Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

DIRUMAH SAKIT ISLAM BANJARMASIN

Nama : TIARA

Npm : 1714201110062

Kelas :7B

Kelompok : 2B

CT : Mira,Ns.,M.Kep

CI : Hj. Fauziah Rezqi S.Kep.Ners

PRAKTIK PRE NERS PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

TAHUN 2021/2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Tiara
Npm : 17142001110062
Tempat : RS Islam Banjarmasin
Tugas : Laporan Pendahuluan Stoke hemoragik

Banjarmasin, Januari 2021

MENYETUJUI

Clinical Instruktur (CI) Clinical Teacher(CT)

Hj. Fauziah Rezqi S.Kep.Ners MiraNs.,M.Kep

ii
LEMBAR KONSULTASI

Nama : Tiara
Npm : 1714201110062
CI : Hj. Fauziah Rezqi S.Kep.Ners
CT : Mira,Ns.,M.Kep

NO Hari/Tanggal Keterangan Paraf

iii
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK

1. ANATOMI FISIOLOGI
1.1 Otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan
memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah
sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan sikap tubuh.

1
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat
refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin,
batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata
rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang
menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan
bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf
pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus
dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus
yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada
satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi
dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah
dan emosi.
1.2 Nervus Cranialis
a. Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
c. Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.

2
d. Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.

e. Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf
otak besar, sarafnya yaitu:
1). Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.
2). Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,
palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
3). Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi
gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.

f. Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata.
g. Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam
saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk
wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk
menghantarkan rasa pengecap.
h. Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
i. Nervus glosofaringeus

3
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan
lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j. Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen.
Fungsinya sebagai saraf perasa.
k. Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
l. Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf
ini terdapat di dalam sumsum penyambung.

1.3 sirkulasi darah otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi


oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak
diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan
dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi
arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai

4
darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal
ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama
medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik
dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus
temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan
di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi
medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon.
Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis
dan organ-organ vestibular. Darah di dalam jaringan kapiler otak akan
dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena
serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria
akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.

2. PENGERTIAN STROKE HEMORAGIK


Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi
otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian, stroke dibedakan
menjadi 2 garis besar yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik (World
Health Organization, 2014).
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra
serebral atau perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah
otak pada area tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak (AHA,
2015)
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70 % kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi. (Nurarif & Kusuma, 2013)

5
Stroke hemoragik adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global
yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran
darah ke otak karena perdarahan (Junaidi, 2011).
Jadi stroke hemoragik adalah merupakan suatu kondisi gawat darurat,
yang disebabkan oleh pecahnya salah satu pembuluh darah di dalam otak,
yang memicu perdarahan di sekitar otak.

3. ETIOLOGI

Stroke Hemoragik merupakan akibat dari pembuluh darah yang melemah


kemudian pecah dan menyebabkan pendarahan di sekitar otak. Darah yang
keluar kemudian terakumulasi dan menekan jaringan sekitar otak. Hal ini
disebabkan karena dua hal, yaitu anuerisma dan arteriovenous
malformation. Anuerisma merupakan pembuluh darah lemah yang
membentuk balon yang jika dibiarkan akan menyebabkan ruptur dan
berdarah hingga ke otak. Sedangkan arteriovenous malformation
merupakan sekelompok pembuluh darah yang terbentuk secara abnormal
dan salah satu satu dari pembuluh darah itu dapat mengalami ruptur dan
meyebabkan darah masuk ke otak, biasanya terjadi karena hipertensi,
aterosklerosis, kebiasaan merokok dan faktor usia. Ada dua tipe stroke
hemoragik, yaitu intracerebral hemmorhage dan subarachnoid hemorrhage
(American Stroke Asociation, 2016; Becske et al., 2016). Intracerebral
hemorrhage (ICH) biasanya disebabkan hipertensi yang meyebabkan

6
kerusakan pada dinding pembuluh darah, disfungsi autoregulatori dengan
aliran otak yang berlebihan, arteriopati, aneurisma intracranial (biasanya
juga terjadi pada pendarahan subarachnoid), arteriovenous malformation
( penyebab pada 60% kasus), trombosis vena sinus serebral dan infark
vena, tumor otak (<5% kasus ICH) dan tumor SSP primer, dan penyalahan
penggunaan obat (misalnya, kokain dan amfetamin) (de Oliveira Manoel
et al., 2016; Liebeskind et al., 2016). Subarachnoid hemorrhage 80%
disebabkan karena aneurisma intrakranial, kemudian diikuti oleh
arteriovenous malformation sebagai sebab kedua dengan persentase 10%,
sisanya disebabkan karena angioma, tumor, dan trombosis kortikal
(Becske et al., 2016).
Terdapat banyak faktor yang berperan dalam menentukan seseorang
terkena stroke. Faktor tersebut diantaranya adalah :
a. Usia
Usia merupakan faktor risiko yang paling kuat. Sekitar 30% dari stroke
terjadi sebelum usia 65 tahun, 70% terjadi pada mereka yang berusia
65 tahun ke atas. Risiko stroke adalah dua kali untuk setiap10 tahun di
atas 55 tahun.
b. Hipertensi
Pada kasus stroke hemoragik, hipertensi dapat menyebabkan 2/3 kasus
ICH. Area yang sering terkena adalah thalamus, ganglia basalis, pons,
serebellum (Liebeskind, 2014).
c. Riwayat stroke sebelumnya
d. Alkohol
Alkohol merupakan minuman keras yang mengandung kalori tinggi.
Jika minuman ini dikonsumsi secara berlebihan, maka seseorang akan
rentan terhadap berbagai penyakit salah satunya adalah stroke.
e. Narkoba
Penggunaan kokain dan phenylcydine terkait dengan stroke
hemoragik, dapat mengakibatkan penyempitan pada arteri dang

7
mengurangi aliran darah, meskipun keduanya tidak memiliki sifat anti-
koagulan (Magistris, 2013).
f. Kolestrol
Peningkatan kadar kolesterol berhubungan dalam menyebabkan stroke
hemoragik dikarenakan perkembangan plak aterosklerotik aorta pada
pasien stroke hemoragik.

4. PATOFISIOLOGIS DAN PATHWAY


4.1 Patofisiologis
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa
karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan
glukosa seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari
seluruh badan, namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70%
glukosa. Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan
terjadi gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi
serebral. Area otak disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut
penumbra. Jika aliran darah ke otak terganggu, lebih dari 30 detik pasien
dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi kerusakan jaringan otak
yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu lebih dari 4 menit.
(Tarwoto, 2013)
Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan
dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme
autoregulasi. Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke
otak untuk pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan
mekanisme autoregulasi adalah bagaimana otak melakukan
mekanisme/usaha sendiri dalam menjaga keseimbangan. Misalnya jika
terjadi hipoksemia otak maka pembuluh darah otak akan mengalami
vasodilatasi (Tarwoto, 2013)
a. Mekanisme anastomis
Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis. Arteri
karotis terbagi manejadi karotis interna dan karotis eksterna. Karotis

8
interna memperdarahi langsung ke dalam otak dan bercabang kira-kira
setinggi kiasma optikum menjadi arteri serebri anterior dan media. Karotis
eksterna memperdarahi wajah, lidah dna faring, meningens.
Arteri vertebralis berasal dari arteri subclavia. Arteri vertebralis mencapai
dasar tengkorak melalui jalan tembus dari tulang yang dibentuk oleh
prosesus tranverse dari vertebra servikal mulai dari c6 sampai dengan c1.
Masuk ke ruang cranial melalui foramen magnum, dimana arteri-arteri
vertebra bergabung menjadi arteri basilar. Arteri basilar bercabang
menjadi 2 arteri serebral posterior yang memenuhi kebutuhan permukaan
medial dan inferior arteri baik bagian lateral lobus temporal dan occipital.
Meskipun arteri karotis interna dan vertebrabasilaris merupakan 2 sistem
arteri yang terpisah yang mengaliran darah ke otak, tapi ke duanya
disatukan oleh pembuluh dan anastomosis yang membentuk sirkulasi
wilisi. Arteri serebri posterior dihubungkan dengan arteri serebri media
dan arteri serebri anterior dihubungkan oleh arteri komunikan anterior
sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap. Normalnya aliran darah dalam
arteri komunikans hanyalah sedikit. Arteri ini merupakan penyelamat
bilamana terjadi perubahan tekanan darah arteri yang dramatis.
b. Mekanisme autoregulasi
Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk metabolisme
serebral yang dipenuhi oleh aliran darah secara terus-menerus. Aliran
darah serebral dipertahankan dengan kecepatan konstan 750ml/menit.
Kecepatan serebral konstan ini dipertahankan oleh suatu mekanisme
homeostasis sistemik dan local dalam rangka mempertahankan kebutuhan
nutrisi dan darah secara adekuat.
Terjadinya stroke sangat erat hubungannya dengan perubahan aliran darah
otak, baik karena sumbatan/oklusi pembuluh darah otak maupun
perdarahan pada otak menimbulkan tidak adekuatnya suplai oksigen dan
glukosa. Berkurangnya oksigen atau meningkatnya karbondioksida
merangsang pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai kompensasi tubuh

9
untuk meningkatkan aliran darah lebih banyak. Sebalikya keadaan
vasodilatasi memberi efek pada tekanan intracranial.
Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia) akan menimbulkan iskemia.
Keadaan iskemia yang relative pendek/cepat dan dapat pulih kembali
disebut transient ischemic attacks (TIAs). Selama periode anoxia (tidak
ada oksigen) metabolism otak cepat terganggu. Sel otak akan mati dan
terjadi perubahan permanen antara 3-10 menit anoksia.

10
4.2 Pathway
(Nurarif & Kusuma, 2013)

Stroke Hemoragik

Peningkatan
tekanan sistemik

Aneurisma./APM

Perdarahan
arachnoid/ventrikel

Vasospasme arteri
Hematoma serebral serebral/saraf
serebral
PTIK/Herniosis serebral
Iskemik/infork

Penurunan Penekanan sal


kesadaran pernafasan Defisit neurologi

Pola nafas Hemifer kanan Hemifer kiri


tidak efektif
Hemiparase/plegi kiri Hemiparase/plegi kanan
Area brocca

Defisit perawatan diri gg. mobilitas fisik


Kerusakan fungsi
nervous VII dan
nervous XII
Kerusakan
integritas kulit
Kerusakan
kemunikasi verbal

Resiko Resiko Resiko Resti nutrisi Kurang pengetahuan


aspirasi trauma jatuh < dari
Kebutuhan

11
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya
sirkulasi kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak.
Kelumpuhan terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di
korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika
terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada
sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan
sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun
fleksi.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom
dan gangguan saraf sensorik.
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma),
terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang
otak atau terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia
d. Afasia (kesulitan dalam bicara)
Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam
membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat
kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer
kiri dan biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri
middle sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik,
sensorik dan afasia global. Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika
area pada area Broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada afasia
jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat
mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara. Afasia
sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang terletak
pada lobus temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat menerima
stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan

12
pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan pasien tidak nyambung
atau koheren. Pada afasia global pasien dapat merespon pembicaraan
baik menerima maupun mengungkapkan pembicaraan.
e. Disatria (bicara cedel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga
ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien dapat
memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca.
Disartria terjadi karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi
kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat
kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
f. Gangguan penglihatan, diplopia
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi
ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi
karena kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat
menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan
penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial
III, IV dan VI.
g. Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus
cranial IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis
menutup kemudian makanan masuk ke esophagus
h. Inkontinensia
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena
terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
i. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan
tekanan intrakranial, edema serebri

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan untuk memastikan
penyebab stroke antara lain (Purwani, 2017).

13
6.1 Radiologi
a. Computerized Tomografi Scanning (CT-Scan)
CT-scan dapat menunjukkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta
posisinya secara pasti.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar / luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
c. Electro Encephalogram (EEG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
d. Ultrasonografi Doppler (USG Doppler)
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis)
e. Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik,
seperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya
pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisme.
6.2 Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna untuk
mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan Leukosit
untuk melihat sistem imun pasien, bila leukosit diatas batas
normal, maka ada penyakit infeksi yang menyerang pasien.
b. Tes Darah Koagulasi
Tes darah ini terdiri dari Prothrombin Time, Parthial
Tromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR) Dan
Agregrasi Trombosit. Keempat tes ini gunanya untuk mengukur
seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan pengumpalan

14
bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien
sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah seperti
warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu
diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnnya
sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk meliihat dosis yang
diberikan benar atau tidak.
c. Tes Kimia Darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolestrol, asam
urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolestrol berlebih, bisa
menjadi pertanda bahwa pasien sudah menderita diabetes dan
jantung. Kedua penyakit ini kedalam salah satu pemicu stroke
(Robinson, 2014).

7. PENATALAKSANAAN
7.1 Penatalaksanaan Medis untuk stroke hemoragik, antara lain:
a. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan
otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa
diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan
sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan
aliran darah yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia
(irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c. Pengobatan
1). Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan
kecederungan perdarahan pada fase akut.
2). Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
3). Diuretika : untuk menurunkan edema serebral

15
d. Penatalaksanaan Pembedahan

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran


darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga
menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi
umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik
dapat dipertahankan.

7.2 Penatalaksanaan Keperawatan

a. Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila muntah dan
boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.

b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.

c. Tanda-tanda vital usahakan stabil.

d. Bedrest.

e. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

f. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang


berlebih.

8. KOMPLIKASI
Menurut Muttaqin (2011) Komplikasi yang dapat ditimbulkan pada
penderta Stroke Hemoragik adalah:
a. Kejang.
b. Gangguan dalam berpikir dan mengingat.
c. Masalah pada jantung.
d. Kesulitan dalam menelan, makan, atau minum
e. Infark serebri.
f. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif.

16
g. Fistula caroticocavernosum.
h. Epistaksis.
i. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.
j. Gangguan otak berat.
k. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan atau
kardiovaskuler.

9. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN


9.1 Pengkajian primer (Primary survey)
9.1.1 A (Airway) : untuk mengakaji sumbatan total atau sebagian dan
gangguan servikal, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, distress
pernafasan, ada secret atau tidak.
9.1.2 (Breathing): kaji henti nafas dan adekuatnya pernafasan,
frekuensinafas dan pergerakan dinding dada, suara pernafasan melalui
hidung atau mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.
9.1.3 (Circulation): kaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan syok,
dan adanya perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan dan kecepatan,
nadi karotis untuk dewassa, nadi brakialis untuk anak, warna kulit dan
kelembaban, tanda- tanda perdarahan eksternal, tanda- tanda jejas atu
trauma.
9.1.4 ( Disabiliti) : kaji kondisi neuromuscular pasien, keadaan status
kesadaran lebih dalam (GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan
motorik dan sensorik
9.2 Pengkajian Sekunder
9.2.1 Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
9.2.2 Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

17
9.2.3 Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain (Siti Rochani,
2000).
9.2.4 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif, kegemukan.
9.2.5 Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes militus
9.2.6 Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
9.2.7 Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat: Biasanya ada
riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme: Adanya keluhan kesulitan
menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut.
c. Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan
pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.

18
d. Pola aktivitas dan latihan: Adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e. Pola tidur dan istirahat: Biasanya klien mengalami
kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f. Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan
dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya,
tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien
mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan
memori dan proses berpikir.
i. Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah
seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat
anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j. Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami
kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang
melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
9.2.8 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1). Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
2)Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
3)Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara

19
b. Pemeriksaan integumen
1). Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di
samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA
Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
2) . Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
3). Rambut: umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1). Kepala: bentuk normocephalik
2). Muka: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah
satu sisi
3).Leher: kaku kuduk jarang terjadi
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.

e.Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang


lama, dan kadang terdapat kembung.

f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat


incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central.

2). Pemeriksaan motorik

20
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah
satu sisi tubuh.

3). Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi.

4). Pemeriksaan refleks

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan


menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks patologis

.
9.3 Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intra cranial.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial
atau oral.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparese/ hemiplegic.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya reflek
batuk dan menelan, immobilisasi.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidalmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi
nervus hipoglosus
(NANDA International, 2012-2014)
9.4 Intervensi dan Rasional
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder
akibat peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.

21
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20
x/menit).
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab peningkatan
TIK dan akibatnya.
Rasional : keluarga dapat berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Berikan klien bed rest total.
Rasional : untuk mencegah perdarahan ulang.
3) Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial tiap 2 jam.
Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara
dini untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan letak jantung
(beri bantal tipis).
Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainase
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mngejan berlebihan.
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan potensial
terjadi perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
TIK.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor.
Rasional : memperbaiki sel yang masih viable.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial
atau oral.
Tujuan : setelah diberikan tindakan selama 3x24 jam diharapkan
kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren

22
3) Mampu menyusun kata-kata
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti spontan tidak tampak memahami
kata/mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi.
2) Bedakan antara afasia dan disatria.
Rasional : intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
(afasia sensorik).
4) Minta pasien untuk mengucapkan suara sederhana.
Rasional : mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorik
dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat
mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia
motorik.
5) Berikan metode alternatif seperti menulis di papan tulis.
Rasional : memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarakan
keadaan defisit yang mendasarnya.
6) Kolaborasi konsultasikan dengan rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
mobilisasi klien mengalami peningkatan atau perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
mengalami hemiparese.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal.

23
Rasional : mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
Rasional : menurunkan ressiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
3) Latih rentang gerak/ROM
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontroktur.
4) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
Rasional : mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
Rasional : mempertahankan posisi fungsional.

d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kemampuan.
2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk memberikan
bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas sesuai
kemampuan.
Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha
terus-menerus.
3) Berikan bantuan perawatan diri sesuai kebutuhan.

24
Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien dan menghindari
sifat bergantung kepada perawat.
4) Berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukannya.
Rasional : meningkatkan kemandirian dan mendorong klien berusaha
secara kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangan
rencana terapi.

e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek


batuk dan menelan, immobilisasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak sesak nafas.
2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.
3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)
Intervensi :
1) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas.
2) Auskultasi suara nafas.
Rasional : mengetahui adanya kelainan suara nafas.
3) Ubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : perubahan posisi dapat melancarkan saluran nafas.
4) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga sebab
ketidakefektifan pola nafas.
Rasional : klien dan keluarga berpartisipasi dalam mencegah
ketidakefektifan pola nafas.
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen.
Rasional : mempertahankan kepatenan pola nafas

25
f. 2.2.3.1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.

Tujuan :

Ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 2x24 jam dengan Kriteria hasil :

a. Nafsu makan meningkat.

b. BB naik.

c. Tubuh berisi.

intervensi

Tetapkan metode: visual untuk mengkomunikasikan adanya klien yang


mengalami disfagia. Rasional: risiko terjadi aspirasi dapat dikurangi.

a. Rencanakan waktu makan saat klien dalam keadaan segar, seperti


tidak saat lelah, tidak mengantuk, dll. Pastikan alat suksion selalu siap
tersedia saat klien makan. Rasional: keletihan dapat meningkatkan
risiko aspirasi.

b. Atur bagian kepala tempat tidur dalam posisi semi fowler atau
fowler tinggi dengan leher agak fleksi ke depan dan dagu menunduk.
Rasional: posisi ini menggunakan kekuatan gravitasi untuk membantu
perpindahan makanan ke bawah dan menurunkan risiko aspirasi.

c. Mulai untuk memberikan makanan peroral setengah cair, makanan


lunak ketika klien dapat menelan air. Bantu klien untuk memilih
makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan mudah ditelan,
contoh: telur, agar-agar, makanan kecil yang lunak lainnya. Rasional:
makanan lunak/cairan kental lebih mudah untuk mengendalikannya di
dalam mulut, menurunkan risiko terjadinya aspirasi.

26
d. Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional: menguatkan otot fasial dan otot menelan serta menurunkan
risiko tesedak.

e. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.

Rasional:

dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang


meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Budiyono, Setiadi. 2011, Anatomi Tubuh Manusia. Bekasi: Laskar Aksara.

Junaidi, Iskandar., 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI

Liebeskind, D.S. (2014). Intracerebral Haemorrhage. Retrieved 10 2, 204, from


Medscape: http://emedicine.mescape.com/article/1163977-overview (diakses pada
tanggal 10 januari 2020)

Magistris F., Bazak S., Martin J., 2013. Intracerebral Hemorrhage:


Pathophysiology, Diagnosis and Management. MUMJ

Muttaqin, Arif. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medik

NANDA. (2012-2014). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis
Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing.

Robinson, J.M., & Saputra, L. (2014). Buku Ajar Visual Nursing Medikal Bedah
(Jilid 1). Jakarta : Binarupa Aksara

T Hearther Herdman, Shiegemi Kaitsuru. (2015). Diagnosis Keperawatan


Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : CV Sagung Seto.

28

Anda mungkin juga menyukai