Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SISTEM NEUROLOGY STROKE

(Laporan Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis)

Oleh :
ALBERT FERNANDO PUTRA JEFRY 113063J120075

Clinical Instructure :
DWI MARTHA AGUSTINA, M. Kep.

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN X SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN PRESEPTOR

Laporan pendahuluan gangguan sistem neurology disusun oleh Albert Fernando


Putra Jefry, S. Kep., NIM 113063J120075. Laporan Pendahuluan ini telah diperiksa dan
disetujui oleh Preseptor Akademik.

Banjarmasin, 28 Maret 2021.

Preseptor Akademik,

DWI MARTHA AGUSTINA, M. Kep.

Mengetahui,
Ketua Stase Keperawatan Gadar dan Kritis Profesi Ners STIKES Suaka Insan
Banjarmasin

DYAH TRIFIANINGSIH, M. Kep.

i
BAB I
Anatomi Fisiologi

A. Anatomi dan Fisiologi


Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otakyang dibentuk
oleh mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura
mater disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater
kranialis terlihat gyrus, sulkus,dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura
korteks serebri membagi hemisfernserebri menjadi daerah lebih kecil yang
disebut lobus (Paulsen F.& J. Waschke. 2013).

( Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2013).

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tigabagian, yaitu:
1. Serebrum (Otak Besar)
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua
hemisfer.Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh
sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh
sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empatlobus.Bagian
lobus yang menonjol disebut gyrusdan bagian lekukan yang menyerupai
parit disebut
sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalahlobus frontal, lobus parietal,
lobus oksipitaldan lobus temporal(CDC, 2013).
a. Lobus parietal
Lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus parietal bagian depan
dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus
parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi
untuk menerimaimpuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan
segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatik (Paulsen F.& J.
Waschke. 2013).
b. Lobus frontal
Lobus yang ada dibagian paling depan dari serebrum. Lobus ini mencakup semua
korteks anterior sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik
untukmengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat
bicara; dan area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual
(Paulsen F.& J. Waschke. 2013).
c. Lobus temporal
Berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh garis yang ditarik
secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan
penting dalamkemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara (Paulsen F.& J. Waschke. 2013).
d. Lobus oksipital
Berada dibelakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini berhubungan
dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Paulsen F.& J. Waschke.
2013).

2
2. Serebelum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak.Serebelum
terletak di bagian bawah belakang kepala, berada dibelakang batang otak dan
dibawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas.Serebelum adalah
pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak
fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi
menyimpan danmelaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti
gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu
dan sebagainya.
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar
dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol
tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur.
Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah,
kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan
sakit kepala ketika bangun (CDC, 2013). Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III dan
IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol
respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan
tubuh dan pendengaran (Paulsen F.& J. Waschke. 2013).
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V
diasosiasikan dengan pons(Paulsen F.& J. Waschke. 2013).

3
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang akan
berlanjut menjadi medulla spinalis. Medullaoblongata terletak juga di fossa kranial
posterior.CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII
berada pada perhubungan dari pons dan medulla (Paulsen F.& J. Waschke. 2013).

4
BAB II
Konsep Penyakit

A. Pengertian
Stroke hemoragik disebabkan oleh rupture arteri, baik intraserebral
maupun subarakhnoid. Perdarahan intraserebral merupakan penyebab
tersering, dimana dindng pembuluh darah kecil yang sudah rusak akibat
hipertensi kronik. Hematoma yang terbentuk akan menyebabkan peningkatan
tekanan intracranial (TIK). Perdarahan subarakhnoid disebabkan oleh
pecahnya aneurisma atau malformasi arteri vena yang perdarahannya masuk
ke rongga subarachnoid sehingga menyebabkan cairan serebrospinal (CSS)
terisi oleh darah. Darah di dalam CSS akan menyebabkan vasospasme
sehingga menimbulkan gejala sakit kepala hebat yang mendadak. (Anindhita
dkk, 2014).

Stroke non hemoragik ialah tersumbatnya pembuluh darah yang


menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti (Nuratif
& Kusuma, 2015). Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli
dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder (Wijaya
& Putri, 2013).

B. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik,yaitu :
1. Hipertensi yang tidak terkontrol
2. Pecanya pembuluh darah diotak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
3. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai
bentuk abnormal,terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri,sehingga darah arteri langsung masuk vena,menyebabkan mudah
pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
5
6
4. Rupture arteriol serebral,akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan
degenerasi pembuluh darah.
5. Adanya sumbatan bekuan darah diotak.
6. Kondisi atau obat seperti aspirin (Adi PR, 2014).
7. Stroke non hemoragik disebabkan karena adanya penyumbatan pada
pembuluh darah yang menuju ke otak. Sumbatan ini dapat disebabkan oleh
dua hal, yang pertama adalah karena adanya penebalan pada dinding
pembuluh darah yang disebut dengan atheroschlerosis dan bekuan darah yang
bercampur lemak yang menempel pada dinding pembuluh darah, yang dikenal
dengan istilah thrombus.Yang kedua adalah tersumbatnya pembuluh darah
otak oleh emboli, yaitu bekuan darah yang berasal dari thrombus di jantung
(Mulyatsih & Arizia, 2008).

C. Patofisiologi
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan pembuluh
darah otak, pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh
darah pecah dan bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang
rusak tadi fungsinya menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke.
Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat.Pada tahap
pertama dimana dinding pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak
mula-mula terkena berupa aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh yang
kecil. Penebalan dinding pembuluh darah ini terjadi berangsung-angsur dan
diakibatkan oleh hipertensi, DM, peninggian kadar asam urat atau lemak
dalam darah, perokok berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa
tahun atau akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang
terjadi cukup ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen
pembuluh darah tersebut tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh
darah otak ini menyebabkan kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah
dan timbul perdarahan.Pada saat dimana pembuluh darah tersebut pecah
atau tersumbat

7
8
hingga aliran darah tidak cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala
neurologik berupa kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia
secara mendadak.Sumbatan pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat
adanya bekuan-bekuan darah dari luar otak (jantung atau pembuluh besar
tubuh) atau dari pembuluh darah leher (karotis) yang terlepas dari dinding
pembuluh tersebut dan terbawa ke otak lalu menyumbat.Karena fungsi otak
bermacam- macam, maka gejala stroke juga timbul tergantung pada daerah
mana otak yang terganggu. Penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah
secara mendadak dapat menimbulkan gejala dan tanda-tanda neurologik yang
memiliki sifat, mendadak, tidak ada gejala-gejala dini atau gejala
peningkatan dan timbulnya iskemi atau kerusakan otak,gejala neurologik
yang timbul selalau terjadi pada satu sisi badan, gejala-gejala klinik yang
timbul mencapai maksimum beberapa jam setelah serangan . Umumnya
kurang dari 24 jam, jadi misalnya pagi hari serangan stroke timbul berupa
kelemahan pada badan sebelah kanan kemudian berangsur-angsur menjadi
lumpuh sama sekali.
Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi pada intraserebral
dan subarachnoid.Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya
pembuluh darah otak terutama karena hipertensi ini mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak.
Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian
yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon,
dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding
permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah
disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang

9
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya
aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
(GoldszmidtA. J., Caplan L. R., 2013).

10
Pathway

Penimbunan kolesterol/lemak dalam darah


Pembuluh darah menjadi kaku dan pecah
Stroke Hemoragik
Faktor pencetus/etiologi

Resiko Ketidakefektifan Menurunnya suplai darah dan O2 keotak


Proses metabolisme terganggu Peningkatan TIK
perfusi jaringan otak

Iskemik/infark Nyeri

Kerusakan N.VII (Facialis),N.XII (Hipoglosus)


Disfungsi N.II (Optikus) Kerusakan N.I (Olfaktorius),N.II (Optikus), Disfungsi N.XI (Assesorius)
N.IV (Troklearis)

Penurunan menangkap objek dan bayangan


Ketidakmammpuan berbicara Hemiparase (kanan atau kiri )

Penurunan ketajaman pencium dan pengecap


Hambatan Mobilitas fisik
Kebutaan
Kerusakan komunikasi verbal
Gangguan persepsi sensori
Resiko jatuh Tirah Baring lama

Penurunan fungsi N.X (Vagus), N. IX (Glosovaringeus)


Kerusakan intregitas kulit

11
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi
perdarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena. gejala biasanya muncul
tiba- tiba,tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala sering muncul
dan menghilang,atau perlahan – lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke
waktu, yaitu :
1. Tiba - tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan
2. Tiba – tiba hilang rasa peka
3. Bicara cadel atau pelo
4. Gangguan bicara dan bahasa
5. Gangguan penglihatan
6. Mulut mencong atau tidak simetris
7. Gangguan daya ingat
8. Nyeri kepala hebat
9. Vertigo
10. Kesadaran menurun
11. Proses kencing terganggu
12. Gangguan fungsi otak
13. Gangguan emosi
Tanda dan gejala stroke non hemoragik, yaitu :
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):
1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan
berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).

12
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau
kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual,
spesial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih meliputi : inkontinensiaurinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang
berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah


otak yang terkena:
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa
:

Hemisfer kiri Hemisfer kanan

· Mengalami hemiparese kanan · Hemiparese sebelah kiri tubuh


· Perilaku lambat dan hati-hati · Penilaian buruk
· Kelainan lapan pandang kanan · Mempunyai kerentanan
· Disfagia global terhadap sisi kontralateral
· Afasia sehingga memungkinkan
· Mudah frustasi terjatuh ke sisi yang
berlawanan tersebut

13
14
E. Komplikasi
1. Gangguan otak berat
2. Berhubungan dengan immobilisasi : infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
3. Berhubungan dengan paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
4. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala.
5. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
6. Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau
kardiovaskular.

F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah :
1. Posisikan kepala dan badan atas 20-30 derajat,posisi miring apabila
muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Buka jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat,bila perlu
berikan oksigen sesuai kebutuhan
3. TTV Stabil
4. Anjurkan bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Bila peru kateterisasi untuk mempertahankan kandung kemih agar kosong
8. Hindari kenaikan suhu,batuk,konstipasi,atau cairan suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK
9. Pemberian cairan intavena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
10. Apabila kesadaran tidak penuh pasang NGT untuk pemenuhan nutrisi

15
11. Pemberian obat neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis intaven,
deuretic, antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang
tinggi. (Arifputra, 2014 )
12. Pemantauan TIK
Ada dua metode pemantauan TIK yaitu metode invasif (secara
langsung) dan non invasive (tidak langsung). Metode non invasif (secara
tidak langsung) dilakukan pemantauan status klinis, neuroimaging dan
neurosonology (Trancranial Doppler Ultrasonography/TCD). Sedangkan
metode invasif (secara langsung) dapat dilakukan secara intraventrikular,
intraparenkimal, subarakhnoid/subdural, dan epidural. Metode yang
umum dipakai yaitu intraventrikular dan intraparenkimal
(microtransducer sensor) karena lebih akurat namun perlu perhatian
terhadap adanya risiko perdarahan dan infeksi akibat pemasangannya.
Dengan pemantauan TIK juga kita dapat mengetahui nilai CPP, yang
sangat penting, dimana menunjukkan tercapai atau tidaknya perfusi otak
begitu juga dengan oksigenasi otak (Amri, 2017).
a. Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan melakukan tindakan sebagai berikut :
b. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
c. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
d. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
e. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan- latihan gerak pasif.
f. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
g. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan,

16
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

17
18
BAB III
Asuhan Keperawatan

1. Fokus Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama,umur,jenis
kelamin,status,suku,agama,alamat,pendidikan,diagnosa medis,tangal
MRS, dan tanggal pengkajian
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan
adaah kelemhan anggota gerak badan,bicara pelo,tidak dapat
berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi.Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi latergi, tidak responsif, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat – obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif,
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat
beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan

19
data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecemasan, rasa cemas, rasa
tidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.Pola persepsi
dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan
stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam
pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara :
kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak

20
bisa bicara/ afaksia. Tanda –tanda vital : TD meningkat, nadi
bervariasi.
a) B1 (breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan obat
bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Pada klien
dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan inspeksi
pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien
stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg.
c) B3 (Brain) Stroke yang menyebabkan berbagai defisit
neurologis, tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat,
dan alran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak
yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
d) B4 (Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami
inkontinesia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas
e) B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan,
nafsu makan menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual

21
sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f) B6 (Bone) Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Selain itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran Pada klien lanjut usia tingkat
kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat latergi,
stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral Pengkajian ini meliputi status mental,
fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan
hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan /
kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
6) Pengkajian refleks Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologi
akan muncul kembali di dahului dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori Dapat terjadi hemihipertensi.

22
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d Stroke
b. Nyeri akut b.d agens pencedera fisiologis (peningkatan TIK)
c. Gangguan Menelan b.d stroke
d. Gangguan presepsi sensori b.d gangguan nervus
e. Hambatan Mobilisasi fisik b.d disfungsi nervus
f. Kerusakan komunikasi verbal b.d gangguan nervus
g. Resiko kerusakan integritas kulit

23
3. Intervensi Keperawatan
NO SDKAI SLKI SIKI
1. Ketidakefektifan perfusi Perfusi serebral meningkat MENEJEMEN PENINGKATAN TEKANAN
INTRAKRANIAL (I. 06198)
jaringan otak b.d suplai O2
keotak menurun 1. Observasi

a. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.


Lesi, gangguan metabolisme, edema
serebral)
b. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
(mis. Tekanan darah meningkat, tekanan
nadi melebar, bradikardia, pola napas
ireguler, kesadaran menurun)
c. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
d. Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika
perlu
e. Monitor PAWP, jika perlu
f. Monitor PAP, jika perlu
g. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika
tersedia
h. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)

24
i. Monitor gelombang ICP
j. Monitor status pernapasan
k. Monitor intake dan output cairan
l. Monitor cairan serebro-spinalis (mis.
Warna, konsistensi)

2. Terapeutik

a. Minimalkan stimulus dengan


menyediakan lingkungan yang tenang
b. Berikan posisi semi fowler
c. Hindari maneuver Valsava
d. Cegah terjadinya kejang
e. Hindari penggunaan PEEP
f. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
g. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
h. Pertahankan suhu tubuh normal

3. Kolaborasi

25
a. Kolaborasi pemberian sedasi
dan antikonvulsan, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis,
jika perlu
c. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

2. Kerusakan komunikasi komunikasi: defisit bicara defisit bicara


verbal b.d gangguan nervus a. Observasi
1. Monitor frustasi, marah, depresi atau hal
lain yang mengganggu bicara
2. Identifikasi perilaku emosional dan
fisik sebagai bentuk komunikasi
b. Terapeutik
1. Gunakan metode komunikasi alternatif
(misalnya, menulis, mata berkedip, papan
komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat
tangan, dan komputer)
2. Berikan dukungan psikologis

26
3. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
(misalnya, berdiri di depan pasien, dengarkan
dengan seksama, bicaralah dengan perlahan
sambil menghindari teriakan, gunakan
komunikasi tertulis, atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami ucapan pasien)
c. Edukasi Anjurkan berbicara perlahan
d. Kolaborasi Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis
3. Hambatan Mobilisasi fisik Mobilitas Fisik Dukungan Ambulasi
b.d disfungsi nervus a. Nyeri menurun
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
b. Kecemasan menurun
c. Gerakan terbatas menurun b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi.
d. Kelemahan fisik menurun
c. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi.

d. Anjurkan melakukan ambulasi dini.

e. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan


(mis. Berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan

27
dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi).

Edukasi Teknik Ambulasi

e. Identifikasi kesiapan dan kemampuan


menerima informasi.
f. Sediakan materi, media dan alat bantu
jalan (mis.tongkat, walker, kruk)
g. Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan.
h. Jelaskan prosedur dan tujuan ambulasi tanpa
alat bantu.
i. Anjurkan menggunakan alas kaki yang
memudahkan berjalan dan mencegah
cedera.
j. Ajarkan duduk di tempat tidur, di sisi tempat
tidur (menjuntai), atau di kursi, sesuai toleransi.
k. Ajarkan berdiri dan ambulasi dalam jarak tertentu
4. Resiko kerusakan integritas Penyembuhan Luka: Pengecekan kulit
kulit berhubungan dengan Sekunder
tirah baring lama.

28
1. Ukuran luka berkurang 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
adanya kemerahan, kehangatan ekstrem,
2. Peradangan luka
edema, atau drainase
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi,
tekstur, edema, dan ulserasi pada
ekstermitas
4. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
5. Monitor kulit untuk adanya kekeringan
yang berlebihan dan kelembaban
6. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap
area perubahan warna, memar dan pecah
5. Risiko jatuh 1. Kejadian Cedera Manajemen Keselamatan Lingkungan
2. Tidak ada luka
Observasi
3. Tidak ada perdarahan
4. Tidak ada fraktur 1. Identifikasi kebutuhan keselamatan
2. Monitor perubahan

status Terapeutik

1. Hilangkan bahaya

29
2. Modifikasi lingkungan
3. Sediakan alat

bantu Edukasi

1. Ajarkan individu dan keluarga resuji tinggi


bahaya lingkungan

6. Nyeri akut b. agen Tingkat nyeri Manajamen nyeri


cidera biologis 1. Tidak ada nyeri
1. Observasi
2. Frekuensi nafas normal
a. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
3. Tekanan darah normal
kualitas, intensitas nyeri
4. Tidak mengerang
b. Identifikasi skala nyeri
dan menangis
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
5. Tidak ada ekspresi
d. Identifikasi faktor yang memperberat
nyeri wajah
dan memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

30
h. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
b. Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri

31
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

32
DAFTAR PUSTAKA

Adi PR, 2014. Pencegahan dan penatalaksanaan aterosklerosis. Dalam : Setiatati S,


Adwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF (Eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta:Interna Publishing
Amri, I. 2017. Pengelolaan Peningkatan Tekanan Intrakranial. Medika Tadulako:
Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, 4(3), 1-17.
Arifputra, A., Tanto, C., Aninditha, T., Stroke. Dalam: Tanto, C. Liwang, F., dkk. 2014.
Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Goldszmidt A.J.,Caplan L.R., 2013. Stroke Esensial. Jakarta: Indeks
Lingga, L. 2013. All about stroke: Hidup sebelum dan pasca stroke. Jakarta: Elex
Media Komputindo
NANDA Internasional.2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran.EGC
Nanda Nic-Noc.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda,Jilid 3.Jakarta:MediaActionPublishing
Paulsen F.& J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC.
Stroke Forum, 2015.Epidemiology of stroke. Diakses tanggal 05 Februari 2018 dari:
http://www.strokeforum.com/stroke-background/epidemiology.html
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

33
29

34

Anda mungkin juga menyukai