Anda di halaman 1dari 26

Laporan Pendahuluan

CKB (Cedera Kepala Berat)

1. Anatomi Fisiologi

1. Tengkorak

Tulang tengkorak menurut, Evelyn C Pearce (2008) merupakan struktur tulang yang
menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang
kranium terdiri dari 3 lapisan : lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam. Lapisan luar dan
dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid merupakan struktur yang
menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa anterior didalamnya
terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis, parientalis, 10 oksipitalis,
fosa posterior berisi otak tengah dan sereblum.
2. Meningen

Pearce, Evelyn C. (2008) otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningia yang
melindungi syruktur saraf yang halus itu, membawa pembulu darah dan dengan sekresi
sejenis cairan, yaitu: cairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan.
Selaput meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan yaitu:

a. Dura mater

Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yangkeras, terdiri atas jaringan ikat
fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat
pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial ruang
subdural yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai
perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluhpembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging
Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.
Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat . Hematoma
subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya
dikeluarkan melalui pembedahan.

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: 1) sakit kepala yang


menetap 2) rasa mengantuk yang hilang-timbul 3) linglung 4) perubahan ingatan 5)
kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.Arteri-arteri meningea terletak
antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur
dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan
perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea
media yang terletak pada fosa media fosa temporalis. Hematoma epidural diatasi
sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk
mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber
perdarahan.

b. Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut
spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis . Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera
kepala.

c. Pia mater

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci
yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan
epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh
pia mater.
3. Otak

Menurut Ganong, (2002); price, (2005), otak terdiri dari 3 bagian, antara lain yaitu:

a. Cerebrum

Serebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian, hemispherium serebri kanan dan
kiri. Setiap henispher dibagi dalam 4 lobus yang terdiri dari lobus frontal, oksipital,
temporal dan pariental. Yang masing-masing lobus memiliki fungsi yang berbeda,
yaitu:

1) Lobus frontalis

Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik


misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu. Lobus
frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. daerah tertentu pada
lobus frontalis bertanggung jawab terhadap aktivitas motorik tertentu pada sisi
tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi,
tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang
kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan
perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang
mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh,
lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan
atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan,
kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam.

2) Lobus parietalis

Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur
dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan
matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu
mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian
tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati
rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa
menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan
keadaan ini disebut ataksia dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan
yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian
tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan
bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik misalnya, bentuk kubus atau jam
dinding. Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu
berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.

3) Lobus temporalis

Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan
mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami
suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta
menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan
menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus
temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal
dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan
bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang nondominan,
akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat
kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.
4) Lobus Oksipital

Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis akan kehilangan
fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.

b. Cereblum

Terdapat dibagian belakang kranium menepati fosa serebri posterior dibawah lapisan
durameter. Cereblum mempunyai aski yaitu; merangsang dan menghambat serta
mempunyai tanggunag jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus.
Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan
mengintegrasikan input sensori.

c. Brainstem

Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblomata. Otak tengah
midbrain/ ensefalon menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer sereblum.
Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik, sebagai pusat reflek pendengaran dan
penglihatan. Pons terletak didepan sereblum antara otak tengah dan medula, serta
merupakan jembatan antara 2 bagian sereblum dan juga antara medula dengan
serebrum. Pons berisi jarak sensorik dan motorik. Medula oblomata membentuk
bagian inferior dari batang otak, terdapat pusatpusat otonom yang mengatur fungsi-
fungsi vital seperti pernafasan, frekuensi jantung, pusat muntah, tonus vasomotor,
reflek batuk dan bersin.

4. Syaraf-Syaraf Otak

Suzanne C Smeltzer, (2001) Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas
sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus yaitu:

a. Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)

Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma
(bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)

Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.

c. Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata) menghantarkan
serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan otot iris.

d. Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV)

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya
terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.

e. Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)

Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang.
Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar, sarafnya
yaitu:

1) Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian

depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.

2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,

palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.

3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)

mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah,


kulit daerah temporal dan dagu.
f. Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI)

Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi
mata.

g. Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)

Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-


otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut
saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik
wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.

h. Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII)

Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran


dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.

i. Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)

Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini
dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.

j. Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)

Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik, sensorik


dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor,
kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.

k. Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI),

Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium,


fungsinya sebagai saraf tambahan

l. Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)

Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di
dalam sumsum penyambung.
2. Definisi

Cedera kepala adalah suatu gangguan  traumatik  dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak (Muttaqin 2008).

Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan
serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.  Cedera kepala atau
trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia
dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan
otak. (B.Batticaca, 2008).

Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak dan otak. Cedera
kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius diantara penyakit neurologik dan
merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).

Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala adalah trauma pada
kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung
pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat
menyebabkan kematiaan.
3. Etiologi

Cedera kepala disebabkan oleh

1.  Kecelakaan lalu lintas 


2.  Jatuh
3.  Trauma benda tumpul
4.  Kecelakaan kerja
5.  Kecelakaan rumah tangga
6.  Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
( Mansjoer, 2000:3). Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas,
perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh
peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
a. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
1) Kulit       :  Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
2) Tulang     :  Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup & terbuka).
3) Otak        :  Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang, berat),
difusi laserasi.
b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :
1) Oedema otak
2) Hipoksia otak
3) Kelainan metabolic
4) Kelainan saluran nafas
5) Syok
4. Patofisiologi (Proses terjadinya penyakit)

Menurut Tarwoto (2007 : 127) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan
struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh darah,perdarahan,
edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat,perubahan
permeabilitas faskuler.

Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan
cedera kepala sekunder.  Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang
dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan
otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi
segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal ) local, maupun
difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari
kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan yang
sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.

Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat hipoksemia,
iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma, misalnya Epidoral
Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum tengkorak dengan
durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah berkumpulnya darah didalam
jaringan cerebral.

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya. Tanpa
perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali
terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar
dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala..
Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan
luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah
tengkorak maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :

a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,


b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur oleh
benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala diterangkan oleh
beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak, pergeseran otak dan rotasi
otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup. Contre coup
dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang yang mengalami
percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak
bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada
keadaan.;Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada mobil/motor. Otak
pertama kali akan menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada
awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.Karena
pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat dari
tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada
keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga
membuat ruang antara otak dan tulang tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung
udara. Pada saat otak bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah
menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan
kolapsnya gelembung yang mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena
terjadi penekanan, sehingga daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut
dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
5. Manifestasi Klinis (Tanda Gejala )

1.  Nyeri yang menetap atau setempat.


2.  Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3.  Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di
bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle), otoreaserebro spiral ( cairan
cerebros piral keluar dari
4.  telinga ), minoreaserebrospiral (les keluar dari hidung).
5.  Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
6.  Penurunan kesadaran.
7.  Pusing / berkunang-kunang.Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler 
8.  Peningkatan TIK 
9.  Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita.
10.  Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung
lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan
periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan
penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):
- kacau mental → koma
- gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
- pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
- Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya
karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
- Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidural
- Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan berbulan-
bulan
- Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
- perluasan massa lesi
- peningkatan TIK
- sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
- disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
- Nyeri kepala hebat
- Kaku kuduk
Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring kadar O2 dan
CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu test diagnostic untuk
menentukan status respirasi..
b. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran jaringan
otak.
c. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
f. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid
7. Penatalaksanaan Medis

Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuatluka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelumlaserasi ditutup.

1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar
cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial mengganggu jalan
nafas,maka pasien harus diintubasi.

2.  Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak beri O2


melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera dada berat spt
pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi
O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan
terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta
saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh
ahlianestesi

3. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan


dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen/dada.Ukur dan
catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena
yg besar.Berikan larutan koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi
edema.

4. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati
mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x jika
masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.

5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB6.Pada semua pasien dengan cedera kepala


dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan
odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-
C7normal7.Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :- Pasang infus dgn
larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih efektif mengganti
volume intravaskular daripada cairanhipotonis dan larutan ini tdk menambah edema
cerebri- Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia
darah. Lakukan CT scanPasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :
1.Hematoma epidural2.Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel3.Kontusio dan
perdarahan jaringan otak 4.Edema cerebri5.Pergeseran garis tengah6.Fraktur
kranium8.Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda
herniasilakukan : Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20% 1gr/kgBB
intravena dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu
sebesar ¼ dosis semulasetiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I- Pasang kateter foley-
Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom
sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo).

8. Pengkajian Keperawatan

1. Pengkajian Umum
a. Airway  
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
2) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk
mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis
3) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut 
b. Breathing  
1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen 
c. Circulation  
1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis pada
kuku, bibir)
2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap
cahaya
3) Monitoring tanda – tanda vital
4) Pemberian cairan dan elektrolit
5) Monitoring intake dan output

2. Khusus
a. Konservatif    :    Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian
steroid
b. Operatif    :    Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
c. Monitoring tekanan intrakranial    :    yang ditandai dengan sakit kepala hebat,
muntah proyektil dan papil edema
d. Pemberian diet/nutrisi
e. Rehabilitasi, fisioterapi
3. Prioritas Keperawatan
a. Memaksimalkan perfusi/fungsi serebral
b. Mencegah/meminimalkan komplikasi
c. Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum trauma
d. Meningkatkan koping individu dan keluarga
e. Memberikan informasi
4. Kebutuhan sehari-hari :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia cara
berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (tauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastic
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi,
disritmia
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
inpulsif
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi
e. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstermitas.
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, fotofobia.
g. Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).Perubahan pupil (respon terhadap
cahaya, simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan pengindraan, spt: pengecapan, penciuman dan pendengaran.
Wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek tendon dalam
tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia, postur (dekortikasi,
deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan,
kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
i. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).
Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena
respirasi)
j. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
k. Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, spt “raccoon eye”, tanda battle
disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan
(drainase) dari telinga/hidung (CSS).
l. Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan
secara umum mengalami paralysis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.
m. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang ulang,
disartris, anomia.
n. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alcohol/obat lain

9. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan (spesifik serebral) b.d aliran arteri dan atau vena
terputus,
b. Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik,
c. Defisit self care b.d de-ngan kelelahan, nyeri
10. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Keperawat Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
an
1 Ketidakefek NOC Monitor Tekanan Intra Kranial
tifan perfusi Status sirkulasi 1. Catat perubahan respon klien terh
jaringan 2.   Perfusi jaringan serebral stimulus / rangsangan
(spesifik 2. Monitor TIK klien dan respon neuro
serebral) b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan terhadap aktivitas
aliran arteri selama ….x 24 jam, klien mampu men- 3. Monitor intake dan output
dan atau capai : 4. Pasang restrain, jika perlu
vena 1.  - Status sirkulasi dengan indikator: 5. Monitor suhu dan angka leukosit
terputus. ·    - Tekanan darah sis-tolik dan diastolik 6. Kaji adanya kaku kuduk
dalam rentang yang diharapkan 7. Kelola pemberian antibiotik
· - Tidak ada ortostatik hipotensi 8. Berikan posisi dengan kepala elevasi 30
9 dengan leher dalam posisi netral
-Tidak ada tanda tan-da PTIK 9. Minimalkan stimulus dari lingkungan
2.   Perfusi jaringan serebral, dengan 10. Beri jarak antar tindakan keperawatan u
indicator : meminimalkan peningkatan TIK
·       Klien mampu berko-munikasi dengan 11. Kelola obat obat untuk mempertahankan
je-las dan sesuai ke-mampuan dalam batas spesifik
·       Klien menunjukkan perhatian,
konsen-trasi, dan orientasi Monitoring Neurologis (2620)
·       Klien mampu mem-proses informasi 1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi
·       Klien mampu mem-buat keputusan bentuk pupil
de-ngan benar 2. Monitor tingkat kesadaran klien
·      Tingkat kesadaran klien membaik 3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual,
muntah
5. Monitor respon klien terhadap pengobata
6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
Terapi Oksigen (3320)
1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen,
humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien ten
pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemb
oksigen
8. 8Anjurkan klien untuk tetap mem
oksigen selama aktivitas dan tidur

2 Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri (1400)


b.d dengan1.  Nyeri terkontrol 1.   Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakter
agen injuri2.  Tingkat Nyeri onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan bera
fisik. 3.  Tingkat kenyamanan nyeri.
2.   Observasi respon ketidaknyamanan s
Setelah dilakukan asuhan keperawatan verbal dan non verbal.
selama …. x 24 jam, klien dapat : 3.   Pastikan klien menerima perawatan anal
1.  Mengontrol nyeri, de-ngan indikator: dg tepat.
          Mengenal faktor-faktor penyebab 4.   Gunakan strategi komunikasi yang efektif u
          Mengenal onset nyeri mengetahui respon penerimaan klien terh
          Tindakan pertolong-an non nyeri.
farmakologi 5.   Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol ny
          Menggunakan anal-getik 6.   Monitoring perubahan nyeri baik a
          Melaporkan gejala-gejala nyeri maupun potensial.
kepada tim kesehatan. 7.   Sediakan lingkungan yang nyaman.
          Nyeri terkontrol 8.   Kurangi faktor-faktor yang dapat menam
ungkapan nyeri.
2.  Menunjukkan tingkat nyeri, dengan9.   Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi seb
indikator: atau sesudah nyeri berlangsung.
          Melaporkan nyeri 10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain u
          Frekuensi nyeri memilih tindakan selain obat untuk meringa
          Lamanya episode nyeri nyeri.
          Ekspresi nyeri; wa-jah 11. Tingkatkan istirahat yang adekuat u
          Perubahan respirasi rate meringankan nyeri.
          Perubahan tekanan darah
          Kehilangan nafsu makan Manajemen pengobatan (2380)
1.   Tentukan obat yang dibutuhkan klien dan
3.   Tingkat kenyamanan, dengan mengelola sesuai dengan anjuran/ dosis.
indicator : 2.   Monitor efek teraupetik dari pengobatan.
          Klien melaporkan kebutuhan tidur3.   Monitor tanda, gejala dan efek samping oba
dan istirahat tercukupi 4.   Monitor interaksi obat.
5.   Ajarkan pada klien / keluarga cara meng
efek samping pengobatan.
6.   Jelaskan manfaat pengobatan yg d
mempengaruhi gaya hidup klien.

Pengelolaan analgetik (2210)


1.   Periksa perintah medis tentang obat, dos
frekuensi obat analgetik.
2.   Periksa riwayat alergi klien.
3.   Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya ny
4.   Pilih cara pemberian IV atau IM u
pengobatan, jika mungkin.
5.   Monitor vital sign sebelum dan ses
pemberian analgetik.
6.   Kelola jadwal pemberian analgetik yang se
7.   Evaluasi efektifitas dosis analgetik, obse
tanda dan gejala efek samping, misal de
pernafasan, mual dan muntah, mulut kerin
konstipasi.
8.   Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis &
pemberian yg diindikasikan.
9.   Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kua
dan keparahan sebelum pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
11. Dokumentasikan respon dari analgetik dan
yang tidak diinginkan
3 Defisit NOC:
self
NIC: Membantu perawatan diri klien Mandi
care b.dPerawatan
de- diri :
toiletting
ngan (mandi, Makan Toiletting, berpakaian)
Aktifitas:
kelelahan,
1.   Tempatkan alat-alat mandi di tempat
nyeri. Setelah diberi motivasi perawatan
mudah dikenali dan mudah dijangkau klien
selama ….x24 jam, ps mengerti cara
2.   Libatkan klien dan dampingi
memenuhi ADL secara bertahap sesuai
3.   Berikan bantuan selama klien masih ma
kemam-puan, dengan kriteria :
mengerjakan sendiri
·     Mengerti secara seder-hana cara
mandi, makan, toileting, dan berpakaian NIC: ADL Berpakaian
serta mau mencoba se-cara aman tanpa Aktifitas:
cemas 1.   Informasikan pada klien dalam me
·     Klien mau berpartisipasi dengan pakaian selama perawatan
senang hati tanpa keluhan dalam2.   Sediakan pakaian di tempat yang m
memenuhi ADL dijangkau
3.   Bantu berpakaian yang sesuai
4.   Jaga privcy klien
5.   Berikan pakaian pribadi yg digemari dan se

NIC: ADL Makan


1.   Anjurkan duduk dan berdo’a bersama tema
2.   Dampingi saat makan
3.   Bantu jika klien belum mampu dan beri con
4.   Beri rasa nyaman saat makan
1.  
11. DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius

Brunner & Suddart . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Carolyn M. Hudak. 2001. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II.
Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Corwin, E.J. 2002. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC

Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008. Jakarta:
EGC

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease Processes.
4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC

Sandra M. Nettina. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical – Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC

Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI

Anda mungkin juga menyukai