Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHOLELITHIASIS

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 6

1. FATICHA ASMALINA (G2A217056)


2. ALI RAIS (G2A217057)
3. KIKI MAYA W. (G2A217059)
4. FEBY FITRIADIN (G2A217060)
5. ULYA NAJIKHAH (G2A217061)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2018

KMBPage 1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hati yang terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh
lainnya, mengemban tugas yang sangat berat untuk mempertahankan
homeostatis metabolik tubuh.
Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati. Hati
mensekresi sekitar 1 liter empedu setiap hari. Secara anatomis dan fungsinya,
hati, saluran empedu, dan kandung empedu saling terkait karena penyakit yang
mengenai organ ini memperlihatkan gambaran yang saling tumpang tindih.
Saluran empedu berfungsi untuk mengangkut empedu sedangkan kandung
empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke usus halus sesuai kebutuhan.
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kandung empedu
merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat yang
terletak tepat di bawah lobus kanan hati. Fungsi utama kandung empedu adalah
menyimpan dan memekatkan empedu. Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu batu
kolesterol, batu pigmen atau batu bilirubin, yang terdiri dari kalsium bilirubinat,
dan batu campuran.
Pengobatan kolelitiasis meliputi operasi (bedah) dan non bedah. Operasi
(bedah) pada kolelitiasis disebut kolesistektomi. Pembedahan bisa dilakukan
secara terbuka (kolistektomi terbuka) dan tertutup (kolistektomi laparoskopik).
Bedah terbuka adalah cara klasik untuk mengangkat kandung empedu. Prosedur
ini membutuhkan insisi perut. Kolesistektomi laparoskopik adalah pengangkatan
kandung empedu melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding
perut.
Penelitian pada populasi Denmark menunjukkan tingkat insidens batu
empedu selama 5 tahun untuk pria pada umur 30, 40, 50 dan 60 tahun

KMBPage 2
masingmasing merupakan 0.3%, 2.9%, 2.5% dan 3.3%, sementara untuk wanita
merupakan 1.4%, 3.6%, 3.1% dan 3.7%.
Penelitian di Jakarta (2009) pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada
73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien (menurut divisi Hepatology,
Departemen IPD, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009 ), wanita lebih berisiko
mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita dan
usia 40 tahun tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa
wanita di bawah 40 tahun dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes
mellitus (DM), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu
empedu akibat kolesterol tinggi.
Data yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
pada tahun 2010-2011 adalah 101 kasus kolelitiasis yang dirawat inap, 57 kasus
(56,44%) pada tahun 2010 dan 44 kasus (43,56%) pada tahun 2011. Data yang
diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun
2010-2011 adalah 101 kasus kolelitiasis yang dirawat inap, 57 kasus (56,44%)
pada tahun 2010 dan 44 kasus (43,56%) pada tahun 2011.

B. Tujuan Penulisan

KMBPage 3
Adapun tujuan dari asuhan keperawatan kolelitiasis yaitu:
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
(KMB) dan setelah dilakukan presentasi mahasiswa diharapkan mampu
mendapatkan gambaran serta pengalaman nyata dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien kolelitiasis melalui proses keperawatan yang
komprehensif.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan mengerti akan pengertian kolelitiasis
b. Untuk mengetahui klasifikasi dari kolelitiasis
c. Untuk memahami etiologi dari kolelitiasis
d. Untuk memahami manifestasi klinis dari kolelitiasis
e. Untuk memahami patofisiologi dari kolelitiasis
f. Untuk memahami pemeriksaan penunjang serta penatalaksanaan dari
kolelitiasis
g. Untuk memahami pemberian asuhan keperawatan klien kolelitiasis

BAB II
TINJAUAN TEORI

KMBPage 4
A. Definisi
Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit
yang di dalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya. Mowat
(1987) dalam Gustawan (2007) mengatakan kolelitiasis adalah material atau
kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu.
Batu empedu merupakan deposit kristal padat yang terbentuk dikandung
empedu dimana batu empedu dapat bermigrasi ke saluran empedu sehingga
dapat menimbulkan komplikasi dan dapat mengancam jiwa (Sjamsuhidayat,
2010; Stinton, 2012).

B. Klasifikasi kolelitiasis
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan (Hung,2011; Lesmana, 2014).
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol) (Bhangu, 2007). Batu kolestrol murni
merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya kurang dari 10%.
Biasanya merupakan soliter, besar, dan permukaannya halus. Empedu yang
disupersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 %
kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu
kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol
berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu,
senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu
dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada
jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik
segitiga, yang koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar garam
empedu, lesitin dan kolesterol (Hunter, 2014).
Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap :

KMBPage 5
a. Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
b. Pembentukan nidus.
c. Kristalisasi/presipitasi.

2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang
mengandung < 20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubin (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu
pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran
empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi,
striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran
empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal
dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam
glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat
yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya
hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen
cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu
dalam empedu yang terinfeksi (Townsend, 2012).
b. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk
dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi ( Lesmana, 2014).
Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada
penderita dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam
ini terutama terdiri dari derivate polymerized bilirubin. Potogenesis
terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril (Doherty,
2015).
c. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung

KMBPage 6
20-50% kolesterol. Merupakan batu campuran kolesterol yang
mengandung kalsium. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 %
pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat
tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme
yang sama dengan batu kolesterol (Garden, 2007).

C. Etiologi Kolelitiasis
Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui
secara pasti.
Kumar et al (2000) dalam Gustawan (2007) mendapatkan penyebab batu
kandung empedu adalah idiopatik, penyakit hemolitik, dan penyakit spesifik
non-hemolitik. Schweizer et al (2000) dalam Gustawan (2007) mengatakan anak
yang mendapat nutrisi parenteral total yang lama, setelah menjalani operasi by
pass kardiopulmonal, reseksi usus, kegemukan dan anak perempuan yang
mengkonsumsi kontrasepsi hormonal mempunyai resiko untuk menderita
kolelitiasis.
Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, pembentukan batu
empedu terjadi karena adanya peningkatan saturasi kolesterol bilier (Smeltzer
dan Bare, 2002). Kegemukan merupakan faktor yang signifikan untuk terjadinya
batu kandung empedu. Pada keadaan ini hepar memproduksi kolesterol yang
berlebih, kemudian dialirkan ke kandung empedu sehingga konsentrasinya
dalam kandung empedu menjadi sangat jenuh. Keadaan ini merupakan faktor
predisposisi terbentuknya batu (Gustawan, 2007). Orang dengan usia lebih dari
40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
yang usia lebih muda. Hal ini terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh
hati dan menurunnya sintesis asam empedu (Smeltzer dan Bare, 2002). Selain itu
adanya proses aging, yaitu suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo dan Martono,
1994). Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika latin (20-

KMBPage 7
40%) dan rendah di negara Asia (3-4%) (Robbin, 2007). Di Amerika Serikat,
terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika dengan batu empedu dan dari hasil
otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada
wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan. (Beckingham, 2001).
Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor yang mempengaruhi
terbentuknya batu berbeda-beda. Kondisi-kondisi yang menjadi faktor
predisposisi terbentuknya batu pigmen adalah penyakit hemolitik yang kronik,
pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis kronik dan sirosis dan pemberian
obat (cefriaxone). Sedangkan faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen
coklat adalah adanya infestasi parasit seperti Ascharis lumbricoides. Untuk batu
kolesterol, faktor resiko terjadinya batu kolesterol adalah kegemukan, reseksi
ileum, penyakit Chorn’s ileal dan fibrosis kistik (Heubi (2001) dalam Gustawan
(2007)).
Jadi dari beberapa sumber di atas penyebab dan faktor resiko terjadinya batu
pada kandung empedu (kolelitiasis) adalah penyakit hemolitik dan penyakit
spesifik non hemolitik, anak yang mendapat nutrisi parenteral total dalam waktu
yang lama, wanita dengan usia lebih dari 40 tahun dan menggunakan kontrasepsi
hormonal, kegemukan, dan makanan berlemak.

D. Manifestasi Klinis
1. Batu kandung empedu (Kolesistolitiasis)
a. Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan
gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat
kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun
dispepsia, mual (Lesmana, 2014). Studi perjalanan penyakit sampai 50
% dari semua penderita dengan batu kandung empedu, tanpa
mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 %
dari penderita yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik

KMBPage 8
akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah
periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan
kolesistektomi rutin dalam semua penderita dengan batu empedu
asimtomatik (Hunter, 2014).
b. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan
atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari
15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik
biliaris, nyeri pasca prandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi
oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir
setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu
empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali
berkaitan dengan serangan kolik biliaris (Beat, 2008).
2. Batu saluran empedu (Koledokolitiasis)
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila
terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya
disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya
kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya
kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu
demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi
kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul
5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok,
dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma (Alina,
2008).
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius
karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa.
Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen
penderita serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul
kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses
hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula vateri sewaktu ada saluran

KMBPage 9
umum diantara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat
menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam
ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif (Garden, 2007).

E. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol
merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali
batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan
asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah
batas tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang
mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan
koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang
hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan,
atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan
yang litogenik (Garden, 2007).

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel
sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai
benih pengkristalan (Hunter, 2014)

F. Pencegahan dan Penanganan Kolelitiasis


Pencegahan kolelitiasis dapat di mulai dari masyarakat yang sehat yang memiliki
faktor risiko untuk terkena kolelitiasis sebagai upaya untuk mencegah
peningkatan kasus kolelitiasis pada masyarakat dengan cara tindakan promotif
dan preventif. Tindakan promotif yang dapat dilakukan adalah dengan cara
mengajak masyarakat untuk hidup sehat, menjaga pola makan, dan perilaku atau

KMBPage 10
gaya hidup yang sehat. Sedangkan tindakan preventif yang dapat dilakukan
adalah dengan meminimalisir faktor risiko penyebab kolelitiasis, seperti
menurunkan makanan yang berlemak dan berkolesterol, meningkatkan makan
sayur dan buah, olahraga teratur dan perbanyak minum air putih.
Pada pasien yang sudah didiagnosa mengalami kolelitiasis dapat dilakukan
tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan secara bedah
adalah dengan cara kolesistektomi. Sedangkan penanganan secara non-bedah
adalah dengan cara melarutkan batu empedu menggunakan MTBE, ERCP, dan
ESWL.
Kolesistektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan pada
sebagian besar kasus kolesistitis akut dan kronis. Jenis kolesistektomi
laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif minimal di dalam rongga
abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum sistim endokamera dan
instrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung
kandung empedunya. Keuntungan dari kolesistektomi laparoskopik adalah
meminimalkan rasa nyeri, mempercepat proses pemulihan, masa rawat yang
pendek dan meminimalkan luka parut (Lesmana, 2006).
Penanganan kolelitiasis non-bedah dengan cara melarutkan batu empedu
yaitu suatu metode melarutkan batu empedu dengan menginfuskan suatu bahan
pelarut (monooktanion atau metil tertier butil eter [MTBE] ) ke dalam kandung
empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini: melalui
selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam kandung
empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T-Tube
untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui
endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal. Pengangkatan non-bedah
digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat
kolesistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus (Smeltzer dan Bare,
2002). ERCP (Endoscopi Retrograde Cholangi Pancreatography) terapeutik
dengan melakukan sfingterektomi endoskopik untuk mengeluarkan batu saluran
empedu tanpa operasi, pertama kali dilakukan tahun 1974. Batu di dalam saluran
empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara

KMBPage 11
yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar
bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya (Lesmana,
2006). ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithoripsy) merupakan prosedur
non-invasif yang menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock
waves) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau
duktus koledokus dengan maksud untuk memecah batu tersebut menjadi sebuah
fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik,
yaitu piezoelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik (Smeltzer dan Bare,
2002).
Setelah penanganan bedah maupun non-bedah dilakukan, maka selanjutnya
dilakukan perawatan paliatif yang fungsinya untuk mencegah komplikasi
penyakit yang lain, mencegah atau mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain, serta
meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan tersebuit bisa dilakukan dengan
salah satu cara yaitu memerhatikan asupan makanan dengan intake rendah lemak
dan kolesterol.

G. Pengkajian fokus
1. Identitas
meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama

Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada
kuadran kanan atas.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode


PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh

KMBPage 12
klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu
posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien
merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut.

(P): Nyeri setelah makan, terutama makanan yang berlemak

(Q): Nyeri dirasakan hebat

(R): Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan menjalar ke
punggung atau bahu kanan.

(S): Nyeri terasa saat melakukan inspirasi

(T): Nyeri dirasakan sejak dua hari yang lalu

c) Riwayat kesehatan yang lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.

d) Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit


kolelitiasis.

3. Pemeriksaan fisik
a) Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
b)Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
c) Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses
Tanda : Distensi abdomen.
d)Makanan / Cairan

KMBPage 13
Gejala : Anoreksia,mual.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
e) Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu
kanan. Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Tanda :Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan
atas ditekan; tanda murphy positif.
f) Keamanan
Tanda :Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal
(Pruiritus).Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).
g)Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.Adanya
kehamilan/melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias
darah.

H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare, 2002. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada
pasien kolelitiasis adalah
1. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen, dapat dilakukan jika terdapat
ecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan
penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang
mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-
x.
2. Ultrasonografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan
kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat
dilakukan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang
mengalami dilatasi.
3. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi.

KMBPage 14
Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara
intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat
diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian
saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan
percabangan bilier.
4. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography),
pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke
dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul
dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk
memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga
memungkinkan visualisasi langsung struktur bilier dan memudahkan akses
ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil empedu.
5. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara
menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena
konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka semua
komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus
sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
6. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography),
merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat
kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan
terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal
tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas
sinyal rendah yang dikrelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinngi,
sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.
(Lesmana, 2006).
I. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Nyeri Akut b.b Agen Cedera Biologis: Obstruksi Kandung Empedu

2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d


Ketidakmampuan Pemasukan Nutrisi

KMBPage 15
3. Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Volume Cairan Aktif

4. Kerusakan Integritas Kulit b.d Faktor mekanik

5. Risiko Perdarahan

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
Laki-laki 50 tahun, di rawat di RS dengan diagnosa choleliithiasi, saat ini
mengeluh nyeri pada epigastrium, mengatakan rasanya dada seperti terbakar,
nyeri juga di rasakan di kuadran kanan atas menjalas ke daerah scapula.
Pasien juga mengeluh mual dan tidak nafsu makan. Mengatakan kwatir
apakah bisa sembuh ? sering bertanya kenapa badannya kuning semua? Hasil
pengkajian joundice(+), TD:120/80 mmHg, Nadi: 88x/menit, RR:20x/menit,
suhu :37,7℃ , Hasil pemeriksaan laboratorium, Lekosit : 14.000/mm,
bilirubin :3,5 mg/dl.
B. Analisa data

Symtom Probem Etiologi

KMBPage 16
Ds. Nyeri akut Agen Cedera Biologis:
Pasien mengatakan (P): Nyeri terasa saat Obstruksi Kandung
melakukan inspirasi. (Q): Nyeri dirasakan Empedu
hebat.(R):Nyeri dirasakan pada abdomen
kuadran kanan atas dan menjalar ke scapula.
(S): skala 7, (T): Nyeri dirasakan sejak dua
hari yang lalu
Do:
Pasien terlihat
Meringis menahan rasa nyeri di abdomen
kanan atas.
TD:120/80mmHg, Nadi:88x/menit,
RR:20x/menit,

Ds: Ketidakseimbangan Ketidakmampuan


Pasien mengatakan merasa mual dan Nutrisi Kurang Dari Pemasukan Nutrisi
muntah, tidak nafsu makan, nyeri abdomen Kebutuhan Tubuh
Do:
Pasien terlihat
Lemah, membran mukosa pucat,
Pemeriksaan IMT, BB sebelum sakit,
BB saat sakit, Hb normal, kadar
albumin, Hemotokrit.
Ds: Kurang Keterbatasan kognitif
Pasien sering bertanya kenapa badannya pengetahuan tentang proses
kuning semua dan pasien Mengatakan penyakit
kwatir apakah bisa sembuh.
Do:
Pasien tanpak bingung

KMBPage 17
C. Pathway Berdasarkan kasus
Kolesterol di dalam cairaan empedu
Tidak dapat terlarut
Pasien bertanya
Batu terdorong menuju duktus
tentang sistikus
KOLELITIASIS
Penyakitnya

Kurang Obstruksi
pengetahuan duktus sistikus

Distensi kandung Peradangan di


empedu sekitar

Gesekan empedu dengan


Pengeluaran SGPT, SGOT,
dinding abdomen
iritatif pada saluran cerna
Nyeri abdomen
kodran janan atas Merangsang saraf
parasimpatis

KMBPage 18
Nyeri akut
Penurunan peristaltik
usus dan lambung

Tidak nafsu Makanan tertahan di


Mual dan mintah lambung
makan

Produksi asam
Ketidakseimbangan nutrisi kurang lambung meningkat
dari kebutuhan tubuh

D. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Kasus


1. Nyeri akur berhubungan dengan agen injury biologi obtruksi kandung
empedu
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b/d
ketidak mampuan memasukan nutrisi
3. Kurang pengetahuan b.d Keterbatasan kognitif tentang proses
penyakit
E. Intervensi keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
KEPERAWATA
N

1 Nyeri akut b/d Tujuan: 1. Pantau 1. Tingkat dan


obtruksi tingkat dan intensitas nyerimerupakan da
Setelah dilakukan
kandung intensitas tadasar yangdibutuhkanpera
empedu Perawatan selama nyeri. wat sebagaipedomanpengam
3x24 , klien bilanintervensi, sehinggasetia
melaporkannyeri be p perubahanyang terjadi haru
rkurangatau hilang. sterus dipantau.
Kliendapatmengko
2. Ajarkan 2. Teknik relaksasi(nafas
mpensasinyeri deng
teknik dalam)dapat membantumenu

KMBPage 19
anbaik relaksasi runkanketegangan otot,menu
(nafas runkanmediator stressseperti
Kriteria Hasil:
dalam) katekolamin danmenigkatkan
o Skala nyeri 0-3 endorphin yangdapat memba
ntu untuk mengurangi
o Gerakan
rasa nyeri.
melokalisirnyeri
(-) 3. Beri 3. Kompres hangatdapat
kompres memberikanefek vasodilator
o Gerakanbertaha
hangat dan relaksasi ototsehingga da
n(defensife)pad
(hati-hati patdigunakan sebagaiterapi p
adaerahnyeri (-)
dengan enurunketegangan yangdapat
o Klien tenang klien yang berpengaruhterhadappenurun
mengalami an nyeri.Namun harusdiperh
perdarahan) atikanpenggunaannyapada pa
siendenganperdarahan.
4. Beri posisi
yang 4. Posisi
nyaman yangnyaman membantumenu
runkanketegangan otot.Posisi
tidur yangsalah dapatmencet
5. Kondisikan uskankekakuan ototyangmen
lingkungan gakibatkan
yang tenang rasa nyamanterganggu.
di sekitar
5. Kondisi
klien
lingkunganyang tenang dapat
6. Catat repons membantumenurunkantingka
terhadap t stress kliensehingga dapatm
obat dan empengaruhirespon klienterh
laporkan adap nyeri.
bila nyeri
6. Nyeri berat yang tidak
tidak hilang.

KMBPage 20
7. Kolaborasi hilang dapat menunjukkan
pemberian adanya komplikasi
analgesik
sesuai
program 7. Analgesikberfungsi
terapi. untukmelakukanhambatan pa
dasensor nyerisehingga sensa
sinyeri pada klienberkurang.

2 Ketidakseimban Tujuan: 1. Berikan 1. Perawatan oraldapat menc


gan Nutrisi perawatan oral egah ketidak nyamanan
Klien memenuhi
Kurang Dari teratur. karena mulut kering, bibir
Kebutuhan kebutuhan nutrisi pecah dan bau
Tubuh b/d harian sesuai tidak sedap yang dapat
ketidak dengan tingkat menurunkan nafsu makan
mampuan aktivitas dan klien.
2. Catat
memasukan kebutuhan
berat badan saat 2. Berat badanmerupakan
nutrisi metabolik
masuk dan data
Kriteria hasil: bandingken yang diperlukanperawat untu
dengan kmengevaluasiperkembanga
o Klien dapatmen

KMBPage 21
jelaskan tentang saatberikutnya nterapi nutrisi kliensehingga
pentingnya perawatdapatmenyesuaikante
nutrisi bagi rhadapkebutuhan intervensi.
klien 3. Kaji
3. Menunjukkan ketidak
distensi
o Bebasdaritanda nyamanan berhubungan
abdomen,
malnutrisi dengan gangguan
berhati-hati,
pencernaan, nyeri
o Mempertahanka menolak gerak
nberat 4. Nilai laboratorium
4. Pemeriksa
merupakan data
o badan stabil an
yang diperlukan
laboratorium/H
o Nilai perawat untuk
b- Ht-elektrolit-
laboratorium mengevaluasikeberhasilan at
Albumin.
normal (Hb,Alb aukeefektifanintervensi sehin
umin) 5. Jelaskan ggaperawat dapatmenentuka
tentang n
pengontrolan intervensi yangsesuai bagi kli
dan pemberian en.
konsumsi
5. Pendidikan padaklien p
karbohidrat,
erludilakukan agarklien men
lemak
gerti danpaham tentanginterv
(makanan
ensi
rendah lemak
yangdilakukan perawatsehin
dapat mencegah
ggadiharapkan kliendapat ber
serangan pada
sikapadaptif.
klien dengan
kolelitiasis dan 6. Pembatasan lemak
kolesistitis), menurunkan rangsangan
protein, pada kandung empedu dan
vitamin, nyeri
mineral dan
7. Ahli gizi dapatmenghit

KMBPage 22
cairan yang ung kalori
adekuat. yang dibutuhkanklien menur
utaktivitas
6. Anjurkan
yangdilakukan klien,sehingg
mengurangi
adiharapakan jumlahasupan
makananberlem
kalori yangdikonsumsi klien
ak
dapat memenuhikebutuhan h
danmenghasilka
arian,tidak kekurangandan ti
n gas
dakberlebihan.
7. Konsultasi
8. Kondisi tegangdapat m
kan dengan ahli
enurunkannafsu makan klien,
gizi untuk
istirahat dapatmengurangiket
menetapkan
egangan kliensehingga dapat
kebutuhan
membantu kliendalammenin
kalori harian
gkatkannafsu makan.
dan jenis
makanan yang 9. Makan terlalubanyak d
sesuai bagi alam satuwaktu dapatmenyeb
klien. abkandistensi
lambungyang berakibatketida
8. Anjurkan
knyamananbagi klien sehing
klien istirahat
ganafsu makan klienmakin m
sebelummakan,
enurun.
9. Tawarkan
10. Asupan cairanberlebih sa
makan sedikit
atmakanmenyebabkandistens
namunsering.
i lambung
10. Batasi yangmengakibatkanketidakn
asupan cairan yamanan.
saat makan.
11. Makanan yangsudah din
11. Sajikan ginmenyebabkan rasa

KMBPage 23
makanan dalam yang kurangmenyenangkanb
keadaan hangat. agi klien sehinggamenurunka
n nafsumakan klien.
12. Kolaborasi
cairan IV 12. Cairan glukosa IVdapat
diberikanapabila pasienbenar
-benar tidakmendapatkanasu
pan per-oral,cairan glukosa I
Vjuga dapatmenyediakan kal
oribagi klien sehinggaklien ti
dakmengalamikekurangan nu
trisi.

3 Kurang Pasien 1. Beri penjelasan 1. kecemasan pasien


mampu pada pasien
pengetahuan b.d mengetahui tentang semakin bekurang dengan
Keterbatasan konsep kolesistitis. informasi dari perawat
kognitif tentang penyakit.
2. koordinasi dengan
proses penyakit 2. Kaji ulang
Pasienmampu perawat dan tim medis lain
prognosis,
menerapkanp akan memberikan prognosis
diskusikan
ola yangtelah yang baik untuk masalah
perawatan dan
dijelaskan. pasien
pengobatan.
3. Kajiuangprogram 3. salah dosis dan
obatdan efek pemberian obat akan
samping. memperparah kesehatan
pasien

4. mengurangi batas kerja


4. Anjurkan
organ yang bermasalah
pasien menghindari
sehingga tidak
makanan, minuman
memperburuk kondisi

KMBPage 24
fungsional organ.

BAB IV
ANALISIS EVIDENCE BASED NURSING

A. Judul : aromaterapi lavender menurunkan tingkat nyeri pada pasien post


sectio caesarea di kota semarang
B. Peneliti
Riah Damawanti.
C. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Quasi-Experiment dengan rancangan
pretest-posttest withcontrol group design. Rancangan pretest-posttest with
control groupdesign yaitu pengelompokkan anggota-anggota kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen dilakukan berdasarkan acak atau random. Kemudian
dilakukan pretest pada kedua kelompok tersebut, dan diikuti intervensi (X) pada
kelompok eksperimen. Setelah beberapa waktu dilakukan postest pada kedua
kelompok tersebut (Notoatmodjo, 2002).
D. Tempat penelitian
Rumah sakit Roemani Muhammadiyah Semarang
E. Justifikasi ilmia dan anaisa sintesa aplikasi EBN dalam mengatasi masalah
keperawatan

Nyeri merupakan salah satu keluhan tersering pada pasien setelah mengalami
suatu tindakan embedahan. Pembedahan merupakan suatu peristiwa yang
bersifat bifasik terhadap tubuh manusia yang berimplikasi pada pengelolaan

KMBPage 25
nyeri. Lama waktu pemulihan pasien post operasi normalnya terjadi hanya dalam
satu sampai dua jam (Potter & Perry, 2006).

Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai resiko yang


sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk
obat–obatan, tindakan tesebut mugkin diperlukan atau sesuai untuk
mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit
(Smeltzer and Bare, 2002). \

Aromaterapi adalah terapi komplementer dalam praktek keperawatan dan


menggunakan minyak esensial dari bau harum tumbuhan untuk mengurangi
masalah kesehatan dan memperbaiki kualitas hidup. Sharma (2009) mengatakan
bahwa bau berpengaruh secara langsung terhadap otak seperti obat analgesik.
Misalnya, mencium lavender maka akan meningkatkan gelombang-gelombang
alfa didalam otak dan membantu untuk merasa rileks. Relaksasi merupakan
kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat mengubah
persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien
dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan
emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2006).

Dapat disimpulkan bahwa penangan peasien pasca operasi yang mengalami


nyeri tidak hanya menggunakan tehnik farmakologi untuk mengurangi nyerinya,
dengan menggunakan aromaterapy, tehnik non farmakologi seperti relaksasi
nafas dalam dan rileksasi genggam jari nyeri juga dapat berkurang.

F. Hasil penelitian dan analisis.

Berdasarkan uji statistik independen t-test, aromaterapy lavender Intensitas


nyeri pasien post Sectio Caesarea sebelum diberikan tindakan pemberian
aromaterapi lavender di Ruang Ayyub 1 RS Roemani Semarang sebagian besar
kategori berat terkontrol sebanyak 27 responden (77,1%). Intensitas nyeri pasien
post Sectio Caesarea sesudah diberikan tindakan pemberian aromaterapi

KMBPage 26
lavender di Ruang Ayyub 1 RS Roemani Semarang sebagian besar kategori
sedang sebanyak 22 responden (62,9%). Ada pengaruh pemberian aromaterapi
lavender terhadap intensitas nyeri pada pasien post Sectio Caesarea di Ruang
Ayyub 1 RS Roemani Semarang dengan nilai p value sebesar 0,000 (α < 0,05).

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. (2003). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.


Jakarta: EGC.
Engram, Barbara. ( 1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Vol. 3. Jakarta: EGC
Gustawan IW et al. (2007). Kolelitiasis pada Anak. Majalah kedokteran
Indonesia
Kumar, M. N. V., (2000), A review of Chitin and Chitosan Application, Reactive and
Functional Polymers, 46,pp: 1-27
Lesmana LA (2009). Penyakit batu empedu. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam. EdisiV Jilid 1. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp: 721- 726.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung aluyo…(dkk),
EGC, Jakarta.
Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC
Townsend, M. C. (2012), Kementrian Kesehatan Prioritaskan Kesehatan Jiwa,
diunduh 05 Maret 2012, http://www.riskesdas.com

KMBPage 27

Anda mungkin juga menyukai