Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN PELATIHAN PERAWATANASTESI DASAR

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA KLIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS SOP CEREBRI + HYDROCEPHALUS DENGAN
GENERAL ANASTESI INTUBASI ENDOTRACHEAL TUBE
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JATIM

OLEH :

RAHMAWATI NINGSIH
KLINIK UTAMA SUKMA WIJAYA SAMPANG

INSTALASI ANESTESI
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JATIM
2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI


PADA An. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS SOP CEREBRI + HYDROCEPHALUS DENGAN
GENERAL ANESTESI INTUBASI ENDOTRACHEAL TUBE
RSUD Dr SAIFUL PROVINSI JATIM

Telah Disetujui pada :

Hari : Senin

Tanggal : 19 Juni 2023

Tempat : RSUD Dr. Saiful Anwar

Malang, 19-06-2023
Peserta Pelatihan Pembimbing

(Rahmawati Ningsih) (Ns. Muhalli, S.Kep)


19761001 200701 1 011
BAB I

KONSEP DASAR TENTANG PENYAKIT

1.1 Pengertian

SOP (Space Occupying Procces) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada
ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi
pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial. Tumor otak
adalah sebuah lesi terletak pada intracranial yang menempati ruang didalam tengkorak.
Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini
akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali diakomodasi dengan
cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi
dan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial
mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan
serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-tanda dan
gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinal atau yang
langsung menekan pada vena-vena besar, menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial
dengan cepat. Tanda-tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisir lesi akan tergantung
pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang ditimbulkan oleh
lesi. Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat peregangan durameter dan muntah-muntah akibat
tekanan pada batang otak merupakan keluhan yang umum.
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertmbahnyacairan
serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat
pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebrospinal (Ngastiyah,2007).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada
system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan–jaringan serebral selama produksi
CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya
cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan
ruang – ruang tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2010)
1.2 Anatomi Fisiologi Otak

Otak terletak dalam rongga cranium , terdiri atas semua bagian system saraf pusat (SSP) diatas
korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum cerebellum, brainstem, dan limbic system
(Derrickson &Tortora, 2013). Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun
neuron-neuron telah di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas
pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak mengambil alih fungsi dari bagian- bagian yang
rusak. Otak belajar kemampuan baru, dan ini merupakan mekanisme paling penting dalam
pemulihan stroke (Feign, 2006).
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperhatikan tiga gejala pembesaran otak awal.
a) Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, sertahipotalamus.
b) Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c) Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan cerebelum.
1) Cerebrum
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu :
 Lobus frontalis, adalah bagian dari Cerebrum yang terletak di depansulkussentralis.
 Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh korako-
oksipitalis.
 Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus
oksipitalis.
 Lobus oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari Cerebrum.
Korteks Serebri, selain dibagi dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya
area. Campbel membagi bentuk korteks serebri menjadi 20 area. Secara umum korteks serebri
dibagi menjadi empat bagian :
 Korteks sensoris, merupakan pusat sensasi umumprimer suatu hemisfer serebri yang
mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian
tubuh bergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Di samping itu juga korteks
sensoris bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
 Korteks asosiasi, tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan kemampuan
otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima
diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan daya yang lain. Bagian anterior lobus
temporalis mempunyai hubungandengan fungsi luhur dandisebut psikokorteks.
 Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah
kontribusi pada traktur piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontralateral.
 Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental dan
kepribadian.
Fungsi Cerebrum :
 Mengingat pengalaman yang lalu.
 Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi, keinginan,dan
memori.
 Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil
2) Cerebelum
Cerebelum (otak kecil) terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan
cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh ponsvaroli dan di atas medula oblongata.
Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar
pada lateral disebut hemisfer. Cerebelum berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus
serebri inferior (korpus retiformi) permukaan luar Cerebelum berlipat-lipat menyerupai
cerebrum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan Cerebelum ini mengandung
zat kelabu. Korteks Cerebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu
granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang
keluar dari Cerebrum harus melewati Cerebelum.
Fungsi Cerebelum :
 Arkhio Cerebelum (vestibule Cerebelum), serabut aferen berasal dari telinga dalam yang
diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan rangsangan
pendengaran ke otak.
 Palea Cerebelum (spino Cerebelum ) Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor
sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus) kelopak mata, rahang
atas, dan bawah serta otot pengunyah.
 Neo Cerebelum (ponto Cerebelum). Korteks Cerebelum menerima informasi tentang
gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan.
3) Batang Otak
Batang otak terdiri dari :
a. Diensefalon, ialah bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara kedua belahan
otak besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon dan mesencephalon, batang
otak membengkok hampir 90’ kearah ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di
bagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap
kesamping.
Fungsi dari diensefalon :
 Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
 Respiratori, membantu proses persarafan.
 Mengontrol kegiatan refleks.
 Membantu kerja jantung.
b. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol ke atas.
Dua di sebelah atas disebut korpus kuadri geminus superior dan dua di sebelah bawah
disebut korpus kuadri geminus inferior. Serat saraf okulomotorius berjalan ke ventral di
bagian medial. Serat nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah
kesisi lain.
Fungsinya :
 Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
 Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
c. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons varoli
dengan Cerebelum, terletak di depan Cerebelum di antara otak tengah dan medula
oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernapasan dan refleks.
Fungsinya :
 Penghubung antara kedua bagian Cerebelum dan juga antara medulla oblongata
dengan Cerebelum atau otak besar.
 Pusat saraf nervus trigeminus.
d. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medula oblongata
merupakan persambungan medula spinalis ke atas, bagian atas medula oblongata yang
melebar disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventralmedula oblongata.
Fungsi medula oblongata :
 Mengontrol kerja jantung.
 Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
 Pusat pernapasan.
 Mengontrol kegiatan reflex
4) Saraf otak
12 saraf cranial

Urutan Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan Saraf Untuk Dan


saraf Fungsi
I Nervus olfaktorius Sensorik Hidung, sebagai alat penciuman
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan
okulomotoris mengangkat kelopak mata
IV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan penggerak
bola mata
V Nervus trigeminus Motorik dan sensorik
N.Oftalmikus Motorik dan sensorik Kulit kepala dan kelopak mata atas
N.Maksilaris Sensorik Rahang atas, palatum dan hidung
N.Mandibularis Motorik dan sensorik Rahang bawah dan lidah
VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata
VII Nervus fasialis Motorik dan sensorik Otot lidah, menggerakkan lidah dan
selaput lendir rongga mulut
VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan pendengaran
IX Nervus Motorik dan sensorik Faring, tonsil, dan lidah,
glossofaringeal rangsangan citarasa
X Nervus vagus Motorik dan sensorik Faring, laring, paru-paru dan
esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus hipoglosus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah

1.3 Etiologi
Penyebab tumor otak belum diketahui pasti, tapi dapat diperkirakan karena :
1. Genetic
Tumor susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa gangguan
yang diturunkan sebagai kondisi autosomal, dominan termasuk sklerasis tuberose,
neurofibromatosis
2. Kimia dan virus
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus menyebabkan
terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya dengan tumor pada
manusia masih belum jelas
3. Radiasi
Pada manusia susunan saraf pusat pada masa anak-anak menyebabkan terbentuknya
neoplasma setelah dewasa
4. Trauma
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak).
Pengaruh trauma pada pathogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui.
1.4 Klasifikasi

Tumor otak ada bermacam-macam menurut Price, Sylvia Ardeson 2000 yaitu :
1. Glioma adalah tumor jaringan glia (jaringan penunjang dalam sistem saraf pusat misalnya
euroligis) bertanggung jawab atas kira-kira 40-50 % tumor otak
2. Tumor meningen (meningioma) merupakan tumor asal meningen, sel-sel mesofel dan sel-
sel jaringan penyambung araknoid dan dura dari paling penting
3. Tumor hipofisis berasal dari sel-sel kromofob, eosinofil atau basofil dari hipofisis anterior
4. Tumor saraf pendengaran (neurilemoma) merupakan 3-10% tumor intracranial. Tumor ini
berasal dari sel schawan selubung saraf
5. Tumor metastatis adalah lesi-lesi metastasis merupakan kira-kira 5-10% dari seluruh otak
dan dapat berasal dari sembarang tempat primer
6. Tumor pembuluh darah antara lain :
a) Angioma adalah pembesaran massa pada pembuluh darah abnormal yang didapat
didalam atau diluar daerah otak. Tumor ini diderita sejak lahir yang lambat laun
membesar
b) Hemangiomablastoma adalah neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler
embriologis yang paing sering dijumpai dalam serebelum
c) Sindrom non hippel-lindan adalah gabungan antara hemangioblastoma serebelum,
angiosmatosis retina dan kista ginjal serta pancreas
7. Tumor congenital (gangguan perkembangan) yang jarang antara lain kondoma, terdiri atas
sel-sel yang berasal dari sisa-sisa horokoida embrional dan dijumpai pada dasar tengkorak
1.5 Patofisiologi

Menurut Brunner dan Suddarth 1987, gangguan neurologi pada otak disebabkan oleh 2 faktor yaitu
gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan TIK.
a. Gangguan fokal
Terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung
pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling
besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat (misalnya glioblastoma multiforma).
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak.
Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi
secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan perubahan serebrovaskuler
primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan
dengan kompresi, invasi dan perubahan suplai darah kejaringan otak. Beberapa tumor
membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat
gangguan neurologis fokal
b. Peningkatan TIK
Dapat diakibatkan oleh beberapa faktor bertambahnya massa dalam tengkorak,
terbentuknya edema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena mengambil tempat dalam
ruang yang relative tetap dari ruangan tengkorak yang kaku. Tumor ganas menyebabkan
odema dalam jaringan otak sekitarnya. Mekanismesnya belum seluruhnya dipahami, tetapi
diduga disebabkan oleh selisih osmotic yang menyebabkan penyerapan cairan tumor.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obtruksi vena dan oedema yang
disebabkan oleh kerusakan sawar darah-otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intracranial dan kenaikan TIK. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral
keruangan sub araknoid menimbulkan hidrosepalus. Mekanisme kompensasi memerlukan
waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak
berguna apabila TIK timbul cepat. Mekanisme kompensasi antara lain : bekerja menurunkan
volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intra sel dan
mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi
ulkus/serebelum.
Herniasi ulkus menekan mensesefalon menyebabkan hilangnya kesadaran saraf otak
ketiga. Pada herniasi serebelum tergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu
massa posterior. Kompresi medulla oblongata dari henti pernapasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologis lain terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lain terjadi akibat
peningkatan TIK yang cepat adalah bradikardi progesif, hipertensi sistemik (pelebaran
tekanan nadi) dan gangguan pernapasan.
1.6 Manifestasi Klinik

1. Sakit kepala
Sakit kepala merupakan gejala umum yang paling sering dijumpai pada penderita tumor
otak. Rasa sakit dapat digambarkan bersifat dalam dan terus menerus, tumpul dan kadang-
kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat pada pagi hari dan lebih hebat oleh aktivitas
yang biasanya meningkatkan TIK seperti membungkuk, batuk, mengejan pada waktu BAB.
Nyeri sedikit berkurang jika diberi aspirin dan kompres dingin pada tempat yang sakit
2. Nausea dan muntah
Terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata. Muntah paling
sering terjadi pada anak-anak berhubungan dengan peningkatan TIK disertai pergeseran
batang otak. Muntah dapat terjadi tanpa didahului nausea dan dapat proyektif
3. Papiledema
Disebabkan oleh statis vena yang menimbulkan pembengkakan papilla nervioptist. Bila
terlihat pada pemeriksaan funduskopi akan mengingatkan pada kenaikan TIK. Seringkali
sulit untuk menggunakan tanda ini sebagai diagnosis tumor otak oleh karena pada beberapa
individu fundus tidak memperlihatkan edema meskipun TIK tidak amat tinggi. Dalam
hubungannya dengan papiledema mungkin terjadi beberapa gangguan penglihatan. Ini
termasuk pembesaran bintik buta dan amaurusis fugun (perasaan berkurungnya penglihatan)
4. Gejala fokal
Tanda dan gejala tumor otak antara lainnya juga terjadi , tetapi ini lebih cenderung
mempunyai nilai melokalisasi :
a) Tumor korteks motorik, memanifestasikan diri dengan menyebabkan gerakan seperti
kejang yang terletak pada satu sisi tubuh yang disebut kejang jacksonian
b) Tumor lobus oksipital menimbulkan gejala visual, hemiaropsia humunimus
kontralateral (hilangnya penglihatan pada setengah lapang pandang pada sisi yang
berlawanan dari tumor) dan halusinasi penglihatan
c) Tumor serebelum menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan) atau
gaya berjalan yang sempoyongan dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot-
otot tidak terkoordinasi dan nistagmus (gerakan mata berirama tidak sengaja)
biasanya menunjukkan gerakan horizontal.
d) Tumor lobus frontal sering menyebabkan gangguan kepribadian perubahan status
emosional dan tingkah laku dan diintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi
ekstrem yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul
e) Tumor sudut serebroponsin biasanya diawali pada sarung saraf akustik dan member
rangkaian gejala yang timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak :
 Pertama, tinnitus dan kelihatan vertigo, diikuti terjadinya tuli (saraf cranial-
8)
 Berikutnya kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf cranial-5)
 Selanjutnya, terjadi kelemahan atau paralisis (saraf cranial-7)
 Akhirnya karena pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada
abnormalitas pada fungsi motorik
5. Tumor ventrikel dan hipotalamus mengakibatkan somnolensia, diabetes insipidus, obesitas
dan gangguan pengaturan suhu
6. Tumor intracranial dapat mengahsilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi
bicara dan gangguan gaya berjalan
1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. CT Scan memberikan informasi spesifik yang menyangkut jumlah, ukuran dan kepadatan
jejas tumor dan meluasnya tumor serebral sekunder, selain itu alat ini juga member
informasi tentang sistem ventrikuler
2. MRI digunakan untuk menghasilkan deteksi jejas yang kecil, membantu dalam mendeteksi
tumor didalam batang otak dan daerah hipofisis
3. Biopsy stereotaktik bantuan komputer (3 dimensi) dapat digunakan untuk mendiagnosis
kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar pengobatan dan informasi
prognosis
4. Angiografi serebral memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral
5. EEG dapat mendekati gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang
6. Penelitian sitologis pada CSF untuk mendeteksi sel-sel ganas karena tumor-tumor pada
sistem saraf pusat mampu menggusur sel-sel kedalam cairan serebrospinal
7. Venticulogram/arteografi apabila diagnose yang diduga sedemikian rumitnya sehingga
pungsi spinal atau lumbal tidak bisa dilakukan karena kontra indikasi peningkatan TIK
1.8 Penatalaksanaan

Orang dengan tumor otak memiliki beberapa pilihan pengobatan. Tergantung pada jenis dan
stadium tumor, pasien dapat diobati dengan operasi pembedahan, radioterapi atau kemoterapi.
Beberapa pasien menerima kombinasi dari perawatan diatas.
1. Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak. Tujuannya adalah
untuk mengangkat sebanyak tumor dan meminimalisir sebisa mungkin peluang kehilangan
fungsi otak. Operasi untuk membuka tulang tengkorak disebut kraniotomi. Hal ini dilakukan
dengan anestesi umum. Sebelum operasi dimulai, rambut kepala dicukur. Ahli bedah
kemudian membuat sayatan di kulit kepala menggunakan sejenis gergaji khusus untuk
mengangkat sepotong tulang dari tengkorak. Setelah menghapus sebagian atau seluruh
tumor, ahli bedah menutup kembali bukaan tersebut dengan potongan tulang tadi, sepotong
metal atau bahan.
Ahli bedah kemudian menutup sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli bedah dapat
menggunakan saluran yang ditempatkan dibawah kulit kepala selama satu atau dua hari
setelah operasi untuk meminimalkan akumulasi darah atau cairan. Efek samping yang
mungkin timbul pasca operasi pembedahan tumor otak adalah sakit kepala atau rasa tidak
nyaman selama beberapa hari pertama setelah operasi. Dalam hal ini dapat diberikan obat
sakit kepala. Masalah lain yang kurang umum yang dapat terjadi adalah menumpuknya
cairan cerebrospinal di otak yang mengakibatkan pembengkakan otak (edema).
Biasanya pasien diberikan steroid untuk meringankan pembengkakan. Sebuah operasi
kedua mungkin diperlukan untuk mengalirkan cairan.
Dokter bedah dapat menempatkan sebuah tabung, panjang dan tipis (shunt) dalam ventrikel
otak. Tabung ini diletakkan di bawah kulit ke bagian lain dari tubuh, biasanya perut.
Kelebihan cairan dari otak dialirkan ke perut. Kadang-kadang cairan dialirkan ke jantung
sebagai gantinya. Infeksi adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah operasi
(diobati dengan antibiotic).
Operasi otak dapat merusak jaringan normal. kerusakan otak bisa menjadi masalah
serius. Pasien mungkin memiliki masalah berpikir, melihat, atau berbicara. Pasien juga
mungkin mengalami perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar masalah ini
berkurang dengan berlalunya waktu. Tetapi kadang-kadang kerusakan otak bisa permanen.
Pasien mungkin memerlukan terapifisik, terapi bicara, atau terapi kerja.
2. Radiosurgery stereotactic
Radiosurgery stereotactic adalah tehnik "knifeless" yang lebih baru untuk
menghancurkan tumorotak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI digunakan untuk
menentukan lokasi yangtepat dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat tinggi diarahkan ke
tumornya dari berbagai sudutuntuk menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai
dari penggunaan pisau gamma, atauakselerator linier dengan foton, ataupun sinar proton.
Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan komplikasi pada
pasiendan memperpendek waktu pemulihan.
Kekurangannya adalah tidak adanya sample jaringan tumor yang dapat diteliti lebih
lanjut oleh ahli patologi, serta pembengkakan otak yang dapatterjadi setelah radioterapi.
Kadang-kadang operasi tidak dimungkinkan. Jika tumor terjadi di batang otak (brainstem)
ataudaerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat mengangkat
tumor tanpa merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini pasien dapat menerima radioterapi
atau perawatanlainnya.
3. Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah mesin besar
diarahkanpada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan ke
seluruh otak atau kesyaraf tulang belakang. Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi.
Radiasi membunuh sel-sel tumor (sisa) yangmungkin tidak dapat diangkat melalui operasi.
Radiasi juga dapat dilakukan sebagai terapipengganti operasi. Jadwal pengobatan
tergantung pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien.Setiap sesi radioterapi biasanya
hanya berlangsung beberapa menit.
4. Kemoterapi
Kemoterapi yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk membunuh sel-sel
kanker.Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan infus intravena ke seluruh tubuh.
Obat-obatanbiasanya diberikan dalam 2-4 siklus yang meliputi periode pengobatan dan
periode pemulihan. Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide (Temodar) dan
bevacizumab (Avastin), baru-baru ini telah mendapat persetujuan untuk pengobatan glioma
ganas. Mereka lebih efektif, danmemiliki efek samping lebih sedikit jika dibandingkan
dengan obat-obatan kemo versi lama.Temozolomide memiliki keunggulan lain, yaitu bisa
secara oral. Untuk beberapa pasien dengan kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah
biasanya melakukanoperasi pengangkatan tumor dan kemudian melakukan implantasi wafer
yang mengandung obatkemoterapi. Selama beberapa minggu, wafer larut, melepaskan obat
ke otak. Obat tersebutkemudian membunuh sel kankernya.
1.9 Komplikasi
1. Gangguan fungsi luhur
a) Komplikasi tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah gangguan fungsi
luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan kognitif dan neurobehavior
sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau
terkena pembedahanmaupun radioterapi.
b) Neurobehavioradalahketerkaitanperilakudenganfungsikognitifdan lokasi/
lesitertentudiotak. Pengaruh negatif tumor otak adalah gangguan fisik neurologist,
gangguan kognitif, gangguan tidur dan mood, disfungsi seksual serta fatique.
c) Gangguankognitifyangdialamipasientumorotakbisadievaluasidenganberbagaites.Dia
ntaranya adalah Sickness Impact Profile, Minesota Multiphasic Personality
Inventory (MMPI), dan Mini mental State Examination (MMSE). Komponen
kognitif yang dievaluasi adalah kesadaran, orientasi lingkungan, level aktivitas,
kemampuan bicara dan bahasa, memori dan kemampuan berpikir, emosional afeksi
serta persepsi.
2. Gangguan wicara
a) Gangguan wicara sering menjadi komplikasi pasien tumor otak. Dalam hal ini kita
mengenal istilah disartria dan aphasia.
b) Disartriaadalahgangguanwicarakarenakerusakandiotakatauneuromuscularperiferyang
bertanggung jawab dalam proses bicara. Tiga langkah yang menjadi prinsip dalam
terapidisartria adalah meningkatkan kemampuan verbal, mengoptimalkan fonasi,
serta memperbaiki suara normal.
c) Afasiamerupakangangguanbahasa,bisaberbentukafasiamotorikatausensoriktergantun
gdari area pusat bahasa di otak yang mengalami kerusakan. Fungsi bahasa yang
terlibat adalah kelancaran (fluency), keterpaduan (komprehensi) dan pengulangan
(repetitif). Pendekatan terapi untuk afasia meliputi perbaikan fungsi dalam
berkomunikasi, mengurangi ketergantungan pada lingkungan dan memastikan
sinyal-sinyal komunikasi serta menyediakan peralatan yang mendukung terapi dan
metode alternatif. Terapi wicara terdiri atas dua komponen yaitu bicara prefocal dan
latihan menelan.
3. Gangguan pola makan
a) Disfagi merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan
menelan makanan karena hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di fase
oral, pharingeal atau oesophageal. Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya
asupan nutrisi bagi penderitaserta berisiko aspirasi pula karena muntahnya makanan
ke paru. Etiologi yang mungkin adalah parese nervus glossopharynx dan nervus
vagus. Bisa juga karena komplikasi radioterapi.
b) Diagnosisditegakkandenganvideofluoroscopy.Gejalainiseringbersamaandengandispe
psia karena space occupying process dan kemoterapi yang menyebabkan hilangnya
selera makan serta iritasi lambung. Terapi untuk gejala ini adalah dengan sonde
lambung untuk pemberian nutrisi enteral, stimulasi, dan modifikasi kepadatan
makanan (makanan yang dipilih lebih cair/lunak).
4. Kelemahan otot
Kelemahan otot pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai saraf khususnya
ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis. Pendekatan terapi yang dilakukan
menggunakan prinsip stimulasi neuromusculer dan inhibisi spastisitas. Cara lain adalah
dengan EMG biofeedback, latihan kekuatan otot, koordinasi endurasi dan pergerakan sendi.
5. Gangguan penglihatan dan pendengaran
a) Tumor otak yang merusak saraf yang terhubung ke mata atau bagian dari otak yang
memproses informasi visual (visual korteks) dapat menyebabkan masalah
penglihatan, seperti penglihatan ganda atau penurunan lapang pandang.
b) Tumor otak yang mempengaruhi saraf pendengaran - terutama neuromas akustik -
dapat menyebabkan gangguan pendengaran di telinga pada sisi yang terlibat otak.
6. Stroke
a) Seseorang dengan stroke memiliki gangguan dalam suplai darah ke area otak, yang
menyebabkan otak tidak berfungsi. Otak sangat sensitif terhadap setiap gangguan
dalam aliran darah. Sel-sel otak mulai mati dalam beberapa menit kehilangan
pasokan oksigen dan glukosa.
b) Para gangguan aliran darah dapat terjadi oleh salah satu dari dua mekanisme, yaitu
hemorrhagic stroke disebabkan oleh perdarahan dari pembuluh darah kecil yang
memasok darah ke otak dan Stroke iskemik disebabkan oleh bekuan darah yang
menghalangi aliran darah melalui arteri yang memasok darah ke otak. Ada dua jenis
stroke iskemik: Stroke trombotik stroke dan emboli. stroke trombotik disebabkan
oleh gumpalan darah yang terbentuk di dalam arteri otak.stroke emboli disebabkan
oleh gumpalan darah yang terbentuk di luar pembuluh darah otak, kemudian
gumpalan darah itu berjalan melaui aliran darah dan sampai pada pembuluh darah
otak, gumpalan darah ini selanjutnya menyumbat suplay darah ke otak.
c) Padatumorotak,komplikasistrokeyangtimbuldapatberupaHemorrhagicstrokeyangterja
diakibatpecahnyapembuluhdarahotakyangtertekanakibatpembesarantumor.
7. Epilepsy
Kejadian sekitar 30% dari tumor otak. Alasannya sebagian besar disebabkan karena
rangsangan langsung atau represi dari tumor yang menyebabkan ganguan listrik pada otak
dan jugatumor otak dapat menyebabkan iritasi pada otak yang dapat menyebabkan kejang.
8. Depresi
Depresi dapat disebabkan karena tumor pada pusat emosi (system limbic) atau karena
keadaan klinis yang disebabkan oleh tumor tersebut. Gejala yang timbul dapat berupa
menangis terus-menerus, kesedihan yang mendalam, social withdrawal, Mudah marah,
kecemasan, penurunan libido, gangguan tidur,tingkah laku yang tidak wajar. Dapat juga
karena efek steroid: mood and sleep changes, ganguan bipolar (manic depression).
9. Hydrocephalus
Hidrosephalus terjadi apabila tumor yang terbentuk menghalangi aliran LCS, akibatnya
aliran LCS akan terhambat dan mengakibatkan terbentuknya hidrosephalus. Selain itu
peningkatan tekanan intrakranial juga dapat menghambat aliran LCS
10. Cerebral hernia
Cerebral hernia adalah kondisi, progresif fatal dimana otak terpaksa melalui pembukaan
dalam tengkorak. Tumor otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, yang
kemudian menyebabkan penggeseran parenkim otak keforamen Magnum atau transtentorial.
11. Gangguan seksualitas
Tumor otak sendiri dapat mempengaruhi seksualitas, terutama jika tumor melibatkan
daerah otakyangmengontrolpelepasanhormonyangmempengaruhilibido,termasukestrogen,
progesteron testosteron, dan. Daerah-daerah yang sama dari otak dapat rusak oleh terapi
radiasi, yang yang dapat juga mengurangi kesuburan dan libido selain itu dapat pula
menyababkan menopouse dini.
12. Terbentuknya gumpalan darah
Adanya tumor otak mempunyai resiko tinggi terjadinya pembekuan darah. Pembekuan
ini disebut "trombosis vena dalam" (DVT) dan terjadi di pembuluh darah kaki. Gejala yang
DVT meliputi nyeri betis, bengkak, dan perubahan warna kaki, meskipun itu DVT juga bisa
terjadi tanpa gejala. Bahaya itu DVT adalah bahwa mereka dapat pecah dan dibawa oleh
aliran darah ke paru-paru, di mana mereka menyebabkan "thrombo emboli paru" (PTE)
pembekuan darah di arteri paru.
Pathway SOP Cerebri
Idiopatik

Tumor otak

Penekanan jaringan otak Bertambahnya massa

Invasi jaringan otak Nekrosis jar. otak


Penyerapan cairan
otak
Kerusakan jaringan Gangguan Hipoksia jaringan
neuron (nyeri) suplai darah
Obstruksi vena
MK : Gangguan
Gangguan diotak
Kejang Gangguan perfusi jaringan
fungsi otak
neurologis fokal
Edema
Defisit Disorientasi
neurologis
Peningkatan TIK Hydrocephalus
MK : Resti MK : Perubahan
Cidera Proses pikir

Bradikardi progresif, Bicara Hernialis


Aspirasi sekresi, obstruksi
hipertensi sistemik, terganggu, ulkus
jalan napas, dispnea, henti
gangguan pernapasan Afisia
napas, perubahan pola
napas
Ancaman Manisefalonte
kematian Gangguan kanan
komunikasi
MK : Gangguan verbal
pertukaran gas MK : MK :
Cemas Gangguan
Mual, muntah,
kesadaran
papiloedema,
MK : pandangan kabur,
Gangguan penurunan fungsi
rasa nyaman pendengaran, nyeri
kepala
BAB II
KONSEP VENTRICULOPERITONEAL SHUNT (VP SHUNT)

2.1 Definisi
Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt) adalah alat kesehatan yang dipasang untuk melepaskan
tekanan dalam otak. VP shunt direkomendasi bagi pasien yang menderita hidrosefalus. Kondisi ini
disebabkan oleh cairan serebrospinal (CSF) berlebih yang membuat perluasan ruang dalam otak
(ventrikel) menjadi sangat cepat, sehingga memicu tekanan yang tak semestinya. Jika tidak segera
ditangani, kondisi ini dapat berujung pada kerusakan otak.
Cairan serebrospinal adalah komponen yang sangat penting dalam sistem saraf, karena
berfungsi menciptakan bantalan bagi jaringan otak dan menyalurkan zat gizi ke otak. Cairan ini
mengalir di antara tulang belakang dan tengkorak untuk memastikan bahwa volume darah
intrakranial dalam kadar yang tepat. CSF akan terus diproduksi karena mengalir sepanjang
ventrikel, menutrisi permukaan otak dan sumsum tulang belakang. Kemudian, cairan ini keluar
melalui bagian dasar otak dan diserap ke dalam aliran darah. Namun, karena kelainan tertentu,
aliran dan keseimbangan CSF akan terganggu, sehingga terjadi penumpukan.
Ventriculoperitoneal shunt adalah pengobatan utama bagi kondisi hidrosefalus, yang menyerang
satu dari 500 anak. Kondisi ini merupakan kondisi bawaan (kongenital) atau didapat, dan indikasi
yang paling nyata adalah pertumbuhan lingkar kepala yang tidak wajar. Biasanya, gejala pada anak
disertai dengan mata juling (strabismus) dan kejang-kejang. Sedangkan pada orang dewasa, gejala
hidrosefalus adalah sakit kepala, mual dan muntah, saraf optik membengkak, penglihatan kabur
atau ganda, mudah marah, lesu, dan perubahan kemampuan kognitif atau ingatan. Penyebab
hidrosefalus belum diketahui secara pasti.
2.2 Tujuan
a. Untuk membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase.
b. Untuk mengalirkan cairan yang diproduksi di dalam otak ke dalam rongga perut untuk
kemudian diserap ke dalam pembuluh darah.
2.3 Indikasi Dan Kontra Indikasi
a. Indikasi
Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk
membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu banyaknya cairan
serbrospinal (hidrosefalus). Cairan dialirkan dari ventrikel di otak menuju rongga
peritoneum.Sejumlah komplikasi dapat terjadi setelah pemasangan ventriculoperitoneal
shunt untuk manajemen hidrosefalus. Komplikasi ini termasuk infeksi, blok, subdural
hematom, ascites, CSSoma, obstruksi saluran traktus gastrointestinal, perforasi organ
berongga, malfungsi, atau migrasi dari shunt. Migrasi dapat terjadi pada ventrikel lateralis,
mediastinum, traktus gastrointestinal, dinding abdomen, vagina, dan scrotum.
Infeksi shunt didefinisikan sebagai isolasi organisme dari cairan ventrikuler, selang
shunt, reservoir dan atau kultur darah dengan gejala dan tanda klinis menunjukkan adanya
infeksi atau malfungsi shunt, seperti demam, peritonitis, meningitis, tanda-tanda infeksi di
sepanjang jalur selang shunt, atau gejala yang tidak spesifik seperti nyeri kepala, muntah,
perubahan status mental dan kejang. Infeksi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan
pada kelompok usia muda. Sebagian besar infeksi terjadi dalam 6 bulan setelah prosedur
dilakukan. Infeksi yang terjadi biasanya merupakan bakteri staphylococcus dan
propionibacterial. Infeksi dini terjadi lebih sering pada neonatus dan berhubungan dengan
bakteri yang lebih virulen seperti Escherichia coli. Shunt yang terinfeksi harus dikeluarkan,
CSS harus disterilkan, dan dilakukan pemasangan shunt yang baru. Terapi shunt yang
terinfeksi hanya dengan antibiotik tidak direkomendasikan karena bakteri dapat di tekan
untuk jangka waktu yang lama dan bakteri kembali saat antibiotik diberhentikan.
Terapi pada infeksi shunt hanya dengan antibiotik tidak direkomendasikan karena
meskipun bakteri dapat ditekan untuk jangka waktu tertentu, namun bakteri akan kembali
berkembang setelah pemberian antibiotik dihentikan. Pada pasien ini dilakukan eksternisasi
selang VP shunt yang berada di distal,selanjutnya dilakukan pemasangan ekstraventricular
drainage, serta pemberian antibiotik sesuai hasil tes sensitivitas bakteri. Hal ini dilakukan
agar tetap terjadi drainage dari cairan serebrospinal yang belebihan agar tidak terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
Subdural hematom biasanya terjadi pada orang dewasa dan anak-anak dengan
perkembangan kepala yang telah lengkap. Insiden ini dapat dikurang dengan memperlambat
mobilisasi paska operasi. Subdural hematom diterapi dengan drainase dan mungkin
membutuhkan oklusi sementara dari shunt.
b. Kontra Indikasi
Operasi ventriculoperitoneal shunt merupakan prosedur aman dengan tingkat
keberhasilan tinggi. Namun, sama seperti prosedur bedah pada umumnya, ada komplikasi
dan resiko yang mungkin terjadi. Resiko bedah VP Hunt adalah infeksi dan pendarahan
berat. Sedangkan, komplikasi yang mungkin muncul adalah reaksi penolakan zat bius,
seperti perubahan tingkat tekanan darah dan kesulitan bernapas.
Komplikasi khusus akibat VP shunt termasuk jarang, namun bisa sangat serius.
Komplikasi ini termasuk:
1) Infeksi implan shunt yang berujung pada infeksi otak
2) Penggumpalan darah
3) Pendarahan di dalam otak
4) Pembengkakan otak
5) Kerusakan jaringan otak karena VP shunt
Sebaiknya, selalu waspada terhadap gejala-gejala, seperti demam, nyeri perut, sakit
kepala, serta kenaikan denyut jantung dan tekanan darah abnormal, yang merupakan tanda
malfungsi shunt
2.4 Penatalaksanaan/ Jenis – Jenis Tindakan.
1. Posisi kepala pasien supine dengan kepala diganjal dengan bantal bulat (donat).
2. Posisi sedikit head up (15’ – 30’)
3. Pasang body strapping (doek steril)
4. Tim operasi melakukan scrubbing, gowning and gloving.
5. Desinfeksi area operasi
6. Drapping area operasi
7. Pasang sterile drapes (opsite)
8. Pasang kauter bipolar, selang suction + canule suction.
9. Injeksi dengan adrenalin 1:200000 pada lokasi insisi.
10. Berikan mess 1 untuk insisi kulit subcutis
11. Berikan mess 2 untuk insisi fat-galea-otot-periosteum
12. Rawat pendarahan dengan kauter bipolar, irigasi dengan larutan NaCl saat bipolar
difungsikan, sambil dilakukan suction.
13. Berikan respatorium untuk menyisihkan periousteum.
14. Tutup luka insisi kepala sementara dengan kassa basah.
15. Berikan mess 1 untuk insisi kulit abdomen bagian atas.
16. Perdalam insisi sampai dengan fasia (sampai kelihatan fasia).
17. Berikan spaner VP-Shunt untuk memasang ventrikel VP Shunt, dari kepala-leher-abdomen
keluar pada daerah insisi di abdomen.
18. Ujung mandrin VP-Shunt diikat dengan benang Seide no 1.
19. Tarik mandrin VP-Shunt ke atas (bagian insisi kepala).
20. Berikan ventrikel VP-Shunt kemudian diikat dengan benang Seide NO 1 yang sudah
dimasukkan dalam soft tissue ( dibawah fat diatas fasia).
21. Seide no 1 ditarik ke bagian bawah (insisi pada abdomen) ventrikel VP-Shunt sudah masuk
dan terhubung dari kepala ke abdomen.
22. Pasang konektor VP-Shunt kemudian di spool dengan NaCl sampai lancar tidak ada
hambatan.
23. Berikan bor set craniotomi untuk bor hole kemudian rawat pendarahan
24. Berikan desector dan klem pean bengkok untuk ambil sisa tulang
25. Berikan kauter bipolar untuk cess dura.
26. Berikan speed mess untuk insisi dura.
27. Berikan ventrikel katheter + mandrin dimasukkan ke dalam intra cerebral sampai keluar
cairan (hidrocephalus).
28. Sambung ventrikel katheter dengan ventrikel VP-Shunt.
29. Sambungan difiksasi
30. Tarik ventrikel VP-Shunt ke arah distal (abdomen).
31. Pastikan aliran cairan pada ventrikel lancar.
32. Berikan pinset anatomis 2 buah + gunting metzenbaum untuk insisi peritonium ± 1 cm.
33. Masukkan ventrikel VP Shunt kedalam peritoneum.
34. Tutup luka insisi.
35. Berikan benang absorbable untuk jahit fasia, fat pada kepala dan abdomen.
36. Berikan jahitan benang non-absorbable untuk jahit kulit.
37. Bersihkan luka dengan kassa basah kemudian keringkan.
38. Beri sufratul-kassa-hipafic.
39. Bereskan alat.
40. Operasi selesai
2.5 Pathway (Yang Berhubungan Dengan Kasus Tindakan)

VP SHUNT

Pre Operasi Intra Operasi Post Operasi

Kurang informasi Pembiusan lokal Adanya luka pasca operasi

Kurang pengetahuan Resiko perdarahan Nyeri

Ansietas Resiko tinggi cedera Resiko infeksi

2.6 Gambar
a. Posisikan kepala pasien supine dengan 15 – 30 derajat head up, setelah itu persiapan lain
meliputi penggambaran pola, disinfeksi dsb kemudian diincisi scalp.

b. Shunt kateter yang telah diukur atau selang khusus disiapkan


c. Setelah di burr hole (melubangi tengkorak dengan bor khusus), pasang pada area yang telah
ditentukan tersebut

d. Untuk lebih jelasnya kita lihat dalamnya otak sebagai berikut, jadi diletakkan dimasukkan
melalui ventrikel bagian lateral atau luar

e. Posisi kateter mengenai ventrikel latera

f. kateter disipkan/ditelakkan di bawah kulit


g. Kateter itu diletakkan di bawah peritoneum

h. Pada prinsipnya aliran otak yang diproduksi oleh plexus choroidalis berkisar 400-500 ml per
hari, sehingga sumbatan pada aliran tersebut dapat membuat gangguan pada otak
BAB III
KONSEP DASAR ANESTESI

3.1 Pengertian Anestesi

Anestesia adalah suatu keadaan narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya reflek. Anestesi
merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
3.2 Macam-Macam Anestesi

a. Anestesi Umum
Klien yang mendapat anestesi umum akan kehilangan seluruh sensasi dan kesadarannya.
Relaksasi otot mempermudah manipulasi anggota tubuh.Pembedahan yang menggunakan
anestesi umum melibatkan prosedur mayor, yang membutuhkan manipulasi jaringan yang
luas.
b. Anestesi Regional
Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah tubuh
tertentu.Anestesi regional terdiri dari spinal anestesi, epidural anestesi, kaudal
anestesi.Metode induksi mempengaruhi bagian alur sensorik yang diberi anestesi.Ahli
anestesi memberi regional secara infiltrasi dan lokal.Pada bedah mayor, seperti perbaikan
hernia, histerektomi vagina, atau perbaikan pembuluh darah kaki, anestesi regional atau
spinal anestesi hanya dilakukan dengan induksi infiltrasi.Blok anestesi pada saraf
vasomotorik simpatis dan serat saraf nyeri dan motoric menimbulkan vasodilatasi yang luas
sehingga klien dapat mengalami penurunan tekanan darah yang tiba – tiba.
c. Anestesi Lokal
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan.Obat anestesi
menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi.Anestesi lokal
umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari.
3.3 Konsep General Anestesi

A. Pengertian

Anestesi umum ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap
semua sensasi akibat induksi obat.Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga
hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang
mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol.
Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan secara intravena.
B. Tujuan

1) Menginduksi hilangnya kesadaran dengan menggunakan obat hipnotik yang dapat


diberikan secara intravena (misalnya: propofol) atau inhalasi (misalnya: sevofluran).
2) Menyediakan kondisi operasi yang cukup untuk lamanya prosedur pembedahan
dengan menggunakan anestesi seimbang, yaitu kombinasi obat hipnotik untuk
mempertahankan anestesi (misalnya: propofol, sevofluran), analgesik untuk nyeri,
dan bila diindikasikan relaksan otot, atau anestesi regional.
3) Mempertahankan fungsi fisiologis yang penting dengan cara berikut:
a) Menyediakan jalan napas yang bersih (masker laring atau selang trakea
kurang lebih ventilasi tekanan positif intermitten).
b) Mempertahankan akses vaskular yang baik.
c) Pemantauan fungsi tanda tanda vital (oksimetri nadi, kapnografi, tekanan
darah arteri, suhu, EKG, keluaran urin setiap jam).
d) Membangunkan pasien dengan aman saat akhir prosedur pembedahan.
C. Indikasi

Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan
ketenangan pasien dan waktu pengerjaan bedah yang lebih panjang, misalnya pada kasus
bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang dan lain-lain. Selain
itu, anestesi umum biasanya dilakukan pada pembedahan yang luas
D. Kontra Indikasi

1) Jantung : hindarkan pemakaian obat-obat yang mendespresi miokard atau


menurunkan aliran darah coroner
2) Hepar : hindarkan obat hepatotoksik, obat yang toksis terhadap hepar atau dosis obat
diturunkan
3) Ginjal : hindarkan atau seminim mungkin pemakaian obat yang diekskresi melalui
ginjal
4) Paru : hindarkan obat-obat yang menaikkan sekresi dalam paru
5) Endokrin : hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada
diabetes penyakit basedow, karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.
3.4 Persiapan Anestesi

1. Kunjungan pra anestesi


Persiapan anestesi dapat dilakukan dengan adanya kunjungan pra anestesi, dimana hal tersebut
dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
a) Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal
b) Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obatan anestesi dengan kondisi pasien
c) Menentukan status fisik pasien menurut ASA (American Society of Anesthesiologist )
yaitu
 ASA 1 : pasien tanpa disertai penyakit sistemik
 ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang tanpa pembatasan
aktifitas
 ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat yang tidak mengancam jiwa
 ASA 4 : pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung bisa
mengancam jiwa sewaktu-waktu
 ASA 5 : pasien dengan tidak ada harapan, dengan atau tanpa pembedahan
diperkirakan meninggal dalam 24 jam
2. Persiapan alat (STATICS)
Adapun hal yang harus diperhatikan selain kesiapan pasien adalah kesiapan alat meliputi
 S : Scope (laringoskop, stetoskop)
 T : Tube (ETT dengan berbagai ukuran)
 A : Airway (LMA, BMV, guedel, oronasal airway)
 T : Tape (plester)
 I : Introducer (magil, mandrain, bougie)
 C : Connector (end to end, corrugate, breathing circuit)
 S : Suction (alat dan selang suction)
3. Persiapan obat anestesi dan emergency
A. Obat anestesi
1. Golongan sedasi
a. Midazolam
Tujuan memberikan rasa nyaman dan tenang, mengurangi kecemasan, amnesia
retrograde.Gologan obat benzodiazepine misalnya midazolam. Efek induksi
terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian intravena bila sebelumnya diberikan
premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa premedikasi narkotika
sebelumnya.
Dosis premedikasi sebelum operasi :
 Pemberian intramuskular ataupun intravena pada penderita yang mengalami
nyeri sebelum tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan
antikolinergik atau analgesic
 Dosis : 0,07-0,1 mg/kgBB, onset 30 detik-1 menit, durasi 15-80 menit
 Dosis anak-anak : 0,05 mg/kbBB
b. Pethidin
Merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi.Keuntungannya
untuk memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi, menghasilkan
anestesi pre dan pasca bedah.
Dosis pemberian :
 0,5-2 mg/kgBB onset kerja 1 menit durasi 2-4 jam
2. Analgesia
a. Fentanyl
Fentanyl adalah golongan obat opioid kuat yang digunakan sebagai analgesic
dan obat bius jika diberikan bersamaan dengan obat lain. Obat ini bekerja
pada SSP. Efek samping dari fentanyl adalah mual dan mengantuk.
Dosis pemberian :
 1-2 mcg/kgBB onset kerja 30 detik durasi 30-60 menit
b. Sufentanyl
Merupakan obat anestesi primer yang digunakan sebagai agen induksi dan
pemeliharaan anestesi.
Dosis pemebrian :
 Efek analgesik 1-2 mcg/kgBB dengan durasi 1-2 jam
 Dosis pemeliharaan tidak boleh melebihi 1 mcg/kg/jam
c. Morphin
Morphin digunakan untuk meredakan dan menghilangkan nyeri hebat yang
tidak dapat diobati dengan analgesic non-opiod.
Dosis pemberian :
 0,1-0,2 mg/kgBB onset kerja <1 menit durasi 2-7 jam
3. Induksi
a) Propofol
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek
ini disebebkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung.
Efek samping propofol pada system pernapasan adanya depresi nafas,
apnea, bronkospasme dan laringospasme.Pada kardiovaskuler hipotensi,
aritmia.Pada SSP adanya sakit kepala, pusing, kebingungan, mual dan
muntah.Dosis pemberian secara intravena : 2-2,5 mg/kgBB, onset kerja 40 detik
dengan durasi 5-10 menit
b) Tiopenthal
Suplementasi dari anestesi regional, antikonvulsan, pengurangan dari tekanan
intracranial, proteksi cerebral. Efek samping depresi sirkulasi, aritmia, depresi
pernapasan, apnea, laringospasme
Dosis pemberian :
 Dewasa : induksi IV 3-5 mg/kgBB
 Anak : induksi IV 5-6 mg/kgBB
 Bayi : induksi IV 7-8 mg/kgBB
 Infuse 0,05-0,35 mg/kgBB/menit
Onset 20-30 detik dengan durasi 5-15 menit
c) Ketamin
Anestetik disosiatif, induksi dan pemeliharaan anestesi khususnya pada pasien
hipovolemi atau beresiko tinggi, satu-satunya anestetik untuk prosedur bedah
singkat. Efek samping hipertensi, takikardi, depresi nafas, apnea dan delirium
Dosis pemberian :
 Sedasi atau analgesia : 0,5-1 mg/kgBB
 Induksi : 1-2,5 mg/kgBB, onset 30 detik, durasi 5-15 menit
4. Obat muscle relaxan
Adalah obat pelumpuh otot yang bekerja pada otot bergaris/otot lurik. Pelumpuh otot
dibagi menjadi 2 yaitu depolarisasi dan non depolarisasi :
a. Pelumpuh otot depolarisasi : termasuk golongan obat ini adalah suksinilkolin
dan dekametonium
b. Pelumpuh otot non depolarisasi
 Atracurium
Keunggulannya adalah metabolisme terjadi didalam darah, tidak
bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi
pada pemberian berulang. Efek samping dan pertimbangan klinis histamine
release pada dosis duatas 0,5 mg/kgBB
Dosis pemberian :
 0,3-0,5 mg/kgBB onset kerja 1-3 menit durasi 20-30 menit
 0,1 mg/kgBB setiap 10-20 menit
 Infuse 5-10 mcg/kg/menit
 Rokuronium
Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal sedangkan
kerugiannya adalah terjadi gangguan hati dan efek kerja yang lebih lama
Dosis pemberian :
 0,6-1,2 mg/kg/BB 0nset 45-90 detik durasi 15-150 menit
5. Maintenance obat inhalasi
a. Isoflurane
Anestesi inhalasi berbentuk cairan yang tidak berwarna, berbau tajam, tidak
mudah terbakar. Efek dari isoflurane yaitu
 Efek bronchodilator tapi tidak kuat
 Mempunyai bau yang tajam sehingga pasien merasa tidak nyaman
 Menimbulkan depresi ringan pada jantung
 Dalam waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium pembedahan
anestesi
 1 MAC = 1,15%
b. Sevoflurane
Anestesi inhalasi berbentuk cairan, tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif,
tidak mudah terbakar. Efek dari sevoflurane yaitu
 Menimbulkan relaksasi pada anak
 Pada system kardiovaskuler sedikit menimbulkan depresi kontraksi
jantung
 Memicu bronchospasme
 1 MAC = 2%
B. Obat emergency
1. Adrenalin
Indikasi : asistole, PEA, VF/VT pulsesis, hipotensi, bradikardi
Dosis :1 mg tiap 3-5 menit IV
2. Sulfas Atropin
Indikasi : bradikardi (denyut nadi <60x/menit)
Dosis : 0,5-1 mg
3. Lidocain
Indikasi : VF dan VT bila tidak ada amiodaron, PVC
Dosis : 3 mg/kgBB tiap 3-5 menit, maksimal 3 mg/kgBB
4. Efedrin
Indikasi : hipotensi systole <90 mmHg
Dosis : IV 5-10 mg
3.5 Tahap-Tahap General Anestesi

a) Stadium I (tahap analgesia) yaitu dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya kesadaran
b) Stadium II (tahap eksitasi) yaitu dari hilangnya kesadaran hingga mulainya respirasi teratur
misalnya terdapat batuk, kegelisan, muntah dan perubahan tekanan darah serta takikardi
c) Stadium III (pembedahan) yaitu dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi,
dibagi menjadi 4 plane yaitu :
 Plane I yaitu dari timbulnya pernapasan teratur hingga berhentinya pergerakan bola mata
 Plane II yaitu dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya paralisis
intercostals
 Plane III yaitu dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis intercostals
 Plane IV yaitu dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma
d) Stadium IV (depresi medulla oblongata) yaitu overdosis dari timbulnya paralisis diafragma
hingga cardiac arrest
Dalam memberikan obat-obatan pada pasien yang akan menjalani operasi maka perlu
diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance dan lain-lain.
3.6 Efek General Anestesi

1) Pernapasan
Pasien dengan keadaan tidak sadar dapat terjadi gangguan pernapasan dan peredaran
darah.Obat anestesi inhalasi menekan fungsi mukosilia saluran pernapasan menyebabkan
hipersekresi ludah dan lendir sehingga terjadi penimbunan mukus di jalan napas.
2) Kardiovaskuler
Keadaan anestesi, jantung dapat berhenti secara tiba-tiba.Jantung dapat berhenti disebabkan
oleh karena pemberian obat yang berlebihan, mekanisme reflek nervus yang terganggu,
perubahan keseimbangan elektrolit dalam darah, hipoksia dan anoksia, katekolamin darah
berlebihan, keracunan obat, emboli udara dan penyakit jantung.
3) Gastrointestinal
Regurgitasi yaitu suatu keadaan keluarnya isi lambung menuju faring tanpa adanya tanda-
tanda. Salah satunya dapat disebabkan karena adanya cairan atau makanan dalam lambung,
tingginya tekanan darah ke lambung dan letak lambung yang lebih tinggi dari letak faring.
General anestesi juga menyebabkan gerakan peristaltik usus akan menghilang.
4) Ginjal
Anestesi menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal yang dapat menurunkan filtrasi
glomerulus sehingga dieresis juga menurun.
5) Perdarahan
Selama pembedahan pasien dapat mengalami perdarahan, perdarahan dapat menyebabkan
menurunnya tekanan darah, meningkatnya kecepatan denyut jantung dan pernapasan, denyut
nadi melemah, kulit dingin, lembab, pucat serta gelisah.
3.7 Konsep General Anestesi Intubasi Endotracheal

A. Pengertian

Intubasi endotracheal adalah tindakan memasukan pipa endotrakhea ke dalam trakhea

sehingga jalan nafas bebas hambatan dan pertukaran gas adekuat.Intubasi endotrakea dapat
dilakukan melalui beberapa lintasan antara lain melalui hidung (nasotrakeal), mulut
(orotrakeal) dan melalui tindakan trakeostomi
B. Tujuan

1) Pembebasan jalan nafas


2) Pemberian nafas buatan dengan bag and mask
3) Pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator)
4) Memungkinkan penghisapan sekret secara adekuat
5) Mencegah aspirasi asam lambung (dengan adanya balon yang dikembangkan)
6) Mencegah distensi lambung
7) Pemberian oksigen dosis tinggi
C. Indikasi

1. Ada obstruksi jalan nafas bagian atas


2. Pasien yang memerlukan bantuan nafas dengan respirator
3. Pemberian anestesi
4. Terdapat banyak sputum (pasien tidak dapat mengeluarkan sendiri)
D. Kontra Indikasi

1) Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan
untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah
cricothyroidectomy pada beberapa kasus
2) Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
E. Persiapan Intubasi

1. Cuci tangan
2. Posisi pasien terlentang
3. Kepala diganjal bantal kecil setinggi 10 cm
4. Tinggikan bed pasien sampai umbilikus perawat
5. Pilih ukuran ETT
a) Laki-laki : no 7-8
b) Wanita : no 6,5-7,5
c) Anak-anak : usia (th)+4
4
6. Periksa balon pipa/cuff ETT dengan spuit 20 cc
7. Pasang blade yang sesuai
8. Minta pasien nafas dalam 3x atau oksigenasi dengan bag and mask atau ambu bag
dengan O2 100% 5 menit agar pasien tidak hipoksia
9. Masukkan obat-obat sedasi dan muscle relaxan (fentanyl, midazolam, propofol)
10. Bagging dulu, masukkan relaxan
11. Ventilasi dulu 2-3 menit
12. Buka mulut dengan laringoskop sampai terlihat epiglotis
13. Dorong blade sampai pangkal epiglotis, masukkan ETT sesuai ukuran
14. Cek apakah ETT benar masuk, isi cuff lalu fiksasi
F. Kriteria Ekstubasi

1. Hipoksia
2. Hipercarbi
3. Volum tidal tercapai
4. Pernafasan reguler
5. Ada pernafasan torakal
6. Ada pergerakan tangan
7. Pasien sadar
3.8 Anastesi Pada Neurosurgery
TIK adalah tekanan CSF di supratentorial yang diukur di ventrikel lateral ataudi ataskorteks
serebral, normalnya kurang dari 10 mmHg. Terdapat variasi nilai tersebut tergantung pada tempat
pengukuran, namun pada posisi lateral rekumben, tekanan CSF lumbar secaranormal mendekati
tekanan supratentorial. TIK juga tergantung pada usia, pada bayi besarnya0-6 mmHg, balita 6-11
mmHg, dan 13-15 mmHg pada remaja.
Tekanan perfusi cerebral (CPP) adalah perbedaan antara tekanan rerata arteri dan tekanan
intrakranial (TIK) atau tekanan vena sentral (CVP), bila lebih besar dari TIK. Cara untuk
mengetahui terjadinya TIK atau CPP adalah MAP (60-90 mmHg) – CVP (3-10). CPP normal 80-
100 mmHg. TIK normal biasanya kurang dari 10mmHg, sehingga pada keadaan normal CPP
terutama tergantung pada besarnya MAP. Peningkatan TIK sedang hingga berat (>30 mmHg)
dapat mengganggu CPP dan CBF, walaupun MAP normal.
Faktor yang dapat menyebabkan TIK meningkat yaitu karena adanya massa, cairan, fraktur
depresi tengkorak yang menekan sinus venosus, tidak adekuatnya absorpsi CSF, peningkatan
volume darah serebral, atau gangguan sistemik yang mencetuskan terjadinya edema otak.
Gejala yang khas yang dimiliki pasien dengan peningkatan TIK biasanya yaitu sakit kepala,
mual, muntah, edema papil, defisit neurologis fokal, dan penurunan kesadaran. Ketika TIK
meningkat lebih dari 30 mmHg, aliran darah serebral menurun progresif dan terjadi lingkaran setan
: iskemia akan menyebabkan terjadinya edema otak, yang selanjutnya akan meningkatkan tekanan
intrakranial dan menghasilkan keadaan otak iskemia lagi. Bila tidak terkendali, siklus tersebut
berlanjut hingga pasien meninggal akibat kerusakan neurologic progresif atau disebut herniasi
katastrofik Peningkatan TIK yang berkepanjangan dapat terjadi herniasi jaringan otak. Herniasi
dapat terjadi pada empat tempat : 1) Gyrus cingulate yang terletak di bawah falxcerebri, 2) Gyrus
uncinatus yang terletak di cerebelli; 3) Tonsillar cerebellum ke foramen magnum; atau 4) Setiap
area defek di kranium (transcalvarial).
Peningkatan TIK terjadi di beberapa pasien dengan tumor intrakranial setelah pemberian
sufentanil dan alfentanil. Mekanisme dari kejadian ini ialah penurunan mendadak tekanan darah,
refleks vasodilatasi cerebral meningkatkan volume darah intrakranial danTIK. Terdapat 2 metode
untuk memantau TIK. Metode pertama menggunakan kateter ventrikulostomi yang diinsersi ke
ventrikel lateral secara perkutan. TIK ditransduksikan dengan tranduser tradisional sekali pakai,
zeroing dilakukan di tragus (telinga). Keuntungan dari metode ini adalah cairan CSF juga dapat
dikurangi untuk mengurangi volume intrakranial, sehingga mengurangi TIK. Metode yang kedua
ialah dengan tranduser tekanan fiberoptik diujung kateter, yang dapat diinsersikan ke parenkim
otak atau ruang subdura. Alat ini tidak perlu zeroing.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diatasi dengan mengatur posisi kepala, hiperventilasi,
hipoosmotik, dan diuretik, pemberian barbiturat, serta anestesi intravena seperti propofol dan
tindakan bedah. Target pengelolaan cairan adalah mempertahankan keadaan normovolemik
sebelum induksi anestsi untuk mencegah hipotensi pada saat induksi. Resusitasi dan pemeliharaan
cairan dapat dilakukan dengan memberikan cairan kristalois isoosmolar yang bebas glukosauntuk
mencegah peningkatan ar otak (akibat dari hipoosmolalitas) dan kerusakan iskemik (akibat
hiperglikemia). untuk kraniotomi rutin, pasien membutuhkan cairan perjam dan penggantian urine
yang keluar. Kehilangan darah diganti, perbandingan kristaloid: darah adalah 3:1, untuk mencapai
hematokrit 30% tetapi bergantung kepada status fisiologis sebelumnya
A. Anestesi pada pembedahan massa intracranial
Pasien dengan massa intracranial datang dengan keluhan nyeri kepala, gangguan penglihatan,
maupun kejang disertai keterangan keluarga tentang adanya perubahan perubahan kepribadian
atau perilaku pada pasien dengan massa pada lobus frontal.
1) Tata laksana pra bedah
Determinasi prabedah saraf memerlukan pengetahuan tentang status neurologi
dan status umum pasien, rencana intervensi dan integrasi holistic faktor-faktor tersebut.
Ada atau tidaknya peningkatan TIK harus diketahui saat evaluasi. Pemeriksaan status
neurologis mencakup status mental dan defisit sensorik maupun motorik harus dicatat.
Obat yang dikonsumsi pasien seperti kostikosteroid, diuretic dan antikejang dapat
mempengaruhi keadaan pasien dan farmakokinetik serta farmakodinaik obat anestesi.
2) Manajemen intrabedah
a. Pemantauan
Selain alat monitor standar, pada kraniotomi diperlukan pemantauan tekanan
darah langsung intraarterial dan produksi urin. Perubahan cepat saat induksi,
perubahan posisi dan manipulasi pembedahan harus dipantau dengan monitor
invasive dan segera ditata laksana. Selain itu pemeriksaan rutin PaCO2 juga
sebaiknya dilakukan untuk mencegah hiperkapnia.
b. Induksi
Prinsip utama anestesi massa intracranial adalah induksi dan intubasi
trakea tanpa meningkatkan TIK atau mengurangi aliran darah serebral (CBF).
Faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam induksi adalah control ventilasi
(hindari hiperkapnia, hipoksemia dan diusahakan dengan hiperventilasi ringan).
Teknik yang digunakan untuk induksi adalah dengan pemberian propofol atau
thiopental diawal kemudian opioid sambil memberikan hiperventilasi kemudian
diberikan pelumpuh otot sehingga mencegah takikardi akibat intubasi dan
tatalaksana hipertensi pascainduksi.
Obat pelumpuh otot nondepolarisasi modern memiliki efek minimal
terhadap hemodinamik intraserebral. Penggunaan suksinilkolin sebaiknya
dihindari karena dapat meningkatkan TIK walaupun peningkatan ini dapat
dikontrol dengan hiperventilasi atau dengan mendalamkan anestesi kecuali
untuk pasien yang memerlukan rapid sequence induction.
c. Posisi
Kraniotomi frontal, temporal dan parietooksipital biasanya dilakukan dalam
posisi terlentang meskipun kepala dapat difleksi atau rotasi. Perlu dipastikan
posisi kepala lebih tinggi 15-30’ untuk menjamin drainase vena. Perlu
diperhatikan kondisi pipa endotrakea dipastikan aman setiap perubahan posisi.
d. Rumatan anestesi
Pengguaan agen anestesi inhalasi yang secara teori dapat meningkatkan
CBF dan TIK masih menjadi perdebatan karena efeknya secara klinis belum
dapat dibuktikan. Karena itu teknik intravena dengan TIVA lebih dipilih yaitu
dengan remifentanil, propofol dan deksmedetomidine. Pelumpuh otot tetap
diberikan untuk fasilitasi ventilasi dan gerakan. Sementara agen anestesi
inhalasi lebih baik dipakai hanya pada prosedur bedah saraf yang tidak
kompleks.
Hiperventilasi sebaiknya dilanjutkan intrabedah untuk menjaga PaCO2
pada kadar 30-35 mmHg. PEEP yang terlalu tinggi dapat meningkatkan
tekanan jalan napas dan tekanan vena sentral yang dapat berdampat pada
peningkatan TIK. Pasien menjalani prosedur bedah saraf sebaiknya
dipertahankan dalam kondisi normovolemi dan normotensi. Selain itu perlu
dihindari keadaan hiperglikemia dan hipoosmolar yang dapat menyebabkan
edema otak.
e. Emergence
Pada pasien dengan fungsi nneurologis yang intek dapat dilakukan ekstubasi
setelah pembedahan selesai. Kriteria kelayakan ekstubasi seperti drive
pernapasan dan proteksi jalan napas harus dipastika sebelum emergence. Pasien
yang segera dibangunkan dapat segera dilakukan pemeriksaan neurologis
menjadi pilihan utama. Bila pasien tetap terintubasi, pastikan sedasi tetap
diberikan untuk menghindari agitasi.
B. Pengelolaan anestesi pada pembedahan tumor fosa posterior
1) Hidrosefalus obstruktif
Aliran likuor serebrospinalis (LCS) melalui ventrikel IV atau Aqueductus Sylvii
dapat tersumbat akibat adanya massa infratntoral yang menyebabkan peningkatan TIK.
Dapat dilakukan dahulu ventrikulostomi sebelum induksi anestesi untuk mengurangi
TIK. Disarankan pula pemasangan ventriculo peritoneal shunt (VP shunt) 3-7 hari
sebelum operasi tumor definitive untuk dekompresi ventrikel walaupun terdapat resiko
penyebaran ke peritonium pada tumor yang maligna, namun kejadiannya sangat jarang.
2) Cedera batang otak
Pembedahan tumor fosa posterior dapat menyebabkan cedera pusat sirkulasi dan
pernapasan dibatang otak serta nucleus nervus kranialis akibat langsung oleh trauma
pembedahan maupun tidak langsung karena iskemi (retraksi atau terganggunya suplai
darah). Kerusakan pusat pernapasan sering menimbulkan gangguan sistem sirkulasi
karena itu jika ditemukan perubahan pada tekanan darah, denyut nadi dan irama
jantung anestesiologi harus memikirkan kemungkinan terjadinya kerusakan tersebut
dan hal ini harus dikomunikasikan kepada ahli bedah. Cedera batang otak ditandai
dengan adanya perubahan pada pola pernapasan dan ketidakmampuan
mempertahankan jalan napas setelah ekstubasi.
3) Posisi
Berbagai posisi pasien seperti duduk, variasi posisi horizontal seperti telentang,
tengkurap atau lateral ¾ dapat digunakan. Posisi duduk banyak dipilih untuk
pendekatan occipital-transtentorial. Pasien diposisikan semirecumbent, punggu
dielevasi 60’ dan kaki dielevasi dengan lutut fleksi. Kepala ditopang dengan head pin
dan diposisikan fleksi. Lengan diletakkan disamping dengan penahan tangan pada
tubuh pasien. Prinsip dari posisi duduk adalah gravitasi membantu serebelum dan
diseksi tumor pada sistem vena dalam.
4) Pneumosefalus
Posisi duduk dapat menyebabkan udara dapat masuk secara cepat kedalam ruang
subarachnoid karena saat pembedahan banyak LCS yang keluar. Hal ini meningkatkan
resiko kejadian pneumosefalus. Ekspansi pneumosefalus saat dilakukan penutupan
dura dapat menekan otak, sehingga N2O jarang digunakan pada kraniotomi posisi
duduk
5) Venous Air Embolism (VAE)
VAE dikaitkan dengan pembedahan fosa posterior terutama pada posisi duduk,
karena masuknya udara dimudahkan oleh tekanan subatmosferik divena terbuka. Udara
yang masuk akan mengikuti sirkulasi pulmonal, menimbulkan obstruksi mekanik dan
hipoksia, sehingga memicu reflek simpatis vasokontriksi. Gejala yang muncul dapat
berupa hipertensi pulmonal, gangguan pertukaran gas, hipoksemia, retensi CO2,
peningkatan pulmonal dead space, penurunan ETCO2, penurunan curah jantung, serta
tekanan darah sistemik.
C. Anestesi pada bedah stereotaktik
Bedah stereotaktik dapat dilakukan untuk menangani gangguan gerakan involunter, nyeri
intraktabel, epilepsy dan juga dapat digunakan untuk melakukan diagnosis tumor yang
lokasinya cukup dalam. Prosedur ini biasanya dilakukan dalam anestesi local agar dapat tetap
dilakukan evaluasi pada pasien. Untuk efek sedasi dan amnesia dapat diberikan infuse
propofol atau deksmedetomidine. Namun untuk pasien dengan peningkatan TIK sebaiknya
tidak diberikan sedasi. Perlu dipersiapkan untuk anestesi umum kraniotomi emergensi
walaupun akan terhambat dengan platform dan frame yang dipasang dipasien selama prosedur.
Walaupun ventilasi sungkup mula, LMA atau intubasi endotrakea dapat segera dilakukan
dalam keadaan gawat darurat, awake intubation menggunakan FOB sebelum posisi dan
operasi kadang diperlukan untuk pasien yang telah terpasang frame stereotaktik. Manajemen
anestesi dapat dilakukan dengan teknik “sleep-awake-sleep” dengan atau tanpa alat jalan
napas. LMA sering digunakan untuk menjaga jalan napas selama periode tidur.
Beberapa kasus stereotaktik menggunakan anestesi local yang disuntikkan pada lokasi
pemasangan frame kepala, kemudian diberikan deksmedetomidine IV bolus 1µg/kg selama 15
menit, dilanjutkan deksmedetomidine 0,5µg/kg/jam untuk mencapai efek sedasi yang
diinginkan. Pada saat pemasangan burr hole fentanil 25 µg IV bolus diberikan serta
deksmedetomidine dinaikkan 0,7 µg/kg/jam. Setelah burr hole terpasang dosis pemeliharaan
deksmedetomidine berkisar 0,3-0,5 µg/kg/jam.
Jika prosedur stereotaktik direncanakan dengan anestesi umum yang membutuhkan jalan
napas paten aatu prosedur pada pasien pediatric dapat digunakan fentanil 2 µg/kg IV dan
propofol 2 mg/kg IV. Setelah ventilasi dan oksigenasi menggunakan sungkup, pelumpuh otot
kerja singkat dapat digunakan seperti suksinilkolin 1 mg/kg atau atracurium 0,5 mg/kg IV
untuk mempermudah intubasi.
D. Anestesi pada cedera kepala traumatic
Tindakan operatif biasanya diperlukan untuk kondisi fraktur depresi cranium, evakuasi
hematoma epidural, subdural, beberapa intraserebral serta debridement trauma penetrasi.
Pemantauan TIK biasanya diindikasikan untuk pasien dengan lesi yang diasosiasikan dengan
hipertensi intracranial, kontusio luas, lesi massa, perdarahan intraserebral atau bukti adanya
edema dipencitraan. Hipertensi intracranial dapat diterapi dengan hiperventilasi sedang,
manitol, pentobarbital atau propofol.
1) Tata laksana prabedah
Pasien dengan hipoventilasi jelas, tidak ada reflex muntah atau skor GCS 8
memerlukan intubasi trakea dan hiperventilasi. Semua pasien dianggap dalam keadaan
kondisi lambung penuh, karena itu harus dilakukan penekanan krikoid saat melakukan
ventilasi dan intubasi. Peningkatan TIK sebagai efek laringoskop dan intubasi dapat
ditumpulkan dengan pemberian propofol 1,5-3 mg/kg sebelumnya dan pelumpuh otot
kerja cepat. Sebagai alternative dapat digunakan rokuronium. Untuk mempermudah
intubasi dengan kondisi stabilisasi in-line dapat digunakan laringoskop video selain itu
persiapkan bougie untuk mempermudah intubasi. Bila intubasi tetap sulit, FOB dan
LMA dapat digunakan, jika masih gagal harus dilakukan pengamanan jalan napas
surgical. Intubasi nasal dikontra indikasikan untuk pasien yang dicurigai terdapat
fraktur basis cranii.
2) Tata laksana intrabedah
Teknik dan obat anestesi yang digunakan harus memperhatikan perfusi serebral dan
mencegah peningkatan TIK lebih lanjut. Hipotensi yang dapat terjadi setelah induksi
sebagai akibat dari vasodilatasi dan hipovolemi harus ditangani dengan agonis α-
adrenergik dan pemberian cairan jika diperlukan. Hipertensi umum terjadi saat adanya
stimulasi pembedahan tetapi dapat juga terjadi akibat peningkatan TIK akut yang juga
disertai bardikardi (Cushing Reflex). Hipertensi dapat diterapi dengan tambahan dosis
agen induksi, peningkatan konsentrasi anestesi inhalasi atau vasodilator.
E. Anestesi pada aneurisma serebri dan malformasi arteri-vena
Penyebab tersering perdarahan intracranial nontraumatik adalah aneurisma sakular dan
malformasi arteri-vena (AVM).
1) Konsiderasi anestesi aneurisma serebri
Pecahnya aneurisma sakular merupakan penyebab tersering perdarahan subarachnoid.
Pasien dengan aneurisma yang belum rupture datang dengan gejala prodromal dan
tanda pembesaran yang progresif. Gejala yang paling umum adalah nyeri kepala, dan
tanda fisik yang paling umum adalah kelumpuhan nervus III.. kehilangan kesadaran
sementara dapat terjadi akibat peningkatan TIK tiba-tiba dan penurunan CPP yang
drastis.
2) Evaluasi prabedah
Penilaian prabedah bertujuan untuk melakukan perencanaan yang tepat dengan
mempertimbangkan patofisiologi seluruh sitem organ. Langkah-langkah utama dalam
evaluasi prabedah pada aneurisma adalah :
a. Penilaian kondisi neurologis pasien dan penilaian klinis derajat SAH
b. Tinjauan kondisi patologis intracranial
c. Pemantauan TIK dan USG TCD
d. Evaluasi fungsi sitemik lainnya
e. Komunikasi dengan ahli bedah saraf mengenai penentuan posisi dan keperluan
alat pemantauan khusus
f. Optimalisasi kondisi pasien dengan memperbaiki gangguan biokimia
3) Tatalaksana intra bedah
Pembedahan aneurisma dapat menyebabkan rembesan darah akibat rupture. Sebaiknya
dipersiapkan produk darah sebelum memulai pembedahan. Ketika durameter terbuka
biasanya diberikan manitol untuk memfasilitasi lapangan operasi dan mengurangi
kebutuhan retraksi. Teknik hipotensi kendali telah digunakan luas untuk pembedahan
aneurisma.
BAB IV

PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANESTESI


PADA FASE PERIANESTESI

Nama Pasien : An. M No.Register :11565xxx


Umur : 13 tahun Dokter Operator : dr. Donny Sp.BS
Ruang Rawat : HCU Sarangan Asisten Operasi : dr. Zul
Diagnosa Medis : DOC Dt SOP Cerebri Perawat Instrumen :-
DT. Susp Meduloblastoma+ Perawat Sirkuler : Eka
Hydrocephalus On Patent Dokter Anestesi : dr. Buyung SpAn
VP Shunt Kocher D
Tindakan : Excisi Tumor/VP Shunt Perawat Anestesi : Imam
Tgl. Pengkajian : 15-06-2023 Tanggal Operasi : 15-06-2023
Jam Mulai OP. : 10.25 WIB Jam Selesai OP. : 11.30 WIB

PENGKAJIAN PRE ANESTESI


DATA SUBYEKTIF
 Keluhan Utama : -
 Riwayat penyakit saat ini:pasien datang dengan keluhan badan lemas sejak 1 minggu yang lalu,
sulit untuk makan sejak 2 hari sebelum MRS, muntah (+), pasien tidur terus
 Riwayat penyakit yang lalu: pasientidak ada hipertensi dan tidak ada riwayat diabetes mellitus
 Riwayat anestesi/ operasi terdahulu : pasien pernah dilakukan operasi pemasangan VP Shunt kanan
 Riwayat kebiasaan pasien (Perokok, alcohol, obat obatan) :-

DATA OBYEKTIF
a. Sistem Pernafasan (B1)
Jalan Nafas : Paten / Obstruksi
Sesak nafas : Ya/ Tidak terpasang O2 nasal : 5 lpm
Artificial airway : Oro/Nasofaringeal tube/ ETT / Tracheocanule
RR : 24x/menit
SpO2 : 98%
Gigi : Palsu ( - ) Cakil ( - ) Tongos ( - ) Ompong ( - )
Buka Mulut : sde jari
MALAMPATTI : 1 /2 / 3 / 4
Jarak Mentothyroid : 5cm
Gerak leher : Flexy / Ekstensi
Suara nafas : Vesikuler / Bronkovesikuler

Ronchi : - - Whezing : - -
- - - -
Riwayat Asthma : Ya / Tidak
Lain lain : -
a. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Tensi : 100/60 mmHg
Nadi : 100x/menit
Suhu : 36,5’C
CRT : <2’ , >2’
Sirkulasi : S1 S2 Tunggal ( reguler / irreguler) / extra systole / Gallop
Lain2 :
Konjungtiva : Anemis / Pink pale
Sianosis : Ya / Tidak
Perfusi : AHKM

b. Sistem Persyarafan (B3)


Keadaan Umum : cukup
GCS :E3V3M5
Skala nyeri :-
Reflek pupil : Isokor / Anisokor / Miosis / Pint point / Midriasis
Reflek cahaya : -/-
Motorik : 5 5
5 5
Plegi : Ya (Tetra D S / Hemi D S) Tidak
Parese : Ya (Tetra D S / Hemi D S) Tidak
Lain lain :-
c. Sistem Perkemihan (B4)
Produksi urine : BAK spontan
Keluhan : Kencing menetes ( - ), Inkontinensia ( - ), Retensi Urine ( - )
Oliguri ( - ),Anuria ( - ), Hematuri ( -),
Disuria ( - ), Poliuria ( - ), tidak ada keluhan ( √)
Warna urine : kuning jernih
Kandung Kemih : Membesar / Tidak
Kateter : Terpasang/ Tidak
Blass punctie : Terpasang / Tidak

d. Sistem Pencernaan (B5)


Mukosa bibir : Lembab / Kering
Abdomen : Supel / Distended / Nyeri tekan
Bising Usus : 14x/menit
Terpasang NGT : Tidak /Ya
Terpasang Drain : Tidak /Ya
Diare : Tidak / Ya Frekuensi : -
Lain-lain :-

e. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


Pergerakan sendi : Bebas / terbatas
Fraktur : Tidak / Ya lokasi : -
Kompartemen Syndrom : Tidak / Ya lokasi :
Turgor : Baik / Kurang / Jelek
Hiperpigmentasi : Tidak / Ya
Dekubitus : Tidak / Ya
Ikterik : Tidak / Ya
Lain -lain :-

Keadaan Umum : cukup


Tanda Vital : Tensi : 100/60 mmHg Nadi : 100x/menitSuhu : 36,5’C
RR :24x/menit SpO2 : 98%
TB / BB : 140 cm / 32 kg
Surat Persetujuan Operasi : Tidak ada / Ada
Protese dan Gigi Palsu : Tidak ada / Ada
Cat kuku dan Lensa Kontak : Tidak ada / Ada
Perhiasan : Tidak pakai / Pakai
Folley Catheter : Tidak ada / Ada produksi : - (Ditampung / Dibuang)
NGT : Tidak ada / Ada
Persiapan Skiren / Cukur : Tidak / Ya
Huknah / Gliserin : Tidak / Ya Jam :
Persiapan darah : Tidak ada / Ada, Berapa kantong : 1 (PRC)
Contoh darah : Tidak ada / Ada
IV line : Tidak ada / Ada (TaKa /TaKi)
Lokasi : Vena perifer / Central / Lain-lain ...............
Jenis Cairan : Kristaloid / Koloid / Darah Tetesan : 20 tpm
Terakhir makan & minum : Makan : 02.00 WIB Minum : 02.00 WIB
Obat yang telah dikonsumsi : Tidak ada / Ada Jenis : -
Alergi obat : Tidak ada / Ada Jenis : -
Obat Premedikasi : Tidak ada / Ada Jenis : -
Jam : -
Status ASA : 1 2 3 4 5
Jenis Operasi : Emergency/ Elektif
Pemeriksaan Penunjang
Data Penunjang Laboratorium

Darah lengkap 14/06/2023


JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA
NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 15,30 g/dL 10,85 – 14,90
Eritrosit (RBC) 4,47 Juta 4,11 – 5,55
Leukosit (WBC) 16,40 10³/mm³ 4,79 – 11,34
Hematokrit 44,80 % 34,00 – 45,10
Trombosit (PLT) 457,00 10³/mm³ 216,0 – 451,0
MCV 87,90 µm³ 71,80 – 92,00
MCH 29,10 Pg 22,60 – 31,01
MCHC 33,10 g/dL 30,80 – 35,20
RDW 14,20 % 11,30 – 14,60
PDW 12,6 fL 9 – 13
MPV 10,9 fL 7,2 – 11,1
P-LCR 32,2 % 15,0 – 25,0
PCT 0,39 % 0,150 – 0,400
NRBC Absolute 0,00 10³/µL
NRBC Percent 0,0 %
Hitung Jenis
Eusofil 0,00 % 0,70 – 5,40
Basofil 0,20 % 0,00 – 1,00
Neutrofil 87,40 % 42,50 – 71,00
Limfosit 10,40 % 20,40 – 44,60
Monosit 2,00 % 3,60 – 9,90
Eosinofil Absolut 0,00 10³/mm³ 0,04 – 0,43
Basofil Absolut 0,03 10³/mm³ 0,02 – 0,09
Neutrofil Absolut 14,82 10³/mm³ 2,72 – 7,53
Limfosit Absolut 1,77 10³/mm³ 1,46 – 3,73
NLR (Hematologi) 8,37
Monosit Absolut 0,34 10³/mm³ 0,33 – 0,91
Immature Granulosit 0,9 %
(%)
Immature Granulosit 0,15 10³/µL
FAAL HEMOSTATIS
PPT
Pasien 9,90 Detik 9,4 - 11,3
Control 11,1 Detik
INR 0,95 <1,5
APTT
Pasien 25,50 Detik 24,6 – 30,6
Kontrol 25,2 Detik
KIMIA KLINIK
FAAL HATI
AST/SGOT 20 U/L 0 – 32
ALT/SGPT 25 U/L 0 – 33
Albumin 3,28 g/dL 3,5 – 5,5
FAAL GINJAL
Ureum 26,7 mg/dL 16,6 – 48,5
Kreatinin 1,04 mg/dL <1,2
eGFR (CKD-EPI) 67,153 mL/menit/1.73m²
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na) 140 mmol/L 136 – 145
Kalium (K) 4,30 mmol/L 3,5 – 5,0
Clorida (Cl) 112 mmol/L 98 – 106

Data Penunjang :
CT ScanKepala:

- Massa solid extraaxial pada sisi midline fossa posterior (proyeksi vermis cerebella) suspek ec
medulloblastoma, ukuran bertambah
- Mild obstructive hydrocephalus setinggi level ventrikel IV, lesi baru

MRI Kepala :

- Massa solid fossa posterior sisi midline (roof ventrikel IV) suspek ee Medulloblastoma, ukuran
massa sedikit bertambah
- Sinusitis ethmodalis kiri dan frontalis kiri

Foto Thorax AP :cor dan pulmo dalam batas normal, tidak tampak proses metastase pada paru
ANALISA DATA (PRE ANESTESI)

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1 DS :- Tumor otak (D.0017)
DO : Resiko perfusi
- Keadaan umum lemah Edema serebral tidak efektif
- Gelisah
- Sering tertidur Peningkatan TIK
- GCS 3-3-5
- Terpasang NGT Resiko perfusi
- Terpasang O2 nasal 5 lpm serebral tidak efektif
- TD : 100/60 mmHg
- Nadi : 100x/menit
- RR : 24x/menit
- SpO2 : 98 %
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : An. M
No RM :11565xxx
Tanggal : 15 Juni 2023

N Diagnosis Luaran Intervensi


O
1 (D.0017) Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen peningkatan tekanan intracranial
Observasi
Resiko perfusi serebral tidak keperawatan selama 15 menit
- Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
efektif yng ditandai dengan diharapkan perfusi serebral - Monitor MAP
Terapeutik
- Keadaan umum lemah meningkat dengan kriteria
- Berikan posisi semifowler
- Gelisah luaran - Pertahankan suhu tubuh normal.
- Sering tertidur - Tingkat kesadaran meningkat Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
- GCS 3-3-5 - Gelisah menurun 2. Pemantauan tekanan intracranial
- Terpasang NGT - Agitasi menurun Observasi
- Identifikasi penyebab peningkatanTIK
- Terpasang O2 nasal 5 lpm - TTV dalam batas normal - Monitor peningkatan tekanan darah
- TD : 100/60 mmHg - Monitor penurunan frekuensi jantung
- Monitor iregulasi irama napas
- Nadi : 100x/menit
- Monitor penurunan tingkat kesadaran
- RR : 24x/menit Terapeutik
- SpO2 : 98 % - Pertahankan posisi kepala dan leher netral
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial): An. M
No RM : 11565xxx
OK : 601

TGL/ JAM TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA

15-06-2023 1. Memonitoring tanda/gejala peningkatanTIK 15-06-2023 S: - Ningsih


2. Memonitoring MAP 08.30
08.15
3. Memberikan posisi semifowler O
4. Mempertahankan suhu tubuh normal. - Gelisah
5. Berkolaborasi pemberian sedasi dan anti - Sering tertidur
konvulsan, jika perlu - GCS 3-3-5
6. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK - Terpasang NGT
7. Memonitoring peningkatan tekanan darah - Terpasang O2 nasal 5 lpm
8. Memonitoring penurunan frekuensi jantung - TD : 110/60 mmHg
9. Memonitoring iregulasi irama napas - Nadi : 90x/menit
10. Memonitoring penurunan tingkat kesadaran - RR : 24x/menit
11. Mempertahankan posisi kepala dan leher - SpO2 : 98 %
netral
12. Mengatur interval pemantauan sesuai kondisi Amasalah teratasi sebagian
pasien
P: intervensi dilanjutkan (operasi)
INTRA ANESTESI
Anestesi mulai : 08.30 WIB s/d 11.45 WIB

Pembedahan mulai : 10.25 WIB s/d 11.30 WIB


Jenis pembiusan : General : a. Intubasi Endotracheal Tube
b. Laringeal Mask Airway (LMA)
c. Face Mask
d. Total Intravena Anestesi (TIVA)
Regional : a. Sub Arachnoid Block (SAB)
b. Epidural Block
c. Combined Subarachnoid-epidural (CSE)
d. Block Ganglion / saraf perifer
e. Kaudal
Lain – Lain :
Jenis Operasi : 1. Bersih 2. Bersih kontaminasi
3. Kotor 4. Kontaminasi
Golongan Operasi : 1. Khusus 2. Besar 3. Sedang 4. Kecil
Plate Diathermi : Lokasi : 1. Bokong 2. Tungkai kaki 3. Bahu
4. Tangan 5. Paha
Dipasang oleh : perawat serkuler
Pemeriksaan sebelumnya : 1.Utuh 2. Menggelembung
Pemeriksaan sesudah : 1.Utuh 2. Menggelembung
Monitor Anestesi : 1. Tidak 2. Ya3.Standby
Mesin Anestesi : 1. Tidak 2. Ya 3.Standby
Persiapan Statics : 1.Lengkap. 2. Belum Lengkap
Anestesi Dengan : 1. Induksi : Midazolam dan Thiopental
2. Analgesik : Sufentanyl
3. Maintenance : Isoflurane
Relaksasi dengan : Atracurium
Ukuran ETT & kedalaman : ETT non king no 6 kedalaman 19 cm
Mode (Presure/Volume) : Pressure Control
Teknik Anestesi : General Anestesi Brain Protection
Stadium Anestesi : Stadium 3 Plana 2
Lembar observasi Intra operasi
Tabel 3.3 Obat obatan

Jam Nama Obat/ Dosis Jam Nama Obat/ Dosis Jam Nama Obat/dosis
08.30 Midazolam 1 mg 08.37 Aminophilin 150 mg
08.31 Fentanyl 100 mcg
08.32 Propofol 40 mg
08.33 Rocuronium 30 mg
08.35 Dexametason 5mg
08.36 Lidocain 40 mg

08.30 09.30 10.30

N TD

220
200
180 180
160 160
140 140
120 120
100 100
80 80
60 60
40
20
Keseimbangan Cairan
BALANCE CAIRAN 1 2
BB : 32 kg Hb : 15,3 Kristaloid 500
EBV : 2.560 cc Input Koloid 0
ABL (10) : 886 cc (8) : 1.221 cc Darah 0 
M: 72 cc Urine 0
O:64 Output Darah  50
  M+O 136
Defisit / Excess Defisit / Excess
TOTAL
+214
ANALISA DATA (INTRA ANESTESI)

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1 DS :- Agen farmakologis (D.0005)
DO: (obat anestesi) Pola napas tidak
- Pasien terpasang ETT non king no 6 efektif
- Pernapasan dibantu mesin Kelemahan otot-otot
- Pernapasan dengan pressure control pernapasan
- RR : 24
- TD : 96/64 mmHG Pola nafas tidak
- Nadi : 115x/menit efektif
- SpO2 : 99%
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : An. M
No RM :11565xxx
Tanggal : 15 Juni 2023

NO Diagnosis Luaran Intervensi

1 (D.0005) Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen jalan napas


Pola napas tidak efektif berhubungan keperawatan selama 3x60 menit Observasi
dengan efek agen farmakologis (obat diharapkan pola napas membaik - Monitor TTV pasien
anestesi) yang ditandai dengan dengan kriteria luaran - Pemberian relaxan yang benar
- Pasien terpasang ETT non king no - Dispnea menurun - Pengaturan mesin anestesi yang sesuai
6 - Frekuensi napas membaik Terapeutik
- Pernapasan dibantu mesin - Kedalaman napas membaik - Pertahankan kepatenan jalan napas
- Pernapasan dengan pressure - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
control detik
- RR : 24 - Lakukan hiperoksigenasi sebelum
- TD : 96/64 mmHG penghisapan endotracheal
- Nadi : 115x/menit 2. Pemantauan respirasi
- SpO2 : 99% Observasi
- Monitor saturasi oksigen
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : An. M
No RM : 11565xxx
OK : 601

TGL/ JAM TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA

15-06-2023 1. Memonitoring TTV pasien 15-06-2023 S : - Ningsih


08.30 2. Memberikan relaxan yang benar 11.45
3. Mengatur mesin anestesi yang sesuai O:
4. Mempertahankan kepatenan jalan napas - Jalan napas paten
- Napas spontan
5. Melakukan penghisapan lendir kurang dari
- Masih ada lendir/sekret
15 detik - SpO2 : 99%
- TD : 100/60 mmHg
6. Melakukan hiperoksigenasi sebelum
- Nadi : 100x/menit
penghisapan endotracheal - RR : 20x/menit
- Ronchi/wheezing : +/+
7. Memonitoring saturasi oksigen

Amasalah teratasi sebagian

P : intervensi dihentikan
POST ANESTESI

Data Subyektif :-
Data Obyektif
( √ ) KU Cukup TD : 100/60 mmHg ( -) Skala nyeri
( √ ) Sesak Nadi : 100x/mnt ( -) Menggigil
( √) Terpasang O2 NRBM 8 lpm SpO2 :99% ( - ) Mual & Muntah
RR : 20x/mnt ( √ ) Aldrete skore = 9
11.45 12.45 13.45

N TD

220
200
180 180
160 160
140 140
120 120
100 100
80 80
60 60
40
20

A. Aldrete Score (dewasa)


Nilai Warna:
         Merah muda    (2)√
         Pucat               (1)
         Sianosis           (0)
Pernapasan:
         Dapat bernapas dalam dan batuk                    (2)√
         Dangkal namun pertukaran udara adekuat     (1)
         Apnea atau obstruksi                                    (0)
Sirkulasi:
         Tekanan darah menyimpang <20% dari normal         (2)√
         Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal     (1)
         Tekanan darah menyimpang >50% dari normal         (0)
Kesadaran:
         Sadar, siaga dan orientasi                               (2)
         Bangun namun cepat kembali tertidur            (1)√
         Tidak berespons                                              (0)
Aktivitas:
         Seluruh ekstremitas dapat digerakkan            (2)√
         Dua ekstremitas dapat digerakkan                  (1)
         Tidak bergerak                                                (0)
Jika jumlahnya > 8, pasien dapat dipindahkan ke ruangan.
ANALISA DATA (POST ANESTESI)
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 DS :- Hipersekresi jalan (D.0001)
DO: napas Bersihan jalan napas
- Pasien masih tidur tidak efektif
- Napas spontan
- Airway paten
- Masih banyak secret
- Batuk tidak efektif
- Ronchi/wheezing : +/+
- TD : 100/60 mmHg
- Nadi : 100x/menit
- Terpasang O2 NRBM 8 lpm
- SpO2 : 98%
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : An. M
No RM :11565xxx
Tanggal : 15 Juni 2023
NO Diagnosis Luaran Intervensi

1 (D.0001) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen jalan napas


Observasi
Bersihan jalan napas tidak efektif selama 1x60 menit diharapkan
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
berhubungan dengan bersihanjalannafasmeningkat dengan usaha napas)
hipersekresi jalan napas yang kriteria luaran : - Monitor bunyi napas tambahan (mis.
gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
ditandai dengan - Batuk efektif meningkat Terapeutik
- Pasien masih tidur - Produksi sputum turun - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift
- Napas spontan - Frekuensi napas membaik
- Berikan oksigen
- Airway paten - Tidakterdapatbunyi napastambahan 2. Pemantauan Respirasi
- Masih banyak secret Observasi
- Monitor saturasi oksigen
- Batuk tidak efektif Terapeutik
- Ronchi/wheezing : +/+ - Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- TD : 100/60 mmHg - Lakukan penghisapan secret dengan suction
- Nadi : 100x/menit
- Terpasang O2 NRBM 8 lpm
- SpO2 : 98%
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : An. M
No RM :11565xxx
OK : 601

TGL/ TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA


JAM
15-06-2023 1. Memonitoring pola napas (frekuensi, 15-06-2023 S : - Ningsih
11.45 kedalaman,usaha napas) 12.45
2. Memonitoring bunyi napas tambahan (mis. O:
- Pasien tenang
gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) - Tidak ada suara napas tambahan
3. Mempertahankan kepatenan jalan napas - Frekuensi napas teratur
- TD : 99/58 mmHg
dengan head-tilt dan chin-lift - Nadi : 105x/menit
4. Memberikan oksigen - SpO2 : 99%

5. Memonitoring saturasi oksigen A : masalah teratasi


6. Mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien P : intervensi dihentikan

7. Melakukan penghisapan secret dengan


suction
DAFTAR PUSTAKA

Alimul,AAA.Hidayat.2006.Pengantar KDM dan Proses Keperawatan Buku 2.Jakarta : Salemba

Medika

Carpento,LJ.2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.13.Jakarta: EGC

Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis Ed. 3. Jakarta :

Salemba Medika.

Perry & Potter. 2006.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Vol.2.Edisi 5.

Jakarta : EGC

Sarwadi & Erwanto. 2014. Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta : Dunia Cerdas

Anda mungkin juga menyukai