LAPORAN PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
EPIDURAL HEMATOMA (EDH) DI INSTALASI GAWAT
DARURAT (IGD) RSD dr. SOEBANDI JEMBER
oleh
Havivah, S.Kep
NIM 182311101098
LEMBAR PENGESAHAN
Jember,................2019
Mahasiswa
Havivah, S.Kep.
NIM 182311101098
LAPORAN PENDAHULUAN
letak nervus-nervus tersebut dalam hemisfer otak dapat dilihat pada gambar
berikut.
5. Anatomi peredaran darah otak
Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron yang membangun substansia
alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat kompleks dan
sensitif. Fungsinya sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas, seperti :
gerakan motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Sel-sel otak bekerja bersama-sama
dan berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang- kadang dapat terjadi
cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang
menghasilkan serangan. Darah merupakan sarana transportasi oksigen, nutrisi, dan
bahan-bahan lain yang sangat diperlukan untuk mempertahankan fungsi penting
jaringan otak dan mengangkat sisa metabolisme. Kehilangan kesadaran terjadi
bila aliran darah ke otak berhenti 10 detik atau kurang. Kerusakan jaringan otak
yang permanen terjadi bila aliran darah ke otak berhenti dalam waktu 5 menit.
a. Peredaran darah arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus
willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir
arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior
yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior
saling berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri
dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan
merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak
melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
b. Peredaran darah vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater, suatu
saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-sinus
duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
7
B. Definisi
Epidural hematoma adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang
paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang
tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna
sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika
seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk
suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau
robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh
darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura
dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom.
Epidural Hematom epidural terjadi ketika sejumlah besar darah terbentuk di
ruang antara tengkorak dan lapisan pelindung otak. Trauma atau cedera lain di
kepala dapat menyebabkan otak memantul ke bagian dalam tengkorak, sehingga
merusak lapisan internal, jaringan, dan pembuluh darah otak yang menyebabkan
pendarahan. Hal ini dapat menyebabkan hematoma terbentuk (Newsletter, 2018).
Epidural hematom adalah adanya pengumpulan darah di ruang epidural yaitu
diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh
darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling
sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
8
C. Epidemiologi
Epidural Hematoma terjadi pada 2% dari semua cedera kepala dan hingga
15% dari semua trauma kepala yang fatal. Laki-laki lebih sering terkena daripada
perempuan. Kejadiannya lebih tinggi di kalangan remaja dan dewasa muda. Usia
rata-rata pasien yang terkena adalah 20 hingga 30 tahun, dan jarang terjadi setelah
50 hingga 60 tahun. Seiring kemajuan usia individu, dura mater menjadi lebih
patuh terhadap tulang di atasnya. Ini mengurangi kemungkinan bahwa hematoma
dapat berkembang di ruang antara tempurung kepala dan dura (Khairat &
Waseem, 2018).
Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan
hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional
frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di
Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang
memiliki masalah berjalan dan sering jatuh. Enam Puluh persen penderita
hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur
kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien
yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.
D. Etiologi
Menurut Khairat & Waseem (2018) penyebab epidural hematoma antara lain:
9
1. Sekitar 10% dari cedera otak traumatis (TBI) baik oleh mekanisme traumatik
dan non-traumatik yang menjalani rawat inap dapat menyebabkan hematoma
epidural.
2. Mayoritas kasus yang terkait dengan mekanisme traumatis adalah akibat dari
cedera kepala akibat tabrakan kendaraan bermotor, serangan fisik, atau jatuh
yang tidak disengaja.
3. Mekanisme non-traumatik termasuk yang antara lain, infeksi /
abses, koagulopati, tumor hemoragik dan malformasi vaskular
E. Klasifikasi
Menurut Khairat & Waseem (2018) klasifikasi epidural hematoma berdasarkan
perkembangan radiografi antara lain:
1. Tipe I: Akut; terjadi pada hari ke-1 dan berhubungan dengan “putaran” darah
yang tidak membeku
10
2. Tipe II: Subakut terjadi antara hari 2 sampai 4 dan biasanya padat
3. Tipe III: Kronis terjadi antara hari ke 7 hingga 20; penampilan campuran atau
berkilau dengan peningkatan kontras.
F. Patofisiologi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital
Arteri meningeal media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar.
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada
lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
11
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,
kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran
ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural
hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat
atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval
karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar
(Price, 2015).
3. Penglihatan kabur
4. Susah bicara
8. Mual
9. Pusing
12
10. Berkeringat
11. Pucat
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai EDH
Dengan proyeksi Antero-Posterior (AP), lateral dengan sisi yang
mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang
memotong sulcus arteria meningea media.
J. Penatalaksanaan
1. Penanganan gawat darurat
14
Tindakan Ansietas
Post operasi
pembedahan
Risiko
Infeksi
Hambatan mobilitas
fisik
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama: Merupakan identitas pasien sesuai
dengan tanda pengenal yang dibawa pasien saat perawatan, pendidikan, alamat,
No. RM: pekerjaan, status perkawinan, tanggal MRS, tanggal pengkajian, sumber
informasi.
b. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik: Epidural Hematoma
2. Keluhan Utama: Nyeri kepala yang hebat
3. Riwayat penyakit sekarang: Kronologi pasien dibawa ke rumah sakit meliputi
informasi mengenai keluhan epidural hematoma tipikal berupa rasa nyeri
kepala yang hebat. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit
atau persisten (>20 menit). Pasien memiliki riwayat jatuh, terkena hantamanan
benda tumpul dan kecelakaan kendaraan bermotor.
4. Riwayat kesehatan terdahulu: Penyakit yang dapat menjadi faktor utama
terjadinya epidural hematom seperti terjadi cedera otak berat, ringan sedang.
5. Riwayat penyakit keluarga: Diperoleh dengan menanyakan kepada pasien
keluarga mungki memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien.
c. Pengkajian Keperawatan
1. Pola Persepsi-Manajemen Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi
terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun
tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
2. Pola Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan konsumsi relatif terhadap kebutuhan metabolik dan suplai
gizi: meliputi pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan kulit, rambut, kuku,
membran mukosa, suhu tubuh, tinggi dan berat badan.
3. Pola Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi (usus besar, kandung kemih, dan kulit)
meliputi kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi
(oliguri, disuri, dan lain-lain), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi,
karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih, masalah bau
badan, perspirasi berlebih.
4. Pola Latihan-Aktivitas
18
orang terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang biasa digunakan,
efek penyakit terhadap tingkat stress.
11. Pola Sistem Nilai dan Keyakinan
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk spiritual.
Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang
dipeluk dan konsekuensinya meliputi agama, kegiatan keagamaan dan budaya,
berbagi dengan orang lain, bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari
bantuan spiritual dan pantangan dalam agama selama sakit.
d. Pemeriksaan Fisik
ABCDE
1) Airway
Airway manajemen merupakan suatu hal yang terpenting dalam
melakukan resusitasi dan membutuhkan ketrampilan khusus dengan
penanganan keadaan gawat darurat. Adapun gangguan jalan nafas (airway)
terjadi dikarenakan lidah yang jatuh kebelakang. Ketika cedera tidak ada
di daerah cervikal, dengan posisi kepala ekstensi, jika tidak membantu
maka akan dilakukan pemasangan pipa orofaring atau pipa endotrakeal
dan dilakukan pembersihan dibagian mulut dengan adanya lendir, darah,
muntahan, atau gigi palsu.
2) Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
3) Circulation
Gangguan sirkulasi (circulation) terjadi karena cedera otak, dan faktor
ekstra kranial. Gangguan ini terjadi kondisi hipovolemia yang
mengakibatkan pendarahan luar, atau ruptur organ dalam abdomen, trauma
dada, tamponade jantung atau pneumothoraks dan syok septik.
4) Disability
Dalam hal ini, penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh adanya
penurunan oksigenasi atau perfusi ke otak serta trauma langsung
(Pusbankes 118, 2015). Menurut Greenberg, (2005) dalam Arsani 2011
20
bahwa nilai pupil dilihat dari besarnya isokor, reflek cahaya, awasi adanya
tanda-tanda lateralisasi, evaluasi maupun Re-evaluasi airway, oksigenasi,
ventilasi serta circulation.
5) Exposure
Pada exposure merupakan bagian terakhir dari primary survey,pasien harus
dibuka keseluruhan pakaiannya untuk melakukan pemeriksaan thoraks
kemudian diberikan selimut hangat, cairan intravena yeng telah
dihangatkan dan ditempatkan pada ruangan cukup hangat ini dilakukan
pada saat dirumah sakit (Musliha, 2010). Periksa punggung dengan
memiringkan pasien dengan cara long roll(Dewi 2013). Pemeriksaan
seluruh bagian tubuh harus segera dilakukan tindakan agar mencegah
terjadinya hiportermia.
B1-B6
1) BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
2) BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
3) BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
21
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka
dapat terjadi :
a) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).
b) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
d) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
f) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
4) BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
uri, ketidakmampuan menahan miksi.
5) BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
6) BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan
tonus otot.
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x NIC: Manajemen Nyeri (1400)
24 jam pasien menunjukkan hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang
berhubungan dengan
meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
agen cedera fisik Kepuasan Klien: Menejemen Nyeri (3016)
No Awa Tujuan kualitas, intensitas beratnya nyeri dan faktor
Indikator
. l 1 2 3 4 5 pencetus;
1. Nyeri terkontrol 3 √ 2. Observasi adanya petunjuk nonverbalmengalami
2. Tingkat nyeri 3 √
inda ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak
kkan dapat berkomunikasi secara edektif
ntuk 3. Gunakan strategi komunikasi terapuetik untuk
:
men mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
3. Mengambil √
gura penerimaan pasien terhadap nyeri
ngi 4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai
nyer
i nyeri
3 5. Ajarkan prinsip-prinsip menejemen nyeri
Mengambil 6. Kolaborasi pemberian analgesik guna pengurangi
tindakkan untuk : nyeri
4. 1 √
memberi
kenyamanan NIC: Monitor Tanda-tanda Vital (6680)
1. Monitor Tekanan Darah , Nadi, Respirasi dan Suhu
24
Keterangan:
1. Keluhan ekstrime
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
3. Risiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Menejemen tekanan
integritas kulit jam pasien menunjukkan hasil : 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
berhubungan dengan Status Kerusakan integritas kulit (00046) longgar
penurunan kesadaran N Awa Tujuan 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
Indikator
o. l 1 2 3 4 5 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Suhu, elastisitas 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam
1. hidrasi dan 3 √
sekali
sensasi
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
2. Perfusi jaringan 3 √ 6. Oleskan lotionatau minyak/baby oil pada daerah yang
3. Keutuhan kulit 3 √
Eritema kulit tertekan
4. 1 √ 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
sekitar
Luka berbau 8. Monitor status nutrisi pasien
5. 3 √ Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
busuk
6. Granulasi 2 √
Pembentukan
7. 4 √
jaringan parut
8. Penyusutan luka 3 √
Keterangan:
1. Keluhan ekstrime
27
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
4. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Peningkatan Mekanika Tubuh
fisik berhubungan jam pasien menunjukkan hasil :
dengan penurunan Status neurologis : Pusat kontrol motorik 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
kesadaran mobilisasi sesuai indikasi
N Indikator Awa Tujuan
o l 1 2 3 4 5 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
1. Keseimbangan 1 penyebab nyeri otot atau sendi
2. Pemeliharaan 3 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
postur mengembangkan peningkatan mekanika tubuh sesuai
3. Refleks infaktil 3 indiksi
4. Refleks babinski 3
5. Refleks tandon 3 Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan
dalam
1. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
6. Gerakan 3
bertujuan untuk fisiologis, dan konsekuensi dari penyalahgunaannya
perintah
7. Gerakan 3 2. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
involunter terlibat dalam latihan otot progresif
28
5. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 NIC: Pengurangan kccemasan (5820)
berhubungan dengan jam pasien menunjukkan hasil: 1. Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
kurangnya informasi perawatan dan prognosis
Status Pernafasan: Tingkat kecemasan (1211)
ksehatan 2. Tingkatkan rasa aman dan kurangi ketakutan
No Awa Tujuan
Indikator 3. Berikan objek untuk memberikan rasa aman
. l 1 2 3 4 5 4. Puji perilaku pasien dengan tepat
Tidak dapat 5. Lakukan usapan punggung/leher dengan cara tepat
1. √
beristirahat 6. Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi
Berjalan mondar- 7. Bantu klien mengidetifikasi situasi yang mmicu
2.
mandir
Merenas –remas kecemasan
3.
tangan
4 Perasaan gelisah NIC: Terapi relaksasi (6040)
5 Otot tegang 1. Ciptakan lingkungan yang tenagng dan tanoa
6 Wajah tegang distraksi
7 Iritabilitas 2. Dorong klin mengambil posisi nyaman
8 Peningkatan TD 3. Tunjukkan dan praktikkan teknik relaksasi pada
Peningkatan
9 pasien
frekuensi nadi
4. Dapatkan perilaku yang mnunjukkan relaksasi
Peningkatan
10 frekuensi (bernafas dalam, menguap, pernafasan perut,
pernapasan
bayangan yang menenangkan)
11 Dilatasi pupil 5. Minta pasien untuk rileks dan menikmati sensasi
12 Berkeringat
30
4. Discharge Planning
Berdasarkan Nurafif dan Kusuma (2015) discharge planning yang dapat
dilakukan pada pasien dengan sindroma coroner akut yaitu:
1. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang pemberian obat
berupa dosis, rute dan waktu yang cocok dan menyelesaikan dosisi
seluruhnya, efek samping, respon pasien;
2. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang pola diet,
aktivitas harian dan istirahat tidur;
3. Bantu pasien dan keluarga dalam menganalisis deteksi
kekeluhan kekambuhan awal
4. Motivasi pasien dan keluarga dalam menjalani proses
kontroling penyakit dan proses pengobatan yang dijalani
32
DAFTAR PUSTAKA
Myrtha. 2012. Patofi siologi Sindrom Koroner Akut. Tinjauan Pustaka. 192(39) :
261-264.