GASTROENTERITIS
DI SUSUN OLEH
i
LEMBAR PERSETUJUAN PRESEPTOR
Mengetahui,
Kaprodi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners STIKES Suaka Insan Banjarmasin
ii
BAB I
KONSEP TEORI
1. Mulut
3
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Pencernaan mulut
dibantu oleh ptyalin,yaitu enzim yang dikrluarkan oleh kelenjar saliva
untuk membasahi proses metabolisme makanan. Organ kelengkapan
mulut yaitu bibir,pipi,gigi (gigi susu dan gigi tetap),lidah, dan kelenjar
ludah. Mulut terdiri atas dua bagian, yaitu:
a. Bagian luar yang sempit (vestibula), yaitu ruang di antara gusi, gigi
,bibir, dan pipi.
b. Bagian rongga mulut (bagian dalam), yaitu rongga mulut yang sisi-
sisinya dibatasi oleh tulang maklsilaris, serta di sebelah belakang
bersambung dengan faring
(Ardiansyah M, 2012).
2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus) yang panjangnya 12 cm. Di dalam lengkung
faring terdapat tonsil (amandel), yaitu kumpulan kelenjar limfe yang
banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.
Di sini, terletak persimpangan antara jalan napas dan jalan makanan yang
letaknya di belakang rongga mulut dan hidung. Di depan ruas tulang
belakang, makanan melewati epiglotis lateral melalui resus piriformis,
kemudian masuk esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Pada waktu
yang sama, jalan udara akan ditutup sementara. Pada proses permulaan
menelan, otot mulut dan lidah berkontraksi secara bersamaan.
Pada saat terjadi proses menelan, faring melakukan gerakan untuk
mencegah masuknya makanan ke jalan pernapasan dengan cara menutup
sementara katup ke saluran napas dalam beberapa detik, sambil
mendorong makanan masuk ke dalam esophagus agar tidak
membahayakan jalannya pernapasan. Dalam hal ini, terjadi persilangan
antara jalan makanan dengan pernapasan. Jalan makanan masuk ke
belakang, sementara jalan pernapasan melewati epiglotis lateral melalui
filiformis sebelum kemudian masuk ke esophagus (Ardiansyah M, 2012).
3. Esophagus
4
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung dan panjangnya +- 25 cm, dimulai dari faring sampai pintu
masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar,
lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar
sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudional. Esophagus
terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung setelah
melalui thorax menembus diafragma masuk ke dalam abdomen,
menyambung dengan lambung (Ardiansyah M, 2012).
Sekresi esophagus bersofat mukoid, yaitu memberi pelumas untuk
pergerakan makanan melalui esophagus. Pada permulaan esophagus
terdapat kelenjar mukosa komposita. Bagian utamanya dibatasi oleh
banyak kelenjar mukosa simpleks yang berfungsi untuk mencegah sekresi
mukosa oleh makanan baru masuk. Kelenjar komposita yang terletak pada
perbatasan esophagus dengan lambung berfungsi untuk melindungi
dinding esophagus dari pencernaan getah lambung (Ardiansyah M, 2012).
Pada peralihan esophagus ke lambung, terdapat spinker kardiak yang
dibentuk oleh lapisan otot sirkuler esophagus. Spinkter ini terbuka secara
refleks pada akhir proses menelan. Tunika mukosa esophagus mempunyai
epitel gepeng berlapis yang mengandung kelenjar-kelenjar (landula
esophagus) (Ardiansyah M, 2012).
4. Lambung (gaster)
Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang,
terutama di daerah epigaster. Bagian atas fundus uteri berhubungan dengan
esophagus melalui orifisium pilorik. Organ ini terletak di bawah
diafragma, di depan pankreas dan limfa, serta menempel di sebelah kiri
fundus uteri. Pencernaan di dalam lambung dibantu oleh pepsinogen untuk
mencerna protein, lemak, dan asam garam.
Lambung berdistensi untuk menampung makanan yang masuk.
Awalnya, piloris tetap tertutup. Namun, karena efek dari gelombanh
peristaltik, lambung kemudian mencampur makanan sekaligus
memaparkannya dengan cairan lambung. Kemudian, spinkter pyloris
relaksasi dan membiarkan sejumlah kecil makanan melewatinya setiap
5
waktu.
Fungsi lambung adalah menampung menghancurkan, dan
menghaluskan makanan melalui mekanisme gerak peristaltik lambung dan
getah lambung. Getah cerna yang dihasilkan oleh lambung adalah:
a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin
dan pepton).
b. Asam garam (HCl), fungsinya mengasamkan makanan sebagai
antiseptik dan desinfektan, serta menyebabkan kondisi asam pada
pepsinogen untuk kemudian diubah menjadi pepsin.
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari karsinogen (karsinogen dan protein susu).
d. Lapisan lambung, ada dalam jumlah sedikit dan fungsinya untuk
memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah
lambung.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada saat orang mulai makan.
Ketika kita melihat dan mencium bau makanan, pada saat itu pula sekresi
lambung akan terpicu. Rasa makanan dapat merangsang sekresi lambung
karena kerja saraf, sehingga menimbulkan rangsangan kimiawi yang
menyebabkan dinding lama apabila makanan banyak mengandung
lemak. Fungsi pilorus lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi
getah lambung.
Produksi getah lambung ini dapat dihalangi oleh sistem saraf
simpatis, yang dapat juga muncul saat terjadi gangguan emosi, seperti
marah dan rasa takut.
Pengosongan lambung membutuhkan waktu lima jam, atau lebih
sebagai pengendali pintu keluar-masuk lambung menjadi terbatas, karena
proses pengosongan berjalan normal walaupun pilorus tetap terbuka.
Kontraksi antrun akan diikuti oleh kontraksi pilorus yang berlangsung
sedikit lebih lama dari kontraksi duodenum. Pengaturan gerakan dalam
proses pengosongan lambung merupakan kontraksi gerak peristaltik
lambung yang dikoordinasikan oleh gelombang depolarisasi gastrik
(slow wave). Ini merupakan gerak sel otot polos yang dimulai otot
6
sirkulasi fundus menuju ke pilorus setiap 20 detik. Ritme ini disebut
Basic Elektrik Ritme (BER). Peristaltik antrum slow wave mempunyai
peran penting dalam pengendalian pengosongan lambung (Ardiansyah
M, 2012).
5. Usus halus (Intestinum minor)
Proses pencernaan makanan selanjutnya dilakukan di dalam usus
halus dengan bantuan aksi getah usus. Usus halus adalah bagian dari
sistem pencernaan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada
seikum dengan panjang ±6 m. Usus halus ini merupakan saluran paling
panjang yang digunakan sebagai tempat proses pencernaan dan absorpsi
hasil pencernaan Usus halus terdiri dari beberapa lapisan, yaitu lapisan
mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (m. sirkular), lapisan otot
yang memanjang (m. longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar).
7
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior
dengan perantaraan lipatan teritonium berbentuk kipas, yang dikenal
sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior,
pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara dua lapisan peritoneum yang
membentuk mesenterium.
Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas
yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum melalui
perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini
diperkuat oleh spinkter ileoseikalis. Pada bagian ini terdapat katup
valvula seikalis atau valvula bauk ini yang berfungsi untuk mencegah
cairan dalam kolon asendens agar tidak masuk kembali ke dalam ileum.
b. Fungsi usus halus
1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3) Menyerap karbohidrat dalam bentuk monosakarida.
c. Kelenjar dalam usus halus
Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus
yang menyempurnakan makanan, yakni:
1) Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
2) Eripsin, menyempurnakan pencernaan.
3) Laktase, mengubah laktase menjadi monosakarida.
4) Maltosa, mengubah maltosa menjadi monosakarida.
5) Sukrosa, mengubah sukrosa menjadi monosakarida.
6) protein menjadi asam amino.Kontraksi di usus halus.
Kontraksi di usus halus terbagi enam bagian, yaitu:
8
3) Kontraksi muskularis mukosa: kontraksinya tidak teratur tiga kali per
menit. Kontraksi ini mengubah pola lekukan dan lipatan mukoda,
mencamput isi lumen, dan mendekatkan chymus dengan permukaan
mukosa yang dirangsang oleh saraf simpatis.
4) Kontarksi vilus: konstraksinya tidak teratur, terutama di bagian
proksimal usus. Kontraksi ini membantu mengosongkan pembuluh
lacreal sentral dan meningkatkan aliran limfe.
5) Sfingter ileosekalis: Sfinger ileosekalis melemas bila gerak
peristaltik ileum sampai spingter dan sejumlah kecil chymus masuk
ke dalam sekum (usus buntu).
6) Reflex gatroileal: peningkatan fungsi sekresi dan motorik lambung
saat makanan meninggalkan motilitas ileum terminalis, chymus
masuk ke dalam sekum melalui refleks panjang.
(Ardiansyah M, 2012).
6. Usus besar (intestinum mayor)
Organ pencernaan itu sendiri atas kolon asenden, transversum,
desenden, sigmoid, serta rektum. Peristaltik di bagian ini sangat kuat dan
mendorong feses cair dalam usus asenden dan transversum, kemudian air
diserap ke usus desenden. Bahan kotoran yang terdapat di dalam ujung
usus sebagian besar berupa feses dan menggumpal di dalam rektum
akhirnya keluar melalui anus. Struktur usus besar terdiri dari:
a. Sekum (usus buntu), yaitu kantong lebar yang terletak pada fossa
iliaka dekstra. Pada bagian bawah dari organ ini adalah sekum
apendiks vermiformis disebut umbai cacing, panjangnya sekitar 6-10
cm. Muara apendiks ditentukan oleh titik Mc Burney, yaitu daerah
antara 1/3 bagian kanan dan 1/3 bagian tengah garis penhubung kedua
spina iliaka anterior superior (SIAS).
b. Kolon asendens, bagian yang memanjang dari sekum ke fossa iliaka
kanan sampai setelah kanan abdomen. Panjang dari bagian ini ±13 cm,
terletak di sebelah kanan dan di bawah hati ke sebelah kiri. Lengkung
ini disebut fleksura hepatica (fleksura koli dekstra) dan dilanjutkan
dengan kolon transversum.
9
c. Kolon transversum, yang mempunyai panjang ±38 cm, membujur dari
kolon asendens sampai kolon desenden. Organ ini berada di bawah
abdomen sebelah kanan, tepat pada lekukan yang disebut fleksura
lienalis (fleksura koli sinistra), dan mempunyai mesenterium yang
melekat pada amentum mayus.
d. Kolon desendens yang mempunyai panjang ±25 cm dan terletak di
bawah abdomen bagian kiri dari atas ke bawah. Dari depan fleksura
lienalis sampai depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoideum dan
dinding belakang peritoneum (retroperitoneal).
e. Kolon sigmoid, yang merupakan lanjufan kolon desenden, terletak
miring dalam rongga pelvis. Bagian ini panjangnua ±40 cm, dalam
rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf S dengan ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum. Kolon sigmoid ini ditunjang oleh
mesenterium yang disebut mesekolon sigmoideum.
(Ardiansyah M, 2012).
7. Rektum
Organ ini terletak di bawah kolon sigmoideum yang menghubungkan
instestinum mayor dengan anus. Posisinya berada di dalam rongga pelvis
di depan os sacrum dan os koksigis. Rektum terdiri dari dua bagian, yaitu
rektum propia dan rektum analis rekti.
a. Rektum propia; bagian yang melebar disebut ampula rekti, jika terisi
sisa makanan akan timbul hasrat defekasi.
b. Rektum analis rekti; bagian sebelah bawah ditutupi oleh serat-serar
otot polos (muskulus spinkter ani internus dan muskulus spingkter ani
eksternus).
c. Kedua otot ini berfungsi pada waktu defekasi. Tunika mukosa rektum
banyak mengandung pembuluh darah, jaringan mukosa, dan jaringan
otot yang membentuk lipatan yang disebut kolumna rektalis. Di
bagian bawah terdapat vena rektalis (hemoroidalis superior dan
inferior) yang sering mengalami pelebaran atau varises, yang disebut
wasir (ambeien).
(Ardiansyah M, 2012).
10
8. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar) dan terletak di dasar pelvis. Dinding
anus diperkuat oleh tiga spinkter (otot cincin), yakni:
a. Spinkter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b. Spinkter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
c. Spinkter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.
(Ardiansyah M, 2012).
B. Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana seseorang buang air besar
dengan konsisteni lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih ) dalam satu hari
(DEPKES, 2016).
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus
besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan
manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan
abdomen (Muttaqin, 2011).
Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja
yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan
volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus
lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah (Hidayat, 2014).
Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi
lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan
pathogen, yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair).
Diare juga dapat terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan pada
neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah.
C. Etiologi
Etiologi Gastroeneritis menurut Ngasityah (2016), yaitu :
1. Faktor infeksi
11
a. Infeksi Internal merupakan infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama gastroenteritis. meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E.
coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb),
infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll),
infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C.
albicans)
b. Infeksi parenteral merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang
dapat menimbulkan gastroenteritis. seperti: otitis media akut, tonsilitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Intoleransi laktosa merupakan penyebab gastroenteritis yang terpenting
pada bayi dan anak.
3. Faktor Makanan
Gastroenteritis dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi,
beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
Gastroenteritis dapat terjadi karena faktor psikologis ( rasa takut dan
cemas ).
5. Faktor efek penggunaan obat-obatan : Antibiotik, Laksatif, Quinidine,
Kolinergik, dan Sorbital.
12
7. Peristaltik usus meningkat
8. Anus kadang lecet
9. Takikardi
10. Ketidakseimbangan antara masukan dan keluaran
11. Peningkatan serum natrium
12. Demam
E. Epidemiologi
13
Menurut data WHO (World Health Organization), Setiap tahunnya ada
sekitar 1,7 miliar kasus diare dengan angka kematian 760.000 anak di bawah
5 tahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia di bawah 3 tahun rata-rata
mengalami 3 episode diare pertahun. Diare di Indonesia pada tahun 2018
menunjukkan sebanyak 4.165.789 penderita diare yang dilayani di sarana
kesehatan, sebanyak 1.516.438 (36,4%) adalah balita, di Kalimantan Selatan
sendiri terdapat 28.056 (41,62%) balita yang mendapatkan pengobatan diare
di pelayanan kesehatan. Penyakit diare di Kalimantan Selatan masih termasuk
dalam salah satu golongan penyakit terbesar yang angka kejadiannya relatif
cukup tinggi, keadaan ini didukung oleh faktor lingkungan, terutama kondisi
sanitasi dasar yang masih tidak baik, misalnya penggunaan air untuk
keperluan sehari-hari yang tidak memenuhi syarat, jamban keluarga yang
masih kurang dan keberadaannya kurang memenuhi syarat, serta kondisi
sanitasi perumahan yang masih kurang dan tidak higienis. Di Kalimantan
Selatan masih banyak ditemui kasus diare. Sebagai perbandingan kasus diare
pada tahun 2008 sebanyak 54.316 kasus 2009 sebanyak 72.020 kasus, tahun
2010 sebanyak 52.908 kasus, serta tahun 2011 sebanyak 66.765. (Profil Data
Kesehatan, 2018)
F. Patofisiologi
Menurut Rizal (2018) patofisiologi dari gastroenteritis adalah
meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan
akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang
berlebihan, cairan yodium, potassium dan bikarbonat berpindah dari rongga
ekstra seluler keadaan tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan
elektrolit dan dapat terjadi asidosis metabolik.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
14
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
3. Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa.
15
5. Gangguan sirkulasi. Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock)
hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia,
asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bilatidak segera diatasi klien akan meninggal.
16
Pathway Gastroeneteritis
Gastroenteritis
17
G. Diagnosa Medik
Menurut Kardiyudiani dan Susanti (2019) pemeriksaan diagnostik khusus
sering kali tidak diperlukan pada kasus gastroenteritis. Para ahli perawatan
sering dapat membuat diagnosis berdasarkan riwayat gejala dan pemeriksaan
fisik. Jika gejalanya menetap untuk jangka panjang dapat dilakukan untuk
menentukan penyebab muntah dan diare .
1. Pada pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan diantaranya apakah dikeluarga atau teman lain
mengalami paparan yang sama : berupa durasi, frekuensi, dan apakah ada
muntah . kemampuan pasien menoleransi cairan dari mulut . pertanyaan –
pertanyaan tersebut membantu menentukan potensi resiko dehidrasi.
Informasi lain dalam riwayat medis yang dapat membantu dalam diagnosis
gastroenteritis meliputi :
a. Riwayat perjalanan.
Berenang di air yang terkontaminasi atau minum dari air segar seperti
aliran gunung atau sumur dapat mengindikasikan Giordia, organisme
yang ditemukan didalam air .
2. Pemeriksaan penunjang
18
a. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
b. Pemeriksaan Feses
c. Pemeriksaan Darah
Darah perifer lengkap, analisa darah dan elektrolit (terutama Na, Ca,K
dan P serum pada diare yang disertai kejang), anemia dan dapat terjadi
karena malnutrisi/malabsorbsi tekanan fungsi sum-sum tulang (proses
inflamasi kronis) peningkatan sel-sel darah putih, pemeriksaan kadar
ureum dan creatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
e. Duodenal Intubation
H. Penatalaksanaan
1. Non-medis
2. Medis
Penatalaksanaan medis menurut Kardiyudiani dan Susanti (2019) pada
pasien gastroenteritis meliputi:
19
a. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien gastroenteritis dan memperhatikan
derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
1) Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang di berikan
peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCL
dan glukosa untuk diare akut.
2) Cairan Parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang di perlukan sesuai
dengan kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung tersedianya
cairan setampat. Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) di
berikan tergantung berat / ringan dehidrasi, yang di perhitungkan
dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
a) Dehidrasi Ringan
1 jam pertama 25 – 50 ml / kg BB / hari, kemudian 125 ml / kg
BB /oral.
b) Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50 – 100 ml / kg BB / oral kemudian 125 ml / kg
BB /hari.
c) Dehidrasi berat
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit
(inperset 1 ml : 20 tetes), 16 jam nerikutnya 105 ml / kg BB oralit
per oral.
20
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
21
4. Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).
22
1) Tekanan Darah menurun ( misal 90/40 mmHg )
4) Respirasi cepat jika terjadi dehidrasi akut dam berat karena adanya
kompensasi asam basa.
Kepala : inspeksi ada tidaknya ubun – ubun yang besar dan agak
cekung
2) Leher
Umumnya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
3) Jantung
Menimbulkan aritmia jantung
4) Abdomen
Inspeksi : inspeksi umumnya kadang simetris, cembung terlihat
pembesaran pada perut kanan bawah.
Perkusi : tympani ( kembung).
Palpasi : umumnya ada nyeri tekan bagian perut bawah yaitu
bagian usus dan dapat terjadi kejang perut.
Auskultasi : bising usus >30x / menit (normal untuk orang dewasa :
5-35 x/menit)
5) Anus
Anus terjadi iritasi, kemerahan pada daerah sekitarnya
23
6) Kulit
Kekenyalan kulit sedikit kurang dan elastisitas kembali setelah >2
detik.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Ardiansyah M (2012), dianosa keperawatan yang dapat
ditemukan pada pasien gastroenteritis akut yaitu:
1) Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi dan malabsorpsi usus.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak
cairan melalui rute normal, diare berat, muntah.
3) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorpsi nutrient, status hipermetabolik.
4) Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik usus, diare lama, iritasi
kulit/jaringan.
b. Kriteria Hasil :
24
2) Observasi warna, konsistensi, bau feses, pergerakan usus, cek BB
setiap hari
Rasional : Sebagai acuan dalam rencana tindakan penanganan yang
efektif
3) Observasi turgor kulit dan kulit di sekitar anus/perianal secara rutin
Rasional : Untuk menentukan status dehidrasi dan kerusakan pada
integritas kulit perianal
4) Monitor dan cek elektrolit, intake dan output cairan
Rasional : Asupan cairan yang masuk dan keluar untuk memantau
keseimbangan cairan dalam tubuh sehingga tidak menimbulkan
efek kegawatdaruratan yang lebih serius.
5) Anjurkan pasien untuk makan makanan yang rendah serat
Rasional : makanan yang rendah serat akan membantu
pembentukan feses
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat melalui cairan IV
dan oral
Rasional : pemberian obat cairan IV dan oral dapat membantu
mengurangi kerja usus
b. Kriteria hasil :
c. Intervensi :
25
Rasional : Hipotensi (termasuk postural), takhikardi, demam dapat
menunjukkan respon terhadap dan/ atau efek kehilangan cairan.
2) Observasi masukan dan haluaran, karakter dan jumlah feses,
perkiraan kehilangan cairan yang tak terlihat, misal: berkeringat.
Ukur berat jenis urine, observasi oliguria.
4) Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari dan adanya darah samar
b. Kriteria hasil :
26
4) Tidak ada tanda - tanda malnutrisi
c. Intervensi :
27
4. Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistaltik usus
b. Kriteria hasil
28
Rasional : Tehnik nonfarmakologi dapat membantu pengurangan
nyeri akan lebih efektif bila nyeri pasien berada pada tingkat
yang dapat ditoleransi
29
BAB III
DAFTAR PUSAKA
30