Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF


KRONIK (PPOK)
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen Pengampu : Bapak Ns. Destiawan Eko Utomo, M.Kep., Sp. Kep. MB

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Muhammad Dimas W. P (19216107)


2. Nayla Yusrotul Zahra (19216114)
3. Novitasari (19216120)
4. Nuraeni Putri (19216123)
5. Nur Nazla Muffidah (19216133)
6. Nurul Rezaini (19216125)
7. Pifi Muftika (19216130)
8. Ria Amelia (19216148)
9. Safrani (19216156)
10. Yogi Prayoga (19216209)

TINGKAT 2 C – S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YATSI

Jl. Arya Santika No. 40 A, Bugel, Margasari, Karawaci Kota Tangerang

Telp : (021) 5572655 / 55725974 Fax : (021) 22252518

Website : www.stikesyatsi.ac.id

2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puji syukur atas ke hadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dan
semaksimal mungkin dalam tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah mendukung, membantu, memberi masukan dan memfasilitasi
penyusunan makalah ini sehingga berjalan Pdengan lancar. Diantaranya kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya.
2. Ibu Dr. Ida Faridah, S.Kp., M.Kes., Selaku Ketua STIKes Yatsi Tangerang.
3. Ibu Ns. Febi Ratnasari, S.Kep., M.Kep., Selaku Kaprodi S1 Keperawatan.
4. Ibu Ns. Alfika Safitri, S.Kep Selaku Penanggung Jawab Tingkat 2 C Keperawatan.
5. Bapak Ns. Destiawan Eko Utomo, M.Kep., Sp. Kep. MB selaku Dosen Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.
6. Orang Tua yang telah membantu pembuatan makalah ini dalam segi materil.
7. Teman-teman yang telah mendukung pembuatan makalah ini, dan Semua pihak yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran, kritik dan
masukan sebagai penyempurnaan kedepannya agar lebih baik.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat
menambah wawasan kita dalam mempelajari Keperawatan Medikal Bedah I.

Tangerang, 10 Juni 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI .........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Paru .............................................................................................. 3


B. Definisi ....................................................................................................... 3
C. Etiologi ....................................................................................................... 3
D. Manifestasi Klinis ....................................................................................... 4
E. Patofisiologi ................................................................................................ 4
F. Diagnosis .................................................................................................... 6
G. Penatalaksanaan .......................................................................................... 7
H. Asuhan Keperawatan .................................................................................. 9

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian ................................................................................................ 17
B. Analisa Data ............................................................................................. 18
C. Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 19
D. Perencanaan .............................................................................................. 19
E. Pelaksanaan dan Evaluasi ......................................................................... 21

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................25
B. Saran ......................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan diobati, yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang persisten, yang
biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi kronis pada saluran
udara dan paru-paru yang meningkat terhadap partikel dan gas berbahaya. Hambatan
aliran udara khas pada PPOK disebabkan oleh campuran gangguan saluran udara
kecil dan penghancuran parenkim paru. Eksaserbasi dan komorbiditas berkontribusi
terhadap keparahan pasien secara individual.
World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 600 juta orang
menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang menderita PPOK derajat sedang
hingga berat. Pada tahun 2002 PPOK adalah penyebab utama kematian kelima di
dunia dan diperkirakan menjadi penyebab utama ketiga kematian di seluruh dunia
tahun 2030. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2005, yang
setara dengan 5% dari semua kematian secara global.
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jendral PPM & PL di lima
rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung
dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan
pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker
paru (30%) dan lainnya (2%) (PDPI, 2011). Menurut Riset Kesehatan Dasar, pada
tahun 2007 angka kematian akibat PPOK menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab
kematian di Indonesia dan prevalensi PPOK rata-rata sebesar 3,7%.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi pada paru?
2. Apa definisi ppok?
3. Apa etiologi ppok?
4. Bagaimana manifestasi klinis ppok?
5. Bagaimana patofisiologi ppo?
6. Apa saja diagnosis ppok?
7. Bagaimana penatalaksanaan ppok?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien ppok?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat dilihat dan diidentifikasi tentang asuhan keperawatan penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK), dan dapat digunakan sebagai penunjang proses belajar
dan mengajar khususnya untuk mahasiswa jurusan keperawatan.

1
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami anatomi pada paru.
b. Mengetahui dan memahami definisi ppok.
c. Mengetahui dan memahami etiologi ppok.
d. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis pada ppok.
e. Mengetahui dan memahami patofisiologi pada ppok.
f. Mengetahui dan memahami diagnosis pada ppok.
g. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada ppok.
h. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada ppok.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Paru
Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru terletak disamping
mediastinum. Oleh karena itu, masing-masing paru-paru satu sama lain dipisahkan
oleh jantung dan pembuluh pembuluh besar serta struktur lain dalam mediastinum.
Masing-masing paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru
terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, hanya dilekatkan ke mediastinum
oleh radiks pulmonalis.
Masing-masing paru mempunyai apeks yang tumpul, yang menjorok ke atas,
masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula, fasies kostalis yang konveks, yang
berhubungan dengan dinding dada, dan fasies mediastinalis yang konkaf, yang
membentuk cetakan pada perikardium dan struktur-struktur mediastinum lain. Sekitar
pertengahan permukaan kiri, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan dimana
bronkus, pembuluh darah dan saraf masuk ke paru-paru untuk membentuk radiks
pulmonalis.
Paru-paru kanan sedikit lebih besar dibanding paru-paru kiri dan dibagi oleh
fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, lobus superior, medius dan
inferior. Paru-paru kiri dibagi fisura obliqua menjadi 2 lobus, lobus superior dan lobus
inferior.
B. Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan
ciri-ciri adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible. Pada
klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan
adanya sumbatan dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru. (Lyndon
Saputra, 2010).
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya
(GOLD, 2009). Selain itu menurut Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
merupakan satu kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang
menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam
kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun,
bronkiektasis. Arita Murwani (2011)
C. Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Brashers (2007) adalah :
a. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok
menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan
fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan

3
dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi
pada anak.
b. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada
kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang
diturunkan yang menyebabkan awitan awal emfisema.
c. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan dengan
rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko
terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan
klamidia mungkin berperan dalam terjadinya PPOK.
d. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko
morbiditas PPOK.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis
pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan
produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek
sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada
batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan
produksi dahak yang semakin banya. Reeves (2001).
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan
berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan
mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang
menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan
secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak
yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan
(isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya
oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih
membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam
melakukan pernafasan.
E. Patofisiologi
Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon
inflamasi normal akibat iritasi kronis seperti asap rokok. Mekanisme untuk
amplifikasi ini belum dimengerti, kemungkinan disebabkan faktor genetik.Beberapa
pasien menderita PPOK tanpa merokok, respon inflamasi pada pasien ini belum
diketahui.Inflamasi paru diperberat oleh stres oksidatif dan kelebihan
proteinase.Semua mekanisme ini mengarah pada karakteristik perubahan patologis
PPOK.

4
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan yang
melibatkan neutrofil, makrofag, dan limfosit.Sel-sel ini melepaskan mediator
inflamasi dan berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam saluran napas dan parenkim
paru-paru.
Stres oksidatif dapat menjadi mekanisme penguatan penting dalam PPOK.
Biomarker stres oksidatif (misalnya, peroksida hidrogen, 8-isoprostan) meningkat
dalam dahak, kondensat hembusan napas dan sirkulasi sistemik pada pasien
PPOK.Stres oksidatif lebih lanjut meningkat pada eksaserbasi. Oksidan yang
dihasilkan oleh asap rokok dan partikulat yang dihirup lainnya yang dilepaskan dari
sel-sel inflamasi (seperti makrofag dan neutrophil) diaktifkan. Mungkin juga ada
penurunan antioksidan endogen pada pasien PPOK. Stres oksidatif memiliki
beberapa konsekuensi yang merugikan di paru, termasuk aktivasi gen inflamasi,
inaktivasi antiproteases, stimulasi sekresi lendir, dan stimulasi eksudasi plasma
meningkat.
Perubahan patologis karakteristik PPOK ditemukan di saluran napas
proksimal, saluran napas perifer, parenkim dan vascular paru. Perubahan patologis
akibat inflamasi kronis terjadi karena peningkatan sel inflamasi kronis di berbagai
bagian paru yang menimbulkan kerusakan dan perubahan struktural akibat cedera dan
perbaikan berulang. Secara umum, perubahan inflamasi dan struktural saluran napas
akan tetap berlangsung sesuai dengan beratnya penyakit walaupun sudah berhenti
merokok.
Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara kecil
berkorelasi dengan penurunan FEV 1 dan rasio FEV 1 /FVC.Penurunan FEV 1
merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini
menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi. Hiperinflasi
mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual fungsional,
khususnya selama latihan (kelainan ini dikenal sebagai hiperinflasi dinamis), yang
terlihat sebagai dyspnea dan keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflasi yang
berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya dyspnea
pada aktivitas. Tingkat keparahan emfisema berkorelasi dengan PO 2 arteri dan tanda
lain dari ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (VA/Q). Obstruksi jalan napas perifer
juga menghasilkan ketidakseimbangan VA/Q, dan penggabungan dengan gangguan
fungsi otot ventilasi pada penyakit yang sudah parah akan mengurangi ventilasi, yang
menyebabkan retensi karbon dioksida. Kelainan pada ventilasi alveolar dan
berkurangnya pembuluh darah paru akan lebih memperburuk kelainan VA/Q.
Hipersekresi lender, yang mengakibatkan batuk produktif kronis, adalah
gambaran dari bronkitis kronis tidak selalu dikaitkan dengan keterbatasan aliran udara.
Sebaliknya, tidak semua pasien dengan PPOK memiliki gejala hipersekresi lendir.
Hal ini disebabkan karena metaplasia mukosa yang meningkatkan jumlah sel goblet
dan membesarnya kelenjar submukosa sebagai respons terhadap iritasi kronis saluran

5
napas oleh asap rokok atau agen berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan protease
merangsang hipersekresi lendir melalui aktivasi reseptor faktor EGFR.
Kakeksia umumnya terlihat pada pasien dengan PPOK berat. Disebabkan
karena hilangnya massa otot rangka dan kelemahan sebagai akibat dari apoptosisyang
meningkat dan / atau tidak digunakannya otot-otot tersebut.Pasien dengan PPOK juga
mengalami peningkatan proses osteoporosis, depresi dan anemia kronis.
Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF-α, IL-6, dan
radikal bebas oksigen dengan keturunannya, dapat beberapa efek sistemik.
Peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, berkorelasi dengan peningkatan protein
C-reaktif (CRP).
F. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan
hingga berat.Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan
kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru.
Untuk menegakkan diagnosis PPOK secara rinci diuraikan sebagai berikut:
a. Gambaran Klinis
1. Anamnesis
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa
gejala pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat
kerja
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis
berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas
berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2. Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
 Inspeksi
 Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
 Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding)
 Penggunaan otot bantu napas
 Hipertropi otot bantu napas
 Pelebaran sela iga
 Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut
vena jugularis di leher dan edema tungkai
 Penampilan pink puffer atau blue bloater

6
 Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga
melebar
 Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung
mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke
bawah
 Auskultasi
 Suara napas vesikuler normal, atau melemah
 Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas
biasa atau pada ekspirasi paksa
 Ekspirasi memanjang
 Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer adalah gambaran yang khas pada emfisema,
penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-lips breathing.
Blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronik,
penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan rongki basah di
basal paru, sianosis sentral dan perifer.
Pursed-lips breathing adalah sikap seseorang yang bernapas
dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO 2 yangterjadi
pada gagal napas kronik.
G. Penatalaksanaan
Menurut Asih dalam Cornelis (2018), penatalaksanaan medis pada pasien
dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah Penatalaksanaan medis untuk asma
adalah penyingkiran agen penyebab dan edukasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran
dari penatalaksanaan medis asma adalah untuk meningkatkan fungsi normal individu,
mencegah gejala kekambuhan, mencegah serangan hebat, dan mencegah efek
samping obat. Tujuan utama dari berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma
adalah untuk membuat klien mencapai relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan
berkelanjutan. Karena diperkirakan bahwa inflamasi adalah merupakan proses
fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid bersamaan preparat inhalasi beta dua
adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa
obat mencapai lebih dalam ke dalam paru dan tidak menyebabkan efek samping yang
berkaitan dengan steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi beta dua adrenergik
diberikan terlebih dahulu untuk membuka jalan nafas, kemudian inhalasi steroid akan
menjadi lebih berguna.
Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada pemeriksaan
fisik, radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas darah. Pemeriksaan ini
mencerminkan sifat progresif dari penyakit. Pengobatan terbaik untuk bronkitis
kronis adalah pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi pada penyakit ini

7
bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu mencari bantuan medis untuk
mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah terjadi sedemikian besar.
Jika individu berhenti merokok, progresi penyakit dapat ditahan. Jika
merokok dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun
dan pada akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok. Bronkodilator,
ekspektoran, dan terapi fisik dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan
kesehatan untuk individu termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan
tanda-tanda dini infeksi, dan teknik yang meredakan dispnea, seperti bernafas dengan
bibir dimonyongkan, beberapa individu mendapat terapi antibiotik profilaktik,
terutama selama musim dingin. Pemberian steroid sering diberikan pada proses
penyakit tahap lanjut.
Penatalaksanaan medis bronkhiektasis termasuk pemberian antibiotik,
drainase postural untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mencegah batuk, dan
bronkoskopi untuk mengeluarkan sekresi yang mengental. Pemeriksaan CT Scan
dilakukan untuk menegakkan diagnosa. Terkadang diperlukan tindakan pembedahan
bagi klien yang terus mengalami tanda dan gejala meski telah mendapat terapi medis.
Tujuan utama dari pembedahan ini adalah untuk memulihkan sebanyak mungkin
fungsi paru. Biasanya dilakukan segmentektomi atau lubektomi. Beberapa klien
mengalami penyakit dikedua sisi parunya, dalam kondisi seperti ini, tindakan
pembedahan pertama-tama dilakukan pada bagian paru yang banyak terkena untuk
melihat seberapa jauh perbaikan yang terjadi sebelum mengatasi sisi lainnya.
Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki kualitas hidup,
memperlambat progresi penyakit, dan mengatasi obstruksi jalan nafas untuk
menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik menurut Asih (2003) mencakup
tindakan pengobatan dimaksudkan untuk mengobati ventilasi dan menurunkan upaya
bernafas, pencegahan dan pengobatan cepat infeksi, terapi fisik untuk memelihara
dan meningkatkan ventilasi pulmonal, memelihara kondisi lingkungan yang sesuai
untuk memudahkan pernafasan dan dukungan psikologis serta penyuluhan
rehabilitasi yang berkesinambungan.
Sedangkan menurut Mukti (2017), penatalaksanaan pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronis adalah sebagai berikut :
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan
fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat penyakit adalah inti dari edukasi atau tujuan
pengobatan dari asma.

8
2. Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif
dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat
progresivitas penyakit.
3. Obat-obatan
Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas
lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting). Antiinflamasi
digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison.Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti
uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP 1 pascabronkodilator
meningkat > 20% dan minimal 250 mg. - Antibiotika Hanya diberikan bila
terdapat eksaserbasi. Antibiotik yang digunakan (lihat di halaman 52, tentang
penatalaksanaan eksaserbasi) - Antioksidan - Mukolitik kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin. - Antitusif - Phosphodiesterase-4 inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan memiliki riwayat
eksaserbasi dan bronkitis kronik. Phosphodiesterase-4 inhibitor, roflumilast dapat
mengurangi eksaserbasi, diberikan secara oral dengan glukokortikosteroid.
H. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK ialah :
1. Aktivitas dan istirahat :
 Gejala :
 Keletihan, kelemahan, malaise.
 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
 Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.
 Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas
atau latihan.
 Tanda :
 Keletihan.
 Gelisah, insomnia.
 Kelemahan umum atau kehilangan masa otot

9
2. Sirkulasi
 Gejala : Pembengkakan pada ekstrimitas bawah
 Tanda :
 Peningkatan tekanan darah.
 Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau
disritmia.
 Distensi vena leher atau penyakit berat.
 Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit
jantung.
 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter
AP dada)
 Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu
atau sianosis, kuku tabuh dan sianosis perifer.
 Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
 Gejala :
 Peningkatan faktor resiko.
 Perubahan pola hidup.
4. Ansietas, ketakutan, peka rangsang Makanan atau Cairan
 Gejala :
 Mual atau muntah.
 Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
 Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
 Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan
berat badan menunjukkan edema (bronchitis).
 Tanda :
 Mual atau muntah.
 Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
 Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
 Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan
berat badan menunjukkan edema (bronchitis).
5. Hygiene
 Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan
bantuan melakukan aktivitas sehai-hari.
 Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
 Gejala :
 Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea
sebagai gejala menonjol pada emfisema , khususnya pada
kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma),

10
rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas
(asma).
 Lapar udara kronis.
 Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari
terutama saat bangun selama minimal 3 bulan berturut-
turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau,
putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
 Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif
pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif
(emfisema).
 Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia
atau iritan pernafasan dalam jangka panjang misalnya
rokok sigaret atau debu atau asap misalnya asbes, debu
batubara, rami katun, serbuk gergaji.
 Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa
antritipsin (emfisema).
 Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
 Tanda :
 Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi
memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema).
 Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas
khususnya dengan eksasebrasi akut (bronchitis kronis).
 Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan
bahu, retraksi fosa supraklavikula, melebarkan hidung.
 Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian
diameter AP (bentuk barrel chest), gerakan diafragma
minimal.
 Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema), menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar
(bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area paru pada
ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut
sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas (asma).
 Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya
jebakan udara dengan emfisema, bunyi pekak pada area
paru misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.
 Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata
sekaligus.
 Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-
abuan keseluruhan, warna merah (bronkhitis kronis, biru
menggembung). Pasien dengan emfisema sedang sering

11
disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun
pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
 Tabuh pada jari-jari (emfisema).
7. Keamanan
 Gejala :
 Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor
lingkungan.
 Adanya atau berulangnya infeksi.
 Kemerahan atau berkeringan (asma)
8. Seksual
Gejala : Penurunan libido.
9. Interaksi Sosial
 Gejala :
 Hubungan ketergantungan.
 Kurang sistem pendukung.
 Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau
orang terdekat.
 Penyakit lama atau kemampuan membaik.
 Tanda :
 Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan
suara karena distress pernafasan.
 Keterbatasan mobilitas fisik.
 Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
10. Penyuluhan atau pembelajan
 Gejala :
 Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
 Kesulitan menghentikan merokok.
 Penggunaan alkohol secara teratur.
 Kegagalan untuk membaik.
b. Rumusan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis menurut Doenges (2012) adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental,
penurunan energi atau kelemahan.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan oksigenasi
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara),
kerusakan alveoli.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penumpukan gas di
lambung.

12
4. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya infromasi tentang penyakit nya.
c. Perencanaan Keperawatan
Intervensi Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis menurut Doenges (2012) adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental,
penurunan energi atau kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien akan mempertahankan jalan nafas yang paten dengan
bunyi nafas bersih atau jelas dengan kriteria hasil pasien akan
menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
Mandiri : Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas
misalnya mengi, krekels, ronkhi.
R/ mengetahui ada tidaknya obstruksi jalan nafas dan menjadi
manifestasi adanya bunyi nafas adventisius. Kaji atau pantau
frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi.
R/ takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut.
Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah,
ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
R/ mengetahui disfungsi pernapasan. Kaji pasien untuk posisi yang
nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur.
R/ mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R/ mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan
udara. Observasi karakteristik batuk, misalnya batuk menetap, batuk
pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan
upaya batuk.
R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif. Tingkatkan masukan
cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air
hangat. Anjurkan masukan cairan antara sebagai pengganti makanan.
R/ hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah
pengeluaran.
Kolaborasi :
 Berikan obat sesuai indikasi.
 Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin).

13
 Analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya
dextrometorfan.
 Berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer ultranik,
humidifier aerosol ruangan.
 Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterapi dada.
R/ merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal
menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara),
kerusakan alveoli.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernafasan dengan kriteria hasil pasien akan berpartisipasi
dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan atau situasi.
Intervensi :
Mandiri :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot
aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan berbicara atau berbincang.
R/ berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan
kronisnya proses penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi
yang mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau
nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu.
R/ posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan
kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukos.
R/ Keabu-abuan dan sianosis sentral mengidentifikasikan
beratnya hipoksemia.
4) Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.
R/ banyaknya sekret menjadi sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan nafas. Auskultasi bunyi nafas, catat
area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.
R/ bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara
atau area konsolidasi.
5) Palpasi fremitus
R/ penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan
atau udara terjebak.
6) Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya
perubahan.

14
R/ gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.
7) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan
kalem. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat
di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas
secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
R/ program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan
dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat.
8) Awasi tanda vital dan irama jantung.
R/ takikardia, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan
efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
9) Kolaborasi : Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri. R/
PaCO2 biasanya meningkat dan PaCO2 secara umum menurun,
sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.
10) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA
dan toleransi pasien.
R/ dapat memperbaiki/mencegah memperburuknya hipoksia
11) Berikan penekan SSP (antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan
hati-hati.
R/ digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang
meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi
dispnea.
12) Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan
pindahkan ke ICU sesuai instruksi untuk pasien.
R/ terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan
upaya tindakan penyelamatan hidup.
3. Gangguan rasa nyaman “nyeri” Berhubungan Dengan penumpukan gas
di lambung.
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 2x24 jam gangguan
rasa nyaman “nyeri’ berkurang dengan kriteria hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang.
a) Skala nyeri 2
b) klien tidak meringgis
c) TTV
TD : 120/80-140/100 mmhg
Nadi : 60-100X/ menit
Suhu : 36,5-37,5 derajat
 R/ lakukan pendekatan pada klien dan keluarga jelaskan
tentang penyebab sakit yang di alami.

15
Respon klien dan keluarga lebih terbuka dan menerima baik
penjelasan dari perawat.
 R/ Ajarkan pada keluarga klien agar memberi kompres
hangat pada daerah perut yang sakit.
Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien.
 R/ Berikan posisi senyaman mungkin. Mengetahui
perkembangan setiap hasilnya.
4. Kurang pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang
tidaka dekuat terhadap pengetahuan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam pengetahuan klien dan
keluarga bertambah.
Tujuan dari rencana tindakan keperawatan menurut Engram (2000) adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Intervensi yang dilakukan ke pasien yakni kaji tingkat pengetahuan pasien
dan keluarga, jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat, gambarkan
tanda dan gejalan yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat,
gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat.

16
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
a. Identitas
a) Pasien
1. Nama Pasien : Tn T
2. Tempat Tgl Lahir : Yogja 10-mei-1950
3. Jenis Kelamin : Laki
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SD
6. Pekerjaan : Wiraswasta (Tambal ban)
7. Status Perkawinan : Menikah
8. Suku / Bangsa : Jawa
9. Alamat : Saragan, mertoyu dan, magelang
10. Diagnosa Medis : PPOK
11. No. RM : 170509
12. Tanggal Masuk RS : 02-07-2018
b) Penanggung Jawab/Keluarga
1) Nama : Ny E
2) Umur : 63 tahun
3) Pendidikan : SD
4) Pekerjaan : IRT
5) Alamat : Saragan, mertoyu dan, magelang
6) Hubungan dengan pasien : Istri
7) Status perkawinan : kawin
b. Riwayat Kesehatan
1. Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama saat Pengkajian Tn T mengeluh batuk berdahak, dan
sesak napas sejak 2 hari yang lalu di sertai sakit perut dan kembung
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Alasan masuk RS : Tn T sudah 2 hari batuk
berdahak dan sesak disertai perut sakit dan kembung sudah
berobat ke puskesma,tidak ada perubahan,
b. Riwayat Kesehatan Pasien : Tn T, mengeluh batuk dahak
susah keluar,di sertai sesak napas,dan perut terasa sakit dan
kembung
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tn T sebelumnya sering mengalami sakit perut , di sertai
kembung,dan sering sesak bila kecapekan.

17
2. Kesehatan Fungsional
A. Aspek Fisik – Biologis
a. Nutrisi
Sebelum Sakit Tn T makan 3x1 sehari porsi sedang habis dan
minum air putih 8 gelas /hari. Selama Sakit Tn T makan diet
yang tersedia habis 1/2 porsi
b. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit BAB 2 x/hari ,BAK 3 s/d 4 x/hari. Selama Sakit
BAB 1X sehari, BAK 4-5X sehari
c. Pola aktivitas
Keadaan aktivitas sehari – hari aktivitas sehari- hari, sebagai
tukang tambal ban
d. Keadaan pernafasan
Spontan tidak mengunakan alat bantu
e. Kardiovaskuler
Merasakan berdebar-debar,bila kecapekan melakukan
kegiatan tambal ban. Selama Sakit Keadaan aktivitas sehari –
hari ktivitas di bantu keluarga.
f. Keadaan pernafasan
Napas terasa sesak, 26x/menit tidak memakai alat bantu
g. Keadaan kardiovaskuler
Masih terasa berdebar-debar. Skala ketergantungan.
B. Analisa Data

No. DATA PENYEBAB MASALAH

DS : Tn T mengeluh batuk dahak susah Produksi Bersihan jalan


keluar,sesak napas. sputum yang napas tidak
DO : produktif efektif
A. TD : 130/100
1. B. SUHU : 36
C. NADI : 88X/MNT
D. RR : 25X/MNT
E. Terpasang infus asering 12
Tpm
DS : Tn T mengeluhkan perutnya sakit Penumpukan Gangguan

2. dan terasa kembung. gas di lambung rasa nyaman


P : di perut “nyeri”

18
Q : terasa di remas R : Nyeri terlokalisir
S : Skala 2
T : hilang timbul
DO :
- Perut tampak kembung
- klien tampak gelisah
DS : Tn T tidak mengerti tentang Kurangnya Kurang
penyakit yang di alaminya sekarang ini. informasi pengetahuan
DO : tentang tentang
3.
F. Klien sering bertanya tentang penyakitnya penyakitnya
penyakitnya
G. Klien tampak kebingunan

C. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi sputum yang masih
produktif
b. Gangguan rasa nyaman “nyeri” b.d penumpukan gas di lambung
c. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya b.d kurangnya infomasi tentang
penyakitnya.
D. Perencanaan
Hari/tgl PERENCANAAN RASIONAL
DIAGNOSA
/ jam Intervensi Tujuan
Senin Bersihan jalan Setelah di 1.kaji ulang 1. mengetahui
02-07- napas tidak lakukan fungsi keadaan umum dan
2018 efektif b.d tindakan pernapasan,ir mengetahui adanya
produksi keperawatan ama, abnormal pada
sputum yang 2x24 jam di kecepatan, pernapasan
masih harapkan bunyi napas. 2. mengoptimalkan
produktif bersihan jalan 2 catat keseimbangan
napsa sebagian kemampuan cairan untuk
teratasi dengan mengeluarkan membantu
kriteria hasil : - secret dan mengencerkan
klien batuk efektif. dahak.
mengatakan 3.beri posisi 3. fisioteraphi dada
sudah sudah semi fowler dapat
dapat 4.lakukan memaksimalkan
mengeluarkan teraphi dada menjatuhkan secret
dahak. -klien 5.ajarkan yang ada di jalan
mengatakan batuk efektif napas.
batuk 6.berikan obat

19
berkurang - pengencer
batuk efektif dahak
dan
mengeluarkan
secret -TTV :
TD :120/80-
140/100
NADI :60-
100x/mnt
SUHU : 36,5-
37,5 RR : 18-
22 x/mnt
Senin Gangguan rasa Setelah di 1. lakukan 1. Respon klien dan
02-07- nyaman lakukan pendekatan keluarga lebih
2018 “nyeri” b.d tindakan pada klien dan terbuka dan
penumpukan keperawatan keluarga menerima baik
gas di 2x24 jam jelaskan penjelasan dari
lambung gangguan rasa tentang perawat.
nyaman penyebab 2. mengurangi rasa
“nyeri’ sakit yang di nyeri yang di
berkurang alami. rasakan klien.
dengan kriteria 2. ajarkan 3. mengetahui
hasil : Klien pada keluarga perkembangan
mengatakan klien agar , setiap harinya.
nyeri memberi
berkurang. kompres
- Skala nyeri 2 hangat pada
- klien tidak daerah perut
meringgis yang sakit.
TTV 3. berikan
TD 120/80- posisi
140/100 senyaman
NADI 60- mungkin.
100X/MNT
SUHU: 36,5-
37,5

E. Pelaksanaan dan Evaluasi


Nama Pasien : Tn. T
No.C.M : 170509

20
Ruang : Bougenvil Rs dr soejono
Diagnosa : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi sputum masih
produktif

Hari/tgl PELAKSANAAN EVALUASI


Senin 02-07- 1. Melakukan terapi S : Tn T mengatakan batuk sudah
2018 dada pada klien berkurang dan dahaknya sudah
2. Mengajarkan batuk dapat keluar,dan sesak napas
efektif sudah berkurang.
O:
- TD 30/100,
- SUHU 36,5
- Nadi 88x/mnt,
- RR 20x/mnt
- Terpasang infus asering
16 Tpm.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Kolaburasi dengan pemberian
nebul combuvent 2.1/2 ml/ 8 jam
dan pemberian vextrim syrup
3x300 ml
Selasa 03-07- 1. Melakukan teraphi S : Tn T mengatakan batuk sudah
2018 dada pada klien berkurang dahak nya sudah
2. Mengajarkan batuk berkurang dan sesak mulai
efektif membaik
O:
- pasien tampak rileks.
- TD 120/70 mmhg
- SUHU 36,5 x/menit
- NADI 88x/mnt,
- RR 20x/mnt
- Terpasang infus asering
16 Tpm.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Kolaburasi dengan pemberian
nebul combuvent 2.1/2 ml/ 8 jam
dan pemberian vextrim syrup
3x300 ml
Rabu 04-07- 18 1. Melakukan teraphi S : Tn T mengatakan tidak batuk
dada pada klien dan sesak lagi

21
2. Mengajarkan batuk O :
efektif - pasien tampak rileks.
- TD 120/70 mmhg
- SUHU 36,5 x/menit
- NADI 88x/mnt,
- RR 20x/mnt
- Terpasang infus asering
16 Tpm.
A : Masalah teratasi
P:
- observasi TTV
- Kolaburasi dengan dokter

Nama Pasien : Tn. T


No.C.M : 170509
Ruang : Bougenvil Rs dr soejono
Diagnosa : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penumpukan gas
di lambung.
Hari/tgl PELAKSANAAN EVALUASI
Senin 02-07- 1. Mengajarkan S : Tn T Mengatakan nyeri di
2018 keluarga klien , daerah perut sudah
memberi kompres berkurang ,dan tidak merasa
hangat di daerah kembung lagi.
perut yang sakit. O : Exspresi wajah rileks,tidak
2. Mengajarkan meringis
tehnik napas A : Masalah teratasi sebagian
dalam , untuk P : Kolaburasi dengan pemberian
mengurangi nyeri obat deuretik
perut
Selasa 03-07- 1. Mengajarkan S : Tn T Mengatakan nyeri di
2018 keluarga klien , daerah perut sudah berkurang ,
memberi kompres dan tidak merasa kembung lagi.
hangat di daerah O : Exspresi wajah rileks, tidak
perut yang sakit. meringis
2. Mengajarkan A : Masalah teratasi sebagian
tehnik napas P : Kolaborasi dengan pemberian
dalam , untuk obat deuretik
mengurangi nyeri
perut

22
Rabu 04-07- 18 1. Mengajarkan S : Tn T Mengatakan tidak nyeri
keluarga klien , di daerah perut dan tidak merasa
memberi kompres kembung lagi.
hangat di daerah O : Exspresi wajah rileks, tidak
perut yang sakit. meringis
2. Mengajarkan A :Masalah teratasi
tehnik napas P : Kolaburasi dengan dokter.
dalam , untuk
mengurangi nyeri
perut

Nama Pasien : Tn. T


No.C.M : 170509
Ruang : Bougenvil Rs dr soejono
Diagnosa : Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
informasi tentang penyakitnya.
Hari/tgl PELAKSANAAN EVALUASI
Senin 02-07- Menjelaskan kepada klien S : Tn t dan keluarga mengatakan
2018 dan keluarga tentang sudah lebih mengerti tentang
penyakit yang di deritanya penyakit yang di deritanya
sekarang, serta sekarang.
menjelaskan akibat dari O : klien dan keluarga merasa
merokok dengan berterima kasih dengan info yang
penyakitnya saat ini di berikan.
A : masalah teratasi sebagian
P : berikan pamplet lembar balik
pada klien dan keluarga agar di
baca.
Selasa 03-07- 18 Menjelaskan kepada klien S : Tn t dan keluarga mengatakan
dan keluarga tentang sudah lebih mengerti tentang
penyakit yang di deritanya Penyakit yang di deritanya
sekarang, serta sekarang dan merasa paham.
menjelaskan akibat dari O : klien dan keluarga merasa
merokok dengan berterima kasih dengan info yang
penyakitnya saat ini di berikan.
A : masalah teratasi sebagian
P : berikan pamplet lembar balik
pada klien dan keluarga agar di
baca.

23
Rabu 04-07- 18 Menjelaskan kepada klien S : Tn t dan keluarga mengatakan
dan keluarga tentang sudah lebih mengerti tentang
penyakit yang di deritanya penyakit yang di deritanya
sekarang, serta sekarang dan paham akan
menjelaskan akibat dari penyakitnya.
merokok dengan O : klien dan keluarga merasa
penyakitnya saat ini. berterima kasih dengan info yang
di berikan.
A : masalah teratasi
P: berikan pamflet lembar balik
pada klien dan keluarga agar di
baca.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial,
bronkitis kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan
Chronic Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD).
Diagnosa yang utama pada penderita PPOK yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif
b.d peningkatan produksi sputum.
B. Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan
baik terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena itu,
perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan
penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien
terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan penceganhanya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Cornelis Yohni M. (2018). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Penyakit Paru

Obstruktif Kronis (Ppok ) Pada Pasien Tn. “T” Di Ruang Bougenvil Rumah Sakit Dr.

Soedjono Magelang. Prodi D-III Keperawatan Jurusan Keperawatan Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta

dr. Mohammad Afien Mukti. (2017). Tinjauan Kepustakaan Radiologi Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (Ppok). PPDS Pulmonologi Dan Kedokteran Respirasi FK UNS /

Rsud Dr. Moewardi Surakarta

26

Anda mungkin juga menyukai