Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN INTERNE PADA PASIEN

DENGAN VOMITUS

Disusun Oleh :

Rachmawati Nirmala Dewi, S.Kep

(2014901030)

Pembimbing Akademik Pembimbng Klinik

( ) ( )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2020/2021

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian

Muntah adalah suatau refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat

muntah di medulla oblongata otak. Muntah adalah keluarnya kembali sebagian

besar atau seluruh isi lambung yang terjadi secara paksa melalui mulut, disertai

dengan kontraksi lambung dan abdomen (Wiknjosastro,2019)

Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui mulut

dengan bantuan kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara regurgitasi,

ruminasi, ataupun refluesophagus. Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan

kembali kemulut akibat gerakan peristaltic esophagus, ruminasi adalah

pengeluaran makanan secra sadar untuk dikunyah kemudian ditelan kembali.

Sedangkan refluesophagus merupakan kembalinya isi lambung kedalam

esophagus dengan cara pasif yang dapat disebabkan oleh hipotoni spingter

eshopagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan esophagus dengan kardial

atau pengosongan isi lambung yang lambat (Utami, 2018)

B. Anatomi dan Fisiologi

Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),

kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.


Anatomi Sistem Pencernaan Manusia Sumber : (adam.com)

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari

mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk

menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap

zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak

dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan

fisiologi sistem pencernaan yaitu :

1. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan

air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan

masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari

mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa

yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis,

asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung,

terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi

depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),

menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari


kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut

dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga

mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah

protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai

secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

2. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.

Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang

banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap

infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan

makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan

ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga

hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak

berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut

ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama

tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan

mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring.

Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang

menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media

disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah.

Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring

dengan laring.

3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang

dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam

lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan

proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6


tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian

yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah

(campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama

terdiri dari otot halus).

4. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga

bagian yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang

makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan

dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat

penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim

yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel lambung dari

kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana

yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein.

Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang

terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

5. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan

pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui

vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan

air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).

Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein,

gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah

dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa.

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus

kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).


6. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang

terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).

Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,

dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua

belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus

seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal

berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara

saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan

makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan

bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum

melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus.

Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk

berhenti mengalirkan makanan.

7. Usus Kosong (Jejenum)

Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di

antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada

manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter

adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan

dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa

membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan

dari usus.

8. Usus Penyerapan (Illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.

Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m

dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus
buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan

berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.

9. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan

rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar

terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens

(kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri

yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan

dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga

berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting

untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa

menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.

Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan

air, dan terjadilah diare.

10. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus

besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi

sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong

karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon

desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam

rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di

dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan

untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material

akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali

dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi

dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua
bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda

mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk

menunda BAB.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana

bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan

tubuh (kulit) dan sebagian penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses

dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang

merupakan fungsi utama anus (Pearce, 1999).

C. Etiologi

Muntah adalah gejala dari berbagai macam penyakit, maka evaluasi diagnosis

mutah tergantung pada deferensial diagnosis yang dibuat berdasarkan faktor lokasi

stimulus, umur dan gejala gastrointestinal yang lain. Kelainan anatomik

kongenital, genetik, dan penyakit metabolik lebih sering terlihat pada periode

neonatal, sedangkan peptik, infeksi, dan psikogenik sebagai penyebab mutah lebih

sering terjadi dengan meningkatnya umur.Intoleransi makanan, perilaku menolak

makanan dengan atau tanpa mutah sering merupakan gejala dari penyakit jantung,

ginjal, paru, metabolik, genetik, kelainan neuromotor (Tiran,2019)

Penyebab muntah bisa karena :

1. Penyakit infeksi atau radang di saluran pencernaan atau di pusat keseimbangan

2. Penyakit-penyakit karena gangguan metabolisme seperti kelainan metabolisme

karbohidrat (galaktosemia dan sebagainya), kelainan metabolisme asam

amino/asam organic (misalnya gangguan siklus urea dan fenilketonuria)

3. Gangguan pada system syaraf (neurologic) bisa karena gangguan pada struktur

(misalnya hidrosefalus), adanya infeksi (misalnya meningitis dan ensefalitis),

maupun karena keracunan (misalnya keracunan syaraf oleh asiodosis dan hasil

samping metabolisme lainnya)

4. Masalah sensitifitas
5. Keracunan makanan atau Toksin di saluran pencernaan

6. Kondisi fisiologis misalnya yang terjadi pada anak-anak yang sedang mencari

perhatian dari lingkungan sekitarnya dengan mengorek kerongkongan dengan

jari telunjuknya.

7. Penyakit gastroenteritis akut merupakan penyebab muntah yang paling sering

terjadi pada anak-anak. Pada kondisi ini, muntah biasanya terjadi bersama-

sama dengan diare dan rasa sakit pada perut. Pada umumnya disebabkan oleh

virus dan bakteri patogen. Virus utama penyebab muntah adalah rotavirus,

sementara bakteri patogen mencakup Salmonella, Shigella, Campylobacter dan

Escherichia coli.

D. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala Vomiting atau Muntah antara lain:

1. Keringat dingin

2. Suhu tubuh yang meningkat

3. Mual

4. Nyeri perut

5. Akral teraba dingin

6. Wajah pucat

7. Terasa tekanan yang kuat pada abdomen dan dada

8. Pengeluaran saliva yang meningkat

9. Bisa disertai dengan pusing

E. Patofisiologi

Impuls – impuls aferens berjalan ke pusat muntah sebagai aferen vagus dan

simpatis. Impuls- impuls aferen berasal dari lambung atau duodenum dan muncul

sebagai respon terhadap distensi berlebihan atau iritasi, atau kadang- kadang
sebagai respon terhadap rangsangan kimiawi oleh bahan yang menyebabakan

muntah. Muntah merupakan respon refleks simpatis terhadap berbagai rangsangan

yang melibatkan berbagai aktifitas otot perut dan pernafasan. Proses muntah

dibagi 3 fase berbeda, yaitu :

1. Nausea (mual) merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat

rangsangan pada organ dan labirin dan emosi dan tidak selalu diikuti oleh

retching atau muntah

2. Retching (muntah) merupakan fase dimana terjadi gerak nafas spasmodic

dengan glottis tertutup, bersamaan dengan adanya inspirasi dari otot dada

dan diafragma sehingga menimbulkan tekanan intratoraks yang negatif.

3. Emesis (ekspulsi) terjadi bila fase retching mencapai puncaknya dan

ditandai dengan kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah

turunannya diafragma disertai dengan penekanan mekanisme antirefluks.

Pada fase ini, pylorus dan antrum berkontraksi, fundus dan esofagus

berelaksasi dan mulut terbuka.


WOC

MK : NUTRISI KURANG MK : GANGGUAN


DARI KEBUTUHAN KEKESEIMBANGAN CAIRAN
TUBUH DAN ELEKTROLIT
F. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah

mengkoreksi keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit

gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup

untuk mengatasi dehidrasi. Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal

penatalaksanaan awalnya adalah dengan tidak memberikan makanan secara

peroral serta memasang nasogastic tube yang dihubungkan dengan intermittent

suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk

penatalaksanaan lebih lanjut.

Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat

diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui

penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak

dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal

yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS),

apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial.

Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif,

misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca

operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas

saluran gastrointestinal. Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah

sebagai berikut :

1. Antagonis dopamine

Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal

karena biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya

diperlukan pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang

disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal.

Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4


kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu.

Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang

sudah jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi

distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.

Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini

karenadapat dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate

benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis dopamine.

Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus

sfingter esophagus bagian bawah.

2. Antagonisme terhadap histamine (AH1)

Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam

golongan etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling

kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk

mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler.

Dosisnya oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5

mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.

3. Prokloperazin dan Klorpromerazi

Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah

muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek

kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk mengatasi muntah akibat

obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak

diatas 2 tahun dengan dosis 0.4–0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4

dosis, dosis maksimal berat badan <20>

4. Antikolinergik

Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena

faktor vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang


digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan

dosis maksimal 0,3mg per dosis.

5. 5-HT3 antagonis serotonin

Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya

diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat

pada CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran

cerna. Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis

mengatasi muntah akibat kemoterapi 4–18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit

senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama

diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi:

2–12 yr <40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.

G. Pemeriksaan diagnostic

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah lengkap

b. Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami

dehidrasi.

c. Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya

infeksi atau kelainan saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.

d. Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila

dicurigai adanya penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis

metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.

e. Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk

menyingkirkan kemungkinan defek pada siklus urea.

f. Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila

dicurigai ke arah penyakit hati.


g. Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut.

Kadar lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi

selama beberapa hari setelah serangan akut.

h. Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai

gastroenteritis atau infeksi parasit.

2. Ultrasonografi

Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi

dua pertiga bayi akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan

pemeriksaan barium meal.

3. Foto polos abdomen

a. Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi

malformasi anatomik kongenital atau adanya obstruksi.

b. Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini

tidak spesifik karena dapat ditemukan pada gastroenteritis

c. Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah

diafragma menandakan adanya perforasi.

d. Barium meal

Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar,

serta larut air. Dilakukan bila curiga adanya kelainan anatomis dan

atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster.

e. Barium enema

Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai

terapi pada intususepsi.


Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sitematis dalam mengumpulkan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan

klien. Pengkajian keperawatan ditunjukan pada respon klien terhadap masalah

kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia (Nursalam, 2001).

1. Identitas Klien.

Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan

terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.

2. Riwayat Kesehatan.

a. Riwayat Kesehatan Sekarang.

Gejala saat ini dan durasinya : adanya mual dan muntah, berulang

lebih dari satu kali dan terkadang terus menurus. Isi muntah,

konsistensi muntah, dan frekuensi serta banyak muntah dalam sekali

muntah. Gejala lain : Pusing berputar-putar dan kaku kuduk, sakit

tenggorokan dan akral dingin. Medikasi saat ini; alergi obat. (LeMone

atal, 2016).

b. Riwayat kesehatan dahulu.

Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan

dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi

atau memengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini (Rohman &

Walid, 2009).
c. Riwayat Kesehatan keluarga.

Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan

adanya penyakit keturunan,kecenderungan alergi dalam satu

keluarga,penyakit yang menular akibat kontak langsung antara anggota

keluarga (Rohman & Walid, 2009).

3. Pemeriksaan fisik :

Tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran : tanda-tanda vital, antara

lain suhu; warna aksesorius, pernapasan; suara paru. (LeMone. atal, 2016).

Pemeriksaan fisik dengan pendekatan persistem dimulai dari kepala Sampai

ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam melakukan pemeriksaan fisik perlu

dibekali kemampuan dalam melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis dan

rasional. Teknik pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar yang digunakan

meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. (Mutaqqin, 2010)

a) Penampilan umum

Yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan klien

untuk pemeriksaan.

b) Kesadaran.

Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu kualitatif

dan kuantitatif, secara kualitatif dapat dinilai antara lain yaitu

composmentis mempunyai arti mengalami kesadaran penuh dengan

memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan, apatis

yaitu mengalami acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya, samnolen

yaitu mengalami kesadaran yang lebih rendah dengan ditandai tampak

mengantuk bahwa untuk, sopor mempunyai arti bahwa klien memberikan

respon dengan rangsangan yang kuat dan refleks pupil terhadap cahaya

tidak ada. sedangkan penilaian kesadaran terhadap kuantitatif dapat diukur

melalui penilaian (GCS) Glasgow Coma Scale dengan aspek membuka


mata yaitu, 4 respon verbal yaitu 5 dan respons motorik yaitu nilai 6 (Aziz

alimul, 2009).

c) Tanda-Tanda Vital

Tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang rutin

dilakukan dalam berbagai kondisi klien. Pengukuran yang paling sering

dilakukan adalah pengukuran suhu dan frekuensi pernafasan (Mutaqqin,

2010). Pada pasien vomitus biasanya mengalami demam suhu di atas

370c, pernapasan cepat (Tachypnea).

d) Kepala.

Rambut

Kulit kepala tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak ada,

pertumbuhan rambut jarang, warna rambut hitam, kekuatan rambut: mudah

dicabu atau tidak, dan tidak ada pembengkakan atau tidak ada nyeri tekan.

e) Mata

Kebersihan mata: mata tanpak bersih, gangguan pada mata: mata berfungsi

dengan baik, pemeriksaan konjungtiva: anemis atau ananemis, sclera

biasanya putih, pupil: isokor atau anisokor dan kesimetrisan mata: mata

simetris kiri dan kanan dan ada atau tidaknya massa atau nyeri tekan pada

mata.

f) Telinga

Fungsi pendengaran: biasanya berfungsi dengan baik, bentuk telinga

simetris kiri dan kanan, kebersihan telinga.

g) Hidung

Kesimetrisan hidung: biasnya simetris, kebersihan hidung, nyeri sinus,

polip, fungsi pembauan dan apakah menggunakan otot bantu pernapasan.


h) Mulut dan Gigi

Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya sputum saat batuk

atau tidak, keadaan bibir, keadaan platum, kelengkapan gigi, dan

kebersihan gigi.

i) Leher.

Biasanya simetris kiri dan kanan, gerakan leher; terbatas atau tidak, ada

atau tidak pembesaran kelenjer thyroid, ada atau tidaknya pembesaran vena

juguralis dan kelenjer getah bening.

j) Thorak

- Paru-paru

Inspeksi :

Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, frekuensi napas cepat

(tachipnea),irama, kedalamannya pernapasan cuping hidung,

Palpasi :

Adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar kiri dan kanan.

Auskultasi :

Suara napas vesikuler (Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi).

Perkusi :

Tidak terdengar bunyi redup dan pekak pada lapang paru.

- Jantung

Inspeksi :

Perhatikan kesimetrisan dada, Ictus cordis tampak atau tidak.

Palpasi :

Ictus cordis teraba, tidak ada massa (pembengkakan) dan ada atau

tidaknya nyeri tekan.

Perkusi :

Perkusi jantung pekak (adanya suara perkusi jaringan yang padat


seperti pada daerah jantung).

Auskultasi :

Terdengan Suara jantung I dan suara jantung II (terdengar bunyi

lub dub lub dub) dalam rentang normal.

k) Abdomen

Inspeksi :

Abdomen bengkak atau meninggi, kesimetrisan abdomen, ada atau

tidaknya lesi, ada atau tidaknya stretch mark.

Auskultasi :

Bising usus di atas normal (normal 5- 30 x/ menit).

Perkusi :

Terdengar suara tympany (suara berisi cairan).

Palpasi :

Terdapat nyeri tekan, tidak ada pemberasan hepar.

l) Punggung

Tidak ada kelaina bentuk punggung, tidak ada terdapat luka pada

punggung.

m) Estremitas

Atas :

Terpasang infuse, apa ada kelemahan atau tidak pada ekstremitas atas.

Bawah:

Ada atau tidaknya gangguna terhadap ekstremitas bawah seperti :

kelemahan.

Penilaian Kekuatan Otot :

Mempunyai skala ukur yang umumnya dipakai untuk memeriksa penderita

yang mengalamikelumpuhan selain mendiagnosa status kelumpuhan juga

dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama


menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada

penderita. (Suratun, dkk, 2008). Penilaian tersebut meliputi :

1) Nilai 0: Paralisis total atau tidak ditemukan adanya

kontraksi pada otot,

2) Nilai 1: Kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan

dari tonus otot, dapat diketahui dengan palpasi dan

tidak dapat menggerakan sendi,

3) Nilai 2: O tot hanya mampu mengerakkan persendian tetapi

kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh

gravitasi,

4) Nilai 3: Dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat

melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat

terhadap tahanan yang diberikan pemeriksa,

5) Nilai 4: Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai

dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang

ringan,

6) Nilai 5: Kekuatan otot normal.

n) Genetalia

Terpasang kateter atau tidak.

o) Integument.

Turgor kulit buruk, kulit kering.

p) Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan,jenis

pemeriksaan, hasil dan satuanya. Pemeriksaan penunjang diantaranya :

pemeriksaan laboratorium, foto rotgen, rekam kardiografi, dan lain-lain

(Rohman & Walid, 2010).


q) Therapy

Pada therapy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian dan cara

pemberian, secara oral, parental dan lain-lain (Rohman & Walid, 2010).

4. Analisa data

Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori-teori yang

dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian. Menginter

pretasikan data atau membandingkan dengan standar fisiologis setelah

dianalisa, maka akan didapatkan penyebab terjadinya masalah pada klien

(Wong donna. L, 2009).

5. Diagnosa.

Diagnosa keperawatan adalah : pernyataan yang jelas singkat dan pasti

tentang masalah pasien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah

melalui tindakan keperawatan. Menurut (Dianosa Medis & Nanda, 2015).

Kemungkinan Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

1. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

aktif

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan gangguan absorbs

3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan

6. Intervensi.

Intervensi adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien

dalam beralih dari tingkat yang diinginnkan dalam hasil yang diharapkan

(Gordon, 1994). Intervensi keperawatan adalah semua tindakan asuhan yang

perawat lakukan atas nama klien.

Tindakan ini termasuk intervensi yang di prakarsai oleh perawat,

dokter, atau intervensi kolaboratif (Mc.Closkey & Bulechek, 200. Intervensi


di bagi menjadi tiga yaitu :

a. Intervensi perawat

Respon perawat terhadap kebutuhan perawatan kesehatan

dan diognosa keperawatan klien. Tipe intervensi ini adalah “suatu

tindakan autonomi berdasarkan rasional ilmiah yang dilakukan

untuk kepentingan klien dalam cara yang diprediksi yang

berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan klien”

(Mc.Closkey & Bulechek, 2004).

Intervensi perawat tidak membutuhkan intruksi dokter atau

profesi lainnya. Dokter seringkali dalam intruksi tertulisnya

mencakup intervensi keperawatan mandiri, namun demikian

berdasarkan UU praktik keperawatan disebagian besar negara

bagian, tindakan keperawatan yang berkaitan dengan aktifitas

kehidupan sehari-hari, penyuluhan kesehatan,promosi kesehatan,

dan konseling berada dalam domain praktik keperawatan.

b. Intervensi dokter

Didasarkan pada respon dokter terhadap diagnosa medis,

dan perawat menyelesaikan intruksi tertulis dokter (Mc.Closkey &

Bulechek, 2004).

c. Intervensi kolaboratif.

Terapi yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan

keahlian dari berbagai profesional keperawatan kesehatan.


INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC

1 Kekurangan Volume Cairan NOC NIC


 Fluid balance Fluid management
Definisi :Penurunan cairan
 Hydratio
intravaskular, interstisial, dan atau 1. Timbang popok/pembalut jika di
 Nutritional Status: Food and Fluid
intraseluler. Ini mengacu pada perlukan
 Intake 2. Pertahankan catatan intake dan
dehidrasi, kehilangan cairan saat tanpa
output yang akurat
perubahan pada natrium
Kriteria Hasil : 3. Monitor status hidrasi (kelembaban
Batasan Karakteristik  Mempertahankan urine output sesuai dengan usia membran mukosa, nadi adekuat,
dan BB, BJ urine normal, HT normal tekanan darah ortostatik), jika
Perubahan status mental
diperlukan
Penurunan tekanan darah  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas
4. Monitor vital sign
Penurunan tekanan nadi normal 5. Monitor masu kan makanan / cairan
Penurunan volume nadi  Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor dan hitung intake kalori haria
Penurunan turgor kulit kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada 6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
Penurunan turgor lidah rasa haus yang berlebihan 7. Monitor status nutrisi
Penurunan haluaran urin 8. Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
Penurunan pengisisan vena
9. Dorong masukan oral
Membran mukosa kering 10. Berikan penggantian nesogatrik
Kulit kering sesuai output
Peningkatan hematokrit 11. Dorong keluarga untuk membantu
Peningkatan suhu tubuh pasien makan
Peningkatan frekwensi nadi 12. Tawarkan snack (jus buah, buah
Peningkatan kosentrasi urin segar)
13. Kolaborasi dengan dokter
Penurunan berat badan 14. Atur kemungkinan tranfusi
Tiba-tiba (kecuali pada ruang ketiga) 15. Persiapan untuk tranfusi
Haus Hypovolemia Management
Kelemahan 1. Monitor status cairan termasuk
intake dan output cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan hematocrit
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
6. Monitor berat badan
7. Dorong pasien untuk menambah
intake oral
8. Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala kelebihan
volume cairan
9. Monitor adanya tanda gagal ginjal

2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC NIC


 Nutritional Status : Nutrition Management
dari kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food and Fluid Intak 1. Kaji adanya alergi makanan
 Nutritional Status: nutrient Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup menentukan jumlah kalori dan nutrisi
 Weight control
untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : intake FE
    Kram abdomen
 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
    Nyeri abdomen tujuan protein dan vitamin C
    Menghindari makanan   Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 5. Berikan substansi gula
    Berat badan 20% atau lebih dibawah  Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan
berat badan ideal  Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
mengandung tinggi serat untuk
    Kerapuhan kapiler mencegah konstipasi
    Diare  Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah
    Kehilangan rambut berlebihan dan menelan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
    Bising usus hiperaktif 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
    Kurang makanan catatan makanan harian.
    Kurang informasi 9. Monitor jumlah nutrisi dan
    Kurang minat pada makanan kandungan kalori
    Penurunan berat badan dengan asupan 10. Berikan informasi tentang
makanan adekuat kebutuhan nutrisi
    Kesalahan konsepsi 11. Kaji kemampuan pasien untuk
    Kesalahan informasi mendapatkan nutrisi yang
    Mambran mukosa pucat dibutuhkan
    Ketidakmampuan memakan makanan 12. Nutrition Monitoring
    Tonus otot menurun 13. BB pasien dalam batas norma
    Mengeluh gangguan sensasi rasa 14. Monitor adanya penurunan berat
    Mengeluh asupan makanan kurang dan badan
RDA (recommended daily allowance) 15. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
    Cepat kenyang setelah makan yang biasa dilakuka
    Sariawan rongga mulut 16. Monitor interaksi anak atau
    Steatorea orangtua selama makan
    Kelemahan otot pengunyah 17. Monitor lingkungan selama makan
    Kelemahan otot untuk menelan 18. Jadwalkan pengobatan dan
perubahan pigmentasi
19. Monitor turgor kulit
20. Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
21. Monitor mual dan muntah
22. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
23. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
24. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
25. Monitor kalori dan intake nutrisi
26. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
27. Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet

3 Intoleransi Aktivitas NOC NIC


 Energy conservation Activity Therapy
Definisi : Ketidakcukupan energi  Activity tolerance 1. Kolaborasikan dengan tenaga
psikologis atau fisiologis untuk  Self Care : ADLs rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi yang
melanjutkan atau menyelesaikan
Kriteria Hasil : tepat
aktifitas kehidupan sehari-hari yang 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai
harus atau yang ingin dilakukan. peningkatan tekanan darah, nadi dan RR aktivitas yang mampu dilakukan
 Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) 3. Bantu untuk memilih aktivitas
secara mandiri konsisten yang sesuai dengan
Batasan Karakteristik : kemampuan fisik, psikologi dan
 Tanda-tanda vital normal
   Respon tekanan darah abnormal social
 Energy psikomotor
terhadap aktivitas 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
 Level kelemahan
   Respon frekwensi jantung abnormal mendapatkan sumber yang
terhadap aktivitas  Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan diperlukan untuk aktivitas yang
alat diinginkan
   Perubahan EKG yang mencerminkan
 Status kardiopulmunari adekuat 5. Bantu untuk mendapatkan alat
aritmia
  Perubahan EKG yang mencerminkan  Sirkulasi status baik bantuan aktivitas seperti kursi roda,
iskemia  Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi krek
adekuat 6. Bantu untuk mengidentifikasi
   Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
   Dipsnea setelah beraktivitas aktivitas yang disukai
   Menyatakan merasa letih 7. Bantu klien untuk membuat jadwal
   Menyatakan merasa lemah latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik, emosi, social
dan spiritual

Tabel : Intervensi (Nanda Nic-Noc 2015).


7. Implementasi

Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun

pada tahap perencanaan (intervensi). Proses pelaksanaan implementasi harus

berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kebutuhan keperawatan, strategy implementasi keperawatan dan kegiatan

komunikasi.

Tujuan implementasi adalah melaksanakan hasil dari rencana keperawatan

untuk selanjutnya di evaluasi untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien dalam

periode yang singkat, mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah komplikasi,

dan menemukan perubahan sistem tubuh.

8. Evaluasi

Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik

pada status kesehatan klien. Evaluasi adalah proses penilaian, pencapaian, tujuan

serta pengkajian ulang rencana keperawatan (Griffith & Christensen, 1986).


DAFTAR PUSTAKA

Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr. Rocky™.

Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK-UNRI. Pekanbaru

Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta

gastroenterologi anak. CV. Sagung Seto. Jakarta

http://rinimustikasari.blogspot.com/2009/11/muntah-pada-bayi-dan-anak.html

Anda mungkin juga menyukai