Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

VOMITUS

Keperawatan Anak

Oleh :

Yuli Ratnanti
72020040158

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

Askep Vomitus
A. Pengertian
Muntah adalah suatau refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat muntah di
medulla oblongata otak.
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui mulut dengan
bantuan kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara regurgitasi, ruminasi, ataupun
refluesophagus. Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali kemulut akibat
gerakan peristaltic esophagus, ruminasi adalah pengeluaran makanan secra sadar untuk
dikunyah kemudian ditelan kembali. Sedangkan refluesophagus merupakan kembalinya isi
lambung kedalam esophagus dengan cara pasif yang dapat disebabkan oleh hipotoni
spingter eshopagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan esophagus dengan kardial
atau pengosongan isi lambung yang lambat.
B. Etiologi
Muntah sendiri bukanlah penyakit, melainkan gejala dari kondisi penyakit lain.
Gejala muntah merupakan hal yang umum terjadi. Mengonsumsi terlalu banyak makanan
atau minuman seperti alkohol dapat menyebabkan muntah.Muntah dengan frekuensi yang
sering yang tidak berhubungan dengan penyebab di atas mungkin merupakan gejala
dari cyclic vomiting syndrome (sindrom muntah berulang).Pada kondisi ini, muntah dapat
berlangsung sampai dengan sepuluh hari lamanya. Biasanya kondisi ini disertai dengan
mual dan kekurangan energi. Sindrom ini biasanya terjadi pada anak-anak, yang berusia
sekitar 5 tahun.
C. Penyebab Vomitus
Penyebab muntah adalah perubahan kimia yang mengiritasi bagian otak, tepatnya
pada chemoreceptor trigger zone (CTZ) atau dikenal juga dengan nama pusat
muntah.Pusat muntah merupakan beberapa reseptor pada otak yang dapat mendeteksi zat
beracun dan memicu terjadinya muntah.Terdapat banyak hal yang bisa menjadi penyebab
dan faktor risiko muntah. Beberapa di antaranya meliputi:
 Morning sickness saat kehamilan (muntah yang dialami pada saat kehamilan,
biasanya pada pagi hari)
 Gastroenteritis (infeksi pada lambung dan usus halus) dan infeksi bakteri serta virus
lainnya.
 Migrain
 Mabuk saat berkendara
 Keracunan makanan
 Efek samping obat-obatan termasuk kemoterapi pada kanker
 GERD  (Gastroesophageal reflux disease)
 Obstruksi usus (sumbatan usus)
 Gangguan pencernaan
 Sakit kepala
 Terlalu banyak makan
 Cedera otak
 Mengonsumsi zat toksin, seperti alkohol
D. Patofisiologi
Impuls – impuls aferens berjalan ke pusat muntah sebagai aferen vagus dan
simpatis. Impuls- impuls aferen berasal dari lambung atau duodenum dan muncul sebagai
respon terhadap distensi berlebihan atau iritasi, atau kadang- kadang sebagai respon
terhadap rangsangan kimiawi oleh bahan yang menyebabakan muntah.
Muntah merupakan respon refeks simpatis terhadap berbagai rangsangan yang
melibatkan aktivitas otot perut dan pernafasan. Proses muntah dibagi dalam 3 fase berbeda
yaitu :
1. Nausea
Merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada
organ dalam, labirin atau emosi dan tidak selalu diikuti oleh muntah.
2. Redching
Merupakan fase dimana terjadi gerak nafas spamodie dengan grotis tertutup,
bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan diafragma sehingga
menimbulkan tekanan intratorak yang negative.
3. Emesis (Ekspusi)
Terjadi bila fase redching mencapai puncaknya yang ditandai dengan
kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunnya diafragma, disertai
dengan penekanan mekanisme antireflug. Pada fase ini pylorus dan antrum
berkontraksi fundus dan esophagus relaksi dan mulut terbuak.
E. Patwhay
F. Manifestasi Klinik
Pada kasus yang sangat berat, gejala yang sangat mencolok adalah :
1. Hematemetis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai terjadi renjatan
karena kehilangan darah.
2. Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan –
keluhan itu misalnya nyeri timbul pada uluhati, biasanya ringan dan tidak dapat
ditunjuk dengan tepat lokasinya.
3. Kadang – kadang disertai dengan mual- mual dan muntah.
4. Perdarahan saluran cerna sering merupakan satu- satunya gejala.
5. Pada kasus yang amat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah samar pada tinja
dan secara fisis akan dijumpai tanda – tanda anemia defisiensi dengan etiologi yang
tidak jelas.
6. Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak ditemukan kelainan kecuali mereka yang
mengalami perdarahan yang hebat sehingga menimbulkan tanda dan gejala gangguan
hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardia sampai
gangguan kesadaran.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut priyanto, 2016 pemeriksaan diagnostik yang dianjurkan untuk pasien
gastritis adalah:
a. Pemeriksaan darah seperti Hb, Ht, Leukosit, Trombosit.
b. Pemeriksaan endoskopi.
c. Pemeriksaan hispatologi biopsy segmen lambung.
H. Penatalaksanaan Medis
a. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah. Hasil
tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu
waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena
infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat
perdarahan lambung karena gastritis.
b. Uji napas urea
Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh urease H.
Pyloridalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2). CO2 cepat
diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam udara ekspirasi.
c. Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil
yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan
terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam
lambung.
d. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian
atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-x. Tes ini dilakukan dengan cara
memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel(endoskop) melalui mulut dan masuk
ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih
dahulu dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa
nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat
mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel(biopsy) dari jaringan tersebut.
Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan
waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang
ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang
kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resioko akibat tes ini. Komplikasi
yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan
endoskop.
e. Rontgen saluran cerna bagian atas
 Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan
lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum
dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di
rontgen.
f. Analisis Lambung
 Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting untuk
menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke
dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis
basal mengukur BAO (basal acid output) tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk
menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison(suatu tumor pankreas yang
menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas
nyata).
g. Analisis stimulasi
Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal (MAO, maximum acid
output) setelah pemberian obat yang merangsang sekresi asam seperti histamin atau
pentagastrin. Tes ini untuk mengetahui teradinya aklorhidria atau tidak.
I. Komplikasi muntah
Komplikasi muntah yang paling umum terjadi adalah dehidrasi. Perut bisa
mengeluarkan banyak makanan dan cairan. Dehidrasi sendiri bisa menyebabkan:
 Mulut kering
 Kelelahan
 Urine berwarna gelap
 Frekuensi buang air kecil yang berkurang
 Sakit kepala
 Kebingungan
Komplikasi ini dapat menjadi kondisi yang serius pada bayi dan anak kecil. Sebab,
anak kecil memiliki massa tubuh yang lebih kecil. Sehingga, jumlah cairan untuk
mempertahankan tubuh pun juga sedikit. Oleh karena itu, orangtua yang memiliki anak
dengan gejala dehidrasi harus berkonsultasi dengan dokter secepatnya.Selain dehidrasi,
komplikasi muntah lainnya adalah kekurangan nutrisi. Tubuh akan kehilangan nutrisi jika
tidak mendapatkan asupan makanan padat. Orang yang sangat lelah dan lemah akibat
muntah, harus mendapatkan pertolongan medis secepatnya. 
J. Cara mencegah muntah
Cara mencegah muntah bsa dilakukan dengan menghindari pemicunya yang berupa:
 Konsumsi alkohol yang berlebihan
 Mengonsumsi terlalu banyak makanan
 Migrain
 Berolahraga setelah makan
 Stres
 Makanan yang pedas dan panas
 Kurang tidur
Menjalani gaya hidup yang lebih baik dapat membantu mencegah muntah berulang.
Sangat sulit untuk menghindari virus dan bakteri yang menyebabkan muntah. Namun,
kemungkinan terkena virus atau bakteri dapat dikurangi dengan menjaga kebersihan yang
baik, seperti mencuci tangan.Mengetahui langkah pengobatan muntah dapat membantu
menghindari komplikasi lebih jauh. 

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
          Pada biodata, bisa diperoleh data tentang nama, umur, jenis kelamin tempat
tinggal pekerjaan, pendidikan, dan status perkawinan.
b. Keluhan Utama
          Selama mengumpulkan riwayat, perawat menanyakan tentang tanda dan gejala
pada pasien. Kaji, apakah pasien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat makan, mual,
atau muntah?
c. Riwayat Penyakit Sekarang
          Kaji, apakah gejala terjadi pada waktu-waktu tertentu saja, seperti sebelum atau
sesudah makan, setelah mencerna makanan pedas atau pengiritasi, atau setelah
mencerna obat tertentu atau alkohol?
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
          Kaji riwayat keluarga yang mengonsumsi alkohol, mengidap gastritis, kelebihan
diet, atau diet sembarangan. Riwayat diet, ditambah jenis diet yang baru dimakan
selama 72 jam, juga akan membantu dalam melakukan diagnosis.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Kesdaran: pada awalnya CM (compos mentis), yaitu perasaan tidak berdaya.
2) Respirasi: tidak mengalami gangguan.
3) Kardiovaskuler: hipotensi, takikardia, disritmia, nadi perifer lemah, pengisian
kapiler lambat (vasokontriksi), warna kulit pucat, sianosis, dan kuliit/ membrane
mukosa berkeringat (status shock, nyeri akut).
4) Persarafan: sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu,
disorientasi/bingung,dan nyeri epigastrium.
5) Pencernaan: anoreksia, mual, muntah oleh karena luka duodenal, nyeri pada ulu hati,
tidak toleran terhadap makanan (cokelat dan makanan pedas), dan membrane
mukosa kering.
f. Faktor Pencetus
1) Makanan, rokok, alcohol, obat-obatan, dan stressor (faktor-faktor pencetus stress).
2) Kondisi psikologis.
3) Muskuloskletal (ditunjukkan dengan adanya kelemahan dan kelelahan).
4) Integritas ego, yaitu faktor stress akut, kronis, dan perasaan tidak berdaya
(Adriansyah, 2012).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung.
b. Risiko ketidak seimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan keluarnya cairan
dari muntah yang berlebihan.
c. Ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan intake tidak adekuat sekunder akibat
mual, muntah, dan anoreksia.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penatalaksanaan diet dan proses penyakit.
e. Kecemasan berhubungan dengan penyakit dan program pengobatan.
3. Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung.
Intervensi
1) Kaji skala nyeri 0-4.
2) Lakukan menejemen nyeri, istirahatkan pasien.
3) Ajarkan tehnik distraksi pada saat nyeri.
4) Manajemen pemberian diet dan menghindari agen iritan mukosa lambung.
5) Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa
lama nyeri akan berlangsung.
6) Kolaborasi, pemakaian penghambat H2 (seperti Cimetidin/ Ranitidin).
7) Antasida.
Rasionalisasi
1) Perawat mengkaji tingkat nyeri dan kenyamanan pasien setelah penggunaan obat-
obatan dan menghindari zat pengiritasi.
2) Istirahat secara fisiologi akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolism basal.
3) Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal.
4) Dengan menghindari makanan dari minuman yang mengiritasi mukosa lambung,
maka dapat menurunkan intensitas nyeri.
5) Penegtahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
6) Simetidin menghambat histamine H2, menurunkan produksi asam lambung,
meningkatkan pH lambung, dan menurunkan iritasi pada mukosa lambung.
7) Antasida untuk mempertahankan pH lambung pada tingkat 4,5.
b. Risiko ketidak seimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan keluarnya
cairan dari muntah yang berlebihan.
Intervensi
1) Monitor status cairan (turgor kulit, membrane mukosa, dan keluaran urine).
2) Kaji sumber kehilangan cairan.
3) Pengukuran tekanan darah.
4) Menejemen pemberian cairan.
Rasionalisasi
1) Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine. Produksi
urine <600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik.
2) Kehilangan cairan dari muntah dapat disertai dengan keluarnya natrium melalui oral
yang juga akan meningkatkan risiko gangguan elektrolit.
3) Hipotensi dapat terjadi pada kondisi hipovolemia. Hal tersebut menunjukkan
manifestasi terlibatnya sistem kardiovaskuler untuk melakukan kompensasi
mempertahankan tekanan darah.
4) Intake cairan dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda awal dehidrasi (keluaran urine
minimal 30 ml/jam, masukan minimal 1,5 I/hari). Bila makanan dan minuman
ditunda, maka biasanya cairan intravena (3 I/hari) diberikan.
c. Ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan intake tidak adekuat sekunder
akibat mual, muntah, dan anoreksia.
Intervensi
1) Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, berat badan dan derajat penurunan berat
badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, dan
diare.
2) Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien (sesuai indikasi).
3) Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik
(seminggu sekali).
4) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut, sebelum dan sesudah makan.
5) Pasilitasi pasien memperoleh diet sesuai indikasi dan anjurkan menghindari paparan
dari agen iritan.
6) Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.
7) Kolaborasi untuk pemberian anti muntah.
Rasionalisasi
1) Memvalidasi dan menetapkan derajad masalah untuk menetapkan pilihan intervensi
yang tepat.
2) Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake nutrisi.
3) Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4) Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makanan dan bau obat yang dapat
merangsang pusat muntah.
5) Konsumsi minuman yang mengandung kafein perlu dihindari karena kafein adalah
stimulant system saraf pusat yang dapat meningkatkan aktifitas lambung serta
sekresi pepsin. Konsumsi alcohol harus dihentikan, demikian juga dengan rokok
karena nikotin akan mengurangi sekresi bikarbonat pankreas sehingga akan
menghambat netralisasi asam lambung dalam duodenum.
6) Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan energy dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik
pasien.
7) Meningkatkan rasa nyaman pada gastrointestinal dan meningkatkan keinginan intake
nutrisi dan cairan per oral.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penatalaksanaan diet dan proses
penyakit.
Intervensi
1) Kaji kemampuan pasien untuk mengikui pembelajaran (tingkat kecemasan,
kelelahan umum, pengetahuan pasien sebelumnya, dan suasana yang tepat).
2) Jelaskan tentang proses terjadinya gastritis kronis sampai menimbulkan keluhan
pada pasien.
3) Hindari dan beri daftar agen-agen iritan yang menjadi predisposisi timbulnya
keluhan.
4) Bantu pasien mengidentifikasi agen iritan
5) Jelaskan pentingnya obat-obatan dan vitamin B12.
Rasionalisasi
1) Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional, dan
lingkungan yang kondusif.
2) Pengetahuan pasien tentang gastritis dievaluasi sehingga rencana penyuluhan dapat
bersifat individu.
3) Pasien diberi daftar agen-agen iritan untuk dihindari (missal kafein, nikotin, bumbu
pedas, pengiritasi atau makanan yang sangat merangsang, dan alkohol).
4) Meningkatkan partisipasi pasien dalam program pengobatan dan mencegah klien
untuk kontak kembali dengan agen iritan lambung.
5) Pasien dengan anemia pernisiosa diberi instruksi tentang kebutuhan terhadap
vitamin B12 jangka panjang.
b. Kecemasan berhubungan dengan penyakit dan program pengobatan.
Intervensi
1) Monitor respons fisik, seperti kelemmahan, perubahan tanda vital, dan gerakan yang
berulang-ulang. Catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi.
2) Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengunkapkan dan mengekspresikan rasa
takutnya.
3) Catat reaksi dan pasien/keluarga. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan
perasaannya, konsentrasinya, dan harapan masa depan.
4) Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu, seperti
menulis, menonton TV, dan keterampilan tangan.
Rasionalisasi
1) Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/ konsentrasi, khususnya
ketika melakukan komunikasi verbal.
2) Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan
mengurangi cemas yang berlebihan.
3) Respons dan kecemasan anggota keluarga terhadap apa yang terjadi dapat
disampaikan kepada perawat.
4) Sejumlah aktivitas atau keterampilan baik sendiri maupun dibantu selama
melakukan rawat inap dapat menurunkan tingkat kebosanan yang dapat menjadi
stimulus kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai