Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

DIRUMAH SAKIT ISLAM BANJARMASIN

Nama : SITI AINIAH

Npm : 1714201110058

Kelas :6B

Kelompok :8

CT : Yosra Sigit Purnomo,Ns.,M.Kep

CI : Siti Norhasanah S.Kep.Ners

PRAKTIK PRE NERS PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

TAHUN 2019/2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Siti Ainiah


Npm : 17142001110058
Tempat : RS Islam Banjarmasin
Tugas : Laporan Penceranan Asuhan Keperawatan

Banjarmasin, 28 Juli 2020

MENYETUJUI

Clinical Instruktur (CI) Clinical Teacher(CT)

Siti Norhasanah S.Kep.Ners YosraSigitPurnomo,Ns.,M.Kep

LEMBAR KONSULTASI
Nama : Siti Ainiah
Npm : 1714201110058
CI : Siti Norhasanah S.Kep.Ners
CT : Yosra Sigit Purnomo,Ns.,M.Kep

NO Hari/Tanggal Keterangan Paraf

LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA KEPALA BERAT
1. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem persarafan terdiri atas otak, medulla spinalis, dan saraf
perifer. Struktur ini bertanggung jawab untuk mengendalikan dan
mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui serat-serat saraf dan
jaras-jaras secara langsung dan terus-menerus. Perubahan potensial
elektrik menghasilkan respon yang akan mentransmisikan sinyal-
sinyal.
1. Otak

Otak dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu serebrum, batang otak,
dan serebellum. Batang otak dilindungi oleh tulang tengkorak dari
cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak,
yaitu tulang frontal, parietal, temporal, dan oksipital. Dasar tengkorak
terdiri atas tiga bagian fosa (fossa), yaitu bagian fosa anterior (berisi
lobus frontal, serebral bagian hemisfer), bagian fosa tengah (berisi
batang otak dan medula)
2. Meningen
Bagian bawah tengkorak dan medulla spinalis ditutupi oleh
tiga membrane atau meningen. Komposisi meningen
berupa jaringan serabut penghubung yaitu melindungi,
mendukung, dan memelihara otak. Meningen terdiri dari
duramater, arakhnoid, dan piamater.
a. Duramater
Adalah lapisan paling luar yang menutupi otak dan
medulla spinalis, duramater merupakan serabut
berwarna abu-abu yang bersifat liat, tebal, dan tidak
elastis.
b. Arakhnoid
Arakhnoid merupakan membrane bagian tengah yang
tipis dan lembut yang menyerupai sarang laba-laba,
membrane ini berwarna putih karena tidak dialiri aliran
darah. Pada dinding arakhnoid terdapat pleksus khoroid
yang memproduksi cairan cerebrospinal (CSS). Pada
orang dewasa, jumlah CSS normal yang diproduksi
adalah 500 ml/hari dan sebanyak 150 ml diabsorbsi oleh
vili. Vili juga mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk
ke dalam system (akibat trauma, pecahnya aneurisma,
stroke, dan lainnya) dan yang mengakibatkan sumbatan.
Bila vili arakhnoid tersumbat (peningkatan ukuran
vertikal) dapat menyebabkan hidrosefalus.
c. Piamater
Piamater adalah membrane yang paling dalam berupa
dinding tipis dan transparan yang menutupi otak dan
meluas ke setiap lapisan daerah otak.

3. Serebrum

Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari


dua hemisfer serebri dan dihubungkan oleh massa
substansia alba yang disebut korpus kalosum dan empat
lobus, yaitu lobus frontal (terletak didepan sulkus pusat
sentralis) lobus parietal (terletak dibelakang sulkus pusat
dan di atas sulkus lateral), lobus oksipital (terletak dibawah
sulkus parieto-oksipital) dan lobus temporal (terletak
dibawah sulkus lateral). Hemisfer dipisahkan oleh suatu
celah dalam yaitu fisura longitudinalis serebri, dimana ke
dalamnya terjulur falx serebri.
Lapisan permukaan hemisfer disebut korteks, disusun oleh
substansi grisea. Substansia griseria terdapat pada bagian
luar dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya
komposisi substansia griseria yang terbentuk dari badan-
badan sel saraf memenuhi korteks serebri, nucleus, dan
basal ganglia. Substansia alba terdiri atas sel-sel saraf yang
menghubungkan bagian-bagian otak yang lain. Sebagian
besar hemisfer serebri berisi jaringan system saraf pusat.
Area inilah yang mengontrol fungsi motorik tertinggi, yaitu
fungsi individu dan intelegensia.
a. Lobus Frontal
Lobus frontal merupakan lobus terbesar yang terletak
pada fosa anterior, area ini mengontrol perilaku
individu, membuat keputusan, kepribadian, dan
menahan diri
b. Lobus Parietal
Lobus parietal disebut juga lobus sensorik. Area ini
menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak
berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur
individu untuk mengetahui posisi dan letak bagian
tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan
sindrom Hemineglect.
c. Lobus Temporal
Lobus temporal berfungsi untuk mengintegrasikan
sensasi pengecap, penciuman, dan pendengaran.
Memori jangka pendek sangat berhubungan dengan
daerah ini.

d. Lobus Oksipital
Lobus oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer
serebri. Bagian ini bertanggungjawab
menginterpretasikan penglihatan.
e. Korpus Kalosum
Korpus kalosum adalah kumpulan serat-serat saraf tepi.
Korpus kalosum menghubungkan kedua hemisfer otak
dan bertanggungjawab dalam transmsi informasi dari
salah satu sisi otak ke bagian lain. Informasi ini meliputi
sensorik memori dan belajar menggunakan alat gerak
kiri. Beberapa orang yang dominan menggunakan
tangan kiri mempunyai bagian serebri kiri dengan
kemampuan lebih pada bicara, bahasa, aritmatika, dan
fungsi analisis. Daerah hemisfer yang tidak dominan
bertanggungjawab dalam kemampuan geometric,
penglihatan, serta membuat pola dan terletak di bagian
terdalam hemisfer serebri, bertanggungjawab
mengontrol gerakan halus tubuh, kedua tangan, dan
ekstremitas bagian bawah.
4. Diensefalon
Merupakan bagian dalam dari serebrum yang menghubungkan
otak tengah dengan hemisfer serebrum, dan tersusun oleh
talamus, hipotalamus, epitalamus, dan subtalamus.
5. Talamus
Merupakan suatu kompleks inti yang berbentuk bulat telur dan
merupakan 4/5 bagian dari diensefalon. Bagian ini terletak di
lateral ventrikel III. Bagian atasnya berbatasan dengan velum
interpositum dan ventrikel lateral. Di bawahnya terdapat
hipotalamus dan subtalamus. Talamus sering disebut “gerbang
kesadaran” mengingat fungsinya sebagai stasiun penyampaian
semua impuls yang masuk sebelum mencapai korteks serebri.
6. Hipotalamus
Terletak tepat di bawah talamus dan dibatasi oleh sulkus
hipotalamus. Hipotalamus berlokasi di dasar diensefalon dan
sebagian dinding lateral ventrikel III. Hipotalamus meluas ke
bawah sebagai kelenjar yang terletak di dalam sela tursika os
sfenoid.
7. Epitalamus
Merupakan bagian yang terletak di posterior ventrikel III dan
terdiri dari nukleus dan komisura habenulare, korpus pineal dan
komisura posterior. Nukleus dan komisura habenulare
berhubungan dengan fungsi sistem limbik, sedangkan komisura
posterior berkaitan dengan reflek-reflek sistem optik. Korpus
pineal (kelenjar epifise) menghasilkan hormon melatonin yang
mempengaruhi modulasi pola bangun-tidur.
8. Subtalamus
Merupakan bagian dari diensefalon yang terletak antara
talamus dan hipotalamus. Bagian ini berperan penting dalam
meregulasi pergerakan yang dilakukan oleh otot rangka.
Subtalamus berkaitan dengan struktur penting dalam
pergerakan seperti basal ganglia dan substansia nigra.
9. Batang Otak
Batang otak terletak pada fosa anterior. Batang otak terdiri atas
mesenfalon, pons, dan medulla oblongata. Otak tengah atau
mesenfalon adalah bagian sempit otak yang melewati incisura
tertorii yang menghubungkan pons dan serebellum dengan
hemisfer serebrum. Bagian ini terdiri atas jalur sensorik dan
motorik serta sebagai pusat terletak di depan serebellum,
diantara mensefalon dan medulla oblongata dan merupakan
jembatan antara dua bagian serebrum, serta antara medulla dan
serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik.
Medulla oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari
medulla spinalis ke otak. Medulla oblongata berbentuk kerucut
yang menghubungkan pons dengan medulla spinalis. Serabut-
serabut motorik menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi
pusat-pusat penting dalam mengontrol jantung, pernafasan, dan
tekanan darah serta sebagai inti saraf otak ke 5 s/d ke 8.
10. Serebellum (Otak kecil)
Serebellum dan batang otak menempati fosa kranialis posterior,
yang mempunyai atap tentorium sebagai pemisah serebellum
dan serebrum. Permukaan serebellum berbeda dengan
serebrum, karena tampak berlapis-lapis. Kedua hemisfer
serebellum dipisahkan oleh suatu subdivisi kortikal berbentuk
seperti cacing yang disebut vermis. Bagian rostral vermis
disebut lingula dan bagian kaudalnya disebut nodulus. Korteks
nodulus meluas ke lateral sebagai subdivisi dengan nama
flokulus.

2. DEFINISI
Cedera kepala adalah suatu gangguan  traumatik  dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin
2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital
ataupun degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik
dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi
fisik.  Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi
normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma
tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia alba,
iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema
cereblal disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit
kepala,tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan
penyakit neurologik yangserius diantara penyakit neurologik dan
merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya
(Smeltzer & Bare 2001).

Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam 3 deskripsi :
A. Mekanisme Cedera
Mekanisme cedera kepala dibagi :

a. Cedera kepala tumpul, berkaitan dengan kecelakaan


mobil-motor, jatuh atau pukulana benda tumpul
b. Cedera kepala tembus, disebabkan oleh peluru atau
tusukan
Adanya penetrasi selaput dura menentukan suatu cedera
tembus atau cedera tumpul.

B. Beratnya Cedera
GCS (Glasgow Coma Scale), untuk menilai secara kuantitatif
kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi
beratnya cedera kepala. Dan digunakan juga untuk menilai
tingkat kesadaran penderita akibat penyebab lain.

C. Morfologis Cedera
Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi :

1. Fraktur Kranium

Dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat


berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka dan
tertutup

Fraktur kranium terbuka atau komplikata mengakibatkan


adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dan
permukaan otak karena robeknya selaput dura

2. Lesi Intrakranial
Lesi intarkranial diklasifikasikan dalam :

a. Perdarahan Epidural
Hematom Epidural terletak diluar dura tetapi di dalam
rongga tengkorak dan cirinya menyerupai lensa
cembung, sering terletak di area temporal atau tempral-
parietal yang disebabkan oleh robeknya arteri
meningeal mengakibatkan retaknya tulang tengkorak.
Gumpalan darah dapat berasal dari arteri atau vena.

Perdarahan epidural jarang terjadi, namun harus


memerlukan tindakan diagnosis maupun operatif yang
cepat.

Pertolongan secara dini prognosisnya sangat baik,


karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan
darah pada jaringan otak tidak berlangsung lama.

Sering menunjukan adanya  Interval Lucid, dimana


penderita yang semula mampu berbicara lalu tiba-tiba
meninggal (talk and die) 

b. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering daripada perdarahan
epidural

Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh


permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak
dibawahnya lebih berat dan prognosisnya lebih buruk.

Angka kematian lebih tinggi

Pembedahan yang cepat dan penatalaksanaan


medikamentosa yang agresif akan menurunkan angka
kematian

Perdarahan sering terjadi akibat robeknya vena-vena


yang terletak antara korteks cerebri dan ninus venous
tempat vena bermuara, atau dapat juga terjadi akibat
laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak

c. Kontusio dan Perdrahan Intracerebral


d. Cedera Difus

3. ETIOLOGI
a. Akibat kecelakaan, baik kecelakaan dalam kehidupan
sehari-hari di rumah, di tempat kerja.
b. Karena bencana alam maupun kecelakaan lalu lintas.
c. Akibat perselisihan baik perorangan, golongan, maupun
bangsa yang berakhir dengan penggunaan senjata.
Perlukaan di kepala umumnya member pendarahan yang
banyak, pertolongan segera terhadap kehilangan cairan
badan yang prnting inimerupakan tindakan pertama
penyelamat penderita.

4. PATOFISIOLOGI
adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan struktur,
misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh
darah,perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti
penurunan adenosis tripospat,perubahan permeabilitas faskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu
cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.  Cedera kepala
primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi
secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera
jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi
pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi.
Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal ) local, maupun difus.
Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian
tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak
terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa
disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat
makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer,
misalnya akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahan
cerebral menimbulkan hematoma, misalnya Epidoral Hematom
yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum
tengkorak dengan durameter,subdural hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan sub
arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral.
Pathway

Benturan Kepala

Trauma

Cedera jaringan otak

Hematoma

Oedem

Vasodilat

TIK meningkat

Aliran darah ke otak menurun

Perubahan perfusi jaringan cerebral

Hipoksia
penurunan kesadaran
Kerusakan pertukaran gas

Nafas dangkal Gangguan persepsi sensori Kekacauan


pola bahasa

Pola nafas tidak efektif Tak mampu berkata dengan baik

Gangguan komunikasi verbal


5. MENIFESTASI KLINIS
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah
cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau
telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva, memar diatas
mastoid (tanda battle), otoreaserebro spiral ( cairan cerebros
piral keluar dari telinga ), minoreaserebrospiral (les keluar dari
hidung).
4.  Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal
berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing / berkunang-kunang.Absorbsi cepat les dan penurunan
volume intravaskuler 
7. Peningkatan TIK 
8. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita.
9. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

A. Cedera kepala ringan


 Pasien sadar dan menuruti perintah pemeriksa
 Tidak ada penurunan kesadaran atau kehilangan
kesadaran <20 menit
 Tidak ada gangguan saraf
 Tidak ada munta
 Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing.
B. Cedera kepala sedang
 Pasien tidak dapat atau menuruti perintah
pemeriksa, namun respon yang diberikan tidak
sesuai
 Kehilangan kesadaran >20 menit dan <36 jam
 Amnesia post traumatik < 24 jam dan < 7 hari
 Muntah menyemprot
 Kejang
C. Cedera kepala berat
 Pasien mengalami penurunan kesadaran yang
progresif atau kehilangan kesadaran > 36 jam
 Amnesia post traumatik > 7 hari
 Tanda kerusakan saraf lokal (sesuai lokasi otak
yang mengalami kerusakan, misalnya gangguan
penglihatan, gangguan nafas dan kelumpuhan.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang di berikan pada klien cedera kepala :
1. Computed Tomography ( CT scan, dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan,
ventrikuler dan perubahan jaringan otak. Kelebihan CT Scan
otak dibandingkan dengan modalitas imajing lain adalah bahwa
visualisasi anatomi jaringan otak dan hubungannya dengan lesi
patologik dapat ditunjukkan dengan jelas.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI merupakan modalitas diagnostik yang paling mutakhir, di
mana hasil pencitraan ini diperoleh melalui pengolahan
komputerisasi potongan-potongan tubuh yang dimasukkan ke
dalam suatu medan magnet yang kuat, yang selanjutnya akan
terjadi interaksi gelombang radio dengan atom hidrogen dalam
tubuh, serta kemudian dimodifikasi berdasarkan perbedaan
masing-masing biokimia antar jaringan.
3. Cerebral Angio Graphy
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan
trauma.
4. Serial EKG (Elektrokardiografi)
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
steruktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER ( Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak
7. PET (Positron Emisson Tomography)
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8. CSS (Cairan Serebro Spinal)
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika di duga terjadi perubahan
subarokhnoid. Lumbal pungsi dilakukan untuk mengambil
cairan serebrospinal.
Jarum dimasukkan dengan cara teknik aseptis yang ketat
setinggi L4-L5 atau L5-S1, jarum dapat dicabut agar cairan
keluar.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan tekanan intrakranial. Ada dua tipe elektrolit yang
ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit yang bermuatan
positif) dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-
masing tipe elektrolit ini saling bekerja sama mengantarkan
impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan tubuh.
Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+),
Kaalium (K+), Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan
anion adalah Klorida (Cl-), HCO3-, HPO4-, SO4-. Dalam keadaan
normal, kadar kation dan anion ini sama besar sehingga
potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan
ektrasel (cairan diluar sel), kation utama adalah Na+ sedangkan
anion utamanya adalah Cl-.. Sedangkan di intrasel (di dalam
sel) kation utamanya adalah kalium (K+).
Jika terjadi dehidrasi, maka reseptor khusus di jantung, paru-
paru, otak dan aorta, mengirimkan sinyal kepada kelenjar
hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak hormon antidiuretik.
Kadar elektrolit (misalnya natrium, klorida dan kalium) dalam
darah harus dipertahankan dalam angka tertentu agar sel-sel
berfungsi secara normal. Kadar elektrolit yang tinggi (yang
dirasakan oleh otak) akan merangsang pelepasan hormon
antidiuretik.
10. Screen Toxikology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
11. Rontgen thoraks 2 arah (PA (posterior anterior)/AP(anterior
posterior) dan lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleura.
12. Analisa Gas Darah
Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status respirasi, status respirasi yang dapat di
gambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status
oksigenasi dan status asam basa.

7. PENATALAKSANAAN
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan
membuatluka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi
untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya
infeksi sebelumlaserasi ditutup.
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan
muntahan;lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal
segaris dgn badan dgnmemasang collar cervikal,pasang
guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial
mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas
spontan/tidak. Jikatidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien
bernafas spontan selidiki danatasi cedera dada berat spt
pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi
untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas
pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2
ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta
saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi
serta diventilasi oleh ahlianestesi.
3. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi.
Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya.
Perhatikan adanya cedera intraabdomen/dada.Ukur dan catat
frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang
EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan
koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi
edema.
4. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera
kepala dan harusdiobati mula-mula diberikan diazepam 10mg
intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x jika masih kejang.
Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB6.Pada semua
pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan fototulang
belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan
odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa
seluruh keservikal C1-C7normal7.Pada semua pasien dg cedera
kepala sedang dan berat :- Pasang infus dgn larutan normal
salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih efektif
mengganti volume intravaskular daripada cairanhipotonis dan
larutan ini tdk menambah edema cerebri- Lakukan pemeriksaan
: Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah.
Lakukan CT scanPasien dgn CKR, CKS, CKB harusn
dievaluasi adanya :1.Hematoma epidural2.Darah dalam sub
arachnoid dan intraventrikel3.Kontusio dan perdarahan
jaringan otak 4.Edema cerebri5.Pergeseran garis
tengah6.Fraktur kranium8.Pada pasien yg koma ( skor GCS <8)
atau pasien dgn tanda-tanda herniasilakukan : Elevasi kepala
30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena
dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam
kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semulasetiap 6 jam sampai
maksimal 48 jam I- Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf
bila terdapat indikasi opoerasi (hematom
epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur
impresi >1 diplo).

I. CEDERA KEPALA RINGAN (GCS = 14 – 15 )

 Idealnya semua penderita cedera kepala diperiksa


dengan CT scan, terutama bila dijumpai adanya
kehilangan kesadaran yang cukup bermakna, amnesia
atau sakit kepala hebat.
3 % penderita CK. Ringan ditemukan fraktur tengkorak

 Klinis :
a. Keadaan penderita sadar
b. Mengalami amnesia yang berhubungna dengan
cedera yang dialaminya
c. Dapat disertai dengan hilangnya kesadaran yang
singkat
Pembuktian kehilangan kesadaran sulit apabila
penderita dibawah pengaruh obat-obatan / alkohol.
d. Sebagain besar penderita pulih sempurna, mungkin
ada gejala sisa ringan
 Fractur tengkorak sering tidak tampak pada foto ronsen
kepala, namun indikasi adanya fractur dasar tengkorak
meliputi :
a. Ekimosis periorbital
b. Rhinorea
c. Otorea
d. Hemotimpani
e. Battle’s sign
 Penilaian terhadap Foto ronsen meliputi :
a. Fractur linear/depresi
b. Posisi kelenjar pineal yang biasanya digaris tengah
c. Batas udara – air pada sinus-sinus
d. Pneumosefalus
e. Fractur tulang wajah
f. Benda asing
 Pemeriksaan laboratorium :
a. Darah rutin tidak perlu
b. Kadar alkohol dalam darah, zat toksik dalam urine
untuk diagnostik / medikolagel
 Therapy :
a. Obat anti nyeri non narkotik
b. Toksoid pada luka terbuka
 Penderita dapat diobservasi selama 12 – 24 jam di
Rumah Sakit

II. CEDERA KEPALA SEDANG ( GCS = 9 13 )

 Pada 10 % kasus :
o Masih mampu menuruti perintah sederhana
o Tampak bingung atau mengantuk
o Dapat disertai defisit neurologis fokal seperti hemi
paresis
 Pada 10 – 20 % kasus :
o Mengalami perburukan dan jatuh dalam koma
o Harus diperlakukan sebagai penderita CK. Berat.
 Tindakan di UGD :
o Anamnese singkat
o Stabilisasi kardiopulmoner dengan segera sebelum
pemeriksaan neulorogis
o Pemeriksaan CT. Scan
o Penderita harus dirawat untuk diobservasi
 Penderita dapat dipulangkan setelah dirawat bila :
o Status neulologis membaik
o CT. scan berikutnya tidak ditemukan adanya lesi
masa yang memerlukan pembedahan
 Penderita jatuh pada keadaan koma, penatalaksanaanya
sama dengan CK. Berat.
 Airway harus tetap diperhatikan dan dijaga kelancarannya

III. CEDERA KEPALA BERAT ( GCS 3 – 8 )

 Kondisi penderita tidak mampu melakukan perintah


sederhana walaupun status kardiopulmonernya telah
distabilkan
 CK. Berat mempunyai resiko morbiditas sangat tinggi
 Diagnosa dan therapy sangat penting dan perlu dengan
segara penanganan
 Tindakan stabilisasi kardiopulmoner pada penderita CK.
Berat harus dilakukan secepatnya.

A. Primary survey dan resusitasi

Di UGD ditemukan :

 30 % hypoksemia ( PO2 < 65 mmHg )


 13 % hypotensia ( tek. Darah sistolik < 95 mmHg ) 
Mempunyai mortalitas 2 kali lebih banyak dari pada
tanpa hypotensi
 12 % Anemia ( Ht < 30 % )

1. Airway dan breathing


Sering terjadi gangguan henti nafas sementara,
penyebab kematian karena terjadi apnoe yang
berlangsung lama

Intubasi endotracheal tindakan penting pada


penatalaksanaan penderita cedera kepala berat
dengan memberikan oksigen 100 %

Tindakan hyeprveltilasi dilakukan secara hati-hati


untuk mengoreksi sementara asidosis dan
menurunkan TIK pada penderita dengan pupil telah
dilatasi dan penurunan kesadaran

PCo2 harus dipertahankan antara 25 – 35 mm Hg

2. Sirkulasi
 Normalkan tekanan darah bila terjadi hypotensi
 Hypotensi petunjuk adanya kehilangan darah
yang cukup berat pada kasus multiple truama,
trauma medula spinalis, contusio jantung /
tamponade jantung dan tension pneumothorax.
 Saat mencari penyebab hypotensi, lakukan
resusitasi cairan untuk mengganti cairan yang
hilang
 UGS / lavase peritoneal diagnostik untuk
menentukan adanya akut abdomen

B. seconady survey
Penderita cedera kepala perlu konsultasi pada dokter ahli
lain.

C. Pemeriksaan Neurologis

 Dilakukan segera setelah status cardiovascular


penderita stabil, pemeriksaan terdiri dari :
 GCS
 Reflek cahaya pupil
 Gerakan bola mata
 Tes kalori dan Reflek kornea oleh ahli bedah syaraf
 Sangat penting melakukan pemeriksaan
minineurilogis sebelum penderita dilakukan sedasi
atau paralisis
 Tidak dianjurkan penggunaan obat paralisis yang
jangka panjang
 Gunakan morfin dengan dosis kecil ( 4 – 6 mg ) IV
 Lakukan pemijitan pada kuku atau papila mame
untuk memperoleh respon motorik, bila timbul
respon motorik yang bervariasi, nilai repon motorik
yang terbaik
 Catat respon terbaik / terburuk untuk mengetahui
perkembangan penderita
 Catat respon motorik dari extremitas kanan dan kiri
secara terpisah
 Catat nilai GCS dan reaksi pupil untuk mendeteksi
kestabilan atau perburukan pasien.

D. Prosedur Diagnosis

 Terapy Medikamentosa Untuk Trauma Kepala

Tujuan utama perawatan intensif ini adalah mencegah terjadinya


cedera sekunder terhadap otak yang telah mengaalami cedera
A. Cairan Intravena
Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi
penderita agar tetap normovolemik

Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih

Penggunaan cairan yang mengandung glucosa dapat


menyebabkan hyperglikemia yang berakibat buruk pada
otak yangn cedera
Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah NaCl o,9 %
atau Rl

Kadar Natrium harus dipertahankan dalam batas normal,


keadaan hyponatremia menimbulkan odema otak dan harus
dicegah dan diobati secara agresig

B. Hyperventilasi
Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati,
HV dapat menurunkan PCo2 sehingga menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah otak

HV yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak karena


perfusi otak menurun

PCo2 < 25 mmHg , HV harus dicegah

Pertahankan level PCo2 pada 25 – 30 mmHg bila TIK


tinggi.

C. Manitol
Dosis 1 gram/kg BB bolus IV

Indikasi penderita koma yang semula reaksi cahaya


pupilnya normal, kemudian terjadi dilatasi pupil dengan
atau tanpa hemiparesis

Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita hypotensi


karena akan memperberat hypovolemia

D. Furosemid
Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan
TIK dan akan meningkatkan diuresis

Dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB IV

E. Steroid
Steroid tidak bermanfaat

Pada pasien cedera kepala tidak dianjurkan

F. Barbiturat
Bermanfaat untuk menurunkan TIK
Tidak boleh diberikan bila terdapat hypotensi dan fase akut
resusitasi, karena barbiturat dapat menurunkan tekanan
darah

G. Anticonvulasan
Penggunaan anticonvulsan profilaksisi tidak bermanfaat
untuk mencegaah terjadinya epilepsi pasca trauma

Phenobarbital & Phenytoin sering dipakai dalam fase akut


hingga minggu ke I

Obat lain diazepam dan lorazepam

PENATALAKSANAAN PEMBEDAHAN

A. Luka Kulit kepala


Hal penting pada cedera kepala adalah mencukur rambut
disekitar luka dan mencuci bersih sebelum dilakukan
penjahitan

Penyebab infeksi adalah pencucian luka dan debridement


yang tidak adekuat

Perdarahan pada cedera kepala jarang mengakibatkan syok,


perdarahan dapat dihentikan dengan penekanan langsung,
kauteraisasi atau ligasi pembuluh besar dan penjahitan luka

Lakukan insfeksi untuk fraktur dan adanya benda asing, bila


ada CSS pada luka menunjukan adanya robekan dura.
Consult ke dokter ahli bedah saraf

Lakukan foto teengkorak / CT Scan

Tindakan operatif

B. Fractur depresi tengkorak


Tindakan operatif apabila tebal depresi lebih besar dari
ketebalan tulang di dekatnya

CT Scan dapat menggambarkan beratnya depresi dan ada


tidaknya perdarahan di intra kranial atau adanya suatu
kontusio

C. Lesi masa Intrakranial


Trepanasi dapat dilakukan apabila perdarahan intra kranial
dapat mengancam jiwa dan untuk mencegah kematian
Prosedur ini penting pada penderita yang mengalami
perburukan secara cepat dan tidak menunjukan respon yang
baik dengan terapy yang diberikan

Trepanasi dilakukan pada pasien koma, tidak ada respon


pada intubasi endotracheal , hiperventilasi moderat dan
pemberian manitol

8. PENGKAJIAN
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda :
a. Perubahan kesadaran, letargi
b. Hemiparese
c. Ataksia cara berjalan tidak tegap
d. Masalah dlm keseimbangan
e. Cedera/trauma ortopedi
f. Kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yg diselingi
bradikardia disritmiac.
3. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,
depresid.
4. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami
gangguanfungsie.
5. Makanan/cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelanf.
6. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia
seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang,
gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma, Perubahan
status mental, Perubahan pupil, Kehilangan penginderaan,
Wajah tdk simetris, Genggaman lemah tidak seimbang,
Kehilangfan sensasi sebagian tubuhg.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg
berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai,respon menarik pada ransangan
nyeri yg hebat, merintihh.
8. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor,
tersedak,ronkhi,mengii.
9. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
10. Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna, tanda batledi sekitar
telinga, adanya aliran cairan dari telinga atau hidung,
Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak.

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan


kerusakan neurovaskuler ditandai dengan kelemahan atau
poaralisi otot pernafasan.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan
vaskuler serebral dan edema otak ditandai dengan wajah
menahan nyeri dan adanya perubahan tanda-tanda vital.
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
edema serebral ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran,
perubahan respon motorik atau sensorik, gelisah, dan
perubahan tanda vital.

10. INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan
kerusakan neurovaskuler ditandai dengan kelemahan atau
poaralisi otot pernafasan.
Kriteria hasil dan tujuan :
Pernafasan reguler reguler, dalam dan kecepatannya teratur,
perkembangan dada kiri dan kanan simetris.
Intervensi :
 Observasi frekuensi, kecepatan, kedalaman dan irama
pernafasan
 Observasi penggunaan otot bantu pernafasan
 Berikan posisi semi fowler bila tidak ada kontraindikasi
 Ajarkan dan anjuran nafas dalam serta batuk efektig
 Perhatikan perkembangan dada simetris atau tidak
 Pemberian oksigen sesuai kebutuhan pasien
 Pemeriksaan laboratorium, rongent thorax
 Pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan
vaskuler serebral dan edema otak ditandai dengan wajah
menahan nyeri dan adanya perubahan tanda-tanda vital.
Kriteria hasil dan tujuan :
Menurunnya derajat nyeri baik dari respon verbal maupun
pengukuran skala nyeri
Intervensi :
 Kaji kerakteristik nyeri dengan PQRST
 Bantu melakukan teknik relaksasi
 Batasi aktivitas
 Pemberian oksigen
 Perekaman EKG
 Pemebrian terapi sesuai indikasi
 IVFD sesuai indiaksi

3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


edema serebral ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran,
perubahan respon motorik atau sensorik, gelisah, dan
perubahan tanda vital.
Kriteria hasil dan tujuan :
Memepertahankan atau memeperbaiki tingkat kesadaran,
tanda-tanda vital kembali normal
Intervensi :
 Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma atau
penurunan perfusi jaringan otak dan potensial
peningkatan TIK
 Pantau status neurologik secara teratur dan bandinkan
dengan nilai standar menggunakan GCS
 Pantau TTV
 Pertahankan kepala agar posisi nya tetap netral atau
ditengah
 Perhatikan adanya tingkatan kegelisahan pada klien
 Berikan cairan sesuai indikasi
 Berikan obat sesuai indikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, Berman & Audrey. 2010. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis.
Edisi 5. Jakarta : EGC.
Sylvia, Price & Wilson LM. 2010. Patofisiologi Konsep Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3
ed-8. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai