Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS SUBARAKHNOID HEMORAGIK DI RUANG RUBY


RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

OLEH :
ELVA SEPTIANATA ERINA
113063J119009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2019
I. KONSEP TEORI
A. Anatomi Sistem Saraf Pusat
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater disingkirkan,
di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis terlihat gyrus, sulkus,
dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri
menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore & Argur, 2007).

Gambar 3. Bagian-bagian Otak (Sumber: Centers for Disease Control and


Prevention (CDC), 2004.)

1. Serebrum (Otak Besar)


Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.
Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer
kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing
hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan
bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut
masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus
temporal (CDC, 2004).
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus
parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis
yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis
(Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik
thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis
rangsangan somatik (Ellis, 2006).
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari
serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari
Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-
otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area
asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual (Ellis, 2006).
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh
garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus
temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan
informasi dan bahasa dalam bentuk suara (Ellis, 2006).
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus
ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Ellis,
2006).

Gambar 4. Area Otak (http://apbrwww5.apsu.edu)

2. Serebelum (Otak Kecil)


Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum
terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakangbatang otak dan di
bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah
pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak
fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti
gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu
dan sebagainya (Clark, 2005).
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar
dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol
tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur.
Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa
muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan,
diplopia, dan sakit kepala ketika bangun (CDC, 2004). Batang otak terdiri dari tiga
bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial
III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal
mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran (Moore & Argur, 2007).
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN)
V diasosiasikan dengan pons (Moore & Argur, 2007).
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang
akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di
fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla,
sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla
(Moore & Argur, 2007).
B. Definisi
Subarachnoid hemorrhage adalah perdarahan ke dalam ruang yang berisi cairan
subaraknoid antara otak dan tengkorak, dan biasanya terjadi setelah pecahnya aneurisme,
penyebab lainnya termasuk arteriovenous malformasi dan hipertensi mikroaneurisma
(Junaidi, 2011).
Subarakhnoid hemoragic (SAH) adalah perdarahan tiba – tiba ke dalam rongga
diantara otak dan selaput otak. (Satyanegara, 2014)
Subarakhnoid hemoragic (SAH) adalah merupakan penemuan yang sering pada
trauma kepala akibat dari paling sering adalah robeknya pembuluh darah leptomeningeal
pada vertex dimana terjadi pergerakan otak yang besar sebagai dampak atau pada sedikit
kasus akibat rupturnya pembulu darah serebralmajor (Muttaqin, A, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa subarakhoid
hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah pada lapisan subarachnoid hal ini dapat
disebabkan oleh terjadinya aneurisma yang pecah sehingga dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intracranial dan penurunan perfusi jaringan di serebral.
C. Etiologi
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah ruptur
aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV).
Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di arteri otak seperti :
1. Aneurisma sakuler (berry)
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri
media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat
berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior 30%), dan basilar tip
(10%). Aneurisma dapat menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur
disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada arteri komunikans
posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial
ketiga (pasien mengalami dipopia).
2. Aneurisma fusiformis
Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut
aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada segmen intracranial
arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri basilaris.
Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi.
Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak.
Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan
bekuan intraaneurismal terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini biasanya tidak
dapat ditangani secara pebedahan saraf, karena merupakan pembesaran pembuluh
darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma
sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.
3. Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya
terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini biasa disebabkan
oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami regresi spontan; struktur
ini jarang menyebabkan perdarahan subarachnoid. Malformasi arterivenosa (MAV)
adalah anomaly vasuler yang terdiri dari jaringan pleksiform abnormal tempat arteri
dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Pada MAV arteri berhubungan
langsung dengan vena tanpa melalui kapiler yang menjadi perantaranya. Pada
kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan darah yang datang langsung dari
arteri, akibatnya vena akan merenggang dan melebar karena langsung menerima
aliran darah tambahan yangberasal dari arteri. pPembuluh darah yang lemah nantinya
akan mengalami ruptur dan berdarah sama halnya seperti yang terjadi paada
aneurisma. MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV
yang didapat terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.
D. Manifestasi Klinis
Tanda klasik SAH, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi :
1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak
2. Hilangnya kesadaran
3. Fotofobia
4. Meningismus
5. Mual dan muntah
6. Disfasia
7. Nyeri tekuk
8. Nyeri wajah disuatu tempat
Sakit kepala hebat yang tiba-tiba, mual dan muntah dan fotofobia biasanya menjadi
tanda dan gejala utama pada stroke hemoragik. Nyeri pada leher dan kekakuan kuduk
biasanya juga dialami pada saat pendarahan. Pasien mungkin mengeluh bahwa sakit
kepala tersebut merupakan sakit kepala terburuk yang pernah dialami, terutama jika
penyebabnya adalah subarachnoid hemorrhage (Winkler, 2008).
Tanda-tanda peringatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan kemudian
hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan
fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita mengalami serangan seperti “disambar
petir”. Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan
tanda dan gejala sebagai berikut : defek medan penglihatan, gangguan gerak bola mata,
nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang terlokalisasi.
Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan defek medan
penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal. Aneurisma pada
arteri karotis internus dapat menimbulkan paresis okulomotorius, defek medan
penglihatan, penurunan visus, dan nyeri wajah disuatu tempat. Aneurisma pada arteri
karotis internus didalam sinus kavernosus, bila tidak menimbulkan fistula karotiko-
kavernosus, dapat menimbbulkan sindrom sinus kavernosus.
Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia, kelemahan lengan
fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris dapat menimbulkan paresis
okulomotorius. Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma, biasa
terjadi pada SAH. Gangguan memori biasanya terjadi pada beberapa hari kemudian.
Disfasia tidak muncul pada SAH tanpa komplikasi, bila ada disfasia maka perlu dicurigai
adanya hematom intraserebral. Yang cukup terkenal adalah munculnya demensia dan
labilitas emosional, khususnya bila lobus frontalis bilateral terkena sebagai akibat dari
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior.
E. Klasifikasi Subarakhnoid Hemoragik
Tabel Skala Hunt dan Hess.
Grade Gambaran Klinis
I Asimtomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal
II Sakit kepala sedang atau berat, meningismus, deficit saraf kranial
III Mengantuk, konfusi dan tanda neurologis fokal ringan
IV Stupor dan deficit neurologis berat (hemiparese,plegi)
V Koma dan desebrasi
Tabel Skor Fisher.
Grade Deskripsi adanya darah berdasarkan hasil CT – Scan Kepala
I Tidak terdeteksi adanya darah
Defosit darah difus atau lapisan vertical terdapat darah ukuran <1 mm,
II
tidak ada jedaan
Terdapat jedaan dan/atau lapisan vertical terdapat darah tebal dengan
III
ukuran>1mm
Terdapat jedaan pada intraserebral atau intravaskuler secara difus atau
IV
tidak ada darah

F. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung
koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10
kematian disebabkan oleh stroke (Ennen, 2004; Marsh & Keyrouz, 2010; American Heart
Association, 2014; Stroke forum, 2015).
Menurut WHO, setiap tahun 15 juta orang di seluruh dunia mengalami stroke. Sekitar
lima juta menderita kelumpuhanpermanen. Di kawasan Asia tenggara terdapat 4,4 juta
orang mengalami stroke (WHO, 2010). Pada tahun 2020 diperkirakan 7,6 juta orang akan
meninggal dikarenakan penyakit stroke ini. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan
oleh Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), masalah stroke semakin penting dan mendesak
karena kinijumlah penderita stroke di Indonesia adalah terbanyak dan menduduki
urutanpertama di Asia. Jumlah kematian yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan
kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun (Yastroki, 2012).
Prevelensi penyakit stroke dalam kurun waktu 12 bulan terakhir di Provinsi Kalimantan
selatan sebesar 9,7 perseribu penduduk. Empat kabupaten melebihi angka prevelensi
provinsi yaitu Barito kuala, HSS, Kota Baru dan Tapin (Depkes, 2010).
Prevalensi aneurisma pada populasi umum adalah sekitar 2-5%, 8 kali lebih besar
pada mereka dengan riwayat keluarga aneurisma, dan / atau riwayat penyakit ginjal
polikistik. Tidak semua aneurisma berbahaya. Faktor yang terkait dengan risiko pecahnya
termasuk hipertensi, merokok, penggunaan alkohol yang berlebihan, obat
simpatomimetik, dan ukuran aneurisma> 10 milimeter (mm). Aneurisma SAH lebih
sering terjadi pada wanita dan pada pasien berusia 40-60 tahun. Perdarahan Subarachnoid
menduduki 7-15% dari seluruh kasus GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak).
Prevalensi kejadiannya sekitar 62% timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun. Dan jika
penyebabnya adalah MAV (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering
pada laki-laki daripada wanita.
G. Patofisiologi
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering
didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai
pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel
otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme
ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke
5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika
kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi
kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak,
tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah otak.
Pathway :

Peningkatan tekanan
sistemik

Aneurisma Suplai darah ke jaringan


cerebral tidak adekuat
Perdarahan
arakhnoid/ventrikel Perfusi Jaringan
Serebral Tidak Efektif
Hematoma Cerebral Vasospasme
arteri Hemiparese kiri
cerebral/saraf
Peningkatan TIK/Herniasi
cerebral
Cerebral Hemiparese/plegi kanan

Penurunan Penekanan
Keasadaran Iskemik/Infark Hambatan Mobilitas
saluran
Fisik
pernafasan
Defisit Neurologis
Defisit Perawatan
Pola nafas Diri
Hemiparese kanan
tidak efektif
Tirah baring lama
Hemiparese/plegi kiri
Resiko Resiko Resiko
Aspiras Traum Jatuh Dekubitus
i a
Kerusakan Integritas
Kulit
Control Ketidakmampuan
Proses Penurunan otot bicara
menelan tidak nervus N.X dan facia/oral
efektif N.IX melemah Kerusakan
Kerusakan Komunikasi
artikular (disatria) Verbal
Refluk

Ketidakseimbangan Nutrisi
Disfagia Anoreksia Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

(Sumber: Nurarif. A. Huda &Kusuma. H. 2015)


H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas
darah, biokimia darah, elektolit.
2. CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga untuk
meperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
3. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena ( masalah sistem
arteri karotis ).
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI (magnetic resonance imaging): menunjukan daerah yang mengalami infark,
hemoragik ).
6. EEG (elektroensefalogram): memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar-X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis interna terdapat pada
trombosit serebral ; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan
subarachnoid.
8. Lumbal pungsi : mengambil sampel cairan serebrospinal menggunakan jarum di sela
tulang belakang untuk memeriksa adanya darah pada cairan serebrospinal yang
mengindikasikan adanya perdarahan subarachnoid
I. Penatalaksanaan
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral .
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak,
sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal
difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan
memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol /
memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK.
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan.
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase
akut.
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
4. Penatalaksanaan Pembedahan.
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit
seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskularyang luas. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi
yang baik dapat dipertahankan.
Tujuan dilakukannya pembedahan adalah untuk mencegah penurunan deficit
neurologis dengan melakukan dekompresi pada strok iskemik malignan dan
dekompresi dengan/tanpa evakuasi hematoma yang meluas pada stroke hemoragik.
Indikasi pembedahan pada pasien perdarahan intracranial adalah lesi dengan efek
massa, edema atau pergeseran garis tengah (berpotensi terjadinya herniasi), lesi
dimana gejalanya (hemiparese/plehgi, apasia) terjadi akibat peningkatan TIK atau
efek dari edema disekitar lesi, volume hematoma sedang (10 – 30 cc), hematom luas
(30 – 85cc) dengan GCS > 8 dijumpai tanda peningkatan TIK yang
menetap/persisten, lokasi lesi yang cukup aman yaitu di lobar, kapsula eksternal,
hemisfer non – dominan, serebellum (GCS ≤ 13 atau dengan volume hematoma ≥ 4
cm).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat.
a. Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis,
mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
b. Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid atau
spastic), paraliysis (hemiplegia) , kelemahan umum, gangguan penglihatan.
2. Sirkulasi.
a. Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bacterial), polisitemia.
b. Hipertensi arterial, disritmia, perubahan EKG, pulsasi kemungkinan bervariasi,
denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
3. Integritas ego tinggi.
a. Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
b. Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan, kegembiraan, kesulitan
berekspresi diri.
4. Eliminasi
a. Sulit kencing.
b. Inkontinensia, anuria, distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak
adanya suara usus (ileus paralitik).
5. Makan/ minum
a. Nafsu makan hilang, Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK, kehilangan
sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia Riwayat DM.
b. Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring).
6. Sensori neural
a. Pusing / syncope (Sebelum CVA / sementara selama TIA)
b. Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
Merasa kelemahan, kesemutan/kebas. Merasa kehilangan sensor pada sisi
kolateral pada ekstremitas dan pada muka, merasa ada gangguan rasa pengecapan
dan penciuman.
c. Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah
laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
d. Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon
dalam (kontralateral )
e. Wajah mengalami paralisis / parese (ipsilateral), afasia (kerusakan atau
kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif
/ kesulitan berkata-kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
f. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil.Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik. Reaksi dan
ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi lateral.
7. Nyeri / kenyamanan
a. Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
b. Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
8. Respirasi
a. Perokok (faktor resiko), merasa sulit bernapas.
b. Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
9. Keamanan
a. Merasa kesulitan dalam penglihatan, merasa tubuh lemah, merasa bagian tubuh
ada yang mengalami kelumpuhan dan merasa gelisah.
b. Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap
tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh
yang sakit, tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali, gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh, gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri.
10. Interaksi sosial
a. Merasa sulit untuk berinteraksi dengan orang lain karena sulit berbicara.
b. Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
11. Pengajaran / pembelajaran
a. Kesulitan dalam mengingat dan mempraktekan ilmu yang sudah diberikan.
b. Tampak bingung, dan tidak dapat mengulangi praktek yang sudah diberikan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
transportasi O2
2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan system syaraf
3. Defisit perawatan diri;mandi, berpakaian, makan berhubungan dengan kelemahan
fisik
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neurologis
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hambatan mobilisasi fisik
6. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penekanan sensorik patologi intrakranial
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transportasi O2
TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji tanda-tanda vital. 1) Tanda-tanda vital
keperawatan selama ( merupakan suatu
x jam ) ketidakefektifan 2) Kaji tingkat indikator perubahan
perfusi jaringan serebral kesadaran pasien. perfusi akibat respon
dapat diatasi dengan pertahanan tubuh
kriteria hasil: pasien.
3) Kaji adanya keluhan 2) Kesadaran pasien akan
1. Mendemonstrasikan nyeri kepala. menurun jika
status sirkulasi yang kurangnya suplay
ditandai dengan : 4) Anjurkan pasien nutrisi penting untuk
Tekanan systole dan menghindari aktivitas otak.
diastole dalam rentang yang berlebihan. 3) Nyeri kepala
yang diharapkan merupakan suatu
pertanda
2. Tidak ada ortostatik 5) Kaji sensori dan ketidakefektifan
hipertensi motorik pasien. perfusi jaringan
serebral karena
peningkatan TIK
3. Tidak ada tanda-tanda maupun karena
peningkatan tekanan kurangnya oksigen di
intrakranial (tidak lebih otak.
dari 15 mmHg) 4) Aktivitas yang
berlebihan
mengakibatkan
ketidakseimbangan
kepala yang memicu
peningkatan TIK.
5) Gangguan pada perfusi
jaringan serebral akan
mempengaruhi kerja
dalam memberikan
stimulus pada saraf
dalam memberikan
respon pada sensori
dan motorik.

Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan system syaraf


TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji kemampuan 1) Pada pasien yang
keperawatan selama ( komunikasi verbal mengalami cedera pada
x jam ) Hambatan pasien. kepala terutama stroke
komunikasi verbal dapat akan mengalami
diatasi dengan kriteria 2) Dengarkan setiap hambatan dalam
hasil: ucapan klien berbicara akibat trauma
1. Komunikasi: dengan penuh pada persyarafannya.
penerimaan, perhatian. 2) Mendengarkan dengan
intrepretasi dan penuh perhatian
ekspresi pesan lisan, 3) Gunakan kata-kata memberikan efek
tulisan, dan non verbal pendek saat motivasi pada pasien
meningkat berinteraksi dalam berbicara.
2. Komunikasi ekspresif dengan pasien. 3) Dengan kata-kata yang
(kesulitan berbicara) : pendek maka pasien
ekspresi pesan verbal 4) Fasilitasi pasien lebih mudah
dan atau non verbal dengan alat bantu memahami maksud
yang bermakna komunikasi seperti yang kita sampaikan.
3. Komunikasi reseptif papan alfabet, 4) Alat bantu komunikasi
(kesutitan mendengar) papan tulis kecil, dapat memberikan
: penerimaan pena, kertas, atau metode komunikasi
komunikasi dan papan gambar alternatif.
intrepretasi pesan 5) Libatkan keluarga 5) Keterlibatan keluarga
verbal dan/atau non untuk membantu akan menambah
verbal memahami / keefektifan
4. Gerakan memahamkan keberhasilan intervensi
Terkoordinasi : informasi dari / ke karena pasien akan
mampu klien. termotivasi dan
mengkoordinasi semakin banyak waktu
gerakan dalam latihan bicara karena
menggunakan isyarat keluarga yang paling
5. Pengolahan informasi lama dekat dengan
: klien mampu untuk pasien.
memperoleh,
mengatur, dan
menggunakan
informasi
6. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
7. Mampu
memanajemen
kemampuan fisik yang
di miliki
8. Mampu
mengkomunikasikan
kebutuhan dengan
lingkungan social

Defisit perawatan diri;mandi, berpakaian, makan berhubungan dengan kelemahan fisik


TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji kemampuan 1) Dengan mengkaji
keperawatan selama ( pasien dalam kemampuan pasien
x jam ) Defisit melakukan dalam melakukan
perawatan diri;mandi, perawatan dirinya. perawatan diri, maka
berpakaian, makan dapat 2) Kaji kebutuhan perawat dapat
diatasi dengan kriteria pasien akan alat-alat mengkategorikan
hasil: bantu dalam kebutuhan bantuan
melakukan atau kemandirian
1. Perawatan diri : perawatan dirinya. pasien dalam
Aktivitas kehidupan 3) Berikan bantuan perawatannya.
sehari-hari (ADL) pada pasien. 2) Alat-alat bantu dalam
mampu untuk 4) Libatkan keluarga perawatan diri pasien
melakukan aktivitas dalam pemenuhan dapat memaksimalkan
perawatan fisik dan kebutuhan hasil yang didapat
pribadi secara mandiri perawatan diri dalam tindakan
atau dengan alat bantu pasien. perawatan diri.
2. Perawatan diri Mandi : 3) Dengan memberikan
mampu untuk bantuan kepada pasien
membersihkan tubuh
sendiri secara mandiri memicu rasa motivasi
dengan atau tanpa alat pasien.
bantu 4) Keluarga adalah orang
3. Perawatan diri hygiene terdekat pasien, pasien
: mampu untuk akan merasa aman dan
mempertahankan nyaman dalam
kebersihan dan melakukan perawatan
penampilan yang rapi jika didampingi oleh
secara mandiri dengan keluarga.
atau tanpa alat bantu
4. Perawatan diri Hygiene
oral : mampu untuk
merawat mulut dan gigi
secara mandiri dengan
atau tanpa alat bantu
5. Mampu
mempertahankan
mobilitas yang
diperlukan untuk ke
kamar mandi dan
menyediakan
perlengkapan mandi
6. Membersihkan dan
mengeringkan tubuh
7. Mengungkapkan secara
verbal kepuasan tentang
kebersihan tubuh dan
hygiene oral

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neurologis


TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji kekuatan pasien 1) Pada pasien yang
keperawatan selama ( dalam mobilisasi. mengalami cedera pada
x jam ) Hambatan 2) Ubah posisi pasien 2 kepala (stroke) sering
mobilitas fisik dapat diatasi jam sekali. mengalami
dengan kriteria hasil: kelumpuhan anggota
tubuh
1. Klien meningkat dalam 3) Kaji kebutuhan 2) Mengubah posisi 2 jam
aktivitas fisik pasien akan alat sekali meminimalkan
2. Mengerti tujuan dan bantu mobilisasi. kerusakan kulit dan
peningkatan mobilitas 4) Dorong pasien mengurangi tekanan.
3. Memverbalisasikan melakukan latihan 3) Dapat mengetahui alat
perasaan dalam gerak. yang pas untuk
meningkatkan kekuatan 5) Konsultasikan membantu kebutuhan
dan kemampuan dengan ahli pasien dalam latihan
berpindah fisioterapi dalam mobilisasi.
4. Memperagakan latihan mobilisasi 4) Dapat memberikan
penggunaan alat bantu pasien. motivasi secara psikis
untuk mobilisasi pasien agar rutin dan
(walker) semangat melakukan
mobilisasi.
5) Membantu rehabilitasi
defisit mobilisasi.

Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hambatan mobilisasi fisik


TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1) Inspeksi keadaan 1) Deteksi dini terhadap
keperawatan selama ( kulit pasien. perubahan kulit dapat
x jam ) Resiko 2) Ubah posisi pasien 2 mencegah atau
kerusakan integritas dapat jam sekali. meminimalkan
diatasi dengan kriteria 3) Dorong pasien kerusakan kulit.
hasil: melakukan 2) Dapat mengurangi
1. Integritas kulit yang ambulasi. tekanan pada jaringan,
baik bisa dipertahankan 4) Gunakan alat atau meningkatkan sirkulasi
(sensasi, elastisitas, bahan perawatan dan mencegah
temperatur, hidrasi,
kulit bantal, busa, kerusakan kulit.
pigmentasi)
2. Tidak ada luka/lesi handbody. 3) Latihan fisik dapat
pada kulit 5) Pertahankan mencegah atrofi otot
3. Perfusi jaringan baik kebersihan kulit dan kontraktur dan
4. Menunjukkan pasien. mengurangi
pemahaman dalam 6) Lindungi bagian penekanan.
proses perbaikan kulit tonjolan tulang 4) Mencegah
dan mencegah
dengan bantal. ketidaknyaman dan
terjadinya cedera
berulang kerusakan kulit.
5. Mampu melindungi 7) Jaga linen pasien 5) Mengurangi resiko
kulit dan tetap kering, bersih iritasi atau infeksi pada
mempertahankan dan bebas kerutan. kulit.
kelembaban kulit dan
6) Bagian penonjolan
perawatan alami
tulang memiliki sedikit
lemak sehingga rentang
terjadi perusakan atau
memiliki tekanan yang
kuat sehingga perlu
dilindungi agar
meminimalkan
tekanan.

Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran


TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji tingkat 1) Pasien yang tidak sadar
keperawatan selama ( kesadaran pasien. beresiko mengalami
x jam ) Resiko injuri 2) Pelihara jalan napas. jatuhnya lidah
dapat diatasi dengan 3) Haluskan makanan dipangkal lidah.
kriteria hasil: dan obat sebelum 2) Dengan melihat kondisi
1. Klien dapat bernafas pemeberian. jalan napas dapat
dengan mudah, tidak 4) Cek ketepatan posisi memelihara jalan napas
irama, frekuensi selang NGT jika misalnya dengan
pernafasan normal memakai selang. mensuction jika ada
2. Pasien mampu
menelan, mengunyah sekret yang dapat
tanpa terjadi aspirasi, memicu aspirasi.
dan mampu melakukan 3) Makanan ataupun obat
oral hygine yang tidak dihaluskan
3. Jalan nafas paten, memicu tersumbatnya
mudah bernafas, tidak jalan napas.
merasa tercekik dan
4) Jika selang NGT tidak
tidak ada suara nafas
abnormal pas masuk lambung dan
masuk paru-paru, maka
saat pemberian nutrisi
akan aspirasi.
Resiko injuri berhubungan dengan penekanan sensorik patologi intrakranial
TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji tingkat resiko 1) Mempertahankan
keperawatan selama ( injuri pasien. keselamatan pasien
x jam ) Resiko injuri dengan tindakan
dapat diatasi dengan 2) Amankan preventif.
kriteria hasil: lingkungan pasien
(penerangan yang 2) Mengurangi resiko
1. Klien terbebas dari cukup, pasang pagar injuri.
cedera pengaman, jauhkan
pasien dari benda 3) Mengurangi tenaga
2. Klien mampu
tajam). atau ambulasi pasien
menjelaskan
cara/metode untuk yang dapat memicu
mencegah injury/cedera 3) Dekatkan barang- injuri pada keadaan
barang kebutuhan pasien yang kurang
3. Klien mampu pasien didekat stabil.
menjelaskan faktor pasien.
resiko dari 4) Pemantauan dari
lingkungan/perilaku 4) Anjurkan keluarga keluarga yang banyak
personal
memantau pasien menghabiskan waktu
4. Mampu memodifikasi atau menemani dengan pasien dapat
gaya hidup untuk pasien. mengurangi risiko
mencegah injury injuri.

5. Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada

6. Mampu mengenali
perubahan status
kesehatan
D. Evaluasi.
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item atau perilaku
yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah hasilnya sudah tercapai atau
belum dalam jangka waktu yang telah ditentukan.Evaluasi mencakup tiga pertimbangan
yang berbeda (Carpenito, 2006) yaitu :
1. Evaluasi mengenai status klien.
2. Evaluasi tentang kemajuan klien ke arah pencapaian sasaran.
Evaluasi mengenai status dan kejadian rencana perawatan.
Hasil yang diharapkan sebagai indicator evaluasi asuhan keperawatan pada penderita
stroke yang tertuang dalam tujuan pemulangan (Doenges et al, 2000) adalah :
1. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis
2. Komplikasi dapat dicegah atau diminimalkan.
3. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau dengan
bantuan yang minimal dari orang lain.
4. Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan
5. Proses dan prognosis penyakit dan pengobatanya dapat dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Junaidi, Iskandar. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI.
Muttaqin, Arif. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta
: Salemba Medika.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Pelafu. B. Andtrilyus. (2010). Asuhan Keperawatan Pada klien Dengan Stroke Hemoragik.
Semarang: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana.
Ralph. S. Sparks & Taylor. M. Cynthia. (2014). Diagnosis Keperawatan: Dengan Rencana
Asuhan, Ed. 10. Jakarta: EGC.
Satyanegara. (2014). Ilmu Bedah Saraf. V ed. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai