Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HAEMORRAGIC FEVER (DHF)


Disusun Sebagai Syarat Dalam Menyelesaikan Program Studi Profesi Ners
Stase Keperawatan Medikal Bedah

OLEH:
AULIA RAHMAN, S.Kep
18. 31. 1143

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
TAHUN 2018-2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE HAEMORRAGIC FEVER (DHF)

OLEH:
AULIA RAHMAN, S.Kep
18. 31. 1143

Banjarmasin, Januari 2019


Mengetahui,

Preseptor Akademik Presptor Klinik

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE HAEMORRAGIC FEVER (DHF)

1. Defenisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit
menular yang berbahaya. Penyakit ini dapat menimbulkan wabah dan
menyebabkan kematian dalam waktu yang siingkat. DBD pertama kali
ditemukan di Manila (Filipina) pada tahun 1953. Di Indonesia penyakit
DBD ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan DKI Jakarta. Kini
semua provinsi sudah terjangkit penyakit ini (Meilany, 2010).
DHF (Dengue Haemorragic Fever) adalah merupakan penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus
melalui gigitan nyamuk Aedes aegipty betina (Hidayat, A. Aziz, 2005).
Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat pada
anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi dan
biasanya memburuk setelah 2 hari pertama (Meilany, 2010).
Menurut Arif Mansjoer (2001) dalam Padila (2013), DHF
adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus (arthro podborn virus)
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan
Aedes Aegypti). Menurut Christantie Effen (1995) dalam Padila (2013),
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina).
Menurut Padila (2013), DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut
yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk spesies aedes.
Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang ditandai
dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue disebut
pula Dengue Haemoragic Fever (DHF). Menurut Soegeng Soegijanto
(2002) dalam Padila (2013), DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah
penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotype virus
dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam
tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda kegagalan
sirkulasi sampai timbul renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai
akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian.
Menurut A. Aziz Alimul Hidayat (2005) dalam Padila (2013),
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit anak yang
disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina. Menurut DR. Nursalam
(2005) dalam Padila (2013), DHF (Dengue Haemoragic Fever) atau
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti.
Menurut Soegeng Soegijanto (2002) dalam Padila (2013),
penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Dengue Haemoragic Fever
adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue yang
tergolong arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk aedes betina (Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus) dengan gejala klinis utama yaitu
demam tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda
kegagalan sirkulasi sampai timbul renjatan (sindrom renjatan dengue)
sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan
kematian.

2. Etiologi
Menurut Widoyono (2008), penyakit DHF disebabkan oleh
virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-borne virus
atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus
Flavivirus dari family Flaviviridae. David Bylon (1779) dalam
Widoyono (2008), melaporkan bahwa epidemiologi dengue di Batavia
disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu virus, manusia dan nyamuk.
Vektor utama penyakit DHF adalah nyamuk Aedes Aegypti (di
daerah perkotaan) dan Aedes Albopictus (di daerah pedesaan). Nyamuk
yang menjadi vektor penyakit DHF adalah nyamuk yang menjadi
terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia
(terdapat virus dalam darahnya). Menurut laporan terakhir, virus dapat
pula ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya.
Menurut (Warsidi, E.2009) Karakteristik nyamuk Aedes aegypti
yang menyebarkan penyakit demam berdarah antara lain:
a. Badannya kecil, warnanya hitam dengan bintik-bintik putih.
b. Hidup didalam dan disekitar rumah di tempat yang bersih dan sejuk
seperti: hinggap di pakaian yang tergantung, vas bunga yang ada
airnya atau ditempat kaleng bekas yang menampung air hujan.
c. Biasanya nyamuk Aedes aegypti yang menggigit tubuh manusia
adalah betina, sedangkan nyamuk jantan manyukai aroma manis
pada tumbuh-tumbuhan.
d. Nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang atau sore hari dengan
peningkatan aktivitas menggigit sekitar 2 jam sesudah matahari
terbit dan beberapa jam setelah mataharit terbenam, sedangkan
malamnya digunakan untuk bertelur.

3. Tanda Gejala
Menurut Padila (2013), tanda dan gejala penyakit DHF adalah:
a. Meningkatnya suhu tubuh
b. Nyeri pada otot seluruh tubuh
c. Suara serak
d. Batuk
e. Epistaksis
f. Disuria
g. Nafsu makan menurun
h. Muntah
i. Ptekie
j. Ekimosis
k. Perdarahan gusi
l. Muntah darah
m. Hematuria
n. Melena

Menurut Widoyono (2008), tanda dan gejala penyakit DHF adalah:


a. Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
b. Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari
petekie (+) sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah
darah, atau berak darah
c. Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal: 150.000-300.000
µL), hematokrit meningkat (normal: pria < 45, wanita < 40)
d. Akral dingin, gelisah, tidak sadar (dengue shock syndrome)

Kriteria diagnosis menurut WHO (1997) dalam Widoyono (2008)


adalah sebagai berikut:
a. Kriteria klinis
 Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung
terus menerus selama 2-7 hari
 Terdapat manifestasi perdarahan
 Pembesaran hati
 Syok
b. Kriteria laboratoris
 Trombositopenia (< 100.000/mm3)
 Hemokonsentrasi (Ht meningkat > 20%)
 Seorang pasien dinyatakan menderita penyakit DBD bila terdapat
minimal 2 gejala klinis yang positif dan 1 hasil laboratorium yang
positif. Bila gejala dan tanda tersebut kurang dari ketentuan di
atas maka pasien dinyatakan menderita demam dengue
(Widoyono, 2008).

Menurut WHO dalam Padila (2013), DHF dapat diklasifikasikan


menjadi empat derajat, yaitu sebagai berikut:
a. Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan
(uji tourniquet positif)
b. Derajat II
Gejala pada derajat I ditambah gejala perdarahan spontan di kulit
dan perdarahan lain
c. Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi)
d. Derajat IV
Nadi tak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur

4. Patofisiologi
Demam Berdarah tidak tertular langsung dari satu orang ke
orang lainnya, namun melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada saat viremia, yaitu sejak
beberapa saat sebelum panas sampai masa demam berakhir, biasanya
berlangsung 3-5 hari, nyamuk menjadi infektif 8-12 hari setelah
menghisap darah orang yang infektif dan penderita akan tetap infektif
selama hidupnya. Adapun masa inkubasi dari 3-14 hari, biasanya 4-7
hari.
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan
terbentuklah komplek virus antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktivasi
sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan
C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan
merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel
dinding itu.
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagalasi (protambin, faktor V, VII, IX, X dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
teutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Renjatan
terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan
hilangnya plasma klien mengalami hypovolemik. Apabila tidak diatasi
bisa terjadi anoksia jaringan asidosis dan kematian (Warsidi, E. 2009)
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Padila (2013), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penderita DHF yaitu:
a. Darah lengkap
Hasil yang perlu diperhatikan yaitu Hemokonsentrasi (Hematokrit
meningkat 20% atau lebih) dan Thrombocitopeni (100.000/ mm3 atau
kurang)
b. Serologi
Tindakan yang dilakukan adalah uji HI (Hemaaglutinaion Inhibition
Test)
c. Rontgen Thorak
Mengetahui adanya efusi pleura akibat adanya kebocoran plasma

6. Penatalaksanaan
Menurut Padila (2013), penatalaksanaan DHF dapat dilakukan secara
medik dan keperawatan.
a. Medik
DHF tanpa ranjatan
 Beri minum banyak (1 ½ - 2 liter / hari)
 Obat antipiretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
 Jika kejang maka dapat diberi luminal (antikonvulsan) untuk anak
< 1 tahun dosis 50 mg dan untuk anak > 1 tahun 75 mg. Jika 15
menit kejang belum teratasi, beri lagi luminal dengan dosis 3 mg/
kg BB (anak < 1 tahun dan pada anak > 1 tahun diberikan 5 mg/
kg BB)
 Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat

DHF dengan renjatan


 Pasang infus RL
 Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander
(20 – 30 ml/ kg BB)
 Transfusi jika Hb dan Ht turun
b. Keperawatan
Pengawasan tanda-tanda vital secara berkelanjutan tiap jam
 Pemeriksaan Hb, Ht, Trombosit tiap 4 jam
 Obervasi intake output
 Pada pasien DHF derajat I, pasien diistirahatkan, observasi tanda
vital tiap 3 jam, periksa Hb, Ht, Trombosit tiap 4 jam, beri minum
1 ½ - 2 liter per hari dan beri kompres
 Pada pasien DHF derajat II, pengawasan tanda vital, pemeriksaan
Hb, Ht, Trombosit, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan
cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
 Pada pasien DHF derajat III, infus guyur, posisi semi fowler, beri
O2, pengawasan tanda-tanda vital tiap 15 menit, pasang kateter,
observasi produksi urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan Trombosit

Risiko perdarahan
 Observasi perdarahan, yaitu pteckie, epistaksis, hematemesis dan
melena
 Catat banyak, warna dari perdarahan
 Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus gastro
intestinal

Peningkatan suhu tubuh


 Observasi/ ukur suhu tubu secara periodic
 Beri minum banyak
 Berikan kompres
7. Diagnose keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologi (proses
inflamasi)
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
kapiler alveolar
d. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
Hb
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan absorpsi zat gizi dengan faktor biologis
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
g. Syok hipovolemik berhubungan dengan kegagalan mekanisme
pengaturan

8. Intervensi
N Diagnose Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
o keperawatan
1 Hipertermia Setelah dilakukan 1. Monitor TTV
berhubungan keperawatan selama 1x8 2. Monitor warna kulit
dengan proses jam, diharapkan suhu 3. Monitor tingkat
penyakit kesadaran
normal
4. Monitor intak dan
Indikator IR ER output
5. Berikan cairan intra
TTV
vena
normal
6. Berikan kompres hangat
Kulit
7. Tingkatkan sirkulasi
normal
udara
menggigil
8. Kolaborasi medis
Berikan obat antiperitik
2 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
berhubungan tindakan keperawatan nyeri secara
dengan agen selama 1x1 jam, komprehensif
injury biologi 2. Observasi reksi
diharapkan nyeri
(proses nonverbal
inflamasi) berkurang. 3. Observasi TTV
4. Gunakan komunikasi
Indikator IR ER
terapiutek
TTV 5. Ajarkan teknik non
normal farmakologi
Frekuensi 6. Kolaborasi medis
berkurang
Luas
nyeri
berkurang
3 Gangguan Setelah dilakukan 1. Atur posisi semifowler
pertukaran gas tindakan keperawatan 2. Observasi TTV
berhubungan selama 1x8 jam, 3. Monitor respirasi dan
dengan SPO2
diharapkan pertukaran
perubahan 4. Monitor suara napas
membrane gas teratasi. 5. Monitor foto thorax
kapiler 6. Monitor CRT
Indikator IR ER 7. Lakukan terapi oksigen
TTV 8. Kolaborasi medis
normal
Tidak
sianosis
Tidak
sesak
Tidak
batuk
CRT
normal
4 Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi TTV
perfusi jaringan tindakan keperawatan 2. Atur posisi semifowler
perifer selama 1x8 jam, 3. Monitor intake dan
berhubungan output cairan
diharapkan jaringan
dengan 4. Evaluasi pupil
penurunan Hb perifer normal. 5. Pantau pemeriksaan
laboratorium,
Indikator IR ER 6. Berikan makanan TKTP
TTV 7. Kolaborasi medis
normal
Hb
normal
CRT
normal
5 Perubahan nutrisi Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi
kurang dari tindakan keperawatan 2. Anjurkan meningkatkan
kebutuhan selama 1x8 jam, makanan tinggi zat besi
berhubungan 3. Berikan makanan tinggi
diharapkan nutrisi
dengan serat
ketidakmampuan terpenuhi. 4. Monitor jumlah nutrisi
absorpsi zat gizi dan kalori
Indikator IR ER
dengan faktor 5. Berikan informasi
biologis Intake kebutuhan nutrisi
makanan 6. Kolaborasi ahli gizi
BB
IMT
6 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Observasi TTV
aktivitas 2. Tentukan penyebab
berhubungan tindakan keperawatan intoleransi aktivitas
dengan selama 1x8 jam 3. Berikan periode istirahat
kelemahan diharapkan aktivitas 4. Monitor kemampuan
umum aktivitas
mandiri.
5. Monitor intake nutrisi
Indikator IR ER 6. Tingkatkan aktivitas
secara bertahap
TTV
normal
ADL
mandiri
Aktivitas
meningkat
7 Syok Setelah dilakukan 1. Observasi TTV
hipovolemeik tindakan keperawatan 2. Monitor status cairan
berhubungan selama 1x8 jam, 3. Pelihara IV line
dengan 4. Monitor Hb dan
diharapkan cairan
kegagalan hematocrit
mekanisme terpenuhi. 5. Monitor adanya
pengaturan kelebihan cairan
Indikator IR ER 6. Kolaborasi medis
TTV
normal
Hasil lab
normal
Suara
napas
normal
Intake
outpus
normal
DAFTAR PUSTAKA

Meilani. 2010. Penyakit Menular di Sekitar Kita. Klaten: PT Intan Sejati.


Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Susilaningrum, R., Nursalam dan Utami, S. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak: untuk Perawat dan Bidan. Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Warsidi, E. 2009. Bahaya dan Pencegahan DBD. Bekasi: Mitra Utama.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga
Wilkinson, Judith. M. 2011. Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai