Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN KOMUNITAS KELUARGA DAN

GERONTIK DENGAN DIAGNOSA MEDIS GANGGUAN SISTEM


RESPIRATORY CORONA VIRUS DISEASE (COVID-19)

Stase Keperawatan Komunitas Keluarga Dan Gerontik

DISUSUN OLEH :

ALBERT FERNANDO PUTRA JEFRY, S. Kep.


113063J120075

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN X


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan pendahuluan stase komunitas keluarga dan gerontik dengan diagnosa


medis CoronaVirus Disease-2019 disusun oleh Albert Fernando Putra Jefry, S. Kep,
NIM 113063J120075. Laporan Pendahuluan ini telah diperiksa dan disetujui oleh
Preseptor Akademik dan Preseptor Klinik.

Banjarmasin, 23 April 2021.

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik

Theresia Ivana, S. Kep., Ners, MSN           Hj. Nurhayati Dewi, S. Kep., Ners

Mengetahui,
Koordinator Stase Keperawatan Komunitas Keluarga dan Gerontik Profesi Ners
STIKES Suaka Insan Banjarmasin,

Theresia Ivana, S. Kep., Ners, MSN            


BAB I
KONSEP PENYAKIT

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Paru

Gambar 1.1
Sumber : https://www.wattpad.com/321938245-anatomi-fisiologi-1-sistem-pernafasan-respirasi

a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)


Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar
minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).
Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat
saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal
yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara.
Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang
berfungsi menghangatkan udara yang masuk.

1
b. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernafasan (nasofarings) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian atas.

c. Laring
Terdapat pita suara / flika vokalis, bisa menutup dan membuka
saluran nafas, serta melebar dan menyempit. Fungsi laring ini membantu
dalam proses mengejan, membuka dan menutup saluran nafas secara
intermitten pada waktu batuk. Pada saat akan batuk, flika vokalis
menutup, saat batuk membuka, sehingga benda asing keluar. Secara
reflektoris menutup saluran napas pada saat menghirup udara yang tidak
dikehendaki.

d. Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak
sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding
tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada
bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-
benda asing yang masuk ke saluran pernafasan.
e. Cabang-cabang Tenggorokan (Bronkhus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus
kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan
trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada
bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari
lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang- cabang lagi menjadi
bronkiolus.

f. Bronkhiolus

Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih


mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus

2
bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir
pada gugus kantung udara (alveolus).

g. Aleolus
Alveolus adalah struktur anatomi yang memiliki bentuk berongga.
Terdapat pada parenkim paru-paru, yang merupakan ujung dari saluran
pernapasan, di mana kedua sisi merupakan tempat pertukaran udara dengan
darah (Peate & Nair, 2018).

2. Fisiologi Paru
Sistem pernapasan berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen
untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Proses
oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di atmosfer, kemudian oksigen
masuk melalui organ pernapasan bagian atas seperti hidung atau mulut,
faring, laring, dan selanjutnya masuk ke organ pernapasan bagian bawah
seperti trakea, bronkus utama, bronkus sekunder, bronkus tersier (segmental),
terminal bronkiolus, dan selanjutnya masuk ke alveoli. Organ pernapasan atas
berfungsi sebagai pertukaran gas, proteksi terhadap benda asing yang masuk
ke pernapasan bagian bawah, menghangatkan, filtrasi dan melembabkan gas.
Sementara fungsi organ pernapasan bawah berperan juga sebagai proses
difusi gas (Peate & Nair, 2018).
a. Respirasi
Respirasi adalah proses pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida baik yang terjadi di paru-paru maupun di jaringan
(Tarwoto & Wartonah, 2016).
1) Respirasi Eksternal
Respirasi eksternal merupakan proses pertukaran gas oksigen
dan karbondioksida di paru-paru dan kapiler pulmonal dengan
lingkungan luar. Pertukaran gas ini terjadi karena adanya perbedaan

3
tekanan dan konsentrasi antara udara lingkungan dengan di paru-
paru. Konsentrasi gas di atmosfer terdiri atas nitrogen 78,62 %,
oksigen 20,84 %, karbon dioksida 0,04 %, dan air 0,5 %. Ekspirasi
eksternal melibatkan kegiatan-kegiatan berikut :
a) Pertukaran udara dari luar atau atmosfer dengan udara alveoli
melalui aksi mekanik yang disebut ventilasi.
b) Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dengan
kapiler pulmonal melalui proses difusi.
c) Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah dari paru-
paru ke seluruh tubuh dan sebaliknya.
d) Pertukaran oksigen dan karbon dioksida darah dalam pembuluh
kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan melalui proses difusi.
2) Respirasi Internal
Respirasi internal merupakan proses pemanfaatan oksigen
dalam sel yang terjadi di mitokondria untuk metabolisme dan
produksi karbon dioksida. Tekanan parsial oksigen (pO 2) di jaringan
selalu lebih rendah dari darah arteri sistemik dengan perbandingan 40
mmHg dan 104 mmHg.
3) Mekanisme Pernapasan
Pernapasan atau ventilasi pulmonal merupakan proses
pemindahan udara dari dan ke paru-paru. Proses bernapas terdiri dari
dua fase yaitu inspirasi (periode ketika aliran udara luar masuk ke
paru-paru) dan ekspirasi (periode ketika udara meninggalkan paru-
paru ke luar atmosfer). Tekanan yang berperan dalam proses
bernapas adalah tekanan atmosfer, tekanan intrapulmonal atau
intraalveoli, dan tekanan intrapleura.
a) Tekanan atmosfer, yaitu tekanan udara luar yang besarnya 760
mmHg.
b) Tekanan intra pulmonal atau intraalveoli, yaitu tekanan yang
terjadi dalam alveoli paru-paru. Saat inspirasi tekanan

4
intrapulmonal 759 mmHg dan saat ekspirasi 761 mmHg.
Tekanan intrapulmonal akan meningkat ketika bernapas
maksimum yang pada saat inspirasi -30 mmHg dan ekspirasi
+100 mmHg.
c) Tekanan intra pleura, yaitu tekanan yang terjadi pada rongga
pleura 4 mmHg atau sekitar 756 mmHg.
4) Otot-Otot Pernapasan
a) Otot pernapasan saat inspirasi :
(1) Otot diafragma, memegang peranan besar yaitu 75 %
dalam proses pernapasan normal.
(2) Kontraksi otot-otot interkosta eksterna, memegang
peranan sekitar 25 % dari volume udar masuk ke paru
pada pernapasan normal.
(3) Otot aksesori (interkosta interna, sternokleidomastoideus,
seratus anterior, pektoris minor, torasikus tranversus,
oblikus eksternal dan internal, rektus abdominus
memegang peranan penting dalm peningkatan kecepatan
dan jumlah pergerakan iga.
b) Otot-Otot Eskpirasi
(1) Otot interkosta interna dan transversus untuk menurunkan
iga dan rongga toraks.
(2) Otot intra abdominals, membantu otot interkosta internal
untuk ekspirasi dengan menekan abdomen dan
mengangkat difragma.
5) Pertukaran dan Transpor Gas Pernapasan
Udara yang kita butuhkan dari atmosfer agar dapat
dimanfaatkan oleh tubuh membutuhkan proses yang kompleks,
meliputi proses ventilasi, perfusi, difusi ke kapiler, dan transportasi.
a) Ventilasi

5
Ventilasi merupakan pergerakan udara yang masuk dan keluar dari
paru-paru. Ada 3 kekuatan yang berperan dalam ventilasi yaitu :
(1) Compliance yaitu kemampuan untuk meregang paru-paru
dan dinding dada.
(2) Tekanan surfaktan, disebabkan oleh adanya cairan pada
lapisan alveolus yang dihasilkan oleh sel tipe II. Pada
bayi prematur surfaktan berkurang dan dapat
menyebabkan infant respiratory distress syndrome.
(3) Otot-otot pernapasan.
b) Difusi
Difusi merupakan proses pertukaran oksigen dan karbon
dioksida dari alveolus ke kapiler pulmonal melalu membran, dari
area dengan konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi
rendah. Faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi adalah :
(1) Perbedaan tekanan pada membran.
(2) Besarnya area membran.
(3) Keadaan tipis tebalnya membran.
(4) Koefisien difusi
c) Perfusi paru
Perfusi paru merupakan pergerakan aliran darah melalui
sirkulasi pulmonal. Kekuatan utama distribusi perfusi paru-paru
adalah gravitasi, tekanan arteri pulmonal dan tekanan alveolus.
Pada orang dewasa yang normal, sehat dan salam keadaan
istirahat, ventilasi alveolar sekitar 4,0 liter/menit dan perfusinya
sekitar 5,0 liter/menit. Dengan demikian rasio ventilasi dan
perfusi adalah :

Ventilasi (V ) 4.0liter /menit


= 0,8
Perfusi ( Q ) 5.0 liter /menit

6
(1) Volume paru : volume udara yang masuk dan keluar paru-
paru dalam seklai bernapas disebut volume tidal yang
besarnya sekitar 500 ml atau 5 – 10 ml/kg BB. Volume
cadangan inspirasi (VCI) yaitu jumlah udara yang dapat
dihirup sekuat-kuatnya setelah inspirasi normal, jumlahnya
sekitar 3.000 ml. volume cadanagn ekspirasi (VCE)
merupakan jumlah udara yang dapat dikeluarkan sekuat-
kuatnya setelah ekspirasi normal, besarnya sekitar 1.100 ml.
Volume residu (VR) merupakan volume udraa yang masih
dpat terisisa setelah ekspirasi kuat, besarnya sekitar 1.200 ml.
Besarnya total volume pertukaran udara antara sistem
pernapasan dengan udara luar atau atmosfer selama 1 menit
disebut ventilasi pulmonal. Sekitar 150 ml dari volume tidal
terperangkap dalam ruang mati (ruang rugi) dan dikeluarkan
kembali pada saat ekspirasi. Volume udara yang masuk ke
alveoli setiap menit disebut ventilasi alveolar dan besarnya
dirumuskan :

Jumlah pernapasan per menit x (volume tidal-ruang


mati)

(2) Kapasitas paru: kapasitas vital (KV) adalah total jumlah


udara maksimum yang dapat dikeluarkan dengan kuat
setelah inspirasi maksimum, jumlahnya penambahan volume
tidal (VT), volume cadangan inspirasi (VCI) dan volume
cadangan ekspirasi (VCE) = 500 ml + 3.000 ml + 1.100 ml =
4.600 ml. Kapasitas inspirasi (KI) merupakan total jumlah
volume tidal (VT) dan volume cadangan inspirasi (VCI),
jumlahnya sekitar 3.500 ml. Kapasitas residual fungsional
(KRF) merupakan jumlah udara sisa setelah ekspirasi

7
normal, besarnya jumlah volume residual (VR) dengan
volume cadangan ekspirasi (VCE) sekitar 2.300 ml.
Kapasitas total paru (KTP) merupakan jumlah total udara
yang dapat ditampung dalam paru-paru, besarnya sama
dengan kapasitas vital (KV) ditambah dengan volume
residual (VR) sekitar 5.800 ml.

6) Pengaturan Pernapasan
a) Pengendalian pernapasan oleh sistem persarafan
(1) Korteks serebri: berperan dalam pengaturan pernapasan
yang bersifat volunter sehingga memungkinkan kita
dapat mengatur napas dan menahan napas, misalnya
pada saat bicara atau makan.
(2) Medulla oblongata: berperan dalam pernapasan otomatis
dan spontan.
(3) Pons : terdapat 2 pusat pernapasan yaitu pusat apneutik
(mengoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi
dengan cara mengirimkan rangsangan impuls pada area
inspirasi dan menghambat ekspirasi) dan pusat
pneumotaksis (menghambat aktivitas neuron inspirasi
sehingga inspirasi dihentikan dan ekspirasi pun terjadi)
yang berfungsi sebagai membatasi durasi inspirasi.
Usia Frekuensi Pernapasan
/menit
BBL dan Bayi 30-60
1-5 tahun 20-30
6-10 tahun 18-26
10- dewasa 12-20
60 tahun keatas 16-25
Tabel 1.1 Frekuensi Pernapasan Berdasarkan Usia

8
7) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Pernapasan
a) Posisi tubuh
b) Lingkungan
c) Polusi udara
d) Zat allergen
e) Gaya hidup dan kebiasaan
f) Nutrisi
g) Peningkatan aktivitas tubuh
h) Gangguan pergerakan paru
i) Obstruksi saluran pernapasan (Tarwoto & Wartonah, 2016).

B. Definisi COVID
COVID-19 adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Sindrom gejala
klinis yang muncul beragam, dari mulai tidak berkomplikasi (ringan) sampai
syok septik (berat). Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang
menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan (WHO, 2020).
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). COVID-19 dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan, mulai dari gejala yang ringan seperti
flu, hingga infeksi paru-paru, seperti pneumonia (Kemenkes, 2020).
Jadi, Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan
penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui
menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga
yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe
Acute Respiratory Syndrome (SARS).

C. Etiologi
Etiologi coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah virus dengan
nama spesies severe acute respiratory syndrome virus corona 2, yang disingkat

9
SARS-CoV-2. Virologi SARS-CoV-2 merupakan virus yang mengandung
genom single-stranded RNA yang positif. Morfologi virus corona mempunyai
proyeksi permukaan (spikes) glikoprotein yang menunjukkan gambaran seperti
menggunakan mahkota dan berukuran 80-160 nM dengan polaritas positif 27-32
kb. Struktur protein utama SARS-CoV-2 adalah protein nukleokapsid (N),
protein matriks (M), glikoprotein spike (S), protein envelope (E) selubung, dan
protein aksesoris lainnya.
Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).
Beberapa coronavirus yang dikenal beredar pada hewan namun belum terbukti
menginfeksi manusia. WHO melaporkan bahwa penularan dari manusia ke manusia
terbatas (pada kontak erat dan petugas kesehatan) telah dikonfirmasi di China
maupun negara lain. Berdasarkan kejadian MERS dan SARS sebelumnya, penularan
manusia ke manusia terjadi melalui droplet, kontak dan benda yang terkontaminasi,
maka penularan COVID-19 diperkirakan sama.
Penularan ini terjadi umumnya melalui droplet dan kontak dengan virus
kemudian virus dapat masuk ke dalam mukosa yang terbuka. Suatu analisis
mencoba mengukur laju penularan berdasarkan masa inkubasi, gejala dan durasi
antara gejala dengan pasien yang diisolasi. Analisis tersebut mendapatkan hasil
penularan dari 1 pasien ke sekitar 3 orang di sekitarnya, tetapi kemungkinan
penularan di masa inkubasi menyebabkan masa kontak pasien ke orang sekitar
lebih lama sehingga risiko jumlah kontak tertular dari 1 pasien mungkin dapat
lebih besar (Burhan & dkk, 2020).

D. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit infeksi virus corona bervariasi dari yang ringan tanpa
gejala hingga yang parah seperti timbul sesak, gagal nafas dan kematian. Gejala
yang timbul bisa demam, batuk, rasa lelah, nyeri otot, flu sampai diare. Kriteria
klinis menurut Center for Disease Control USA:

10
1. Demam atau tanda infeksi saluran napas bagian bawah disertai riwayat
pernah kontak dengan pasien Covid-19 (yang dikonfirmasi dengan
laboratorium) dalam 14 hari terakhir.
2. Demam atau tanda infeksi saluran napas bagian bawah disertai riwayat baru
datang dari Provinsi Hubei Cina dalam 14 hari terakhir.
3. Demam atau tanda infeksi saluran napas bagian bawah hingga perlu rawat
inap di rumah sakit disertai riwayat datang dari daratan Cina dalam 14 hari
terakhir (Tandra, 2020).

E. Epidemiologi
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di
China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari
2020. Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar,
kemudian bertambah hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh China.
Tanggal 30 Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi
COVID-19 di China, dan 86 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara seperti
Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang,
Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia, Kanada,
Finlandia, Prancis, dan Jerman. COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada
tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus.
Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah
1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia
sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Per 30
Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di seluruh dunia. Eropa
dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19, dengan kasus dan
kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki peringkat
pertama dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru
sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan
6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu
11,3%.

11
Awalnya kasus terbanyak terdapat di Cina, namun saat ini kasus
terbanyak terdapat di Italia dengan 86.498 kasus, diikut oleh Amerika dengan
85.228 kasus dan Cina 82.230 kasus. Virus ini telah menyebar hingga ke 199
negara. Kematian akibat virus ini telah mencapai 26.494 kasus. Tingkat kematian
akibat penyakit ini mencapai 4-5% dengan kematian terbanyak terjadi pada
kelompok usia di atas 65 tahun.
Berdasarkan data yang ada umur pasien yang terinfeksi COVID-19 mulai
dari usia 30 hari hingga 89 tahun. Menurut laporan 138 kasus di Kota Wuhan,
didapatkan rentang usia 37–78 tahun dengan rerata 56 tahun (42-68 tahun) tetapi
pasien rawat ICU lebih tua (median 66 tahun (57-78 tahun) dibandingkan rawat
non-ICU (37-62 tahun) dan 54,3% laki-laki. Laporan 13 pasien terkonfirmasi
COVID-19 di luar Kota Wuhan menunjukkan umur lebih muda dengan median
34 tahun (34-48 tahun) dan 77% laki laki (WHO, 2020).
Indonesia melaporkan kasus pertama pada 2 Maret 2020, yang diduga
tertular dari orang asing yang berkunjung ke Indonesia. Kasus di Indonesia pun
terus bertambah, hingga tanggal 29 Maret 2020 telah terdapat 1.115 kasus
dengan kematian mencapai 102 jiwa. Tingkat kematian Indonesia 9%, termasuk
angka kematian tertinggi (Kemenkes RI, 2020).
Pada 9 April, pandemi sudah menyebar ke 34 provinsi dengan Jawa Timur,
DKI Jakarta, dan Sulawesi Selatan sebagai provinsi paling terpapar. Terkait
persebaran, lima provinsi dengan penambahan kasus Covid-19 terbanyak dalam
sehari. Jawa Timur mencatat jumlah terbanyak dengan 409 kasus baru. Kemudian,
DKI Jakarta mencatat 378 kasus baru. Berikutnya, Sulawesi Selatan dengan 180
kasus baru; Jawa Tengah dengan 100 kasus baru, serta Sumatera Utara dengan 87
kasus baru. Adapun jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di Indonesia pada
bulan juli sebanyak 13.499 kasus. Sementara Orang Dalam Pemantauan (ODP)
sebanyak 33.504 kasus.
Jumlah pasien yang positif terjangkit virus corona atau Covid-19 di
Kalimantan Selatan kini mencapai 4.218 orang yang tercatat pada Senin 13 Juli

12
2020. Terhitung pada bulan Juli 2020 kasus positif COVID-19 di Kota
Banjarmasin sebanyak 1.739.

F. Patofisiologi
1. Narasi
Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi
diduga tidak jauh berbeda dengan SARSCoV yang sudah lebih banyak
diketahui.30 Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada
saluran napas yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan
reseptor-reseptor dan membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang
terdapat pada envelope spike virus akan berikatan dengan reseptor selular
berupa ACE2 pada SARS-CoV-2. Di dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan
duplikasi materi genetik dan mensintesis protein-protein yang dibutuhkan,
kemudian membentuk virion baru yang muncul di permukaan sel.
Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus
masuk ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel
dan ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural.
Selanjutnya, genom virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada
selubung virus yang baru terbentuk masuk ke dalam membran retikulum
endoplasma atau Golgi sel. Terjadi pembentukan nukleokapsid yang
tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid. Partikel virus akan
tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan Golgi sel. Pada tahap akhir,
vesikel yang mengandung partikel virus akan bergabung dengan membran
plasma untuk melepaskan komponen virus yang baru.
Pada SARS-CoV, Protein S dilaporkan sebagai determinan yang
signifikan dalam masuknya virus ke dalam sel pejamu. Telah diketahui
bahwa masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai dengan fusi antara
membran virus dengan plasma membran dari sel. Pada proses ini, protein
S2’ berperan penting dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi
terjadinya proses fusi membran. Selain fusi membran, terdapat juga

13
clathrindependent dan clathrin-independent endocytosis yang memediasi
masuknya SARS-CoV ke dalam sel pejamu.
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV.
Efek sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun
menentukan keparahan infeksi. Disregulasi sistem imun kemudian berperan
dalam kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons imun yang
tidak adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di sisi
lain, respons imun yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum
sepenuhnya dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari mekanisme yang
ditemukan pada SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk ke dalam
sel, antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC).
Presentasi antigen virus terutama bergantung pada molekul major
histocompatibility complex (MHC) kelas I. Namun, MHC kelas II juga turut
berkontribusi.30 Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi respons
imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B yang
spesifik terhadap virus
Pada respons imun humoral terbentuk IgM dan IgG terhadap SARS-
CoV. IgM terhadap SAR-CoV hilang pada akhir minggu ke-12 dan IgG
dapat bertahan jangka panjang. Hasil penelitian terhadap pasien yang telah
sembuh dari SARS menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan sel T
CD4+ dan CD8+ memori yang spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi
jumlahnya menurun secara bertahap tanpa adanya antigen. Virus memiliki
mekanisme untuk menghindari respons imun pejamu. SARS-CoV dapat
menginduksi produksi vesikel membran ganda yang tidak memiliki pattern
recognition receptors (PRRs) dan bereplikasi dalam vesikel tersebut
sehingga tidak dapat dikenali oleh pejamu. Jalur IFN-I juga diinhibisi oleh
SARS-CoV dan MERS-CoV. Presentasi antigen juga terhambat pada infeksi
akibat MERS-CoV.

14
Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi protein spike virus
dengan sel manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan terjadi
dan memfasilitasi ekspresi gen yang mambantu adaptasi severe acute
respiratory syndrome virus corona 2 pada inang. Rekombinasi, pertukaran
gen, insersi gen, atau delesi, akan menyebabkan perubahan genom yang
menyebabkan outbreak di kemudian hari. severe acute respiratory syndrome
virus corona 2 (SARS-CoV-2) menggunakan reseptor angiotensin
converting enzyme 2 (ACE2), yang ditemukan pada traktus respiratori
bawah manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor masuk.
Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada pernukaan sel
manusia.
Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor binding
domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi membran
antara sel virus dan sel inang. Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan
dikeluarkan dalam sitoplasma sel inang. RNA virus akan mentranslasikan
poliprotein pp1a dan pp1ab dan membentuk kompleks replikasi-transkripsi
(RTC). Selanjutnya, RTC akan mereplikasi dan menyintesis subgenomik
RNA yang mengodekan pembentukan protein struktural dan tambahan.
Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi, genomik RNA, protein
nukleokapsid, dan glikoprotein envelope akan membentuk badan partikel
virus. Virion kemudian akan berfusi ke membran plasma dan dikeluarkan
dari sel-sel yang terinfeksi melalui eksositosis. Virus-virus yang dikeluarkan
kemudian akan menginfeksi sel ginjal, hati, intestinal, dan limfosit T, dan
traktus respiratori bawah, yang kemudian menyebakan gejala pada pasien.
Penyakit ini dapat menyebar ke manusia selanjutnya melalui tetesan
kecil (droplet) dari hidung atau mulut pada saat batuk atau bersin. Droplet
tersebut kemudian jatuh pada benda di sekitarnya. Kemudian jika ada orang
lain menyentuh benda yang sudah terkontaminasi dengan droplet tersebut,
lalu orang itu menyentuh mata, hidung atau mulut (segitiga wajah), maka
orang itu dapat terinfeksi COVID-19. Atau bisa juga seseorang terinfeksi

15
COVID-19 ketika tanpa sengaja menghirup droplet dari penderita. Inilah
sebabnya mengapa kita penting untuk menjaga jarak hingga kurang lebih
satu meter dari orang yang sakit. Sampai saat ini, para ahli masih terus
melakukan penyelidikan untuk menentukan sumber virus, jenis paparan, dan
cara penularannya.
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas,
mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia
berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan
atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh
ke dalam keadaan kritis.
Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. Viremia
dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang
asimptomatik telah dilaporkan. Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien
dengan infeksi akut saluran napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan
demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri
tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan
suplementasi oksigen.
Pada beberapa kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah.
Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam,
ditambah salah satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit (2)
distres pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan
oksigen. Pada pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal.
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan
gejala-gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan
sesak napas. Gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue.
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas,
sakit tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah,
kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva.
Lebih dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak
antara 38,1-39°C, sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C.

16
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-
14 hari (median 5 hari).
Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit
menurun dan pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal),
virus menyebar melalui aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang
mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran cerna dan jantung. Gejala
pada fase ini umumnya ringan. Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh
hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini pasien masih demam dan mulai
sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai
meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase
selanjutnya inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang
mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya menunjukkan
perjalanan penyakit pada pasien COVID-19 yang berat dan onset terjadinya
gejala dari beberapa laporan (Susilo & dkk, 2020).

17
G. Komplikasi
Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS, tetapi Yang,
dkk.145 menunjukkan data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi tidak terbatas
ARDS, melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal akut (29%), jejas
kardiak (23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%). Komplikasi lain
yang telah dilaporkan adalah syok sepsis, koagulasi intravaskular diseminata
(KID), rabdomiolisis, hingga pneumomediastinum.
1. Pneumonia
Pneumonia akan menyebabkan kantung udara yang ada di paru-paru
meradang dan membuat Anda sulit bernapas. Pada sebuah riset pada pasien
positif Covid-19 yang kondisinya parah, terlihat bahwa paru-parunya terisi
oleh cairan, nanah, dan sisa-sisa atau kotoran sel.
Hal ini menghambat oksigen yang seharusnya diantarkan ke seluruh
tubuh. Padahal, oksigen sangat dibutuhkan agar berbagai organ di tubuh bisa
menjalankan fungsinya. Jika tidak ada oksigen, maka organ tersebut akan
rusak.
2. Gagal Napas Akut
Saat mengalami gagal napas, tubuh tidak bisa menerima cukup
oksigen dan tidak dapat membuang cukup banyak karbon dioksida. Kondisi
gagal napas akut terjadi pada kurang lebih 8% pasien yang positif Covid-19
dan merupakan penyebab utama kematian pada penderita infeksi virus
corona.
3. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
ARDS adalah salah satu komplikasi corona yang cukup umum terjadi.
Menurut beberapa penelitian yang dilakukan di Tiongkok, sekitar 15% - 33%
pasien mengalaminya. ARDS akan membuat paru-paru rusak parah karena
penyakit ini membuat paru-paru terisi oleh cairan. Akibatnya, oksigen akan
susah masuk, sehingga menyebabkan penderitanya kesulitan bernapas hingga
perlu bantuan ventilator atau alat bantu napas.

18
4. Kerusakan Hati Akut
Meski virus corona menyebabkan infeksi di saluran pernapasan, tapi
komplikasinya bisa menjalar hingga ke organ hati. Orang dengan infeksi corona
yang parah berisiko paling besar mengalami kerusakan hati.
5. Kerusakan jantung
Covid-19 disebut bisa menyebabkan komplikasi yang berkaitan
dengan jantung. Gangguan jantung yang berisiko muncul antara lain aritmia
atau kelainan irama jantung, dan miokarditis atau peradangan pada otot
jantung.
6. Infeksi Sekunder
Infeksi sekunder adalah infeksi kedua yang terjadi setelah infeksi awal
dan tidak berhubungan dengan penyakit yang awalnya diderita. Misalnya,
Covid-19 adalah infeksi yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Lalu,
penderitanya kemudian mengalami infeksi lain yang disebabkan oleh bakteri
staphylococcus atau streptococcus. Pada pasien Covid-19, komplikasi ini jarang
terjadi, tapi masih berpotensi untuk muncul. Sebagian ada yang ringan dan bisa
sembuh. Namun, sebagian lagi mengalami infeksi sekunder yang parah hingga
menyebabkan kematian.
7. Gagal Ginjal Akut
Komplikasi corona yang satu ini jarang terjadi. Namun saat muncul,
komplikasi tersebut bisa sangat berbahaya. Jika fungsi ginjal sampai
terganggu, maka dokter mungkin saja melakukan proses cuci darah hingga
kondisi ini sembuh.
Namun terkadang, kondisi ini tidak bisa disembuhkan dan membuat
penderitanya terkena gagal ginjal kronis dan butuh perawatan jangka
panjang.
8. Syok Septik
Syok septik terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi malah salah
sasaran. Jadi, bukannya menghancurkan virus penyebab penyakit, zat-zat kimia

19
yang dibuat tubuh justru menghancurkan organ yang sehat. Jika proses ini tidak
segera berhenti, tekanan darah akan turun drastis hingga pada tahap yang
berbahaya dan menyebabkan kematian.
9. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Penyakit ini akan membuat proses pembekuan darah terganggu.
Sehingga, tubuh akan membentuk gumpalan-gumpalan darah yang tidak
pada tempatnya. Hal ini bisa menyebabkan perdarahan pada organ dalam
atau gagal organ vital (gagal ginjal, gagal hati, gagal jantung, dan lainnya).
Di Tiongkok, penyakit ini umum dialami oleh pasien yang meninggal akibat
infeksi Covid-19.
10. Rhabdomyolisis
Penyakit ini sebenarnya sangat jarang terjadi. Namun, para dokter dan
peneliti menilai penyakit ini perlu dimonitor pada pasien-pasien berisiko
tinggi yang positif Covid-19.
Pada rhabdomyolisis, jaringan otot akan rusak dan mati. Hal ini
menyebabkan protein dalam sel yang disebut myoglobin menjadi tumpah
memenuhi aliran darah. Jika ginjal tidak bisa menyaring myoglobin dengan
baik, maka akan terjadi kerusakan fungsi di tubuh dan mengakibatkan
kematian (Burhan & dkk, 2020).

H. Manajemen Kolaborasi
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Hematologi Lengkap dengan sampel darah untuk melihat
angka Leukosit (sel darah putih) dan hitung jenis (Diff Count) sel
Limfosit. Pada pasien dengan penyakit COVID-19, angka Leukosit
biasanya normal atau turun dan angka hitung jenis sel Limfosit biasanya
turun.
b. Pemeriksaan Rapid Test Antibodi untuk melihat adanya Antibodi
terhadap virus SARS-CoV2. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan
Antibodi Ig M dan Ig G SARS Cov2 adalah dengan mengambil sampel

20
darah pasien. Pengambilan sampel darah dapat melalui darah kapiler
(ujung jari) maupun dari darah vena (misal darah di bagian lengan). Jika
di dalam tubuh terdapat infeksi virus, maka tubuh akan membentuk
antibodi IgM dan IgG terhadap virus SARS-Cov2 dan atibodi tersebut
akan terdeteksi pada pemeriksaan terhadap sampel darah pasien.
Pembentukan antibodi Ig M dan Ig G terhadap infeksi virus memerlukan
waktu. Ig M akan terdeteksi 3-7 hari setelah infeksi dan Ig G akan
terdeteksi setelah 8-10 hari setelah infeksi. Dikarenakan hal tersebut,
Dokter yang melakukan pemeriksaan akan mencocokkan gejala klinis
yang dialami pasien dengan hasil Rapid Test dan akan memberikan
informasi lebih lanjut terhadap hasil test.
c. Pemeriksaan PCR Test dengan sampel swab tenggorokan untuk
mendeteksi adanya virus SARS-CoV2. Pemeriksaan ini memiliki
tingkat akurasi yang lebih tinggi untuk mendiagnosis kondisi terpapar
Covid-19. Sebab, sekali virus Corona menginfeksi tubuh, maka virus
akan terdeteksi melalui swab yang diambil dari bagian belakang hidung
dan tenggorokan. Sampel swab tersebut akan diperiksa menggunakan
metode PCR (Polymerase Chain Reaction).
d. Pemeriksaan Rontgen Dada atau Thorax untuk mendeteksi adanya
infiltrat atau cairan di paru-paru serta mendeteksi adanya perselubungan
yang menandakan adanya peradangan di paru-paru akibat infeksi dari
virus.
e. Pemeriksaan CT Scan Dada atau Thorax untuk mendeteksi adanya
gambaran ground glass opacity di paru-paru yang merupakan gambaran
khas pada pasien yang terinfeksi virus Corona di dalam paru-paru.
2. Medikasi
Hingga hari ini, belum ada vaksin atau obat khusus untuk COVID-
19. Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah pembuatan vaksin
guna membuat imunitas dan mencegah transmisi. Saat ini, sedang
berlangsung 2 uji klinis fase I vaksin COVID-19. Studi pertama dari

21
National Institute of Health (NIH) menggunakan mRNA-1273 dengan dosis
25, 100, dan 250 µg. Studi kedua berasal dari China menggunakan
adenovirus type 5 vector dengan dosis ringan, sedang dan tinggi., tetapi
untuk kasus PDP (Pasien dalam Pengawasan) obat yang dapat diberikan
meliputi Vitamin C, 3 x 1 tablet, serta obat-obat simtomatis seperti
Azitromisin 500 mg/24 jam/oral (untuk 3 hari) kalau tidak ada bisa pakai
Levofloxacin 750 mg/24 jam (5 hari) sambil menunggu hasil swab,
Simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
3. Pembedahan
Dilakukan Transplantasi Paru-Paru
4. Treatment
Terapi suportif awal dan evaluasi
1. Berikan suplementasi oksigen secepatnya pada pasen dengan infeksi
pernafasan akut yang berat, gagal nafas, hipoksemia atau syok. Target
SpO2 ≥90% pada pasien dewasa Titrasi naik pemberian oksigen sampai
target saturasi oksigen diatas tercapai. Pada ruangan dimana pasien
dengan infeksi pernafasan akut yang berat dirawat, harus selalu tersedia
oksimetri, sistem oksigenasi yang lengkap dan bersifat sekali pakai
(nasal kanul, masker simple, dan masker dengan reservoir). Gunakan
kewaspadaan kontak ketika menyentuh alat penghantar oksigen pada
pasien dengan COVID-19.
2. Pemberian cairan diberikan secara konservatif jika tidak ditemukan
tanda syok. Pemberian cairan harus dilakukan secara hati-hati karena
dapat memperburuk oksigenasi jika terjadi overhidrasi
3. Pemberian antibiotik empiris ditujukan untuk semua patogen yang
mungkin menjadi etiologi SARI. Antibiotik harus segera diberikan
dalam 1 jam pertama pada pasen dengan sepsis. Terapi antibiotik
empiris didasarkan pada diagnosa klinis (pneumonia komunitas,
nosokomial atau sepsis), dengan mempertimbangkan epidemilogi
lokal dan data lokal kepekaan terhadap antibiotik. Terapi empiris

22
mencakup pemberian neuraminidase inhibitor untuk influenza jika
terdapat kecurigaan klinis. Deeskalasi terapi empirik harus dilakukan
dan berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan pertimbangan
klinis. Pemberian antibotik bukan ditujukan untuk COVID-19
4. Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau pernah
berkontak dengan pasien yang positif COVID-19 harus segera
berobat ke fasilitas kesehatan. WHO juga sudah membuat instrumen
penilaian risiko bagi petugas kesehatan yang menangani pasien
COVID-19 sebagai panduan rekomendasi tindakan lanjutan. Bagi
kelompok risiko tinggi, direkomendasikan pemberhentian seluruh
aktivitas yang berhubungan dengan pasien selama 14 hari,
pemeriksaan infeksi SARS-CoV-2 dan isolasi. Pada kelompok risiko
rendah, dihimbau melaksanakan pemantuan mandiri setiap harinya
terhadap suhu dan gejala pernapasan selama 14 hari dan mencari
bantuan jika keluhan memberat. Pada tingkat masyarakat, usaha
mitigasi meliputi pembatasan berpergian dan kumpul massa pada
acara besar (social distancing). Sedangkan pada pasien dengan
penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, paru-paru, jantung dan
penyakit kronis lainnya diwajibkan untuk menjalani isolasi di rumah
sakit.
5. Pantau dengan ketat pasien dengan infeksi pernafasan akut yang berat
dan jika terjadi perburukan klinis yang progresif segera lakukan
tintervensi terapi suportif jika dibutuhkan.
5. Diet
Oleh karena vaksin penyakit itu hingga saat ini belum di temukan
,obat antiviral juga sedang dalam pengujian, maka terapi yang diberikan
pada pasien adalah mengurangi gejala dan meningkatkan daya tahan tubuh
dimana salah satunya dengan cara diet. Cara diet yang diberikan kepada
pasien positif COVID-19 adalah dengan memberikan menu makanan tinggi

23
protein dan tinggi kalori serta tinggi energi yang bisa meningkatkan daya
tahan tubuh.
6. Aktivitas
Aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan, pembatasan aktifitas,
tirah baring, dll. Pasien dengan infeksi ringan boleh tidak dirawat di rumah
sakit, tetapi pasien harus diajarkan langkah pencegahan transmisi virus,
menjaga jarak. Isolasi di rumah dapat dikerjakan sampai pasien
mendapatkan hasil tes virologi negatif dua kali berturut-turut dengan interval
pengambilan sampel minimal 24 jam. Bila tidak memungkinkan, maka
pasien diisolasi hingga dua minggu setelah gejala hilang.
7. Perawatan di Rumah (Home Care)
Pasien dengan infeksi ringan boleh tidak dirawat di rumah sakit, tetapi
pasien harus diajarkan langkah pencegahan transmisi virus. Isolasi di rumah
dapat dikerjakan sampai pasien mendapatkan hasil tes virologi negatif dua
kali berturut-turut dengan interval pengambilan sampel minimal 24 jam. Bila
tidak memungkinkan, maka pasien diisolasi hingga dua minggu setelah
gejala hilang.
Beberapa pertimbangan indikasi rawat di rumah antara lain: pasien
dapat dimonitor atau ada keluarga yang dapat merawat; tidak ada komorbid
seperti jantung, paru, ginjal, atau gangguan sistem imun; tidak ada faktor
yang meningkatkan risiko mengalami komplikasi; atau fasilitas rawat inap
tidak tersedia atau tidak adekuat.
Selama di rumah, pasien harus ditempatkan di ruangan yang memiliki
jendela yang dapat dibuka dan terpisah dengan ruangan lainnya. Pasien
sebaiknya memakai masker bedah dan diganti setiap hari, menerapkan etika
batuk, melakukan cuci tangan dengan langkah yang benar, dan
menggunakan tisu sekali pakai saat batuk/bersin. Penjaga rawat
menggunakan masker bedah bila berada dalam satu ruangan dengan pasien
dan menggunakan sarung tangan medis bila harus berkontak dengan sekret,
urin, dan feses pasien. Pasien harus disediakan alat makan tersendiri yang

24
setiap pakai dicuci dengan sabun dan air mengalir. Lingkungan pasien
seperti kamar dan kamar mandi dapat dibersihkan dengan sabun dan
detergen biasa, kemudian dilakukan desinfeksi dengan sodium hipoklorit
0,1%.
8. Manajemen Isolasi
1. Identifikasi pasien-pasien yang membutuhkan isolasi.
2. Tempatkan satu pasien untuk satu kamar.
3. Sediakan seluruh kebutuhan harian dan pemeriksaan sederhana di kamar
pasien.
4. Dekontaminasi alat-alat kesehatan sesegera mungkin setelah digunakan.
5. Lakukan kebersihan tangan pada 5 moment.
6. Pasang alat proteksi diri sesuai SPO (mis. sarung tangan, masker N95,
gown coverall, apron).
7. Lepaskan alat proteksi diri segera setelah kontak dengan pasien.
8. Minimalkan kontak dengan pasien, sesuai kebutuhan\
9. Anjurkan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari (pada pasien tanpa
gejala dan dengan gejala ringan) atau isolasi di RS Darurat Covid (pada
pasien gejala sedang), atau isolasi di RS rujukan (pada pasien gejala
berat/kritis).
9. Pendidikan Kesehatan
1. Cuci Tangan
Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID-19
adalah melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin
dengan alkohol atau sabun dan air, menjaga jarak dengan seseorang yang
memiliki gejala batuk atau bersin, melakukan etika batuk atau bersin, dan
berobat ketika memiliki keluhan yang sesuai kategori suspek.
Rekomendasi jarak yang harus dijaga adalah satu meter.
Pasien rawat inap dengan kecurigaan COVID-19 juga harus
diberi jarak minimal satu meter dari pasien lainnya, diberikan masker
bedah, diajarkan etika batuk/bersin, dan diajarkan cuci tangan. Perilaku

25
cuci tangan harus diterapkan oleh seluruh petugas kesehatan pada lima
waktu, yaitu sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur,
setelah terpajan cairan tubuh, setelah menyentuh pasien dan setelah
menyentuh lingkungan pasien. Air sering disebut sebagai pelarut
universal, namun mencuci tangan dengan air saja tidak cukup untuk
menghilangkan coronavirus karena virus tersebut merupakan virus RNA
dengan selubung lipid bilayer.
Sabun mampu mengangkat dan mengurai senyawa hidrofobik
seperti lemak atau minyak. Selain menggunakan air dan sabun, etanol 62-
71% dapat mengurangi infektivitas virus. Oleh karena itu, membersihkan
tangan dapat dilakukan dengan hand rub berbasis alkohol atau sabun dan
air. Berbasis alkohol lebih dipilih ketika secara kasat mata tangan tidak
kotor sedangkan sabun dipilih ketika tangan tampak kotor.
Hindari menyentuh wajah terutama bagian wajah, hidung atau
mulut dengan permukaan tangan. Ketika tangan terkontaminasi dengan
virus, menyentuh wajah dapat menjadi portal masuk. Terakhir, pastikan
menggunakan tisu satu kali pakai ketika bersin atau batuk untuk
menghindari penyebaran droplet.
2. Alat Pelindung Diri
SARS-CoV-2 menular terutama melalui droplet. Alat
pelindung diri (APD) merupakan salah satu metode efektif pencegahan
penularan selama penggunannya rasional. Komponen APD terdiri atas
sarung tangan, masker wajah, kacamata pelindung atau face shield, dan
gaun nonsteril lengan panjang. Alat pelindung diri akan efektif jika
didukung dengan kontrol administratif dan kontrol lingkungan dan teknik.
Penggunaan APD secara rasional dinilai berdasarkan risiko pajanan
dan dinamika transmisi dari patogen. Pada kondisi berinteraksi dengan
pasien tanpa gejala pernapasan, tidak diperlukan APD. Jika pasien memiliki
gejala pernapasan, jaga jarak minimal satu meter dan pasien dipakaikan
masker. Tenaga medis disarankan menggunakan APD lengkap. Alat seperti

26
stetoskop, thermometer, dan spigmomanometer sebaiknya disediakan khusus
untuk satu pasien. Bila akan digunakan untuk pasien lain, bersihkan dan
desinfeksi dengan alcohol 70%. World Health Organization tidak
merekomendasikan penggunaan APD pada masyarakat umum yang tidak ada
gejala demam, batuk, atau sesak.

3. Mempersiapkan Daya Tahan Tubuh


Terdapat beragam upaya dari berbagai literatur yang dapat
memperbaiki daya tahan tubuh terhadap infeksi saluran napas. Beberapa
di antaranya adalah berhenti merokok dan konsumsi alkohol,
memperbaiki kualitas tidur, serta konsumsi suplemen. Berhenti merokok
dapat menurunkan risiko infeksi saluran napas atas dan bawah. Merokok
menurunkan fungsi proteksi epitel saluran napas, makrofag alveolus, sel
dendritik, sel NK, dan sistem imun adaptif. Merokok juga dapat
meningkatkan virulensi mikroba dan resistensi antibiotika.
Suatu meta-analisis dan telaah sistematik menunjukkan bahwa
konsumsi alkohol berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia
komunitas. ARDS juga berhubungan dengan konsumsi alkohol yang
berat. Konsumsi alkohol dapat menurunkan fungsi neutrofil, limfosit, silia
saluran napas, dan makrofag alveolus.
Kurang tidur juga dapat berdampak terhadap imunitas. Gangguan
tidur berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap infeksi yang
ditandai dengan gangguan proliferasi mitogenik limfosit, penurunan
ekspresi HLA-DR, upregulasi CD14+, dan variasi sel limfosit T CD4+
dan CD8+.
Salah satu suplemen yang didapatkan bermanfaat yaitu vitamin D.
Suatu meta-analisis dan telaah sistematik menunjukkan bahwa
suplementasi vitamin D dapat secara aman memproteksi terhadap infeksi
saluran napas akut. Efek proteksi tersebut lebih besar pada orang dengan

27
kadar 25-OH vitamin D kurang dari 25 nmol/L dan yang mengonsumsi
harian atau mingguan tanpa dosis bolus.
Suplementasi probiotik juga dapat memengaruhi respons imun.
Suatu review Cochrane mendapatkan pemberian probiotik lebih baik dari
plasebo dalam menurunkan episode infeksi saluran napas atas akut, durasi
episode infeksi, pengunaan anitbiotika dan absensi sekolah. Namun
kualitas bukti masih rendah. Terdapat penelitian yang memiliki
heterogenitas besar, besar sampel kecil dan kualitas metode kurang baik.
Defisiensi seng juga berhubungan dengan penurunan respons imun. Suatu
meta-analisis tentang suplementasi seng pada anak menunjukkan bahwa
suplementasi rutin seng dapat menurunkan kejadian infeksi saluran napas
bawah akut.
10. Pendidikan Kesehatan Bagi Keluarga
Anggota keluarga disarankan tinggal di ruangan yang berbeda. Bila
tidak memungkinkan, jaga jarak setidaknya satu meter. Bagi anggota keluarga
yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya memeriksakan diri ke
FKTP/Rumah Sakit. Anggota keluarga senanitasa pakai masker. Jaga jarak
minimal 1meter dari pasien. Senantiasa mencuci tangan,Jangan sentuh daerah
wajah kalau tidak yakin tangan bersih ingat senantiasa membuka jendela
rumah agar sirkulasi udara tertukar dan Bersihkan sesering mungkin daerah yg
mungkin tersentuh pasien misalnya gagang pintu.

28
29
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Digunakan untuk pasien gangguan pernafasan, petugas menggunakan APD
lengkap dan jaga jarak 1 meter, pasien menggunakan masker. Anamnesis
menggunakan formulir skrining covid. Adapun pengkajian fokus covid-19 di
IGD, antara lain :
1. Identitas klien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa/ras, pendidikan, Bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan dan
alamat.
2. Keluhan utama
Demam / riwayat demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak atau kesulitan
bernapas.

Gejala Ringan Gejala Sedang Gejala Berat


 Demam > 380 C  Demam > 380 C  Deman > 380 C
 Batuk  Sesak napas, batuk menetap
 Nyeri menetap dan sakit  Ada infeksi saluran
tenggorokan tenggorokan nafas dengan tanda-
 Hidung tersebut  Pada anak : batuk tanda
dan takipnue  Peningkatan
 Anak dengan frekuensi napas
pneumonia ringan (30x/menit) hingga
mengalami batuk sesak nafas batuk
atau kesulitan  Penurunan kesadaran
bernafas + napas  Dalam pemeriksaan
sesak lanjut, ditemukan
 Frekuensi napas : < saturasi oksigen <

29
2 bulan ≥ 60x/menit, 90% udara luar
2-11 bulan ≥  Dalam pemeriksaan
50x/menit, 1-5 tahun darah : leukopenia,
≥ 40x/menit dan peningkatan monosit
tidak ada pneumia dan peningkatan
berat limfosit atipik

a. Riwayat
1) Riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri dalam waktu 14 hari
sebelum timbul gejala
a) Riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi local di
Indonesia dalam waktu 14 hari sebelum timbul gejala
b) Memiliki riwayat paparan kontak dengan kasus konfirmasi atau
probable COVID-19
(1) Kasus probable adalah pasien dalam pengawasan yang
diperiksa untuk COVID-19 tetapi inkonklusi (tidak dapat
disimpulkan)
(2) Kasus konfirmasi adalah seseorang terinfeksi COVID-19
dengan hasil pemeriksaan laboratorium positif
(3) Termasuk kontak erat adalah
a. Petugas kesehatan yang memeriksa,
merawat, mengatur dan membersihkan
ruangan di tempat perawatan kusus tanpa
menggunakan APD sesuai standar
b. Orang yang berada dalam suatu ruangan
yang sama dengan kasus (termasuk tempat
kerja, keas, rumah, acara besar) dalam waktu

30
2 hari sebelum kasus timbul gejala dan
hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala
c. Orang yang berpergian bersama (radius 1
meter) dengan segala jenis alat
angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum
kasus timbul gejala dan hingga 14 hari
setelah kasus timbul gejala

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data penilaian, diagnosis keperawatan utama untuk pasien dengan
COVID-19 adalah :
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b/d hipersekresi jalan napas, proses
infeksi ditandai dengan sesak napas, sekret, batuk tidak efektif
2. Gangguan Ventilasi Spontan b/d gangguan metabolisme,
kelemahan/keletihan otot pernapasan ditandai dengan volume tidal
menurun
3. Risiko Syok d/d hipoksia, sepsis, sindrom respons inflamasi sistemik
4. Gangguan Sirkulasi Spontan b/d penurunan fungsi ventrikel

C. Perencanaan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b/d hipersekresi jalan napas, proses
infeksi ditandai dengan sesak napas, sekret, batuk tidak efektif
Tujuan
dan
Intervensi Rasional
Kriteria
Hasil
Setalah 1. Monitor pola 1. Mengidentifikasi
dilakukan napas terjadinya
tindakan (frekuensi, hipoksia melalui
keperawat kedalaman, anda peningkatan

31
an dalam usaha napas) frekuensi,
waktu 1x kedalaman dan
30 menit usaha napas
diharapka
n bersih 2. Monitor secret 2. Tanda infeksi
jalan (jumlah, warns, berupa secter
napas bau, tampak keruh dan
meningka konsistensi) berbau. Secret
t dengan kental dapat
kriteria meningkat
hasil :
3. Menilai
1. Batuk efektif
3. Monitor kemampuan
meningkat
kemampuan mengeluarkan
2. Sputum
batuk efektif secret dan
menurun
mempertahankan
3. Wheezing
jalan napas tetap
menurun
paten
4. Dispnea
menurun
4. Meningkat
4. Posisikan semi- ekskursi
fowler diafragma dan
ekspansi paru

5. Meningkatkan
ekspektorasi pada
5. Berikan minum
jalan napas
hangat

6. Mengeluarkan
secret jika batuk
6. Lakukan
tidak efektif
penghisapkan

32
lender kurang
dari 15 detik

7. Meningkatkan
7. Anjurkan aktivitas silia
asupan cairan
2000 ml/ hari 8. Emfasikitasi
jika tidak pengeluaran
kontraindikasi secret
8. Ajarkan teknik
9. Menghilangkan
batuk efektif
spasme brokus,
menurunkan
9. Kolaborasi viskositas secret,
bronkoilator memperbaiki
dan atau ventilasi dan
mukoliti memudahkan
pembuangan
sekret

2. Gangguan Ventilasi Spontan b/d gangguan metabolisme,


kelemahan/keletihan otot pernapasan ditandai dengan volume tidal menurun

Tujuan dan Kriteria


Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan 1. Identifikassi adanya 1. Karena kelelahan
tindakan keperawatan kelelahan otot bantu otot bantu nafas
keperawatan dalam nafas dapat menurunkan
25-48 jam diharapkan kemampuan batuk
ventilasi spontas efektif serta
meningkat dengan menurunkan

33
kriteria hasil : kepatenan jalan
1. Volume tidak napas
meningkat
2. Dispnea menurun 2. Monitor status
3. PaO2> 80 mmHg respirasi dan 2. Menilai status
4. PaCO2 35-45 oksigenasi oksigenasi
mmHg
3. Monitor adanya
aritmia 3. Aritma dapat terjadi
akibat hipoksemias
dan asidosis
4. Pertahankan
kapatenan jalan 4. Menjamin ventilasi
napas adekuat

5. Berikan pososo
semi fowler 5. Menignkatkan
ekspansi diafragma
dan ekspansi paru
6. Berikan posisi
pronasi pada pasien 6. Mengoptimalkan
sadar pada perfusi paru pada
gangguan paru anterior paru yanh
biasanya

7. Gunakan bag valve


mask, jika perlu 7. Memperbaikan
ventilasi dengan
memberikan nafas
buatan pada pasien
yang tidak mampu

34
bernafas spontan

8. Kolaborasi tindakan
8. Mempertahankan
intubasi dan
ventilasi dan
ventilasi mekanik,
organisasi adekuat
jika perlu
serta mencegah
kondisi mengancam
nyawa

3. Risiko Syok d/d hipoksia, sepsis, sindrom respons inflamasi sistemik

Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
Setelah dilakukan 1. Monitor status 1. Mengidentifikasi
tindakan keperawatan kardiopulmonal penurunan volume
dalam waktu 8 jam (frekuensi dan sistemik
diharapkan tingkat kekuatan nadi,
syok menurun dengan frekuensi napas,
kriteria hasil: tekanan darah, dan
1. Output urine > 0,5 MAP)
mL/Kg/Jam
2. Akral hangat 2. Monitor status 2. Mendeteksi
3. Pucat oksigenasi perubahan
4. TDS >90% mmHg oksigenasi dan
5. MAP >65 mmHg gangguan asam
basa

3. Monitor status 3. Mengetahui


cairan (masukan keadekuatan
dan haluaran, volume cairan
turgor kulit, CRT) sistemik dan

35
4. Monitor tingkat kebutuhan cairan
kesadaran 4. Mendeteksi adanya
penurunan
kesadaran
5. Berikan oksigen
5. Mempertahankan
saturasi oksigen
>90%
6. Pasang jalur
intravena 6. Sebagai akses untuk
mengoreksi atau
mencegah deficit
cairan
7. Pasang kateter
urine (jika ada 7. Menilai perfusi
indikasi) ginjal dan produksi
urine
8. Batasi resusitasi
cairan terutama 8. Resusitasi agresif
pada klien dengan dapat memperburuk
edema paru oksigenasi

9. Kolaborasi
pemebrian 9. Mengoptimalkan
kristaloid 30 perfusi jaringan dan
mL/Kg BB jika mengeroksi deficit
terjadi syok cairan

10. Kolaborasi
10. Jika sepsis dicurigai

36
pemberian infeksi bakteri
antibiotic dalam
waktu 1 jam

4. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan penurunan fungsi ventrikel

Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
Setelah dilakukan 1. Amankan 1. Sebagai proteksi diri
tindakan keperawatan lingkungan (pasang
dalam 60 menit APD lengkap dan
diharapkan sirkulasi batasi personil
spontan meningkat resusitasi)
dengan kriteria :
1. Tingkat kesadaran 2. Panggil bantuan 2. Agar pertolongan

meningkat jika pasien tidak cepat dilakukan


2. HR: 60-100X/menit sadar dan aktifkan
3. TDS : >90mmHg code blue
4. ETO : 35-45mmHg
3. Lakukan resusitasi 3. Membantu jantung
5. EKG: normal
jantung paru jika untuk memompa
perlu darah keseluruh
tubuh

4. Pastikan jalan 4. Mencegah

nafas terjadinya
terbuka dan penutupan jalan
berikan nafas
bantuan nafas, jika
perlu

37
5. Pasang monitor 5. Memantau aktivitas
jantung jantung

6. Minimalkan 6. Agar tindakan


interupsi pada saat menjadi lebih
kompresi dan maksimal
defibrilasi

7. Siapkan intubasi 7. Sebagai persiapan


saat pasien mulai
sadar

8. Akhiri rindakan 8. Agar cepat dalam


jika ada tanda melakukan tindakan
tanda sirkulasi selanjutnya
spontan

9. Kolaborasi 9. Tindakan yang


pemberian paling
defibrilasi jika efektif untuk
perlu menghentikan
ventrikel fibrilasi

10. Kolaborasi 10. Obat ini digunakan


pemberian unruk mengobati
epinefrin atau reaksi alergi yang
adrenalin dapat
membahayakan

38
shock anafiilatik
11. Kolaborasi
pemberian 11. Obat ini diberikan
amiodaron untuk mengatasi
beberapa jenis
aritmia serius
12. Lakukan perawatan
post cardiac arrest 12. Merupakan protocol
dalam tindakan

D. Evaluasi
Tujuan keperawatan terpenuhi sebagaimana dibuktikan oleh :
1. Bersihan jalan napas meningkat : Batuk efektif meningkat, Sputum
menurun, Wheezing menurun.
2. Ventilasi spontan meningkat : volume tidal meningkat, dispnea menurun,
PaO2> 80mmHg, PaCO2 35-45 mmHg, gelisah menurun
3. Syok menurun dengan : Output urine >0,5 mL/Kg/Jam, akral hangat,
pucat menurun, TDS > 90%mmHg, MAP >65 mmHg, CVP 2-12mmHg,
(+3 jika terpasang ventilasi tekanan positif
4. Sirkulasi spontan meningkat dengan : tingkat kesadaran meningkat, HR:
60-100X/menit, TDS: >90mmHg, ETO : 35-45mmHg, EKG: norma.
5. Kriteria pulang dari rumah sakit
WHO merekomendasikan pasien dapat dipulangkan ketika klinis
sudah membaik dan terdapat hasil tes virologi yang negative duakali
berturut-turut. Kedua tes ini minimal dengan interval 24 jam.

39
DAFTAR PUSTAKA

Adityo, dkk. (2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini.


http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/view/415, diakses
pada: 30 September 2020, pukul: 12.35 wita.
Burhan, Erlina, dkk. (2020). Pneumonia Covid-19 Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Grant & Massey, (2016). Jenis Model Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
KEMENKES RI. (2020) . Protokol Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-
19).https://covid19.go.id/storage/app/media/Protokol/REV05_Pedoman_P2_C
OVID-19_13_Juli_2020.pdf , diakses pada : 31 September 2020, pukul 12.50
wita.
Marqui & Huston, (2015). Jenis Model Asuhan keperawatan. Jakarta : EGC
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta:
Penerbit Mediaction.
Nursalam, 2016.Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Edisi 3. Salemba Medika : Jakarta
Peate, I., & Nair, M. (2018). At a Glance Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Tandra, D. d. (2020). Virus Corona Baru Covid-19. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Tandra, hans Dr. (2020). Virus Corona Baru COVID-19 Kenali, Cegah, Lindungi
Diri Sendiri & Orang lain. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Tarwoto, & Wartonah. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

40
Pathway

40

Anda mungkin juga menyukai