“Defek Cranium ”
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
RUANG OK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
Oleh :
SITI NURPAISA
B. Pengertian
Defek kranium merupakan kasus medis dimana tidak adanya jaringan
tulang pada bagian cranial dan facial (da Silva et al., 2014). Defek tersebut dapat
terjadi akibat trauma, nekrosis jaringan, penyakit infeksi dan degeneratif,
pertumbuhan tulang abnormal, atau tindakan medis yang disengaja seperti
craniectomy dan bedah kecantikan (Gabrielli et al., 2004; Lee et al., 2009; Szpalski
et al., 2010). Defek tersebut dapat menyebabkan berkurangnya fungsionalitas
tulang kranial dan perubahan anatomi (Szpalski et al., 2009). Perubahan anatomi
tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap kehidupan sosial pasien yaitu
kelemahan psikologis dan menurunnya kepercayaan diri dalam hubungan sosial
(Aydin et al., 2011).
C. Penyebab
Penyebab terjadinya defect cranium adalah:
1) Fraktur kranium
2) Tumor
3) Penipisan tulang
4) Kelainan kongenital (enchephalocele)
5) Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial
6) Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997)
7) Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah
8) Reseksi tumor tengkorak
9) Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)
D. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2
proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak
banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang
sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi
substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan
trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem
dalam tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah
atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal
diantaranya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi
pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah.
Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan
hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan
isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun,
hipotensi namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan
dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intrakranial dapat mengakibatkan
laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan
susunan syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan
dalam mobilitas.
Mekanisme yang paling umum dari trauma tumpul dada yaitu kecelakaan
mobil atau jatuh dari sepeda motor sedangkan untuk trauma tembus dada yaitu
luka tusuk dan luka tembak. Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan
mengakibatkan satu atau lebih mekanisme patologi seperti hipoksemia akibat
gangguan jalan nafas, cedera pada parenkim paru, sangkar iga, otot-otot
pernapasan, kolaps paru, dan pneumothoraks. Hipovolemia juga sering timbul
akibat kehilangan cairan masif dari pembuluh besar, ruptur jantung, atau
hemothoraks. Gagal jantung akibat tamponade jantung yaitu kompresi pada
jantung sebagai akibat terdapatnya cairan di dalam sakus perikardial. Mekanisme
ini seringkali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusi yang mengarah pada
gagal napas akut, syok hipovolemia, dan kematian (Smeltzer, 2001).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan adanya defect cranium yaitu dengan melakukan operasi
kraniotomi yang kemudian dilakukan cranioplasty. Cranioplasty adalah
memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastik atau
metal plate. Cranioplasty adalah perbaikan defek kranial dengan menggunakan
plat logam atau plastik. Setelah dilakukan operasi cranioplasty perawatan
selanjutnya adalah dengan pemberian antibiotik selama 3 hingga 5 hari, dan
memonitor drain untuk membantu pengeluaran darah dan mencegah hematoma
hingga cairan atau darah berkurang 2 hingga 3 cc. Instruksi penting selanjutnya
adalah tidak melakukan dan tidak memberikan tekanan pada area yang telah
dioperasi selama 3 sampai 4 minggu. Proses pembentukan dan penyambungan
tulang akan terjadi selama 6 hingga satu tahun (Ramamurthi, et al, 2007).
G. Pemeriksaan Penunjang
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil
pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan skull defect perlu dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu:
1) CT-Scan
Fungsi CT Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk mengetahui adanya
infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. Pada pasien
dnegan skull defect diperoleh hasil CT scan sebagai berikut:
H. Komplikasi
Komplikasi skull defect dapat meliputi:
1) Edema serebral
2) Perdarahan
3) Syok hipovolemik
4) Hydrocephalus
5) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
6) Infeksi
7) Kerusakan integritas kulit
Kesadaran pasien dengan skull defect tergantung dari seberapa berat cedera
kepala yang dialaminya, GCS: 14-15 = CKR (Cidera kepala ringan), GCS: 9-13 =
CKS (Cidera kepala sedang) dan GCS: 3-8 = CKB (Cidera kepala berat)
H. Discharge Planning
Selama dirawat di rumah sakit, pasien sudah dipersiapkan untuk
perawatan di rumah. Beberapa informasi penyuluhan pendidikan yang harus
sudah dipersiapkan/diberikan pada keluarga pasien ini adalah:
a. Pengertian dari penyakit skull defect
b. Penjelasan tentang penyebab skull defect
c. Manifestasi klinik yang dapat ditanggulangi/diketahui oleh keluarga
d. Pasien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit/puskesmas terdekat apabila
ada gejala yang memberatkan penyakitnya
e. Keluarga harus mendorong/memberikan dukungan pada pasien dalam
menaati program pemulihan kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Burgener, Francis A & Kormano, Martti. 1997. Bone And Joint Disorder. New
York: Thieme.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.