maka klien dapat
keluar dari siklus proses keperawatan. Apabila tujuan yang telah ditetapkan tidak
tercapai maka klien masuk kembali kedalam siklus proses keperawatan mulai dari
pengkajian ulang/reassessment (Asmadi, 2008)
No.
Diagnosa Evaluasi Sumatif
Dx
1 Nyeri akut b.d kontraksi uterus S : - Klien mengatakan
dapat tidur dan tidak

31
merasakan nyeri. Klien
mengatakan nyaman
dengan posisi yang di
instruksikan oleh perawat
O : Ekspresi wajah klien
sudah lebih baik dari hari
sebelumnya
A : Masalah dapat teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
2 Defisiensi volume cairan d.d perdarahan S : - Klien mengatakan
pervagina bahwa tidak lagi terjadi
perdarahan merasa sudah
tidak cemas
O : - Kadar hemoglobin
normal, dan tidak terlihat
cemas
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
3 Duka cita b.d kehilangan S : - Klien mengatakan
sudah merasa lebih baik
dari sebelumnya
O : Wajah klien terlihat
selalu tersenyum saat
bertemu perawat
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
4 Harga diri rendah situsional b.d stress S : pasien mengatakan
atas kehilangan tidak menerima apa yang
telah ditakdirkan
O : pasien nampak
berkurang raut
kesedihannya, namun

32
kadang masih melamun
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

33
BAB 3. PATHWAY
3.1 Kerangka Konsep
Kehamilan < 20 minggu

Faktor- faktor yang mempengaruhi


Perdarahan desidua basalis
Nekrosis jaringan disekitarnya
Hasil konsepsi lepas
Kontraksi pada uterus

Kehamilan < 8 minggu (villi Kehamilan 8-14 Kehamilan >14


cerviks belum menembus minggu (villi concalis minggu
dinding basalis secara sudah menembus
dalam) lebih dalam)

Hasil Konsepsi Plasenta hanya Janin dikeluarkan lebih


dikeluarkan seluruhnya lepas sebagian dahulu (abortus
(abortus completus) incomplete)

Perdarahan Abortus Perdarahan


Abortus
pada ibu Insipiens pada ibu
Imminen
(corpus uteri (corpus uteri
membuka) menutup)
Anemia Anemia

Janin masih
bisa
dipertahankan

Janin mati

34
3.2 Pathway
Perdarahan
Nekrosis

Hasil konsepsi terlepas dari uterus

Nyeri Akut Uterus berkontraksi

Hasil konsepsi keluar tidak sempurna


Perdarahan

Defisit volume cairan

Masa
kehilangan

Harga diri rendah Duka Cita


situasional

35
BAB 4. ANALISIS JURNAL
4.1 Analisis Jurnal Internasional
Judul Anaemia in Pregnancy : Prevalence, Risk Factors, and Adverse
Perinatal Outcomes in Northern Tanzania
Penulis Grace Stephen
Melina Mgongo
Tamara Hussein Hashim
Johnson Katanga
Babill Stray-Pedersen
Sia Emmanueli Msuya
Nama Research Article
jurnal/
Volume/
Nomor/
Tahun
Latar Anemia selama kehamilan merupakan permasalahan kesehatan
Belakang masyarakat khususnya di negara berkembang. Menurut WHO
anemia dianggap sebagai masalah umum atau masalah kesehatan
jika studi populasi menemukan prevalensi anemia 5% atau lebih.
Prevalensi anemia ≥40% yang terjadi dilingkungan masyarakat
menyebabkan masalah yang cukup besar.
Tujuan Untuk menentukan prevalensi, faktor risiko,
Analisis Penelitian dilakukan pada 529 wanita hamil.
Statistik
Hasil Sebanyak 40 wanita mengalami anemia ringan, 43 wanita
mengalami anemia sedang dan 12 wanita mengalami anemia berat.
Sehingga total keseluruhan yang mengalami anemia adalah 95
orang. Pendidikan dapat berpengaruh pada status kesehatan
terutama penyakit anemia, sehingga prevalensi wanita yang
berstatus pendidikan memiliki resiko yang rendah mengalami
anemia. Wanita yang selalu rutin melakukan pemeriksaan secara
rutin juga memiliki resiko rendah terkena anemia karena mereka
dapat mengetahui bagaimana pola hidup sehat yang benar dan rutin
mengkonsumsi suplemen yang diberikan oleh tenaga kesehatan.

36
Pembahasa Dalam penelitian ini, anemia dipengaruhi oleh faktor pendidikan.
n Wanita hamil yang memiliki pendidikan tinggi dan memiliki
penghasilan yang lebih baik akan dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi pada dirinya sendiri dan janinnya, maka dari itu jarang
terjadinya anemia gizi.
Kesimpulan Anemia pada kehamilan merupakan masalah kesehatan masyarakat
ringan yang terjadi di Indonesia. Faktor-faktor risiko utama
ditemukan pada lingkungan yaitu
tempat tinggal dan tingkat pengetahuan ibu hamil. Sehingga sangat
penting suatu pendidikan dan pengetahuan oleh seorang ibu dalam
menjaga pola hidup sehat terutama pada sistem reproduksi mereka.

4.2 Analisis Jurnal Nasional


Judul Tingkat Anemia Berhubungan Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu
Hamil
Penulis Indah Jayani
Nama jurnal/ Jurnal Care / Vol. 5 / No. 1 / 2017
Volume/
Nomor/
Tahun
Latar Pada ibu hamil banyak risiko yang terjadi pada saat terjdi
Belakang kehamilan. Khususnya ibu hamil yang memiliki kekurangan darah
dan nutrisi. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kematian
janin, abortus, cacat bawaan, BBLR, dan anemia pada bayi.
Anemia merupakan kasus yang sering terjadi pada ibu hamil dan
memberikan dampak kepada ibu dan janinnya. Anemia dapat
mengganggu tumbuuh kembang janin, gangguan plasenta dan bisa
terjadinya abortus.
Tujuan Untuk memberikan penjelasan bahwa anemia sering terjadi pada
ibu hamil dan mengakibatkan abortus.
Analisis Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik korealasional
Statistik dengan pendekatan crossectional menggunakan data sekunder.
Populasi penelitian ini adalah ibu hamil di Puskesmas Ngadi

37
kecamatan Mojo Kabupaten Kediri dengan jumlah sampel 77
orang di tentukan dengan simple random sampling. Analisa data
menggunakan spearman rank.
Hasil

Dari tabel 3 dapat


disimpulkan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia
berat 49 orang
(63%).

Dapat diinterpretasikan bahwa ibu yang mengalami anemia berat


dapat menyebabkan terjadinya abortus yakni 25 orang (59.5%).

38
Dalam tabel diiinterpretasikan bahwa sebagian besar ibu hamil
pernah mengalami abortus yaitu 42 orang (54,5%)/
Pembahasan Sebagian besar ibu hamil mengalami anemia berat yaitu 49 orang
(63,6%). Anemia yang terjadi pada kehamilan adalah anemia
kekurangan zat besi. Anemia pada kehamilan merupakan masalah
nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi
masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas
sumber daya manusia. Menurut penelitian didapatakan terdapat
hubungan yang cukup kuat antara anemia dan kejadian abotus
yaitu jika semakin berat tingkat anemia maka semakin tinggi
kejadian abortus, begitu juga sebaliknya jika semakit rendah
tingkat anemia maka semakin rendah kejadian abortus.
Kesimpulan Sebagian ibu hamil mengalami anemia berat
Sebagian ibu hamil pernah mengalami abortus
Ada hubungan antara tingkat anemia dengan kejadian abortus.

39
BAB 5. PENUTUP
d.1 Kesimpulan
Aborsi merupakan akhir dari kehamilan yang tidak diinginkan dan
diharapkan baik melalui obat-obatan maupun bedah. Abortus adalah terhentinya
proses kehamilan sebelum waktunya (mencapai umur 28 mingggu atau berat
janin). Abortus memiliki beberapa jenis abortus antara lain abortus imminens,
abortus insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus, abortus habitualis,
abortus infeksiosus, dan abortus septik. Terjadinya abortus dapat disebabkan oleh
bebrapa faktor yaitu: kelainan hasil pembukaan,faktor kesehatan ibu, faktor
imunologi. Tanda dan gejala yang terjadi saat terjadinya abortus dibedakan sesuai
dengan jenis-jenis abortus. Pengobatan abortus dapat dilakukan secara
farmakologi dan juga non farmakologi.
Permasalahan keperawatan yang mungkin muncul pada abortus ini yaitu
deficit volume cairan, gangguan rasa nyaman, ansietas, risiko tinggi syok
hipovolemik, dan gangguan istirahat dan tidur. Intervensi yang dirancang
berdasarkan Nursing Outcomes Clasification (NOC) dan Nursing Interventions
Clasification (NIC).
d.2 Saran
Mahasiswa sebagai agent of change diharapkan mampu mengubah
perilaku masyarakat khususnya calon ibu dengan cara memberikan edukasi
kepada mereka terkait pentingnya memenuhi nutrisi saat kehamilan. Hal tersebut
bertujuan untuk mencegah adanya gangguan selama kehamilan. Peran mahasiswa
yang demikian tentu diiringi dengan kebijakan pemerintah atau institusi untuk
mensosialisasikan pentingnya pemenuhan gizi pada ibu hamil.

40
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Aidil. 2019. Faktor Penyebab Abortus di Indonesia Tahun 2010-


2019:Studi Meta Analisis. Jurnal Biomedik (JBM). 11 (3): 182-191.
Andina, Fenni Dwi.2018.Perbedaan Kadar HB Sebelum dan Sesudah Pemberian
Pisang Ambon pada Ibu Hamil Dengan Anemia di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumowono. Indonesian Journal Of Midwivery (IJM). 1(2).
78-84.
Anggraeny, O., & Ariestiningsih, A. D. 2017.Gizi Prakonsepsi, Kehamilan, dan
Menyusui. Malang: UB Press.
Aziz, Ahmad. 2017. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DOKUMENTASI
KEPERAWATAN.http://repository.ump.ac.id/3810/3/Ahmad%20H
%20Aziz%20BAB%20II.pdf. (Diakses pada 28 Desember 2020)
Corneles, S., & Losu, F. 2015. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan
Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kehamilan Risiko Tinggi. Jurnal Ilmiah
Bidan. 3(2). 51–55.
Ermawati,Eli.2019.Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Bpm
Ruji Aminah Ambarawa Kabupaten Semarang.
Hastuti, E., & Setianingsih, R. 2015. Persepsi Ibu Hamil Dalam Mengkonsumsi
Tablet Fe Di Puskesmas Banjarbaru Utara Tahun 2015 the Perception of
Pregnant Women in Consuming Tablets Fe in North Banjarbaru Phc. Borneo
Journal of Pharmasciencetech, 2(1), 15–22.
Juwita, R. 2018. Hubungan Konseling Dan Dukungan Keluarga Terhadap
Kepatuhan Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Fe. Jurnal Endurance, 3(1),
112.
Kebidanan, A., Bonjol, I., Panjang, P., Serikat, A. A., Penelitian, J., Kunci, K., &
Tablet, K. 2014. Hubungan Konsumsi Tablet Fe Dengan Kejadian
Konstipasi Pada Ibu Hamil Di Jorong Sikabu , Solok Dan Gantiang Di
Wilayah Kerja Puskesmas Singgalang Kabupaten Tanah Datar Tahun 2014
Relationship With Consumption Fe Tablet Event Constipation Pregnant
Women In Sikabu , Solok And Gantiang Working At The Public Health
Singgalang Tanah Datar District In 2014 Afrida Yelni *), Reski Mandasari
*). 8(2), 146–151.
Kurniaty., Dasuki, Djaswadi., dan Wahab, Abdul. 2019. Penanganan Kasus
Abortus Inkomplit pada Puskesmas PONED di Kabupaten Sumbawa
Barat. BKM Journal of Community Medicine and Public Health. 35(1):
17-22
Manuaba, I. A. C., Manuaba, I. B. G. 2010. Buku Ajar Penuntun Kuliah
Ginekologi. Jakarta: CV. Trans Info Media
Mardhiah, A., & Marlina, M. 2019. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe Pada Ibu Hamil. Window of Health :
Jurnal Kesehatan, 2(3), 266–276.
Muhammad, Kemal Fikar. 2020.Aspek Hukum Tentang Abortus Provocatus
Therapeuticus di Indonesia.Jurnal Penelitian Ipteks. 5(1): 138-150
Natasya, Ahahdifa.,Suharsono.,Yudi., & Saraswati,Putri. 2019.Hubungan antara
Partner Support dengan Resiliensi pada Wanita yang Mengalami Abortus
Spontanea.Cognicia.7(3): 333-345.

vi
Ningtyas, R., Nani, D., & Swasti, K. G. 2010. Eksplorasi Perasaan Ibu yang
Mengalami Stres Pasca Abortus Spontan di RSUD Cilacap. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), 2(1), 17–23.
Purwaningrum, E. D., & Fibriana, A. I. Faktor Risiko Kejadian Abortus Spontan.
Higeia Journal Of Public Health Research and Development. 1(3):84-94
Rahmayanti, R.,Mariati, U., dan Susilawati, N. 2019.Perbedaan Efektifitas
Pemberian Tablet FE Plus Jus Jambu Biji Merah Dibandingkan Dengan
Tablet FE Terhadap Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Anemia. Jurnal
Kesehatan Mercusuar.2(2): 29-36
Rizki, F., Lipoeto, N. I., & Ali, H. 2018. Hubungan Suplementasi Tablet Fe
dengan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Air
Dingin Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(3), 502.
Sampe, M. 2019.Gambaran Angka Kejadian Anemia Kehamilan pada Kunjungan
Pertama Berdasarkan Umur, Gravid, Paritas, Dan Riwayat Abortus di
Puskesmas Makale pada Bulan Februari, Maret, dan April tahun
2017.Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia. 2(2): 110-115.
Siwiendrayanti, A., Sukendra, D. M., & Arofah, D. 2018. Analisis Spasial dan
Temporal Persebaran Kasus Baru TB Paru BTA (+) di Kabupaten Batang.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 17(2), 95.
Sukarni, I. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta:Nuha Medika.
Syalfina, A. D., Irawati, D., & Priyanti, S. 2019. Faktor yang Berpengaruh
terhadap Pengetahuan Ibu hamil tentang Anemia Kehamilan. Seminar
Nasional Seri III, 169–177.
Syamsi, R. M dan Kapoh, R.P. 2009. Obsetri & Ginekologi: Panduan Praktik.
Jakarta: EGC.
Wardani, H. W., Agustina, R., & Damayanti, E. A. F. 2018. Tingkat Kecemasan
dengan KualitasTidur Ibu Hamil Primigravida Trimester III. Dunia
Keperawatan, 6(1), 1.
Widianti, L. 2017. Hubungan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil dengan
Kejadian Abortus di Ruangan Kasuari Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.
Jurnal Kesehatan, 8(1), 36.

vii

Anda mungkin juga menyukai