Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Demam Thypoid

2.1.1 Anatomi fisiologi sistem pencernaan

Gambar 1 Sistem pencernaan


(Sumber: Ekaratnawati, 2016)

Menurut Saferi dan Mariza (2013: 173) usus halus atau usus kecil adalah bagian

dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar Usus

halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus 12 jari (duodenum), usus kosong

(jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Pada usus 12 jari terdapat dua muara

saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Usus halus merupakan saluran

berkelok-kelok yang panjangnya sekitar 6-8 meter, lebar 25 mm dengan banyak

lipatan yang di sebut vili atau jonjot-jonjot usus. Vili ini berfungsi memperluas.
8

Kimus yang berasal dari lambung mengandung molekul-molekul pati yang telah

dicernakan di mulut dan lambung, molekul–molekul lemak yang belum

dicernakan serta zat-zat lain. Selama di usus halus, semua molekul pati

dicernakan lebih sempurna menjadi molekul-molekul glukosa. Sementara itu

molekul-molekul protein dicerna yang berperan di usus halus ini berupa cairan

empedu, getah pankreas, dan menjadi molekul-molekul asam amino, dan semua

molekul lemak dicerna menjadi molekul gliserol dan asam lemak. Pencernaan

makanan yang terjadi di usus halus mampu menghasilkan getah pencernaan.

Getah ini bercampur dengan kimus di dalam usus halus.

Organ-organ sistem pencernaan terdiri dari:

1) Mulut

Mulut merupakan jalan masuk menuju sistem pencernaan dan berisi organ

aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencernaan.

Secara umum mulut terdiri atas 2 bagian yaitu:

(1) Bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir

dan pipi.

(2) Bagian rongga mulut (bagian dalam), yaitu rongga mulut yang dibatasi

sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah

belakang bersambung dengan faring.

2) Faring

Merupakan bagian yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan

(esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan

kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan

terhadap infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
9

makanan, yang letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan

ruas tulang belakang.

Jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi penyilangan. Jalan udara

masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan sedangkan jalan makanan

masuk ke belakang dari jalan nafas dan di depan dari ruas tulang belakang.

Makanan melewati epiglotis lateral melalui ressus prifomis masuk ke

esofagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah

masuknya makanan ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup

sementara. Permulaan menelan, otot mulut dan lidah kontraksi secara

bersamaan.

3) Esofagus

Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,

panjangnya sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter 2, 54 cm, mulai dari

faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Esofagus berawal pada

daerah laringofaring, melewati diafragma dan hiatus esofagus. Esofagus terletak

di belakang trakea dan di depan tulang punggung setelah melalui toraks

menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.

Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung

melalui melalui gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar

mukus untuk melumasi dan melindungi esofagus tetapi esofagus tidak

memproduksi enzim pencernaan.

4) Lambung (gaster)

Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak

terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
10

berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah

diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah fundus uteri.

5) Usus

Adalah saluran pencernaan di antara lambung dan usus besar, yang merupakan

tuba terlilit yang merentang dari sfringter pylorus sampai katup ileosekal,

tempatnya menyatu dengan usus besar.

Susunan usus halus terdiri dari:

(1) Duodenum

Organ ini disebut juga usus 12 jari panjangnya 25-30 cm, berbentuk sepatu

kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas yang

menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida.

Duodenum merupakan bagian terpendek dari usus halus.

(2) Yeyenum

Adalah bagian kelanjutan dari duodenum yang panjangnya kurang lebih 1-

1, 5 m.

(3) Ileum

Ileum merentang sampai menyatu dengan usus besar dengan panjang 2-2, 5

m. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior

dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai

mesenterium. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan

perantaraan lubang yang bernama Orifisium Ileoseikalis.

2.1.2 Teori sistem pencernaan

Berdasarkan prosesnya, pencernaan makan dapat dibedakan menjadi dua

macam seperti:
11

1) Proses mekanis yaitu pengunyahan oleh gigi

2) Proses kimiawi yaitu pelarutan dan pemecahan makanan oleh enzim-enzim

pencernaan dengan mengubah makanan yang bermolekul yang berukuran kecil

Adapun proses pencernaan makanan meliputi:

1) Ingesti : pemasukan makanan ke dalam tubuh melalui mulut

2) Mastikasi : proses mengunyah makanan oleh gigi

3) Deglutisi : proses menelan makanan di kerongkongan

4) Digesti : pengubahan makanan menjadi molekul yang lebih sederhana dengan

bantuan enzim yang terdapat di lambung

5) Absorpsi : proses penyerapan terjadi di usus halus

6) Defekasi : pengeluaran sisa makanan yang sudah tidak berguna untuk tubuh

melalui anus

Berikut serangkaian alat-alat pencernaan:

1) Makanan pertama kali masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Makanan ini mulai

di cerna secara mekanis dan kimiawi. Alat yang berperan dalam proses

pencernaan yaitu: gigi, lidah dan kelenjar ludah.

(1) Gigi

Pada manusia, gigi berfungsi sebagai alat pencernaan mekanis. Disini gigi

membantu memecah makanan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil.

Hal ini akan membantu enzim-enzim pencernaan agar dapat mencerna

makanan.
12

(2) Lidah

Lidah di dalam sistem pencernaan berfungsi untuk membantu mencampur

dan menelan makanan, mempertahankan makanan agar berada di antara gigi-

gigi atas dan bawah saat makanan di kunyah serta sebagai alat perasa.

(3) Kelenjar ludah

Air ludah berperan penting dalam proses perubahan zat makanan secara

kimiawi yang terjadi di dalam mulut. Setelah makanan di lumatkan secara

mekanis oleh gigi, air ludah berperan secara kimiawi dalam proses

membasahi dan membuat makanan menjadi lembek agar mudah di telan.

2) Kerongkongan (esofagus)

Kerongkongan merupakan saluran panjang (kurang lebih 25cm) yang tipis

sebagai jalan bolus dari mulut menuju ke lambung.

3) Lambung merupakan saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung,

terletak dibawah sekat rongga badan. Lambung berfungsi menerima masuknya

makanan dari esofagus melalui orifisium kardiak dan bekerja sebagai penimbun

sementara, sedangkan kontraksi otot mencampur makanan dengan getah

lambung. Gelombang peristaltik dimulai tinggi fundus, berjalan berulang-ulang,

setiap menit tiga kali dan merayap perlahan-lahan ke piloris.

4) Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang panjangnya sekitar 6-8 cm,

lebar 25 mm dengan banyak lipatan. Fungsi dari usus halus adalah mencerna dan

mengabsorpsi kime dari lambung.

5) Usus besar atau kolon memiliki panjang kurang lebih 1 cm dan terdiri atas kolon

ascendens,kolon tranversum, dan kolon descendens. Zat-zat sisa di dalam usu

besar ini di dorong ke bagian belakang dengan gerakan peristaltik. Zat-zat sisa
13

ini masih mengandung banyak air dan garam mineral yang di perlukan oleh

tubuh. Fungsi dari usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau absorpsi

makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, semua zat makanan telah

diabsorpsi dan isinya cair. Selama perjalanan di dalam kolon isinya menjadi

makin padat karena air absorpsi dan ketika rektum dicapai maka feses berdifat

padat-lunak. Perstaltik di dalam kolon sangat lamban. Diperlukan waktu kira-

kira enam belas sampai dua puluh jan bagi isinya untuk mencapai fleksura

sigmoid.

6) Defekasi di awali dengan terjadinya penggelembungan bagian rektum akibat

suatu rangsangan yang di sebut refleks gastrokolik. Kemudian akibat adanya

aktivitas kontraksi rektum dan otot sfinkter yang berhubungan mengakibatkan

terjadinya defekasi. Di dalam usu besar ini semua proses pencernaan telah

selesai dengan sempurna.

2.1.3 Pengertian Demam Thypoid

Demam Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang di sebabkan

infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman

yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman

salmonella (Padila, 2013: 186). Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang

biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu

minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005:

236).

Kesimpulan dari pengertian demam thypoid adalah penyakit infeksi yang

mengenai saluran pencernaan, dengan gejala demam lebih dari 1 minggu yang di

sebabkan oleh salmonella typhi.


14

2.1.4 Etiologi

Etiologi Typhus abdominalis adalah sekitar 95% kasus demam thypoid di

Indonesia disebabkan oleh salmonella typhi. Sementara sisanya disebabkan oleh

salmonella paratyphi. Keduanya merupakan bakteri gram-negatif. Masa inkubasi

sekitar 10-14 hari (Mansyor Arif, 2013: 15).

2.1.5 Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang

dikenal dengan 5 F yaitu: Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus

(muntah), Fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita thypoid

dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat

ditularkan melalui perantara lalat, di mana lalat akan hinggap di makanan yang akan

dikomsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan

kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman

salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman

masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung

dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.

Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah

dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian

melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman

selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu Padila (2013: 187).

2.1.6 Manifestasi Klinis

Menurut Suriadi, (2005:255) manifestasi klinik pada klien dengan demam

thypoid adalah:

1) Nyeri kepala, lemah, lesu


15

2) Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu

pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat

pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh

terus meningkat, dan pada minggu ketiga suhu berangsur angsur turun dan

kembali normal.

3) Gangguan pada saluran cerna; halitosis, bibir kering dan pecah-pecah, lidah di

tutup selaput putih kotor (coated tongue), meteorismus, mual, tidak nafsu

makan, hepatomegali, splenomegaly yang di sertai nyeri pada perabaan.

4) Gangguan kesadaran; penurunan kesadaran (apatis, somnolen) tanpa batuk dan

pilek. Anoreksia, dan berat badan menurun

2.1.7 Pemeriksaan diagnostik

Menurut Padila (2013: 190) pemeriksaan penunjang pada klien dengan demam

thypoid adalah:

a. Pemeriksaan leukosit

Pada kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi

berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit

walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu

pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnose demam thypoid

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam thypoid seringkali meningkat tetapi dapat

kembali normal setelah sembuhnya thypoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam thypoid, tetapi bila biakan

darah negatif tidak menutupi kemungkinan akan terjadi demam thypoid.


16

d. Uji widal

Dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri salmonella typhi

2.1.8 Penatalaksanaan

Menurut Padila (2013: 189), penatalaksanaan pada klien dengan demam

thypoid adalah:

1) Perawatan

(1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk

mencegah komplikasi perdarahan usus.

(2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi

bila ada komplikasi perdarahan.

2) Diet

(1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein

(2) Pada penderita yang akut dapat di beri bubur saring

(3) Setelah bebas demam di beri bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.

3) Obat-obatan

Klorampenikol, tiampenikol, kotrimoxazol, amoxilin, ampicillin

2.1.9 Komplikasi

Menurut Padila (2013: 188), komplikasi demam thypoid di bagi dalam 2

bagian yaitu :

1) Komplikasi intestinal, antara lain perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik

2) Komplikasi ekstraintestinal

(1) Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),

miokarditis, thrombosis, tromboplebitis.


17

(2) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, dan syndrome

uremia hemolitik.

(3) Komplikasi paru: pneumonia, empema, dan pleuritis.

(4) Komplikasi hepar dan kandung empedu: hepatitis, kolesistitis.

2.2 Konsep Dasar Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada

praktik klinik keperawatan yang diberikan kepada klien berupa pelayanan

keperawatan dan bantuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Dalam melakukan

proses keperawatan digunakan metode sistematis untuk mengkaji respon manusia

terhadap masalah kesehatan dan memberikan solusi yang tepat.

Ada lima tahapan dalam proses keperawatan yaitu :

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian riwayat keperawatan menurut Nursalam (2008):

1) Identitas sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun

2) Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan

kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi)

3) Suhu tubuh pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu,

bersifat febris remiten dan suhu nya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama,

suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi

hari dan meningkat lagi pada malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus

berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur turun dan

normal kembali pada akhir minggu ketiga.

4) Kesadaran pasien umumnya menurun walaupun tidak berada dalam, yaitu apatis

sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali bila
18

penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Di samping gejala-

gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota

gerak dapat ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli

basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam.

Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epitaksis pada anak besar.

5) Pemeriksaan fisik

(1) Mulut, terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-

pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue),

sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang disertai

tremor.

(2) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Bisa

terjadi konstipasi atau mungkin diare atau normal.

(3) Hati dan limfa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

6) Pemeriksaan laboratorium

(1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopeni, limfositosis

relatif dan aneosinofilia pada permukaan sakit.

(2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

(3) Biakan empedu basil salmonella thyposa dapat ditemukan dalam darah

pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan

dalam urine dan feses.

(4) Pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti

terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan

kenaikan yang progresif.


19

Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut:

a. Titer O yang tinggi (lebih dari 160) menunjukkan adanya infeksi akut

b. Titer H yang tinggi (lebih dari 160) menunjukkan telah mendapat

imunisasi atau pernah menderita infeksi

c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier

Adapun tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut:

7) Tahap perkembangan psikoseksual menurut (Sigmun Freud; 2000) adalah:

(1) Fase phalic (usia 3-5 tahun)

Pada tahap phalic, fokus utama adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga

menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa

anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih

sayang itu. Kompleks oedipus menggambarkan perasaan ingin memiliki ibu

dan keinginan untuk menggantikan ayah.

Tahap perkembangan psikososial menurut (Erik Erikson) adalah:

(1) Tahap 3 (inisiatif vs kesalahan usia 4-5 tahun)

Tahap pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya

sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.

Bila pada masa ini anak mendapatkan pola asuh yang salah, mereka

cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. sikap maupun

perbuatan.
20

8) Penyimpangan KDM

Salmonella typhosa

Masuk saluran pencernaan

Diserap oleh usus halus

Bakteri masuk keperedaran darah

Intake yang tidak adekuat

Kebutuhan nutrisi cairan dan elektrolit


Menyebar ke usus halus

Terjadi perdarahan Kuman di pencernaan

Perforasi usus Berkembang biak dalam hati Perjalanan penyakit

Kelainan pada usus Organ-organ membesar Perawatan yang lama

Gangguan suhu tubuh Nyeri perabaan Kurang informasi

Gangguan rasa aman dan nyaman

Kurang pengetahuan orang tua


Kesadaran menurun tentang penyakit

Adanya dehidrasi dan perforasi

Resiko terjadi komplikasi


Bagan 2.2: Penyimpangan KDM

(Sumber: Nursalam: 2008)


21

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Nursalam (2009:59), diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan

yang menjelaskan respons manusian (status kesehatan atau resiko perubahan pola)

dari individu atau kelompok di mana perawat secara akuntabilitas dapat

mengidntifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status

kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah.

Menurut Nursalam (2008: 69) jenis-jenis diagnosa keperawatan dibedakan

menjadi 5 kategori:

1) Aktual menjelaskan masalah yang sudah terjadi saat ini dan harus sesuai dengan

data-data klinik yang diperoleh.

2) Resiko menjelaskan masalah kesehatan yang akan terjadi jika dilakukan

intervensi keperawatan.

3) Potensial data tambahan diperlukan untuk memastikan masalah keperawatan

yang potensial.

4) Sejahtera diagnosis keperawatan sejahtera (wellness) merupakan keputusan

klinik tentang status kesehatan klien, keluarga, dan atau masyarakat dalam

transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi.

5) Sindrom diagnosis yang terdiri atas beberapa diagnosis keperawatan aktual dan

resiko tinggi yang diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian/situasi

tertentu.

Diagnosa keperawatan pada klien dengan demam thypoid menurut Padila,

(2013: 195) yaitu:

1) Resti gangguan ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan hipertermia dan muntah.


22

2) Resiko tinggi pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat

3) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi

4) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan

kelemahan fisik

5) Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive

6) Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi

yang tidak adekuat

Diagnosa keperawatan pada klien dengan demam thypoid menurut Suriadi

(2005) yaitu:

1) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan jaringan paru

3) Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan adanya batuk, nyeri dada

4) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya secret

5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya rash

6) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia

7) Gangguan aktivitas diversional berhubungan dengan isolasi dari kelompok

sebaya

Diagnosa keperawatan pada klien dengan demam thypoid menurut Nursalam

(2008) yaitu:

1) Kebutuhan nutrisi cairan dan elektrolit

2) Gangguan suhu tubuh

3) Gangguan rasa aman dan nyaman

4) Resiko terjadi komplikasi


23

5) Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit

2.2.3 Perencanaan

Dokumentasi intervensi merupakan catatan tentang tindakan yang diberikan

oleh perawat. Intervensi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan.

Tujuan intervensi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia. Intervensi

keperawatan dicatat untuk mengkomunikasikan rencana perawatan, mencapai

tujuan, dilakukan intervensi yang tepat sesuai dengan masalah, serta tetap

melakukan pengkajian untuk evaluasi efektif terhadap perawatan (Aziz Alimul

2001).

Proses ini memerlukan suatu penetapan urutan berdasarkan prioritas yang

memberikan arah untuk tindakan keperawatan, menciptakan tujuan jangka pendek,

jangka menengah, dan jangka panjang dari tindakan keperawatan, mengidentifikasi

interval keperawatan spesifik yang sesuai untuk pencapaian tujuan,

mengidentifikasi interval yang interdependen, menetapkan hasil akhir yang

diharapkan, mendokumentasikan diagnosa keperawatan, masalah kolaboratif,

tujuan, intervensi keperawatan, dan hasil akhir yang diharapkan pada rencana

keperawatan, dan mengkomunikasikan pada personil lain yang sesuai tentang data

pengkajian yang mengarah pada kebutuhan kesehatan yang dapat dipenuhi dengan

baik oleh anggota tim kesehatan lain.

Intervensi keperawatan pada klien dengan demam thypoid menurut (Padila;

2013):

1) Resti gangguan ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan hipertermia dan muntah


24

Tujuan :

Ketidakseimbangan volume cairan tidak terjadi

Kriteria hasil :

Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S N dan RR) dalam batas

normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada

Intervensi :

a. Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak

elastis dan peningkatan suhu tubuh

b. Pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu

dan jam yang sama

c. Anjurkan klien minum banyak

d. Kolaborasi dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai

indikasi

Rasional :

a. Perubahan status dehidrasi, membran mukosa, turgor kulit menggambarkan

berat ringan nya kekurangan cairan

b. Memberikan pedoman untuk menggantikan cairan

c. Tidak terjadi dehidrasi

d. Pemberian cairan untuk memenuhi kebutuhan cairan

2) Resiko tinggi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat

Tujuan :

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi


25

Kriteria hasil :

Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising

usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal,

konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.

Intervensi :

a. Kaji pola nutrisi klien

b. Anjurkan tirah baring/ pembatasan aktivitas selama fase akut

c. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering

d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet

Rasional :

a. Mengetahui pemasukan yang kurang sehingga dapat menentukan intervensi

yang sesuai dan efektif

b. Menurunkan rasa lemah terhadap aktivitas fisik

c. Meningkatkan pemenuhan nutrisi untuk mempercepat proses penyembuhan

d. Membantu dalam proses penyembuhan

3) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi

Tujuan :

Hipertermia teratasi

Kriteria hasil :

Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak

terjadi kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan

masalah typoid

Intervensi :

a. Observasi suhu tubuh klien


26

b. Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien

c. Beri kompres dengan air dingin pada daerah axilla, lipat paha, temporal bila

terjadi panas

d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antipiretik

Rasional :

a. Mengetahui perubahan suhu tubuh, suhu 38,9-41,1 derajat celcius

menunjukkan proses inflamasi

b. Untuk mempercepat proses penyembuhan

c. Membantu mengurangi demam

d. Obat antipiretik untuk menurunkan panas

4) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan

kelemahan fisik

Tujuan :

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi

Kriteria hasil :

Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan

otot.

Intervensi :

a) Beri lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung

b) Bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK

c) Bantu klien mobilisasi secara bertahap

d) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian vitamin sesuai indikasi

Rasional :

a. Lingkungan yang tenang dapat menurunkan stres yang lebih kondusif


27

b. Pemberian pada bantuan klien dapat menghindari timbulnya komplikasi

c. Menurunkan mobilitas juga menurunkan laju metabolisme dan infeksi

d. Vitamin dapat menurunkan kelemahan fisik

5) Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan :

Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil :

Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi

purulen/drainase serta febris

Intervensi :

a. Observasi tanda-tanda vital

b. Observasi tetesan infus

c. Monitor tanda-tanda infeksi

d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antibiotik sesuai

indikasi

Rasional :

a. Tanda-tanda vital dapat memberikan gambaran keadaan umum klien

b. Memonitor kebutuhan cairan

c. Dapat menghindari faktor resiko

d. Mengobati infeksi basil salmonella typhi

6) Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi

yang tidak adekuat

Tujuan :

Pengetahuan keluarga meningkat


28

Kriteria hasil :

Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup

dan ikut serta dalam pengobatan

Intervensi :

a. Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit

anaknya

b. Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien

c. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti

d. Beri reinforcement positif jika keluarga klien menjawab dengan tepat

Rasional :

a. Mengetahui pengetahuan keluarga tentang penyakit demam typoid

b. Agar keluarga klien mengetahui tentang penyakit demam typoid, penyebab,

tanda dan gejala, serta perawatan dan pengobatan penyakit demam typoid

c. Agar keluarga lebih memahami tentang penyakit tersebut

d. Sebagai motivasi untuk untuk pemahaman keluarga

2.2.4 Implementasi

Dokumentasi intervensi merupakan catatan tentang tindakan yang diberikan

oleh perawat. Dokumentasi intervensi mencatat pelaksanaan rencana perawatan,

pemenuhan kriteria hasil dari tindakan keperawatan mandiri, dan tindakan

kolaboratif.

Tindakan keperawatan mandiri merupakan tindakan yang dilakukan perawat

tanpa pesanan dokter. Tetapan ini telah ditetapkan oleh standar praktik

keperawatan.
29

Tindakan kolaboratif adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat yang

bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya untuk mengatasi masalah

klien. Intervensi keperawatan (tindakan atau implementasi) merupakan bagian

dari proses keperawatan (Hidayat; 2001).

Implementasi keperawatan pada klien dengan demam thypoid menurut

(Padila; 2013) yaitu:

1) Tidak adanya tanda-tanda dehidrasi

2) Bertambahnya selera makan, menunjukkan berat badan stabil

3) Tanda-tanda vital dalam batas normal dantidak terjadi komplikas

4) Menunjukkan peningkatan kekuatan otot

5) Bebas dari tanda-tanda infeksi

6) Menunjukkan pemahaman tentang penyakit

2.2.5 Evaluasi

Dokumentasi evaluasi merupakan catatan tentang indikasi kemajuan pasien

terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan

perawatan dan untuk mengomunikasikan status pasien dari hasil tindakan

keperawatan.

Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi

menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah

direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria

hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan.

Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif yang

menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan


30

respons segera dan evaluasi sumatif yang merupakan rekapitulasi dari hasil

observasi dan anlisis status pasien pada waktu tertentu.

Untuk dokumentasi evaluasi yang memenuhi standar, dibutuhkan

keterampilan dan pengetahuan aplikasi prinsip ukuran dan proses evaluasi. Proses

ini kemungkinan hanya dipakai juka tujuan dapat diukur, kepekaan pada pasien

tentang kemampuan mencapai status tujuan, keasadaran tentang faktor lingkungan,

sosial dan sistem pendukung memadai. Di samping itu, evaluasi juga digunakan

sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan

apakah tujuan tercapai, tidak tercapai, atau tercapai sebagian (Hidayat; 2001).

Anda mungkin juga menyukai