DI SUSUN OLEH
NUNUNG KHOLIFAH
2008062
I. DATAUMUM
1. Identitas
Nama : Ny.M
Umur : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Ringinaum
Diagnosis Medis : SNH (Stroke Non Hemoragic)
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : Berjualan
Alamat : Ringinarum
Hubungan dengan Klien : Suami
2. Setatus kesehatan saat ini
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan lemah saat beraktivitas
b. Alasan masuk RS :-
c. Faktor pencetus : pasien mengatakan tidak mengetahui
penyebab dari struk
d. Lama keluhan : pasien mengatakan sudah mengalami gejala
tersebut sejak ± 1 tahun lalu sampai sekarang.
e. Timbul keluhan : pasien mengatakan keluhan tersebut terjadi
setiap hari
f. Upaya yang dilakukan : pasien mengatakan jika merasakan gejala tersebut
pergi ke dokter dan mengkonsumsi obat yang diberikan oleh dokter
g. Faktor yang memperberat : pasien mengatakan tidak mengatahui penyebab
penyakit yang beliau derita menjadi makin parah
3. Riwayat kesehatan lalu
a. Penyakit yang pernah di derita : pasien mengatakan mempunyai penyakit
sebelumnya yaitu hipertensi
b. Kecelakaan : pasien mengatakan tidak pernah mengalami
kecelakaan sebelumnya
c. Pernah dirawat : pasien mengatakan pernah pernah dirawat
dirumah sakit sebelumnya
d. Alergi : pasien mengatakan tidak mempunya alergi
seperti udara, ,makanan, obat.
e. Imunasasi :-
1. Riwayat kesehatan keluarga
a. Genogram
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
X : meninggal dunia
: garis keluarga
b. Penyakit yang diderita keluarga
Pasien mengatakan dari kelurga ada yang mempunyai penyakit yang sama dengan
pasien yaitu ibu pasien
c. Penyakit yang sedang diderita keluarga
a. Kebutuhan nutrisi
Pola makan
- Klien mengatakan makan sebanyak 3x/hari, porsi makan
sebanyak 3,5 centong nasi, menggunakan sayur dan lauk pauk
- Klien mengatakan tidak mengetahui makanan apa yanag
mempengaruhi keadaan sakit yang diderita saat ini
- Klien mengatakan semua jenis makanan ia sukai
- Klien mengatakan tidak melakukan diet apapun
- Klien mengatakan tidak mengkonsumsi vitamin atau obat apapun
- Klien mengatakan pusing
- Klien mengatakan mengalami penurunan berat badan dalam 6
bulan terakhir sebanyak 10 kg
- Pengkajian IMT- BB ideal
BB
IMT : : 49kg/150cmx2 : 49/1,5x2 : 49/3 : 16,3 : 16
TBx 2
BB ideal : (TB (cm) – 100) – {(TB-100)x10%} : (150 – 100) – {(150 –
100)x 10%} : (50) – {(50)x10%} : 50 – 5 : 45kg
Kebutuhan kalori berdasarkan usia : 2.000 kkal/
A = BB = 49 kg, TB = 150 cm
B = tidak ada pemeriksaan laboratorium
Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
Tingkat0 Mampu merawat diri secara penuh
Tingkat1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
Tingkat4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan
Klien mengatakan tidak mampu lagi bekerja karena kekuatan otot
menurun
Klien mengatakan lemah saat beraktivitas
Klien mengatakan tidak melakukan olahraga rutin dalam
kesehariannya
Klien mengatakan selama sakit mengalami keterbatasan dalam
beraktivitas, klien mampu melakukan mandi tanpa bantuan dan Klien
mampu makan tanpa bantuan
Kekuatan otot :
f. Kebutuhanoksigenasi
g. Kebutuhancairan
1. Kesadaran
2. Penampilan
3. Vitalsign
5. Mata
Hidung kotor, tidak ada secret, tidak ada polip, tidak terdapat nafas
cuping hidung, tidak terpasang oksigen.
7. Telinga
Tidak mengalami gangguan bicara, tidak ada nyeri pada gigi, warna
kekuningan, tidak mengalai kesulitan mengunyah, tida adabenjolan
pada leher, vena jugularis teratur.
9. Dada
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba di ICS ke 5
Perkusi : suara jantung pekak
Auskultasi : bunyi jantung S1 Lup dan S2 Dup
Paru- paru
Inspeksi : bentuk simetris
Palpasi : gerakan paru kanan dan kiri sama, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : suara paru vaskuler
10. Abdomen
Daerah genitalia bersih, tidak ada luka, tidak ada tanda infeksi,
tidak adahemoroid.
12. Ekstremitas atas danbawah
a. Atas
Kulit bersih, warna sawo matang, kuku bersih, turgor kulit kering,
ekstermitas gerak atas bagian kanan lemah.
b. Bawah
43
43
Kekuatan otot :
13. Kulit
Kulit bersih, warna sawo matang, kulit keriput, turgor kulit kering,
tidak adaedema.
14. DATAPENUNJANG
b. Therapy
A. Analisadata
4 3
4 3
(D.0111).
C. Planning /intervensi
Tgl / Diagnosa Tujuan dan planning TTD
jam keperawata kriteria hasil
14-12- dx.1 setelah dilakukan -Identifikasiadanyanyeri
2020 Gangguan tindakan atau keluhan fisik
10.00 mobilitas fisik keperawatan lainnya
berhubungan selama 3x8 jam -Identifikasi toleransi
dengan Penurunan diharapkan fisik melakukan
kekuatan otot Mobilitas Fisik pergerakan
klien meningkat -Monitor kondisi umum
dengan KH : selama melakukan
1. Pergerakan mobilisasi
ekstremitas -Kompres hangat pada
meningkat sendi yang kaku.
2. Kekuatan -Ajarkan melakukan
otot latihan rentang
meningkat gerak(ROM)
3. Nyeri
menurunm
4. Kecemasan
menurun
5. Kaku sendi
menurun
6. Gerakan
tidak
terkoordina
si menurun
7. Gerakan
terbatas
menurun
8. Kelemahan
fisik
menurun
D. Implementasi
tgl/jam DX Implementasi Respon TTD
Senin,14d 1 Memeriksa TTV Ds : klien mengatakan merasa
esemb klien tenang setelah di periksa
er tekanan darahnya
2020. Do : - klien tampak tersenyum
Jam S :36,7°C
11.00 TD : 160/90 MmHg
RR : 23x/menit
N : 90x/menit
1
Selasa, 15 2 Memberikan DS :klien mengatakan paham apa
desem pendidikan yang sudah di jelaskan
ber kesehatan tentang DO: klien bisa menjawab
2020 hidup bersih dan pertanyaan
Jam. 08.30 sehat
14.30 1
Ds : klien mengatakan nyeri
sudah mereda
P : nyeri pada kaki kanan
Q : seperti kesemutan
R : ekstermitas bawah bagian
kanan
S:3
T : hilang timbul
kamis, 17 1&2 Memeriksa tanda- Do : TD : 140/80 MmHg ee
desember tanda vital N : 90x/menit
2020. S : 36,5°C
14.00 RR :20x/menit
P : lanjutkan intervensi
- Identifikasi adanya nyeriatau
keluhan fisik lainnya
13.15
S: klien mengatakan inginberjalan
namun kaki terasa kaku.
P : lanjutkan intervensi
- Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
13.30 Defisit
pengetahuan
Dibuktikan S : klien mengatakan tidak mengetahui
penyebab penyakitnya
Dengan O : klien tampak lemah, dan bingung
Kurang
terpapar
informasi
P : lanjutkan intervensi
- Identifikasi kesiapan
menerima informasi
13.40
S : klien mengatakan lantai kamar
tidak licin namun klien belum punya
alat bantu untuk berjalan.
- Identifikasi faktorlingkungan
yang meningkatkan risiko
jatuh.
16-12- Gangguan
2020/ mobilitas fisik
08.30 dibuktikan
S : klien mengatakan bersedia untuk
dengan
dilakukan kompres air hangat
penurunan
O : klien tampak kooperatif, dan
kekuatan otot
tampak nyaman.
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Berikan terapikomplementer
- Kompres hangat pada
08.17 sendiyangkaku.
1
S : klien mengatakan bersedia
O : klien tampak kooperatif dan
mendengarkan apa yang disampaikan
P : lanjutkan intervensi
- Menganjurkan melakukan
mobilisasi(ROM)
S : klien mengatakan tampak lebih
08.30
nyaman lagi, kaku dikaki sedikit
1
berkurang dari sebelumnya
P = nyeri dirasakan saat untuk
berjalan
Q = nyeri seperti ditusuk
R = nyeri dibagian sendi-sendi
S = skala 3
T = nyeri hilang timbul
O : klien tampak lebih tenang
TTV :
TD : 120/90 mmHg
S : 36,2˚C
RR : 20x/menit
Skoring 3 (50 %)
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
10.15
P : lanjutkan intervensi
Kata kunci : Range Of Motion (ROM) Aktif, Kekuatan Otot, Stroke Non Hemoragik
Jombang) ABSTRACT
Keywords: active Range Of Motion (ROM), muscle strength, non hemorrhagic stroke.
PENDAHULUAN
Pada saat kondisi sakit seseorang tidak mampu melakukan aktivitas karena adanya
keterbatasan gerak, kekuatan otot dapat dipertahankan salah satunya melalui cara mobilisasi
persendian dengan latihan rentang gerak sendi atau Range Of Motion (ROM) aktif (Potter &
Perry, 2010).
Data dari global ≥ 15 juta orang di seluruh dunia penderita stroke, di Indonesia mencapai
1.236.825 orang (7,0%) pendrita stroke non hemoragik (WHO). Berdasarkan KEMENKES
RI 2014, provinsi Jawa Timur penderita CVA infark sebanyak 190.449 orang (6,6%) dan di
Jombang sebanyak 120 orang menderita stroke nonhemoragik.
Terapi dibutuhkan segera untuk mengurangi kelemahan otot lanjut, program rehabilitasi yang
bisa diberikan untuk pasien stroke non hemoragik yaitu mobilisasi persendian dengan latihan
range of motion (rom) aktif. Range of motion (ROM) merupakan latihan yang dilakukan untuk
memperbaiki kemampuan pergerakkan pada sendi secara normal atau meningkatkan massa otot serta
tonus otot. Latihan ROM aktif secara dini dapat meningkatkan kekuatan otot, apabila tidak segera
ditangani maka akan terjadi kelemahan otot secara permanen (Potter & Perry,2009).
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah apakah ada
pengaruh range of motion (rom) aktif terhadap kekuatan otot pada penderita stroke non
hemoragik di ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Jombang? Tujuan penelitian
untuk menganalisa pengaruh range of motion (rom) aktif terhadap kekuatan otot pada
penderita stroke non hemoragik di ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Jombang.
Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai sumber informasi yang baru dan keterampilan
dalam memberikan latihan untuk proses penyembuhan stroke non hemoragik.
BAHAN DAN METODE PENELTIAN
Desain penelitian analitik pra eksperimental dengan pendekatan one Group Pra-test Post-
test. Populasi dalam penelitian ini semua penderita stroke non hemoragik dengan jumlah
120 responden dan jumlah sampel dalam penelitian ini sebagian dari penderita stroke non
hemoragik dengan jumlah 21 responden yang diambil menggunakan teknik sampling
simple random sampling. Variabel independen penelitian ini adalah Range Of Motion
(ROM) aktif dan variabel dependen adalah kekuatan otot penderita stroke non hemoragik.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan cek list, pengolahan data editing,
coding, scoring dan tabulating dilanjutkan analisa data dengan uji statistik Wilcoxon.
HASIL PENELITIAN
Data Umum
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian besar terdiri dari 12 responden atau 57%
berjenis kelamin laki-laki.
2
Tabel5.2 Distribusi Frekuensi Responden BerdasarkanUsia
Data Khusus
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kekuatan Otot Responden Sebelum dilakukan ROM Aktif 30
Mei s/d 12 Juni 2018 di Ruang Flamboyan RSUD Jombang.
Berdasarkan tabel di atas menunjukan hampir setengah dari responden yang kekuatan otot
kurang sejumlah 13 atau 61,9% responden.
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kekuatan Otot Responden Setelah dilakukan Tindakan ROM
Aktif pada tanggal 30 Meis/d
12 Juni 2018 di Ruang Flamboyan RSUD Jombang.
Tabel 5.5 Tabulasi Silang Pengaruh
Pemberian ROM Aktif Terhadap Kekuatan Otot pada Penderita Stroke Non
Hemoragik di Ruang Flamboyan RSUD Jombang bulan Mei s/d Juni2018
KekuatanOtot Seb Sesudah Total
elu Baik Cukup Kurang
m F % f % F % F %
Baik 2 9,5 0 0 0 0 2 9,5
Cuk 6 28,6 0 0 0 0 6 28,
up 6
Kur 3 14,3 5 23, 5 23, 13 61,
ang 8 8 9
Jum 1 52,4 5 23, 5 23, 21 100
lah 1 8 8
Hasil uji Wilcoxon ρ = 0,000 α=0,05 Sumber : Data primer,2018
Berdasarkan tabel 5.5 dari tabulasi silang didapatkan dari 21 responden sebagian besar
memiliki kekuatan otot dengan kategori baik sebanyak 11 atau 52,4% responden.
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,000 < α 0,05. Maka H1
diterima yang artinya Terdapat Pengaruh pemberian Range of Motion (ROM) aktif terhadap
kekuatan otot pada penderita stroke non hemoragik di Ruang Flamboyan
2
abupaten Jombang.Frekuensi
Kekuatan Presentase RSUD Jombang K
Otot (%)
Baik 11 52,4
Cukup 5 23,8 PEMBAHASAN
Kuramg 5 23,8
Sumber : Data primer21
Jumlah 2018 100 Kekuatan Otot
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan hampir setengah dari responden yang kekuatan otot
baik sejumlah 11 atau 52,4% responden.
2
sebelum pemberian
Range Of Motion (ROM) aktif
Berdasarkan dari tabel 5.1 menunjukkan sebagian besar responden yang mengalami stroke
non hemoragik berjenis kelamin laki-laki sejumlah 12 atau 57,1% responden.
Menurut peneliti berdasarkan fakta bahwa responden yang mengalami stroke non
hemoragik dengan kategori kuranglebih semua responden berjenis kelamin laki- laki,
karena gaya hidup seorang laki-laki yang tidak sehat dan sangat rentang menderita stroke
non hemoragik.
Menurut Nursalam (2011) mengatakan bahwa risiko jenis kelamin laki-laki dilihat dari gaya
hidup laki-laki yang banyak merokok, minum alkohol, sehingga dapat mengganggu fungsi
motorik dan rentang menderita stroke non hemoragik.
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden yang mengalami kekuatan otot pada
penderita stroke non hemoragik diatas usia 50tahun.
Berdasarkan peneliti penderita stroke non hemoragik lebih banyak terjadi pada usia diatas 50
tahun karena pada lansia mengalami kemunduran fungsi dan mengalami kekuatan otot yang
kurang sehingga perlu dilakukan pemberian ROM aktif secaraoptimal.
Menurut Irfan (2010) menyatakan bahwa kejadian stroke non hemoragik meningkat seiring
dengan bertambahnya usia 50 tahun keatas. Kematangan seseorang tidak sedikit dari lansia
mengalami kelemahan otot dan perlunya latihan otot yang tetap pada seoranglansia.
Berdasarkan tabel 5.3 bahwa kategori kekuatan otot yang kurang sebanyak 13 atau 61,9%
dari responden penderita stroke non hemoragik.
Peneliti berpendapat bahwa responden banyak yang mengalami kekuatan otot kurang
dibagian ekstremitas atas dan bawah saat melakukan kegiatan sehari- hari, latihan ROM aktif
bisa meningkatkan kekuatan otot menjadi baik agar mudah digerakkan pada ekstremitas
secaraumum.
Menurut Suratun (2008), mengatakan bahwa 30-60% dari responden stroke non hemoragik
mengalami kekuatan otot kurang bisa kehilangan fungsi ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah di waktu 6 bulan.
Berdasarkan dari tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami
stroke non hemoragik berjenis
kelamin laki-laki sejumlah 12 atau 57,1% responden.
2
Berdasarkan dari fakta penelitian diatas berpendapat bahwa
sesudah dilakukan ROM aktif kekuatan otot stroke non
hemoragik sebagian besar kategori baik dan responden mampu
menggerakkan anggota gerak tubuhnya daripada sebelum
dilakukan ROM aktif.
Menurut (Arisuma, 2008) mengatakan intervensi pemberian Range Of Motion (ROM) aktif
terhadap kekuatan dua kali sehari lebih efektif daripada menggunakan ROM aktif sekali
sehari karena dapat meningkatkan kekuatan yang lebih efektif dan tercapai kekuatan otot
yang baik.
Berdasarkan tabulasi setelah dilakukan ROM aktif kekuatan otot lebih besar dari
ekstremitas bawah sejumlah 70 atau rata- rata 3,33 responden, dan ekstremitas atas
sejumlah 59 atau rata-rata 2,81 responden.
Pemberian Range Of Motion (ROM) aktif yang terprogram dan dilakukan secara
berkesinambungan dan teratur dapat memberikan hasil yang optimal, karena semakin
seringnya sendi digerakkan secara teratur menggunakan teknik yang tepat dan perlahan,
maka bisa meningkatkan kekuatan otot dan respon syaraf pada penderita stroke non
hemoragik ekstremitas bawah yang awalnya kurang menjadi baik kekuatan ototnya
(Suratun, 2013) Pengaruh Range Of Motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot pada
penderita stroke non hemoragik
Berdasarkan analisa data menggunakan program komputerisasi yaitu uji Wilcoxon tabel 5.5
didapatkan nilai ρ = 0,000 yang lebih kecil dari α = (0,05), maka H1 di terima. Artinya ada
pengaruh pemberian ROM aktif terhadap kekuatan otot penderita stroke non hemoragik di
Ruang Flamboyan RSUD Jombang Kabupaten Jombang. Hasil penelitian tabel 5.4
menunjukkan sesudah dilakukan perlakuan ROM aktif, diketahui kurang lebih responden
kekuatan otot dengan kategori baik sebanyak 11 atau 52,4% responden.
Menurut peneliti beberapa pemberian ROM aktif yang sering dilakukan merupakan upaya
yang dapat membantu penderita stroke non hemoragik dalam meningkatkan kekuatan otot
untuk mencegah kecacatan serta komplikasi. Teori dan hasil berkesinambungan sehingga
terjadi pengaruh pemberian range of motion (rom) aktif terhadap kekuatan otot pada penderita
stroke non hemoragik terutama pada ekstremitasbawah.
Hal ini didukung pendapat dari Purwanti (2008) bahwa latihan atau aktifitas yang sesuai
untuk penderita stroke non hemoragik yaitu pemberian ROM aktif. Latihan tersebut apabila
dilakukan bertahap dan berkesinambungan baik ekstremitas atas maupun bawah, dapat
mempercepat stimulus meningkatnya fleksibilitas sendi dan bahkan kekuatan otot pada
penderita stroke non hemoragik dan menunjukkan bahwa fungsi motorik unit gerak kembali
normal (Irfan,2010).
1. Kekuatan otot pada penderita stroke non hemoragik sebelum dilakukan Range Of Motion (ROM)
aktif sebagian besar kekuatan otot dialamiresponden
dengan kategori kurang pada ekstremiatas atas.
2. Kekuatan otot penderita stroke non hemoragik sesudah dilakukan Range Of Motion (ROM) aktif
sebagian besar kekuatan otot yang dialami responden dengan kategori baik pada ekstremiatas
bawah.
3. Ada pengaruh pemberian Range Of Motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot penderita stroke
non hemoragik di Ruang Flamboyan RSUDJombang.
Saran
1. Bagi responden
Tetap melakukan tindakan ROM aktif sendiri di rumah dibantu oleh anggota keluarga,
tujuannya supaya tidak terjadi kekakuan sendi walaupun tidak memiliki pengaruh yang
serius terhadap peningkatan otottersebut.
2. Bagi petugas kesehatan
Bahan reverensi dan informasi dalam pemberian intervensi keperawatan yang mandiri
serta berapa kali dilakukan pemberian range of motion (rom) aktif dalam kekuatan otot
penderita stroke non hemoragik.
3. Bagi penelitiselanjutnya
Peningkatan kemampuan dan pemberian gerakan yang lebih lama, serta dapat
memengaruhi perkembangan pemulihan kekuatan otot pada pasien post op
fraktur pula sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang lebihfalit.
KEPUSTAKAAN
Arisuma, D. (2008). Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kasus Hemiparase Post Stroke Non
Hemoragik. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.
Irfan, Muhammad. (2010). Fisioterapi untuk penderita stroke non hemoragik. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
2
Buku ke-3. Edisi 7. Jakarta: Salemba medika.
2
UPAYA PENINGKATAN MOBILITAS FISIK MELALUI TERAPI ROM PADA
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE NON HEMORAGIK
Datik Indriyani1* , Yuli Widyastuti2 , M. Hafiduddin3
1
Mahasiwa DIII Keperawatan Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU Muhammadiyah Surakarta
2
Dosen DIII Keperawatan Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU Muhammadiyah Surakarta
3
Dosen DIII Keperawatan Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU Muhammadiyah Surakarta
JL.Tulang Bawang Selatan No.26 Tegalsari RT 02 RW 32, Kadipiro, Surakarta
Keywords Abstract
Mobility, The Stroke caused disturbances to blood circulation to the brain, caused by a blockage
ROM, or bleeding. Mobility at the stroke of non hemoragik will experience a slowdown of
Stroke activity such as a debilitation moves the legs, weakness of moving his hands, one of
which is used to improve the mobilization is the ROM therapy. Based onthe results of
studies conducted by the author at the PKU Muhammadiyah Delanggu in April 2019
obtainedstrokepatientsDescribethecarenursinginNyK,P,TnandTnMROMwith action to
address the physical mobility. Plan case studies used was descriptive
observationalresearchwithnursingcareprocess.fromthecasestudiesisobtainedthat
activeandpassiveROMexercisestwiceadayonstrokepatientsofnonhemoragikcan
increase physical mobility. Conclusion: ROM Therapy performed during 3x24 hours
with the frequency of twice a day turned out to be effectively to do increase mobility.
2
PENDAHULUAN strokemenurut
Stroke adalah disfungsi neorologi datadasarrumahsakit63,52per1jutapenduduk
akut yang disebabkan oleh gangguan aliran padakelompokusiadiatas56tahunsecarakasar
darah tiap hari, 2 orang penduduk Indonesia
yangtimbulsecaramendadaksehinggapasoka terkena stroke (Suyono,2015).
n darah keotak terganggu mengakibatkan Disfungsi motorik yang terjadi
kelainanfungsionaldarisistempusat(Haryant mengakibatkan pasien mengalami
o, dkk, 2015). keterbatasan
Stroke adalah tanda-tanda klinis dalammenggerakkanbagiantubuhnyasehingg
yang berkembang cepat akibat gangguan a meningkatkan resiko terjadinya
fungsi otak fokal (global), dengan gejala- komplikasi. Komplikasi akibat
gejala yang berlangsung selama 24 jam imobilisasimenyebabkan
atau lebih dapat menyebabkan kematian, 51% kematian pada 30 hari pertama setelah
tanpa penyebab lain selain tanpa vaskuler terjadinya serangan stroke iskemia.
(Pork, dkk, 2016). Imobolitas juga dapat menyebabkan
Secara umum stroke dibagi menjadi kekakuan sendi (kontraktur), komplikasi
dua jenis yaitu stroke hemoragik dan stroke ortopedik, otropi otot, dan kelumpuhan saraf
non hemoragik. Stroke hemoragik akibat penekanan yang lama (neve pressure
disebabkan adanya pendarahan intrakranial palsies) (Restu, 2017).
disertai dengan kesadaran pasien yang Secara klinis gejala yang sering
menurun, sedangkan stroke non hemoragik muncul adalah hemiparece atau hemiplagi.
merupakan suatu gangguan yang Keadaan hemiparace atau hemiplagi
disebabkan oleh iskemik, trombosis, merupakan salah satu faktor penyebab
emboli, dan penyempitan lumen (Haryanto, hilangnya mikanisme reflek postural,
dkk, 2015). seperti mengontrol siku untuk bergerak,
Pravalensi stroke di Indonesia mengontrol gerak kepala untuk
berdasarkan diagnose dokter pada tahun keseimbangan, berputarnya tubuh untuk
2013 7 per mil mengalami peningkatan gerakan fungsional pada anggota gerak
pada tahun 2018 sebanyak 10,9 per mil. (Irdawati,2015).
Prevalensi stroke berdasarkan diagnose Diagnosa yang muncul pada stroke
dokter pada tahun 2018 tertinggi di yaituhambatan mobilitas fisik berhubungan
Kalimantan Timur (14,7%), dan terendah dengan penurunan kekuatan otot (Nanda,
Papua (4,1 %) (Riskedas, 2018). 2015- 2017). Mobilitas fisik adalah
Pravalensi stroke di Provinsi Jawa keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh
Tengah berdasarkan riset kesehatan pada sehingga seringkali mengganggu activity
tahun 2015 jumlah stroke hemoragik daily living pada manusia (Herman,2015).
sebanyak 4558 dan stroke non hemoragik Mobilisasi adalah kemampuan
sebanyak 12795. Jumlah kasus stroke seseorang untuk bergerak bebas, mudah
hemoragik tahun 2015 tertinggi terdapat di dan teratur yang bertujuan agar mampu
Kota Kebumen sebesar588 kasus, urutan memenuhi kebutuhan hidup sehat,
kedua di Kabupaten Demak sebesar 556 memperlambat proses penyakit degeneratif,
kasus, untukurutan ketiga di Kota dan aktualisasi. Kehilangan kemampuan
Surakarta sebesar 365 kasus, urutan untuk bergerak menyebabkan
keempat ketergantungan dan perlu membutuhkan
terdapatdiKotaBoyolalisebesar320kasusdan tindakan keperawatan (Mubarak dan
urutankelimayaitudiSragensebesar287kasus Cahyatin,2015).
(Nasution,2015). Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam
Sejauh ini stroke masih penyebab diharapkanklientidakadaketerbatasangeraka
kematian pertama dirumah sakit Indonesia n pada pergerakan fisik tubuh dengan
dan penyebab kecacatan terbanyak pada kriteria hasil: Pergerakan sendi jari (5),
kelompok usia dewasa. Angka kejadian pergerakan sendi jempol (5), pergerakan
3
pergelangan tangan (5), terlihat obyektif yaitu pergerakan sendi jari (5),
pergerakan otot yang signifikan (4), klien pergerakan sendi jempol (5), pergerakan
mampu menjaga keseimbangan (4), pergelangan tangan dan kaki (4), pergerakan
pasien dapat mempertahankan kekuatan otot yang signifikan (4), mempertahankan
otot (4) (Bulechek, 2013). kekuatan otot (4).
Intervensi keperawatan yang Sedangkan pada Tn. P dengan data
pertama umumnya dilakukan padaklien subyektif yaitu klien mengatakan dapat
stroke adalah memperbaiki mobilitas dan menggerakkan tangan kiri dan kaki kiri
mencegah deformitus. Imobilisasi tetapi tidak kuat melawan pengaruh
merupakan suatu kondisi relatif. gravitasi, klien mengatakan melakukan
Mobilisasi adalah kemampuan latihan ROM 2 kali sehari, data obyektif
seseoranguntukbergerakbebas,terarah,lelu yaitu pergerakan sendi jari (4), pergerakan
asa dan terarah dan bertujuan untuk sendi jempol (4), pergerakan pergelangan
memenuhi kebutuhan hidup tangan dan kaki (3), pergerakan otot yang
sehatkehilangan kemampuan motorik saat signifikan (3), mempertahankan kekuatan
bergerak menyebabkan ketergantungan otot (3).
dan ini membutuhkan tindakan Sedangkan pada Tn. M dengan data
keperawatan (Bulechek,2013). subyektif yaitu klien mengatakan dapat
Berdasarkan hasil penelitian yang menggerakkan tangan kiri dan kaki kiri
dilakukan Rahayu (2014) tentang tetapi tidak kuat melawan pengaruh
PengaruhPemberian Latihan Range of gravitasi, klien mengatakan melakukan
Motion (ROM) Terhadap Kemampuan latihan ROM 2 kali sehari, data obyektif
Motorik, setelah dilakukan intervensi, yaitu pergerakan sendi jari (3), pergerakan
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sendi jempol (3), pergerakan pergelangan
setelah di lakukan ROM 2 kali perhari tangan dan kaki (4), pergerakan otot yang
pada hari ketiga terdapat 17 responden signifikan (3), mempertahankan kekuatan
mengalami peningkatan pada kemampuan otot (3). Melotot/pandangan tajam,tangan
motorik pada pasien post stroke di RSUD mengepal, rahang mengatup, wajah
Gambiran. memerah dan tegang, Latihan ROM
dikatakan dapat mencegah terjadinya
METODE PENELITIAN penurunan flekibelitas sendi dan kekakuan
Studi kasus ini menggunakan sendi. Latihan ROM dapat menigkatkan
metode observasi parsipasif, wawancara, fleksibelitas dan luas gerak sendi pada
dan dokumentasi dengan menggunakan pasien stroke. Latihan ROM dapat
format asuhan keperawatan pada pasien menimbulkan rangsangan sehingga
stroke non hemoragik, lembar observasi, meningkatkan aktivitas dari kimiawi,
alat tulis, lembar jadwal aktivitas terjadwal neuromuskuler dan muskuler.
sebagai instrumen dan dilaksanakan di RS Rangsangan melalui neuromuskuler
PKU Muhammadiyah Delanggu, di akan meningkatkan rangsangan pada serat
bangsal BBA, yang diambil 3 pasien , saraf otot ekstermitas terutama saraf
Studi Kasus dilaksanakan pada tanggal 24 pasimpatif yang merangsang untuk
April 2019 sampai 26 April 2019. produksi asetilcolin, sehingga
mengakibatkan kontraksi. Mekanisme
HASIL DAN PEMBAHASAN melalui muskulus terutama otot polos
Studi Kasus didapatkan data yang ekstermitas akan meningkatkan
diperoleh dari wawancara dengan pasien, metabolisme pada matakonderia untuk
observasi langsung dan dari status pasien menghasilkan ATP yang dimanfaatkan
yang ada di rumah sakit, didapatkan data oleh otot ekstermitas sebagai energi untuk
Ny. K dengan data subyektif yaitu klien kontraksi dan meningkatkan tonus otot
mengatakan tangan kanan dan kaki kanan polos ekstermitas (Sanchez, et all, 2008).
sudah bisa digerakkan, klien mengatakan Latihan ROM dilakukan pada
melakukan latihan ROM 2 kali sehari, data bagian- bagian tubuh yaitu jari, lengan,
3
siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan Dari hasil pengkajian didapatkan data klien
kaki. ROM dapat dilakukan pada semua Ny. K mengeluh anggota ekstermitas
persendian atau pada bagian-bagian yang sebelah kanan mengalami gangguan gerak,
dicurigai mengalamiproses penyakit Tn. P mengeluh anggota ekstermitas
sebelahkirimengalamigangguangerakdan
(Hidayat, 2009).
mulut perot, dan Tn. M mengeluh anggota
Pada Ny.K anggota tubuh yang ekstermitas sebelah kiri mengalami
mengalami kelemahan yaitu ekstermitas gangguan gerak dan susah berkomunikasi
kanan dengan kekuatan otot pada (pelo). Didapatkan masalah keperawatan
ekstermitas kanan derajat 2 dengan yaituhambatanmobilitasfisikberhubungan
bantuan atau dengan menyangga sendi dengan penurunan kekuatan otot.Intervensi
dapat melakukan ROM, pada dari masalah keperawatan hambatan
Tn.Panggotatubuhyangmengalamikelema mobilitas fisik yaitu mengkaji kemampuan
han ekstermitas kiri dengan kekuatan otot klien dalam mobilisasi, mendampingi dan
pada bantu klien saat mobilisasi, mengajarkan
ekstermitaskiriderajat1kontraksiototmini pasien bagaimana merubah posisi,
mengajarkan klien melakukan latihanROM
mal teraba pada otot bersangkutan tanpa
sehari 2x. Implementasi yang dilakukan
menimbulakan gerak, dan pada Tn.M untuk mengatasi hambatan mobilitas salah
anggota tubuh yang mengalami satunya yaitu melakukan latihanROM.
kelemahan ekstermitas kiri dengan 2. Latihan ROM yang dilakukan pada Ny. K
kekuatan otot pada ekstermitas kiri dan Tn. P selama 3x24 jam dengan frekuensi
derajat1kontraksiototminimalterabapadao 2x sehari ternyata secara teori efektif
tot bersangkutan tanpa dilakukan untuk meningkatkan mobilitas
menimbulakangerak. didapatkan hasil ektermitas yang lemah
Setelah dilakuan latihan 3 x 24 jam sudah bisa digerakkan setelah melakukan
dengan intesitas 2 kali sehari didapatkan latihanROM.
hasil pada Ny.K ekstermitas kanan bisa
digerakkan dengan skor 4 dapat Saran
melakukan ROM secara penuh dan dapat 1. Bagi Penulis
melawan tahanan ringan,pada Tn.P Untuk menambah pengetahuan
ekstermitas kiri bisa digerakkan dengan penulis khususnya dalam
skor 3 dapat melakukan ROM secara penatalaksanaan pada pasien dengan
penuh dengan melawan gaya gravitasi, stroke non hemoragik.
2. Bagi pasien dankeluarga
tetapi tidak dapat melawan tahanan, dan
pada Tn.M ekstermitas kiri bisa Pasien dan keluarga pasien
digerakkan dengan skor 3 dapat mengetahui penyakit dan perawatan
melakukan ROM secara penuh dengan stroke non hemoragik untuk diterapkan
melawan gaya gravitasi, tetapi tidak dapat dirumah.
3. Bagi profesi
melawan tahanan.
KETERBATASAN STUDI
KASUS
Pada penulisan studi kasus ini
mengalami keterbatasan dalam hasil
penyusunan hasil yaitu : Tidak bisa
mengendalikan pemberian obat sesuai
terapi yang kegunaannya untuk
peningkatan kekuatan otot,Ada salah satu
pasien yang mendapatkan progam dari
fisioterapi,Penelitian dilakukan tidak pada
pasien dengan serangan yang sama.
SIMPULAN
1. Dari hasil yang telah menguraikan tentang
3
Meningkatkan profesional kerja
perawat dalam penatalaksanaan stoke
non hemoragik dan bagi peneliti
selanjutnya melakukan penelitian
pada pasien stroke dengan serangan
yang sama.
REFERENSI
Bulechek, dkk. 2013. Nursing Intervension
Classification. Edisi ke-6:Elseiver
Bulechek, dkk. 2013. Nursing Outcomes
Classification. Edisi ke-6:Elseiver
RISKEDAS. 2018. Prevalensi Stroke
Menurut Diagnosa Dokter.
Kementrian RI
Hidayat, A.A.A. 2014. Metode Penelitian
Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Edisi 2. Jakarta Selatan : Salemba
Medika
Hidayat. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta.
SalembaMedika
Pinzon, R dkk. 2010. Awas Stroke!
Pengertian, Gejala, Tindakan,
Perawatan dan Pencegahan.
Yogyakarta : ANDI
Riyadi,S.&Purwanto,T.2009.Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta
:Graha Ilmu.
Potter, P.A & Perry, A.G. 2012. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4.
Volume1. Alih Bahasa : Yasmin
Asih, dkk. Jakarta
Yusuf, A.H & Fitryasari, P.K. 2015.
Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.