Gambar I.1 Source : Sistem saraf pusat dan tepi (Muttaqin, Arif. 2011)
1.4. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran
yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar
yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida
(Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion
di ruang ekstraselular, rangsangan yang datang mendadak misalnya
mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya,p dan
erubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit /
keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan
oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan
terjadi kejang.
Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas
otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
Reaksi inflamasi
Proses demam
Hipertermi
Proses
A.
Demam Keringat meningkat
peradangan
Risiko Kekurangan
Ketidakseimbang Melepaskan muatan listrik volume cairan
an nutrisi kurang yang besar
dari kebutuhan
Resiko cidera
tubuh
Kejang
Kurang Pengetahuan
Kejang
Sel neuron otak
rusak
Lebih dari 15
Kurang dari 15 menit Permeabilitas
menit
kapiler meningkat
1.5. Komplikasi :
a. Kejang berulang
b. Retardasi mental
c. Palsi cerebralis
d. Epilepsi
e. Hemiparese
1.6. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai
prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk
menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak
lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama.
Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak
jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang
berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan.
c. Darah
1) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N < 200 mq/dl).
2) BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
3) Elektrolit : K, Na : Ketidakseimbangan elektrolit merupakan
predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) dan
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
d. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
e. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang
dan adanya lesi.
f. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan
UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan
lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
1.7. Collaborative Care Management
a. Medis (surgical) : perawatan khusus dengan NICU/PICU untuk
mempertahankan dan mengingkatkan proses penyembuhan
anak/bayi, sedangkan untuk pembedahan dikaji terlebih dahulu
penyebab kejangnya berasal dari intracranial atau ekstrakranial.
b. Medikasi farmakologi :
Penatalaksanaan kejang dibagi menjadi 3 hal, yaitu:
1) Pengobatan Fase Akut
a) Memberantas kejang
Kejang *Berikan diazepam rectal: 5 mg untuk BB < 10 kg
10 mg untuk BB > 10 kg
atau iv: 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
tunggu 5 menit, berikan oksigen.
Masih kejang * berikan diazepam rectal / iv, dosis sama, tunggu 5 menit
* oksigenasi adekuat 1 lt/menit
*berikan cairan intravena (D5, ¼ S; D5, ½ S atau RL)
Masih kejang
Berikan fenitoin/difenilhidramin loading, iv dosis 10-15
mg/kgBB maksimal 200mg, tunggu sampai 20 menit.