Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN MINGGU I

GASTROENTERITIS

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

DI SUSUN OLEH

DESIANA BORU SIHOMBING, S.Kep


NIM : 113063J120077

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN X


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2020-2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN PRESEPTOR

Laporan pendahuluan gangguan sistem pencernaan pada kasus Gastroenteritis


disusun oleh Desiana Boru Sihombing, S. Kep, NIM 113063J120077. Laporan
Pendahuluan ini telah diperiksa dan disetujui oleh Preseptor Akademik dan
Preseptor Klinik.

Banjarmasin, Oktober 2020

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Warjiman, S. Kep., Ns., MSN. Lisna Imelda, S. Kep., Ns

Mengetahui,

Kaprodi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners STIKES Suaka Insan Banjarmasin

Sr. Margaretha Martini, SPC, BSN, MSN

ii
BAB I
KONSEP TEORI

A. Anatomi & Fisiologi


Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari
mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang
tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Menurut Ardiansyah M, 2012, anatomi fisiologi sistem pencernaan yaitu:

Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan


Sumber : (Ardiansyah M, 2012)

1. Mulut

3
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Pencernaan mulut
dibantu oleh ptyalin,yaitu enzim yang dikrluarkan oleh kelenjar saliva
untuk membasahi proses metabolisme makanan. Organ kelengkapan
mulut yaitu bibir,pipi,gigi (gigi susu dan gigi tetap),lidah, dan kelenjar
ludah. Mulut terdiri atas dua bagian, yaitu:
a. Bagian luar yang sempit (vestibula), yaitu ruang di antara gusi, gigi
,bibir, dan pipi.
b. Bagian rongga mulut (bagian dalam), yaitu rongga mulut yang sisi-
sisinya dibatasi oleh tulang maklsilaris, serta di sebelah belakang
bersambung dengan faring
(Ardiansyah M, 2012).
2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus) yang panjangnya 12 cm. Di dalam lengkung
faring terdapat tonsil (amandel), yaitu kumpulan kelenjar limfe yang
banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.
Di sini, terletak persimpangan antara jalan napas dan jalan makanan yang
letaknya di belakang rongga mulut dan hidung. Di depan ruas tulang
belakang, makanan melewati epiglotis lateral melalui resus piriformis,
kemudian masuk esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Pada waktu
yang sama, jalan udara akan ditutup sementara. Pada proses permulaan
menelan, otot mulut dan lidah berkontraksi secara bersamaan.
Pada saat terjadi proses menelan, faring melakukan gerakan untuk
mencegah masuknya makanan ke jalan pernapasan dengan cara menutup
sementara katup ke saluran napas dalam beberapa detik, sambil
mendorong makanan masuk ke dalam esophagus agar tidak
membahayakan jalannya pernapasan. Dalam hal ini, terjadi persilangan
antara jalan makanan dengan pernapasan. Jalan makanan masuk ke
belakang, sementara jalan pernapasan melewati epiglotis lateral melalui
filiformis sebelum kemudian masuk ke esophagus (Ardiansyah M, 2012).

3. Esophagus

4
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung dan panjangnya +- 25 cm, dimulai dari faring sampai pintu
masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar,
lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar
sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudional. Esophagus
terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung setelah
melalui thorax menembus diafragma masuk ke dalam abdomen,
menyambung dengan lambung (Ardiansyah M, 2012).
Sekresi esophagus bersofat mukoid, yaitu memberi pelumas untuk
pergerakan makanan melalui esophagus. Pada permulaan esophagus
terdapat kelenjar mukosa komposita. Bagian utamanya dibatasi oleh
banyak kelenjar mukosa simpleks yang berfungsi untuk mencegah sekresi
mukosa oleh makanan baru masuk. Kelenjar komposita yang terletak pada
perbatasan esophagus dengan lambung berfungsi untuk melindungi
dinding esophagus dari pencernaan getah lambung (Ardiansyah M, 2012).
Pada peralihan esophagus ke lambung, terdapat spinker kardiak yang
dibentuk oleh lapisan otot sirkuler esophagus. Spinkter ini terbuka secara
refleks pada akhir proses menelan. Tunika mukosa esophagus mempunyai
epitel gepeng berlapis yang mengandung kelenjar-kelenjar (landula
esophagus) (Ardiansyah M, 2012).
4. Lambung (gaster)
Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang,
terutama di daerah epigaster. Bagian atas fundus uteri berhubungan dengan
esophagus melalui orifisium pilorik. Organ ini terletak di bawah
diafragma, di depan pankreas dan limfa, serta menempel di sebelah kiri
fundus uteri. Pencernaan di dalam lambung dibantu oleh pepsinogen untuk
mencerna protein, lemak, dan asam garam.
Lambung berdistensi untuk menampung makanan yang masuk.
Awalnya, piloris tetap tertutup. Namun, karena efek dari gelombanh
peristaltik, lambung kemudian mencampur makanan sekaligus
memaparkannya dengan cairan lambung. Kemudian, spinkter pyloris
relaksasi dan membiarkan sejumlah kecil makanan melewatinya setiap

5
waktu.
Fungsi lambung adalah menampung menghancurkan, dan
menghaluskan makanan melalui mekanisme gerak peristaltik lambung dan
getah lambung. Getah cerna yang dihasilkan oleh lambung adalah:
a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin
dan pepton).
b. Asam garam (HCl), fungsinya mengasamkan makanan sebagai
antiseptik dan desinfektan, serta menyebabkan kondisi asam pada
pepsinogen untuk kemudian diubah menjadi pepsin.
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari karsinogen (karsinogen dan protein susu).
d. Lapisan lambung, ada dalam jumlah sedikit dan fungsinya untuk
memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah
lambung.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada saat orang mulai makan.
Ketika kita melihat dan mencium bau makanan, pada saat itu pula sekresi
lambung akan terpicu. Rasa makanan dapat merangsang sekresi lambung
karena kerja saraf, sehingga menimbulkan rangsangan kimiawi yang
menyebabkan dinding lama apabila makanan banyak mengandung
lemak. Fungsi pilorus lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi
getah lambung.
Produksi getah lambung ini dapat dihalangi oleh sistem saraf
simpatis, yang dapat juga muncul saat terjadi gangguan emosi, seperti
marah dan rasa takut.
Pengosongan lambung membutuhkan waktu lima jam, atau lebih
sebagai pengendali pintu keluar-masuk lambung menjadi terbatas, karena
proses pengosongan berjalan normal walaupun pilorus tetap terbuka.
Kontraksi antrun akan diikuti oleh kontraksi pilorus yang berlangsung
sedikit lebih lama dari kontraksi duodenum. Pengaturan gerakan dalam
proses pengosongan lambung merupakan kontraksi gerak peristaltik
lambung yang dikoordinasikan oleh gelombang depolarisasi gastrik
(slow wave). Ini merupakan gerak sel otot polos yang dimulai otot

6
sirkulasi fundus menuju ke pilorus setiap 20 detik. Ritme ini disebut
Basic Elektrik Ritme (BER). Peristaltik antrum slow wave mempunyai
peran penting dalam pengendalian pengosongan lambung (Ardiansyah
M, 2012).
5. Usus halus (Intestinum minor)
Proses pencernaan makanan selanjutnya dilakukan di dalam usus
halus dengan bantuan aksi getah usus. Usus halus adalah bagian dari
sistem pencernaan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada
seikum dengan panjang ±6 m. Usus halus ini merupakan saluran paling
panjang yang digunakan sebagai tempat proses pencernaan dan absorpsi
hasil pencernaan Usus halus terdiri dari beberapa lapisan, yaitu lapisan
mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (m. sirkular), lapisan otot
yang memanjang (m. longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar).

a. Anatomi usus halus


Usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu duodenum, yeyenum, dan
ileum. Duodenum juga sering disebut usus dua belas jari. Organ ini
panjangnya sekitar 25 cm, berbentuk menyerupai sepatu kuda yang
melengkung ke kiri. Organ pankreas terdapar pada lengkungan ini.
Sedangkan, pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir
menyerupai bukit yang disebut papila vateri. Pada papila vateri ini
bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui
duktus koleduktus, fungsinya adalah mengemulasi lemak dengan
bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase (yang berfungsi
mencerna hidrat arang menjadi disakarida) dan tripsin (yang berfungsi
mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida).
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar. Kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar brunner
dan berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Sementara itu, yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar ±6
meter. 2/5 bagian atas adalah yeyenum dan 3/5 sisanya adalah ileum.

7
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior
dengan perantaraan lipatan teritonium berbentuk kipas, yang dikenal
sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior,
pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara dua lapisan peritoneum yang
membentuk mesenterium.
Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas
yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum melalui
perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini
diperkuat oleh spinkter ileoseikalis. Pada bagian ini terdapat katup
valvula seikalis atau valvula bauk ini yang berfungsi untuk mencegah
cairan dalam kolon asendens agar tidak masuk kembali ke dalam ileum.
b. Fungsi usus halus
1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3) Menyerap karbohidrat dalam bentuk monosakarida.
c. Kelenjar dalam usus halus
Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus
yang menyempurnakan makanan, yakni:
1) Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
2) Eripsin, menyempurnakan pencernaan.
3) Laktase, mengubah laktase menjadi monosakarida.
4) Maltosa, mengubah maltosa menjadi monosakarida.
5) Sukrosa, mengubah sukrosa menjadi monosakarida.
6) protein menjadi asam amino.Kontraksi di usus halus.
Kontraksi di usus halus terbagi enam bagian, yaitu:

1) Segmentasi: jenis gerakan yang paling sering dan frekuensinya


sesuai dengan slow wave (gerakan lambat).
2) Peristaltik: kontraksi otot sirkuler secara berurutan dalam jarak
pendek dengan kecepatan 2-3 cm/detik untuk memotong chymus ke
arah usus besar.

8
3) Kontraksi muskularis mukosa: kontraksinya tidak teratur tiga kali per
menit. Kontraksi ini mengubah pola lekukan dan lipatan mukoda,
mencamput isi lumen, dan mendekatkan chymus dengan permukaan
mukosa yang dirangsang oleh saraf simpatis.
4) Kontarksi vilus: konstraksinya tidak teratur, terutama di bagian
proksimal usus. Kontraksi ini membantu mengosongkan pembuluh
lacreal sentral dan meningkatkan aliran limfe.
5) Sfingter ileosekalis: Sfinger ileosekalis melemas bila gerak
peristaltik ileum sampai spingter dan sejumlah kecil chymus masuk
ke dalam sekum (usus buntu).
6) Reflex gatroileal: peningkatan fungsi sekresi dan motorik lambung
saat makanan meninggalkan motilitas ileum terminalis, chymus
masuk ke dalam sekum melalui refleks panjang.
(Ardiansyah M, 2012).
6. Usus besar (intestinum mayor)
Organ pencernaan itu sendiri atas kolon asenden, transversum,
desenden, sigmoid, serta rektum. Peristaltik di bagian ini sangat kuat dan
mendorong feses cair dalam usus asenden dan transversum, kemudian air
diserap ke usus desenden. Bahan kotoran yang terdapat di dalam ujung
usus sebagian besar berupa feses dan menggumpal di dalam rektum
akhirnya keluar melalui anus. Struktur usus besar terdiri dari:
a. Sekum (usus buntu), yaitu kantong lebar yang terletak pada fossa
iliaka dekstra. Pada bagian bawah dari organ ini adalah sekum
apendiks vermiformis disebut umbai cacing, panjangnya sekitar 6-10
cm. Muara apendiks ditentukan oleh titik Mc Burney, yaitu daerah
antara 1/3 bagian kanan dan 1/3 bagian tengah garis penhubung kedua
spina iliaka anterior superior (SIAS).
b. Kolon asendens, bagian yang memanjang dari sekum ke fossa iliaka
kanan sampai setelah kanan abdomen. Panjang dari bagian ini ±13 cm,
terletak di sebelah kanan dan di bawah hati ke sebelah kiri. Lengkung
ini disebut fleksura hepatica (fleksura koli dekstra) dan dilanjutkan
dengan kolon transversum.

9
c. Kolon transversum, yang mempunyai panjang ±38 cm, membujur dari
kolon asendens sampai kolon desenden. Organ ini berada di bawah
abdomen sebelah kanan, tepat pada lekukan yang disebut fleksura
lienalis (fleksura koli sinistra), dan mempunyai mesenterium yang
melekat pada amentum mayus.
d. Kolon desendens yang mempunyai panjang ±25 cm dan terletak di
bawah abdomen bagian kiri dari atas ke bawah. Dari depan fleksura
lienalis sampai depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoideum dan
dinding belakang peritoneum (retroperitoneal).
e. Kolon sigmoid, yang merupakan lanjufan kolon desenden, terletak
miring dalam rongga pelvis. Bagian ini panjangnua ±40 cm, dalam
rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf S dengan ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum. Kolon sigmoid ini ditunjang oleh
mesenterium yang disebut mesekolon sigmoideum.
(Ardiansyah M, 2012).
7. Rektum
Organ ini terletak di bawah kolon sigmoideum yang menghubungkan
instestinum mayor dengan anus. Posisinya berada di dalam rongga pelvis
di depan os sacrum dan os koksigis. Rektum terdiri dari dua bagian, yaitu
rektum propia dan rektum analis rekti.
a. Rektum propia; bagian yang melebar disebut ampula rekti, jika terisi
sisa makanan akan timbul hasrat defekasi.
b. Rektum analis rekti; bagian sebelah bawah ditutupi oleh serat-serar
otot polos (muskulus spinkter ani internus dan muskulus spingkter ani
eksternus).
c. Kedua otot ini berfungsi pada waktu defekasi. Tunika mukosa rektum
banyak mengandung pembuluh darah, jaringan mukosa, dan jaringan
otot yang membentuk lipatan yang disebut kolumna rektalis. Di
bagian bawah terdapat vena rektalis (hemoroidalis superior dan
inferior) yang sering mengalami pelebaran atau varises, yang disebut
wasir (ambeien).
(Ardiansyah M, 2012).

10
8. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar) dan terletak di dasar pelvis. Dinding
anus diperkuat oleh tiga spinkter (otot cincin), yakni:
a. Spinkter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b. Spinkter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
c. Spinkter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.
(Ardiansyah M, 2012).

B. Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana seseorang buang air besar
dengan konsisteni lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih ) dalam satu hari
(DEPKES, 2016).
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus
besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan
manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan
abdomen (Muttaqin, 2011).
Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja
yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan
volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus
lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah (Hidayat, 2014).
Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi
lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan
pathogen, yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair).
Diare juga dapat terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan pada
neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah.

C. Etiologi
Etiologi Gastroeneritis menurut Ngasityah (2016), yaitu :

1. Faktor infeksi

11
a. Infeksi Internal merupakan infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama gastroenteritis. meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E.
coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb),
infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll),
infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C.
albicans)
b. Infeksi parenteral merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang
dapat menimbulkan gastroenteritis. seperti: otitis media akut, tonsilitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Intoleransi laktosa merupakan penyebab gastroenteritis yang terpenting
pada bayi dan anak.
3. Faktor Makanan
Gastroenteritis dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi,
beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
Gastroenteritis dapat terjadi karena faktor psikologis ( rasa takut dan
cemas ).
5. Faktor efek penggunaan obat-obatan : Antibiotik, Laksatif, Quinidine,
Kolinergik, dan Sorbital.

D. Tanda dan Gejala


Menurut Diyono & Mulyanti (2013), manifestasi klinis gastroenteritis akut
yaitu:
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair
2. Badan lemas
3. Dehidrasi: turgor kulit kering, kadang kering, kadang lidah pecah-pecah
4. Anoreksia, mual, dan muntah
5. Berat badan turun
6. Perut nyeri dan tegang

12
7. Peristaltik usus meningkat
8. Anus kadang lecet
9. Takikardi
10. Ketidakseimbangan antara masukan dan keluaran
11. Peningkatan serum natrium
12. Demam

E. Epidemiologi

Penyakit diare hingga kini masih merupakan penyebab kedua morbiditas


dan mortalitas pada terutama pada anak usia kurang dari dua tahun di seluruh
dunia terutama di negara-negara berkembang, jumlah nya mendekati satu
dalam lima orang.

Berdasarkan data World Health Organization Organization (2018) saat


ini penyakit Gastroenteritis diderita 66 juta orang di dunia. Dari semua kasus
kematian, anak balita karena penyakit diare khususnya masih 78% terjadi di
wilayah Afrika dan Asia Tenggara. Penyakit diare masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena
morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Selain itu, diare masih
merupakan penyebab kematian anak di seluruh dunia, meskipun tatalaksana
sudah maju (WHO, 2018).

Tahun 2018 jumlah penderita diare Balita yang dilayani di sarana


kesehatan sebanyak 1.637.708 atau 40,90% dari perkiraan diare di sarana
kesehatan. Target cakupan pelayanan penderita Diare semua umur (SU) yang
datang ke sarana kesehatan adalah 10% dari perkiraan jumlah penderita Diare
SU (Insidens Diare SU dikali jumlah penduduk di satu wilayah kerja dalam
waktu satu tahun). Tahun 2017 jumlah penderita diare SU yang dilayani di
sarana kesehatan sebanyak 4.274.790 penderita dan terjadi peningkatan pada
tahun 2018 yaitu menjadi 4.504.524 penderita atau 62,93% dari perkiraan
diare di sarana kesehatan. Insiden diare semua umur secara nasional adalah
270/1.000 penduduk (Rapid Survey Diare tahun 2015).

Kejadian Diare yang terjadi di seluruh dunia menyebabkan 4% dari


semua kematian dan 5% dari kehilangan kesehatan menyebabkan kecacatan.

13
Menurut data WHO (World Health Organization), Setiap tahunnya ada
sekitar 1,7 miliar kasus diare dengan angka kematian 760.000 anak di bawah
5 tahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia di bawah 3 tahun rata-rata
mengalami 3 episode diare pertahun. Diare di Indonesia pada tahun 2018
menunjukkan sebanyak 4.165.789 penderita diare yang dilayani di sarana
kesehatan, sebanyak 1.516.438 (36,4%) adalah balita, di Kalimantan Selatan
sendiri terdapat 28.056 (41,62%) balita yang mendapatkan pengobatan diare
di pelayanan kesehatan. Penyakit diare di Kalimantan Selatan masih termasuk
dalam salah satu golongan penyakit terbesar yang angka kejadiannya relatif
cukup tinggi, keadaan ini didukung oleh faktor lingkungan, terutama kondisi
sanitasi dasar yang masih tidak baik, misalnya penggunaan air untuk
keperluan sehari-hari yang tidak memenuhi syarat, jamban keluarga yang
masih kurang dan keberadaannya kurang memenuhi syarat, serta kondisi
sanitasi perumahan yang masih kurang dan tidak higienis. Di Kalimantan
Selatan masih banyak ditemui kasus diare. Sebagai perbandingan kasus diare
pada tahun 2008 sebanyak 54.316 kasus 2009 sebanyak 72.020 kasus, tahun
2010 sebanyak 52.908 kasus, serta tahun 2011 sebanyak 66.765. (Profil Data
Kesehatan, 2018)

F. Patofisiologi
Menurut Rizal (2018) patofisiologi dari gastroenteritis adalah
meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan
akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang
berlebihan, cairan yodium, potassium dan bikarbonat berpindah dari rongga
ekstra seluler keadaan tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan
elektrolit dan dapat terjadi asidosis metabolik.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.

14
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan


mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya
mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan
asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian
mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang
selanjutnya akan menimbulkan diare.

Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:

1. Kehilangan air (dehidrasi)Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output)


lebih banyak dari pemasukan(input), merupakan penyebab terjadinya
kematian pada diare.

2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis) Hal ini terjadi


karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
olehginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari
cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.

3. Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa.

4. Gangguan gizi. Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat,


hal ini disebabkan oleh seperti makanan sering dihentikan karena takut
diare atau muntah yang bertambah hebat

15
5. Gangguan sirkulasi. Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock)
hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia,
asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bilatidak segera diatasi klien akan meninggal.

16
Pathway Gastroeneteritis

Infeksi Malabsorbsi Makanan Psikologis

Kuman masuk Tekanan Toksin tidak


dan berkembang osmotik Ansietas
dapat diabsorbsi
dalam usus meningkat
Malabsorpsi
Pergeseran air Hiperperistaltik
kebutuhan lemak
Toksin dalam dan elektrolit ke
dan protein
dinding usus rongga usus
halus Metabolis
osmotik

Hipersekresi air Isi rongga usus Kemampuan


dan elektrolit absorbsi Pergeseran air
meningkat
usus meningkat menurun dan elektrolit ke
usus

Gastroenteritis

BAB sering dengan Inflamasi saluran


konsistensi encer pencernaan

Kulit di Cairan yang Frekwensi Melepaskan Mual dan


sekitar anus keluar defekasi mediator muntah
lecet dan banyak kimiawi
iritasi
Spasme otot Anoreksia
BAB encer
Dehidrasi polos usus
Kemerahan dengan atau
dan gatal tanpa darah
Kram perut
Ketidakseimbang
Kekurangan an nutrisi kurang
Resiko Diare
volume Nyeri Akut dari kebutuhan
kerusakan
cairan tubuh
integritas kulit

Sumber : Kardiyudiani & Susanti, 2019

17
G. Diagnosa Medik
Menurut Kardiyudiani dan Susanti (2019) pemeriksaan diagnostik khusus
sering kali tidak diperlukan pada kasus gastroenteritis. Para ahli perawatan
sering dapat membuat diagnosis berdasarkan riwayat gejala dan pemeriksaan
fisik. Jika gejalanya menetap untuk jangka panjang dapat dilakukan untuk
menentukan penyebab muntah dan diare .
1. Pada pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan diantaranya apakah dikeluarga atau teman lain
mengalami paparan yang sama : berupa durasi, frekuensi, dan apakah ada
muntah . kemampuan pasien menoleransi cairan dari mulut . pertanyaan –
pertanyaan tersebut membantu menentukan potensi resiko dehidrasi.
Informasi lain dalam riwayat medis yang dapat membantu dalam diagnosis
gastroenteritis meliputi :

a. Riwayat perjalanan.

Perjalanan dapat menunjukkan infeksi bakteri E. Coli atau infeksi


parasit yang didapat dari sesuatu yang dimakan atau diminum oleh
pasien

b. Paparan air yang terkontaminasi.

Berenang di air yang terkontaminasi atau minum dari air segar seperti
aliran gunung atau sumur dapat mengindikasikan Giordia, organisme
yang ditemukan didalam air .

c. Perubahan pola makan, kebiasaan menyiapkan makanan, dan


penyimpanan makanan. Penyakit terjadi setelah terpapar makanan yang
tidak dimasak atau disimpan tidak benar atau kurang matang .

d. Kontak racun. Gejala gastroenteritis dapat terjadi setelah terpapar


berbagai racun, yang dapat terjadi karena pekerjaan atau rekreasi.

2. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis


yang tepat sehingga tepat juga dalam memberikan obat. Adapun
pemeriksaan yang perlu dikerjakan menurut Diyono & Mulyani (2013),
adalah :

18
a. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan

b. Pemeriksaan Feses

Tes tinja untuk mengetahui makroskopis dan mikroskopis, biakan


kuman untuk mengetahui kuman penyebab, tes resistensi terhadap
berbagai antibiotik serta untuk mengetahui pH dan kadar gula jika
diduga ada intoleransi glukosaa.

c. Pemeriksaan Darah

Darah perifer lengkap, analisa darah dan elektrolit (terutama Na, Ca,K
dan P serum pada diare yang disertai kejang), anemia dan dapat terjadi
karena malnutrisi/malabsorbsi tekanan fungsi sum-sum tulang (proses
inflamasi kronis) peningkatan sel-sel darah putih, pemeriksaan kadar
ureum dan creatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.

d. Pemeriksaan elektrolit tubuh

Untuk mengetahui kadar Natrium, Kalium, Kalsium dan Bikarbonat

e. Duodenal Intubation

Untuk mengetahui penyebab sevara kuantitatif dan kualitatif terutama


pada diare kronik

H. Penatalaksanaan
1. Non-medis

Menurut Nugroho (2011) penatalaksanaan keperawatan antara lain :

a. Rencanakan dan berikan asupan cairan sesuai kebutuhan

b. Monitor tanda-tanda dehidrasi : penurunan kesadaran, takikardi, tensi


turun, anuria, keadaan kulit/turgor.

c. Hentikan makanan padat

d. Monitor tanda –tanda vital

e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

2. Medis
Penatalaksanaan medis menurut Kardiyudiani dan Susanti (2019) pada
pasien gastroenteritis meliputi:

19
a. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien gastroenteritis dan memperhatikan
derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
1) Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang di berikan
peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCL
dan glukosa untuk diare akut.
2) Cairan Parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang di perlukan sesuai
dengan kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung tersedianya
cairan setampat. Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) di
berikan tergantung berat / ringan dehidrasi, yang di perhitungkan
dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
a) Dehidrasi Ringan
1 jam pertama 25 – 50 ml / kg BB / hari, kemudian 125 ml / kg
BB /oral.
b) Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50 – 100 ml / kg BB / oral kemudian 125 ml / kg
BB /hari.
c) Dehidrasi berat
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit
(inperset 1 ml : 20 tetes), 16 jam nerikutnya 105 ml / kg BB oralit
per oral.

20
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien

Pengkajian meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan,


status perkawinan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk Rs ,tanggal
pengkajian

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering pada klien penyakit gastroenteritis atau


diare yaitu : Frekuensi BAB lebih dari 3 kali dengan konsistensi encer,
adanya mual muntah, berat badan menurun.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang


diderita oleh klien mulai timbulnya keluhan yang dirasakan seperti
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir
saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran :
3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari
14 hari (diare kronis) sampai klien dibawa kerumah sakit, dan apakah
pernah memeriksakan diri ketempat lain selain rumah sakit umum serta
pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana perubahannya
dan data yang didapatkan saat pengkajian.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau


kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

3. Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut dan terapi obat


antidiare, terapi intravena, dan antibiotic.

21
4. Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).

a. Persepsi Kesehatan : pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya,


higienitas pasien sehari-sehari kurang baik.
b. Nutrisi metabolic : diawali dengan
mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien.
c. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari,BAK sedikit atau jarang.
d. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya
nyeri akibat distensi abdomen yakni dibantu oleh orang lain.
e. Tidur/istirahat : akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang
akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
f. Kognitif/perceptual : pasien masih dapat menerima informasi namun
kurang berkonsentrasi karena nyeri abdomen.
g. Persepsi diri/konsep diri : pasien mengalami gangguan konsep diri
karena kebutuhan fisiologis nya terganggu sehingga aktualisasi diri
tidak tercapai pada fase sakit.
h. Seksual/reproduksi : mengalami penurunan libido akibat terfokus pada
penyakit.
i. Peran hubungan : pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga
dan peran pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
j. Manajemen koping/stress : pasien mengalami kecemasan yang
berangsur-angsur dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki
koping yang adekuat.
k. Keyakinan/nilai : pasien memiliki kepercayaan, pasien jarang
sembahyang karena gejala penyakit.
5. Pemeriksaan Fisik

a. Kesadaran : composmentis, pada dehidrasi berat dapat terjadi apatis,


somnolen, kadang sopokomateus.

b. Keadaan umum : sedang atau lemah

c. Vital sign : pada dehidrasi berat dapat terjadi renjatan hupovolemik


dengan:

22
1) Tekanan Darah menurun ( misal 90/40 mmHg )

2) Nadi sepat sekali (tachikardi )

3) Suhu terjadi peningkatan karena dehidrasi dan dapat juga karena


adanya infeksi dalam usus

4) Respirasi cepat jika terjadi dehidrasi akut dam berat karena adanya
kompensasi asam basa.

d. Pemerisaan Head to Toe

1) Kepala dan Muka

Kepala : inspeksi ada tidaknya ubun – ubun yang besar dan agak
cekung

Rambut : terjadi rontok atau merah karena malnutrisi

Mata : mata pada umumnya agak cekung

Mulut : mukosa kering, bibir pecah – pecah , lidah kering, bibir


pucat.

Pipi : pada tulang pipi biasanya menonjol

Wajah : tampak lebih pucat

2) Leher
Umumnya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
3) Jantung
Menimbulkan aritmia jantung
4) Abdomen
Inspeksi : inspeksi umumnya kadang simetris, cembung terlihat
pembesaran pada perut kanan bawah.
Perkusi : tympani ( kembung).
Palpasi : umumnya ada nyeri tekan bagian perut bawah yaitu
bagian usus dan dapat terjadi kejang perut.
Auskultasi : bising usus >30x / menit (normal untuk orang dewasa :
5-35 x/menit)
5) Anus
Anus terjadi iritasi, kemerahan pada daerah sekitarnya

23
6) Kulit
Kekenyalan kulit sedikit kurang dan elastisitas kembali setelah >2
detik.

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Ardiansyah M (2012), dianosa keperawatan yang dapat
ditemukan pada pasien gastroenteritis akut yaitu:
1) Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi dan malabsorpsi usus.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak
cairan melalui rute normal, diare berat, muntah.
3) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorpsi nutrient, status hipermetabolik.
4) Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik usus, diare lama, iritasi
kulit/jaringan.

C. Intervensi dan Rasional

Perencanaan keperawatan menurut Ardiansyah M (2012) pada pasien


Gastroenteritis adalah:

1. Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi atau malabsorpsi usus.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama diharapkan


diare dapat teratasi

b. Kriteria Hasil :

1) Pola eliminasi klien teratur


2) Konsistensi feces klien lembut tak berbentuk
3) Warna feces klien normal
4) Tidak ada rasa nyeri saat BAB
c. Intervensi :
1) Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan
faktor pencetus.

Rasional : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji


beratnya episodik

24
2) Observasi warna, konsistensi, bau feses, pergerakan usus, cek BB
setiap hari
Rasional : Sebagai acuan dalam rencana tindakan penanganan yang
efektif
3) Observasi turgor kulit dan kulit di sekitar anus/perianal secara rutin
Rasional : Untuk menentukan status dehidrasi dan kerusakan pada
integritas kulit perianal
4) Monitor dan cek elektrolit, intake dan output cairan
Rasional : Asupan cairan yang masuk dan keluar untuk memantau
keseimbangan cairan dalam tubuh sehingga tidak menimbulkan
efek kegawatdaruratan yang lebih serius.
5) Anjurkan pasien untuk makan makanan yang rendah serat
Rasional : makanan yang rendah serat akan membantu
pembentukan feses
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat melalui cairan IV
dan oral
Rasional : pemberian obat cairan IV dan oral dapat membantu
mengurangi kerja usus

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak cairan


melalui rute normal, diare berat, muntah.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien


tidak kekurangan cairan

b. Kriteria hasil :

Mempertahankan volume cairan adekuat, membran mukosa lembab,


turgor kulit baik, pengisian kapiler baik , tanda-tanda vital stabil,
keseimbangan masukan, haluaran urine normal dalam konsentrasi dan
jumlah

c. Intervensi :

1) Kaji tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu)

25
Rasional : Hipotensi (termasuk postural), takhikardi, demam dapat
menunjukkan respon terhadap dan/ atau efek kehilangan cairan.
2) Observasi masukan dan haluaran, karakter dan jumlah feses,
perkiraan kehilangan cairan yang tak terlihat, misal: berkeringat.
Ukur berat jenis urine, observasi oliguria.

Rasional : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan,


fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman
untuk penggantian cairan.

3) Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa,penurunan


turgor kulit, pengisisan kapiler lambat.

Rasional : Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/ dehidrasi.

4) Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari dan adanya darah samar

Rasional : Diet tak adekuat dan penurunan absorpsi dapat


menimbulkan defisiensi vitamin K dan merusak koagulasi, potensial
risiko perdarahan.

5) Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral sesuai indikasi

Rasional : Mempertahankan cairan usus akan memerlukan


penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan/ anemia. Catatan:
cairan mengandung natrium dapat dibatasi pada adanya enteritis
regional.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan gangguan absorpsi nutrisi, status hipermetabolik, secara medik
masukan dibatasi (takut makanan menyebabkan diare).

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien


dapat menunjukkan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat

b. Kriteria hasil :

1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

26
4) Tidak ada tanda - tanda malnutrisi

c. Intervensi :

1) Timbang berat badan setiap hari

Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diit/


keefektifan therapy.

2) Dorong tirah baring dan atau pembatasan aktivitas selama fase


sakit akut.

Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah


penurunan kalori dan simpanan energi.

3) Anjurkan istirahat sebelum makan

Rasional : Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi


untuk makan.

4) Berikan kebersihan oral

Rasional : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.

5) Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan yang


menyenangkan dengan situasi tidak terburu-buru.

Rasional : Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress


dan lebih kondusif untuk makan.

6) Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus


(misal: produk susu)

Rasional : Mencegah serangan akut/ eksaserbasi gejala.

7) Berikan makanan peroral dalam jumlah sedikit tapi sering.

Rasional : makanan peroral dalam jumlah sedikit tapi sering dapat


membantu klien untuk memenuhi nutrisinya jika klien makan
secara berlebih maka akan menimbulkan rasa mual dan muntah.

8) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan


kalori harian dan jenis makanan yang sesuai bagi klien.

Rasional : Kebutuhan setiap individu berbeda-beda tergantung


dari berat badan yang dimiliki klien untuk menetapkan kebutuhan
kalori harian dan jenis makanan.

27
4. Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistaltik usus

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa


nyeri berkurang

b. Kriteria hasil

1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu


menggunakan tehnik nonfarmakologi)

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang

3) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

c. Intervensi dan rasional

1) Kaji secara komprehensif tentang nyeri dengan melakukan


pengkajian nyeri PQRST (Provokatif, Quality, Regio, Skala,
Time)

Rasional : Pengkajian PQRST membantu untuk mengetahui jenis


dan tingkat nyeri pasien

2) Kaji tanda-tanda vital

Rasional : Tanda-tanda vital dilakukan untuk memantau dan


mengobservasi terkait keadaan serta kondisi klien

3) Observasi, isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,


khususnya dalam ketidakmampuan, khususnya dalam
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.

Rasional : Respons klien secara verbal dan non verbal dapat


menunjukkan rasa ketidaknyamanan yang dialami

4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu


ruangan, pencahayaan, dan kebisingan.

Rasional : lingkungan yang baik dapat memberikan rasa nyaman


kepada pasien

5) Ajarkan teknik non farmakologi seperti teknik distraksi dan


relaksasi

28
Rasional : Tehnik nonfarmakologi dapat membantu pengurangan
nyeri akan lebih efektif bila nyeri pasien berada pada tingkat
yang dapat ditoleransi

6) Kolaborasi dalam pemberian obat antinyeri yang dianjurkan


sesuai indikasi

Rasional : Untuk mengatasi rasa nyeri secara adekuat

D. Evaluasi (secara teori)


Dari evaluasi keperawatan yang di lakukan selama 3 hari menunjukkan
bahwa kondisi klien membaik dengan di tandai dengan klien diare klien
teratasi ditandai dengan BAB klien normal (konsistensi, pola, tidak ada
nyeri), cairan klien adekuat ditandai dengan klien tidak mengalami
kekurangan cairan, kebutuhan nutrisi klien tercukupi ditandai dengan tidak
ada penurunan berat badan pada klien dan nafsu makan klien baik, nyeri klien
teratasi ditandai dengan klien tidak mengeluh nyeri. Hasil tanda-tanda vital
sign klien dalam batas normal, dengan kesadaran composmentis.
Menurut Putri (2017) mengatakan bahwa evaluasi keperawatan adalah
langkah akhir dalam proses keperawatan untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai atau tidak.

29
BAB III
DAFTAR PUSAKA

Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press


Diyono, Mulyanti. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan,.
Dilengkapi Contoh Studi Kasus Dengan Aplikasi Nanda Nic Noc.
Kardiyudiani dan Susanti, (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta:
PT. Pustaka Buku
Kementerian Kesehatan RI, 2018. Data Dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia 2017.Jakarta:file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/Data-dan
Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2017.pdf
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC
Ngastiyah . (2016). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep Dan
Proses Keperawatan . Jakarta: Medika salemba
Wijaya & Putri, (2013). KMB Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika.

30

Anda mungkin juga menyukai