Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA


PASIEN DENGAN GASTROESOFAGEAL REFLUK DISEASE
(GERD)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Laboratoriun Klinik Keperawatan
(PLKK) Daring Sistem Gadar III

OLEH :

NAMA : SIINTIA TAUBATUL FITRI

NIM : 2016.02.076

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan


Gastroesofageal Refluk Disease (GERD) yang disusun oleh:

Nama : Sintia Taubatul Fitri


NIM : 2016.02.076
Prodi : S1 Keperawatan

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas Praktik Laboratorium Klinik
(PLKK) Daring Sistem Gadar III yang dilaksanakan pada 15 Juni – 03 Juli 2020.

Laporan pendahuluan ini telah disetuju


Pada tanggal,

Oleh
Pembimbing

Ns. Masroni, M.S (In Nursing)


NIK: 06.077.0612
LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROESOFAGEAL REFLUK DISEASE (GERD)

1. Konsep Gastroesofageal Refluk Disease (GERD)

1.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),

esogafus, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Gambar 1.1 Sistem Pencernaan Manusia

Sistem pencernaaan berfungsi untuk penerima makanan, mencernanya

menjadi zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian

makanan yang tidak dapat dicerna. Anatomi dan fisiologi sistem

pencernaan yaitu (Mohammad, 2018):

1) Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan

dan air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan

lengkap dan jalan masuk untuk system pencernaan yang berakhir di

anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.


Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan

lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.

Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari

berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan

(incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),

menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari

kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan

tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.

Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang

memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses

menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis

(Mohammad, 2018).

2) Tenggorokan (faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan

kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil

(amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar

limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak

bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya

dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang

belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,

dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak

berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang

disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior yaitu

bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian
yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang

sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada

nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang

gendang telinga. Bagian median disebut orofaring, bagian ini

berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut

laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring

(Mohammad, 2018).

3) Esofagus

Esofagus adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang

dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam

lambung. Makanan berjalan melalui esofagus dengan menggunakan

proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6

tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga

bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka),

bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian

inferior (terutama terdiri dari otot halus) (Mohammad, 2018).

4) Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari

tiga bagian yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi

sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk

mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi

lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida

(HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein).

Lendir melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam


lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam,

yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman

lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap

infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri (Mohammad, 2018).

5) Usus halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran

pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding

usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang

diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir

(yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan

pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga

melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan

lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah

dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan

serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari

(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum)

(Mohammad, 2018).

6) Usus besar

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu

dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum,

kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi

mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.


Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,

seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.

Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada

bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa

menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare

(Mohammad, 2018).

7) Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus

besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini

berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya

rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,

yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja

masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air

besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan

material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang

menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi

tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di

mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak

terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses aka

terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan

keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami

kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda

BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana

bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari


permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan

dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari

tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan

fungsi utama anus (Mohammad, 2018).

1.2 Definisi Gastroesofageal Refluk Disease (GERD)

Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah suatu keadaan

patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus

dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, laring,

dan saluran nafas (Tarigan dan Pratomo, 2019).

GERD adalah gangguan berupa isi lambung mengalami refluks

berulang ke dalam esofagus, menyebabkan gejala dan atau komplikasi

yang mengganggu (Saputra dan Budianto, 2017)

GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) merupakan keadaan

patologis akibat refluks kandungan asam lambung ke esofagus. Namun

selain melibatkan esophagus, keadaan ini juga melibatkan laring dan juga

saluran pernapasan. Hal ini terjadi akibat dari kelemahan otot sfingter

esofagus bagian bawah (Lower Esophageal Sphincter/LES). Ada tiga

mekanisme terjadinya refluks, yaitu :

1) Melalui refluks spontan saat relaksasi LES.

2) Regurgitasi sebelum kembalinya tonus LES paska menelan.

3) Meningkatnya tekanan pada abdomen.

Kandungan isi lambung –yang terdiri dari asam lambung, pepsin,

garam empedu, dan enzim pankreas memiliki potensi merusak lapisan


esophagus. Akan tetapi, potensi perusak paling tinggi adalah asam

lambung (Anonim, 2018).

1.3 Etiologi Gastroesofageal Refluk Disease (GERD)

Yusuf (2015) menjelaskan penyebab GERD yaitu:

1) Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)

2) Bersihan asam dari lumen esofagus menurun

3) Ketahanan epitel esofagus menurun

4) Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya

pepsin, garam empedu, HCL

5) Kelainan pada lambung

6) Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis

7) Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas

8) Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat

refluks

9) Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan

berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan

dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang

memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin),

penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat

10) Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan

1.4 Patofisiologi Gastroesofageal Refluk Disease (GERD)

Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD

(Gastroesophageal Reflux Disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi

lambung ke dalam esophagus.GERD sering kali disebut nyeri ulu hati


(heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya

hanya ada di lambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa

seperti terbakar di esophagus. Refluks gastroesofagus biasanya terjadi

setelah makan dan disebabkan melemahnya tonus sfingter esophagus

atau tekanan di dalam lambung yang lebih tinggi dari esophagus. Dari

kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam bergerak masuk ke

dalam esophagus.

Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus

karena adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah

sfingter sejati, tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter

ini normalnya hanya terbuka jika gelombang peristaltik

menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi,

otot polos sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung.

Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada

saat ini, karena banyak organ yang berada dalam rongga abdomen,

menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan toraks.

Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam

esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter

tidak dapat menutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah

bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus).

Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi karena

menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus.

Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan

normal, refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat
tinggi di sfingter. Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong

sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan

antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama setelah

makan juga dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung

mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam dalam isi

lambung. Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-

sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung.
1.5 Phatway Gastroesofageal Refluk Disease (GERD)

1.6
Menurunnya tonus LES Kelainan lambung Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan Alergi makanan

Gastroesofageal Refluk Disease (GERD)

Asam lambung Mulut terasa asam Keluar isi lambung


mengiritasi sel mukosa tanpa disadari
esofagus
Merangsang pusat mual Aspirasi isi lambung ke
Kerusakan sel mukosa tracheobronkial
Refluks berulang esofagus
Nausea
Bersihan jalan nafas
Trauma mukosa Peradangan tidak efektif
esofagus

Heart burn non cardiac


Gangguan peristaltik Disfagia Penurunan nafsu makan
pada esofagus
Nyeri akut Intoleransi Intake nutrisi inadekuat
makanan
Risiko infeksi
Rupture pembuluh darah BB menurun
Disfungsi
motilitas Defisit nutrisi
Risiko pendarahan gastrointestinal
1.7 Manifestasi KLinis Gastroesofageal Refluk Disease (GERD)

Adrian (2019) menjelaskan Gejala yang biasa terjadi saat asam

lambung naik adalah rasa asam atau pahit di mulut dan sensasi perih atau

panas terbakar di dada dan ulu hati. Kedua gejala ini biasanya akan

semakin memburuk saat penderita membungkuk, berbaring, atau setelah

makan.

Selain mulut terasa asam dan nyeri ulu hati, gejala lain yang juga

dapat menyertai GERD adalah:

1) Kesulitan menelan atau perasaan seperti ada benjolan di

tenggorokan.

2) Gangguan pernapasan, seperti batuk-batuk dan sesak napas. Orang

yang memiliki penyakit asma akan sering kambuh ketika gejala

GERD kumat.

3) Suara serak.

4) Mual dan muntah.

5) Sakit tenggorokan.

6) Keluarnya isi lambung tanpa disadari.

7) Gangguan tidur.

8) Kerusakan gigi karena sering terkena asam lambung.

9) Bau mulut.

Penting untuk diketahui bahwa gejala GERD terkadang disalah

artikan dengan serangan jantung, karena keduanya sama-sama

menimbulkan sensasi perih di dada dan nyeri ulu hati. Akan tetapi, gejala

kedua peyakit ini bisa dibedakan.


Nyeri ulu hati atau nyeri dada karena serangan jantung biasanya

dirasakan sangat berat, menjalar hingga ke lengan, leher, atau rahang,

dan biasanya muncul setelah melakukan aktivitas fisik. Sedangkan nyeri

ulu hati karena gejala GERD umumnya disertai adanya rasa asam pada

mulut, tidak diperparah oleh aktivitas fisik, tidak menyebar hingga ke

lengan atau leher, dan dirasakan semakin berat saat berbaring.

1.8 Klasifikasi Gastroesofageal Refluk Disease (GERD)

Secara garis besar, penderita GERD dibagi menjadi dua

kelompok yaitu :

1) GERD dengan esofagitis erosif; ditandai dengan adanya kerusakan

lapisan mukosa di esofagus pada pemeriksaan endoskopi.

2) GERD tanpa erosif (Non Erosive Reflux Disease/NERD); tidak

terdapatnya kerusakan lapisan mukosa esofagus pada pemeriksaan

endoskopi.

Kelompok lainnya, yaitu GERD Refrakter; merupakan penderita

yang tidak respon terhadap pengobatan dengan penyekat pompa proton

(dengan dosis dua kali sehari) selama 4-8 minggu. Kelompok ini

dibedakan karena penderitanya harus menjalani endoskopi saluran cerna

bagian atas untuk menyingkirkan adanya penyakit ulkus, kanker, atau

esophagitis (Anonim, 2018).


1.9 Pemeriksaan Penunjang Gastroesofageal Refluk Disease (GERD)

Pemeriksaan penunjang pada GERD antara lain (Ika, 2017):

1) Pemantauan pH esofageal

Pemantauan pH esofagus selama 24 jam secara ambulatoir

memegang peranan penting dalam mendiagnosis GERD khususnya

pada penderita asma tanpa gejala klasik atau pada asma yang sulit

diobati. Pemeriksaan ini gold standard untuk mendeteksi GERD

karena dapat menunjukkan korelasi antara episode GERD dengan

wheezing atau gejala lain yang menunjukkan bronkospame. Gejala

respiratorik timbul selama episode refluks asam (pH esofagus <4)

atau dalam 10 menit sesudahnya, menunjukkan korelasi dan dugaan

GERD sebagai pemicu asma. Sedangkan timbulnya refluks asam

setelah gejala respiratorik menunjukkan asma memicu GERD.

2) Proton Pump Inhibitor (PPI test) / Acid Supression Test

PPI merupakan obat pilihan utama untuk diagnostic trial.Trial

terapi dengan PPI dosis tinggi selama 1 minggu dapat dipakai untuk

mendukung diagnosis GERD (misalnya omeprazol 20 atau 40 mg 2

kali sehari). Pada penelitian Amstrong dkk, pemberian omeprazole 40

mg 12x/hari selama 1 minggu terbukti menunjukkan ” positive

predictive value” (PPV) tinggi sebagai acid supression test, untuk

menghilangkan keluhan heart burn akibat asam.

3) Endoskopi

Endoskopi merupakan metode yang paling dapat diandalkan

untuk mendeteksi esofagitis tetapi mungkin kurang diperlukan untuk


diagnosis GERD karena sebagian besar penderita GERD tidak

diapatkan adanya bukti esofagitis (misalnya eritema mukosa, edema,

erosi atau ulserasi). Endoskopi seharusnya dilakukan pada penderita

dengan gejala refrakter / telah mendapat terapi GERD yang adekuat,

yaitu untuk mengevaluasi adanya Barret’s esophagus atau esofagitis

ulseratif.

1.10Penatalaksanan Gastroesofageal Refluk Disease (GERD)

1.8.1 Farmakologi

Obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi farmakologi

GERD yaitu (Bestari, 2015):

1) Antasid

Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam

menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi

esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat

memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah.

Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang

menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang

mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang

mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

2) Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine,

famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam,

golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks


gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis

untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada

pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa

komplikasi.

3) Obat-obatan prokinetik

Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan

GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan

motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat

bergantung pada penekanan sekresi asam.

4) Metoklopramid

Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.

Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak

berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam

kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat

pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat

timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk,

pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.

5) Domperidon

Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine

dengan efek samping yang lebih jarang dibanding

metoklopramid karena tidak melalui sawar darah

otak.Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan

penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan,


golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES

serta mempercepat pengosongan lambung.

6) Cisapriade

Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat

mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan

tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala

serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan

dengan domperidon.

7) Sukralfat (Alumunium hidroksida + sukrosa oktasulfat)

Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat

ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat

ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa

esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta

dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini

cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal

(sitoproteksi).

8) Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor/PPI)

Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam

pengobatan GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung

pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H,

K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses

pembentukan asam lambung. Obat-obatan ini sangat efektif

dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi

esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat serta


yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor

H2.Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi

inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan

(maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy,

tergantung dari derajat esofagitisnya.

1.8.2 Non Farmakologi

Terapi non farmakologi yang dapat diberikan pada pasien

GERD yaitu (Anonim, 2018):

1) Modifikasi gaya hidup, seperti hentikan obat-obatan pemicu

GERD,berhenti merokok, mengurangi makanan yang

menstimulasi seksresi asam (kopi,coklat, keju, soda, lemak).

2) Posisi kepala dinaikkan saat tidur 15-20 cm.

3) Makan selambat-lambatnya dua jam sebelum tidur.

4) Menurunkan berat badan pada penderita obesitas/kegemukan

1.11Komplikasi Gastroesofageal Refluk Disease (GERD)

Penanganan yang tidak adekuat, dapat menyebabkan beberapa

komplikasi dari GERD diantaranya:

1) Esofagitis

Merupakan peradangan pada esofagus, ini terdapat pada lebih

dari 50% pasien GERD. Dapat menyebabkan ulkus pada daerah

perbatasan antara lambung dan esofagus.

2) Striktura esofagus

Suatu penyempitan lumen yang disebabkan oleh inflamasi

yang timbul akibat refluks. Hal ini terjadi karena terbentuk jaringan
parut pada gastroesofageal junction. Striktur timbul pada 10-15%

pasien esofagitis yang bermanifestasi sulit menelan atau disfagia pada

makanan padat. Seringkali keluhan heartburn berkurang oleh karena

striktura berperan sebagai barrier refluks. Biasanya striktur terjadi

dengan diameter kurang dari 13 mm. Komplikasi ini dapat diatasi

dengan dilakukan dilatasi bougie, bila gagal dapat dilakukan operasi.

3) Barrett’s esophagus

Barrett’s esophagus adalah suatu penyakit di mana terjadi

perubahan pada lapisan jaringan di esofagus (kerongkongan). Secara

alami, kerongkongan memiliki jaringan yang kuat sehingga dapat

menahan gesekan dari makanan yang masuk dari mulut.. Namun pada

penderita Barret’s esophagus, sel pada kerongkongan menjadi rusak

dan berubah menyerupai jaringan pada usus. Perubahan ini membuat

saluran esofagus mudah terluka (Lestari, 2019).

2. Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan

Gastroesofageal Refluk Disease (GERD)

2.1 Pengkajian

2.1.1 General Impression

1) Keluhan utama

Pada pasien dengan GERD biasanya mengalami keluhan nyeri

seperti terbakar pada ulu hati, mual, muntah.

2) Mekanisme cedera

Pada pasien dengan GERD biasanya tidak diawali dengan

adanya cidera.
3) Orientasi (tempat, waktu, dan orang)

Kondisi orientasi pada tiap pasien dengan GERD dapat

berbeda-beda, tergantung dengan tingkat kesadaran dari pasien.

2.1.2 Primary Survey

1) Airway

a. Pastikan kepatenan jalan nafas. Pada pasien dengan GERD

bisa mengalami obstruksi jalan nafas karena muntahan.

b. Kaji suara nafas pasien. Adanya suara vesikuler, snoring,

gurgling, atau stidor. Pada pasien dengan GERD yang

mengalami obstuksi jalan nafas karena cairan maka akan

terdengar suara gurgling.

2) Breathing

a. Kaji pergerakan dada pasien. Pasien dengan GERD

biasanya tidak ditemukan abnormalitas pergerakan dada.

b. Kaji irama pernafasan pasien. Pasien dengan GERD yang

mengalami sumbatan pada jalan nafas maka dapat

mempengaruhi irama pernafasan pasien.

c. Kaji pola nafas pasien. Teratur atau tidak.

d. Adanya retraksi otot dada atau tidak.

e. Adanya sesak nafas pada pasien atau tidak.

3) Circulation

a. Hitung nadi pasien. Teraba atau tidak.

b. Ada sianosis pada pasien atau tidak.

c. Hitung CRT pasien


d. Kaji akral pada pasien

e. Hitung tekanan darah pada pasien.

4) Disability

Kaji respon pasien dengan AVPU, tingkat kesadaran pasien,

GCS, reflek pupil dan cahaya pada pasien.

2.1.3 Secondary Survey

1) Anamnesa

Kaji riwayat alergi, medikasi, riwayat penyakit sebelumnya,

makan minum terakhr dan penyebab peristiwa pada pasien.

2) Exposure

Kaji adanya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi,

atau edema pada pasien.

3) Full Vital Sign/Five Intervention/Family Present

Kaji tekanan darah, nadi, RR, dan suhu pasien. Hadirkan

keluarga untuk memberikan ketenangan pada pasien.

4) Give Comfort (Pemberian Kenyamanan)

Pemberian kenyamanan pada pasien dengan GERD dapat

dilakukan dengan memberikan terapi antasid atau obat-obatan

lainnya yang dapat diberikan kepada pasien GERD.

5) History

Menjelaskan pre hospital sampai dengan pasien masuk ke IGD.

6) Pemeriksaaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik pada pasien dengan GERD biasanya

ditemukan abnormalitas pada bagian abdomen. Pasien akan


merasakan nyeri pada saat dilakukan palpasi pada abdomen

bagian atas.

7) Inspect Posterior Surface

Pada pasien dengan GERD biasanya tidak ditemukan

abnormalitas pada pemeriksaan ini.

8) Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien

dengan GERD salah satunya yaitu dengan endoskopi.

Pemeriksaan endoskopi pada pasien dengan GERD untuk

mengetahui adanya esofagitis atau barret’s esophagus.

2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada pasien dengan

GERD yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan nafas

(cairan) d.d pasien mengatakan sesak, adanya suara gurgling, RR

meningkat.

2) Nausea b.d gangguan pada esofagus d.d pasien mengeluh mual,

merasa ingin muntah, sensasi asam pada mulut.

3) Nyeri akut b.d agen cidera fisiologis (inflamasi) d.d adanya keluhan

nyeri dari pasien, pasien tampak meringis, nadi meningkat.

4) Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d intoleransi makanan d.d

pasien merasa mual, nyeri pada abdomen, muntah, residu lambung

meningkat/menurun.

5) Resiko pendarahan b.d gangguan gastrointestinal.


6) Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer

(ganggauan peristaltik pada esofagus).

7) Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan menelan makanan d.d nafsu

makan menurun, penurunan berat badan minimal 10% dibawah

rentang ideal, otot menelan melemah.


2.3 Tindakan Keperawatan

Tabel 2.1 Tindakan Keperawatan pada Pasien dengan GERD


No. Diagnosa Luaran Intervensi
1 Bersihan jalan nafas tidak Bersihan jalan nafas (L.01001, SLKI Hal. 18) Manajemen jalan nafas (I.01012, SIKI Hal.
efektif b.d benda asing dalam 1) Definisi: Kemampuan membersihkan sekret 186-187)
jalan nafas (cairan) d.d pasien atau obstruksi jalan nafas untuk 1) Definisi: Mengidentifikasi dan mengolah
mengatakan sesak (dispnea), mempertahankan jalan nafas tetapi paten. kepatenan jalan nafas.
adanya suara gurgling, RR 2) Ekspektasi: Meningkat 2) Tindakan
meningkat. 3) Kriteria hasil a. Observasi
IR -ER - Monitor pola nafas (frekuensi,
1 2 3 4 5 kedalaman, usaha nafas)
Suara nafas tambahan - Monitor bunyi nafas (mis. Gurgling,
Dispnea mengi, wheezing, ronki)
Frekuensi nafas b. Terapeutik
Keterangan: - Pertahankan kepatenan jalan nafas
IR : Initial Rate (Hasil/skor yang didapat dari dengan head-tilt dan chin lift (jaw-
pasien pada saat pengkajian). thrust jika dicurigai trauma servikal)
ER : Expectation Rate (Target yang diinginkan - Posisikan semi-fowler atau fowler
setelah dilakukan intervensi). - Berikan minuman hangat
Suara nafas tambahan, Dispnea - Lakukan fisioterapi dada (jika perlu)
1: Meningkat - Lakukan penghisapan lendir kurang
2 : Cukup meningkat dari 15 detik
3 : Sedang - Berikan oksigen (jika perlu).
4 : Cukup menurun c. Edukasi
5 : Menurun - Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
Frekuensi nafas (jika tidak kontraindikasi).
1 : Memburuk - Ajarkan teknik batuk efektif.
2 : Cukup memburuk d. Kolaborasi
3 : Sedang - Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik (jika perlu).
4 : Cukup membaik
5 : Membaik

2 Nausea b.d gangguan pada Tingkat nausea (L.12111, SLKI Hal. 144) Manajemen mual (I.03117, SIKI Hal. 197-198)
esofagus d.d pasien mengeluh 1) Definisi: Perasaan tidak nyaman pada bagian 1) Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola
mual, merasa ingin muntah, belakang tenggorokan atau lambung yang perasaan tidak enak pada bagian
sensasi asam pada mulut. dapat mengakibatkan muntah. tenggorokan atau lambung yang dapat
2) Ekspektasi: Menurun menyebabkan muntah
3) Kriteria hasil: 2) Tindakan
IR – ER a. Observasi
1 2 3 4 5 - Monitor mual (mis. Frekuensi,
Keluhan mual durasi, dan tingkat keparahan).
Perasaan ingin - Monitor asupan nutrisi dan kalori.
muntah b. Terapeutik
Perasaan asam di - Kendalikan faktor lingkungan
mulut penyebab mual (mis. Bau tak sedap,
Keterangan: suara, dan rangsangan visual yang
IR : Initial Rate (Hasil/skor yang didapat dari tidak menyenangkan).
pasien pada saat pengkajian). - Kurangi atau hilangkan keadaan
ER : Expectation Rate (Target yang diinginkan penyebab mual (mis. Kecemasan,
setelah dilakukan intervensi). ketakutan, kelelahan).
1 : Meningkat - Berikan makanan dalam jumlah kecil
2 : Cukup meningkat dan menarik.
3 : Sedang c. Edukasi
4 : Cukup menurun - Anjurkan istirahat dan tidur yang
5 : Menurun cukup.
- Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika merangsang
mual.
- Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak.
-Ajarkan teknik non farmakologi
untuk mengatasi mual (mis.
Relaksasi, terapi musik, biofeedback,
hipnosis, akupressur).
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiemetik
(jika perlu).
3 Nyeri akut b.d agen cidera Tingkat nyeri (L.08066, SLKI Hal. 145) Manajemen nyeri (I.08238, SIKI Hal. 201-202)
fisiologis (inflamasi) d.d adanya 1) Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional 1) Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola
keluhan nyeri dari pasien, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan pengalaman sensorik atau emosional yang
pasien tampak meringis, nadi aktual atau fungsional dengan onset mendadak berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
meningkat. atau lambat dan berintensitas ringan hingga fungsional dengan onset mendadak atau
berat dan konstan. lambat dan beintensitas ringan hingga berat
2) Ekspektasi: Menurun dan konstan.
3) Kriteria hasil 2) Tindakan
IR – ER a. Observasi
1 2 3 4 5 - Identifikasi lokasi, karakteristik,
Keluhan nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Meringis nyeri.
Frekuensi nadi - Identifikasi skala nyeri.
Keterangan: - Identifikasi respon nyeri non verbal.
IR : Initial Rate (Hasil/skor yang didapat dari - Identifikasi faktor yang memperberat
pasien pada saat pengkajian). dan meringankan nyeri.
ER : Expectation Rate (Target yang diinginkan b. Terapeutik
setelah dilakukan intervensi). - Berikan teknik nonfarmakologi
Keluhan nyeri, meringis untuk mengurangi nyeri (mis. TENS,
1 : Meningkat hipnosis, akupressur, terapi musik,
2 : Cukup meningkat biofeedback, terapi pijat,
3 : Sedang aromaterapi, teknik imajnasi
4 : Cukup menurun terbimbing, kompres hangat/dingin,
5 : Menurun terapi bermain).
Frekuensi nadi - Kontrol lingkungan yang
1 : Memburuk memperberat nyeri (mis. Suhu
2 : Cukup memburuk ruangan, pencahayaan, kebisingan).
3 : Sedang - Fasilitasi istirahat dan tidur.
4 : Cukup membaik - Pertimbangkan jenis dna sumber
5 : Membaik nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
c. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurasi rasa nyeri.
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik (jika
perlu).
4 Disfungsi motilitas Motilitas gastrointestinal (L.03023, SLKI Hal. 66) Manajemen nutrisi (I.03119, SIKI Hal. 200)
gastrointestinal b.d intoleransi 1) Definisi: Aktivitas peristaltik gastrointestinal 1) Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola
makanan d.d pasien merasa 2) Ekspektasi: Membaik asupan nutrisi yang seimbang.
mual, nyeri pada abdomen, 3) Kriteria hasil: 2) Tindakan
muntah, residu lambung IR - ER a. Obsevasi
meningkat/menurun. 1 2 3 4 5 - Identifikasi status nutrisi
Nyeri - Identifikasi alergi dan intoleransi
Mual makanan
Regurgitasi b. Terapeutik
Keterangan: - Fasilitiasi menentukan pedoman diet
IR : Initial Rate (Hasil/skor yang didapat dari (mis. Piramida makanan).
pasien pada saat pengkajian). c. Edukasi
ER : Expectation Rate (Target yang diinginkan - Anjurkan posisi duduk (jika mampu)
setelah dilakukan intervensi). - Ajarkan diet yang diprogramkan
1 : Meningkat d. Kolaborasi
2 : Cukup meningkat - Kolaborasi pemberian medikasi
3 : Sedang sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
4 : Cukup menurun antiemetik) (jika perlu).
5 : Menurun

5 Resiko pendarahan b.d Tingkat pendarahan (L.02017, SLKI Hal. 147) Pencegahan pendarahan (I.02067, SIKI Hal.
gangguan gastrointestinal. 1) Definisi: Kehilangan darah baik internal 283-284)
(terjadi di dalam tubuh) maupun eksternal 1) Definisi: Mengidentifikasi dan menurunkan
(terjadi hingga keluar tubuh). risiko atau komplikasi stimulus yang
2) Ekspektasi: Menurun menyebabkan perdarahan atau risiko
3) Kriteria hasil: perdarahan.
IR - ER 2) Tindakan
1 2 3 4 5 a. Observasi
Kelembapan mukosa - Monitor tanda gejala pendarahan.
Hematemesis - Monitor tanda-tanda vital ortostatik.
Tekanan darah b. Terapeutik
Keterangan: - Batasi tindakan invasif (jika perlu)
IR : Initial Rate (Hasil/skor yang didapat dari c. Edukasi
pasien pada saat pengkajian). - Jelaskan tanda dan gejala
ER : Expectation Rate (Target yang diinginkan pendarahan.
setelah dilakukan intervensi). - Anjurkan menghindari aspirin atau
Kelembapan mukosa antikoagulan.
1 : Menurun - Anjurkan meningkatkan asupan
2 : Cukup menurun makanan dan vitamin K.
3 : Sedang - Anjurkan segera melapor jika terjadi
4 : Cukup meningkat pendarahan.
5 : Meningkat d. Kolaborasi
Hematemesis - Kolaborasi pemberian obat
1 : Meningkat pengontrol pendarahan (jika perlu).
2 : Cukup meningkat
3 : Sedang
4 : Cukup menurun
5 : Menurun
Tekanan darah
1 : Memburuk
2 : Cukup memburuk
3 : Sedang
4 : Cukup membaik
5 : Membaik
6 Resiko infeksi b.d Tingkat infeksi (L.14137, SLKI Hal. 139) Pencegahan infeksi (I.14539, SIKI Hal. 278)
ketidakadekuatan pertahanan 1) Definisi: Derajat infeksi berdasarkan observasi 1) Definisi: Mengidentifikasi dan menurunkan
tubuh primer (ganggauan atau sumber informasi risiko terserang organisme palogenik.
peristaltik pada esofagus). 2) Ekspektasi: Menurun 2) Tindakan
3) Kriteria hasil: a. Observasi
IR – ER - Monitor tanda dan gejala infeksi
1 2 3 4 5 lokal dan sistemik.
Nafsu makan b. Terapeutik
Demam - Cuci tangan sebelum dan sesudah
Periode menggigil kontak dengan pasien san
Kadar sel darah putih lingkungan pasien.
Keterangan: c. Edukasi
IR : Initial Rate (Hasil/skor yang didapat dari - Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
pasien pada saat pengkajian). - Ajarkan cara mencuci tangan dengan
ER : Expectation Rate (Target yang diinginkan benar.
setelah dilakukan intervensi). - Anjurkan meningkatkan nutrisi.
Nafsu makan - Anjurkan meningkatkan asupan
1 : Menurun cairan.
d. Kolaborasi
2 : Cukup menurun - Kolaborasi pemberian imunisasi
3 : Sedang (jika perlu).
4 : Cukup meningkat
5 : Meningkat
Demam, Periode menggigil
1 : Meningkat
2 : Cukup meningkat
3 : Sedang
4 : Cukup menurun
5 : menurun
Kadar sel darah putih
1 : Memburuk
2 : Cukup memburuk
3 : Sedang
4 : Cukup membaik
5 : Membaik
7 Defisit nutrisi b.d ketidak Status nutrisi (L.03030, SLKI Hal. 121) Manajemen nutrisi (I.03119, SIKI Hal. 200)
mampuan menelan makanan d.d 1) Definisi: Keadekuatan asupan nutrisi untuk 1) Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola
nafsu makan menurun, memenuhi kebutuhan metabolisme. asupan nutrisi yang seimbang.
penurunan berat badan minimal 2) Ekspektasi: Membaik 2) Tindakan
10% dibawah rentang ideal, otot 3) Kriteria hasil: a. Obsevasi
menelan melemah. IR - ER - Identifikasi status nutrisi
1 2 3 4 5 - Identifikasi alergi dan intoleransi
Kekuatan otot menelan makanan
Berat badan (IMT) b. Terapeutik
Nafsu makan - Fasilitiasi menentukan pedoman diet
Keterangan: (mis. Piramida makanan).
IR : Initial Rate (Hasil/skor yang didapat dari c. Edukasi
pasien pada saat pengkajian) - Anjurkan posisi duduk (jika mampu)
ER : Expectation Rate (Target yang diinginkan - Ajarkan diet yang diprogramkan
setelah dilakukan intervensi) d. Kolaborasi
Kekuatan otot menelan - Kolaborasi pemberian medikasi
1 : Menurun sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
2 : Cukup menurun antiemetik) (jika perlu).
3 : Sedang
4 : Cukup meningkat
5 : Meningkat
IMT, Nafsu makan
1 : Memburuk
2 : Cukup memburuk
3 : Sedang
4 : Cukup membaik
5 : Membaik
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, K. (2019) Kenali Gejala GERD dan Cara Mengatasinya, ALODOKTER.


Available at: https://www.alodokter.com/kenali-gejala-gerd-dan-cara-
mengatasinya (Accessed: 14 June 2020).
Anonim (2018) GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) ; Gejala, dan
Penanganan, GO DOK. Available at: https://www.go-dok.com/gerd-
gastroesophageal-reflux-disease-gejala-dan-penanganan/ (Accessed: 20
June 2020).
Bestari, M. B. (2015) ‘Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux Disease (GERD)’,
Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin
Bandung CDK, 42(7).
Ika (2017) ‘Gastroesophageal Reflux Disease’, 42(21), pp. 1737–1740. doi:
10.1007/978-3-030-26554-0_4.
Lestari, K. (2019) Barrett’s Esophagus, SehatQ. Available at:
https://www.sehatq.com/penyakit/barretts-esophagus (Accessed: 14 June
2020).
Mohammad, J. (2018) ‘Saluran Cerna yang Sehat : Anatomi dan Fisiologi’.
Available at:
https://www.researchgate.net/publication/325986943_Saluran_Cerna_yang
_Sehat_Anatomi_dan_Fisiologi.
Saputra, M. . and Budianto, W. (2017) ‘Diagnosis dan Tatalaksana
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) di Pusat Pelayanan Kesehatan
Primer’, Jurnal Continuing Medical Education, 44(5).
Tarigan, R. C. and Pratomo, B. (2019) ‘Analisis Faktor Risiko Gastroesofageal
Refluks di RSUD Saiful Anwar Malang Gastroesophageal Reflux Risk
Factor Analysis at Saiful Anwar Hospital in Malang’, Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 6(2), pp. 78–81. doi:
http://dx.doi.org/10.7454/jpdi.v6i2.306.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Indikator Diagnostik. 1st edn. jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Kepewatan Indonesia,
Definisi dan Tindakan Keperawatan. 1st edn. jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. 1st edn. jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai