Anda di halaman 1dari 62

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Cedera Kepala


1. Pengertian Cedera Kepala
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2012). Cidera
kepala atau trauma kapitas adalah suatu trauma yang menimpa struktur
kepala sehingga dapat menimbulkan kelanan struktural atau gangguan
fungsi jaringan otak (Black, 2014).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun
degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau
trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig,
serta edema cereblal disekitar jaringan otak. (Black, 2014).

Gambar 2.1 Cidera Kepala

10
2. Anatomi dan fisiologi kepala

Gambar 2.2 Anatomi dan fisiologi kepala

a. Tengkorak
Tulang tengkorak menurut Evelyn C Pearce (2008) merupakan
struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, yang terdiri dari
tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan :
lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan
struktur yang kuat sedangkan etmoid merupakan struktur yang menyerupai
busa. Lapisan dalam membentuk rongga / fosa : fosa anterior di dalamnya
terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis,, parietalis,
oksipitalis¸fosa posterior berisi otak tengah dan sereblum.

11
Gambar 2.3 Lapisan Cranium

b. Meningen
Evelyn C Pearce (2014) otak dan sumsum tulang belakang di
selimuti meningen yang melindungi struktur saraf yang halus itu,
membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu : cairan
serebro spinal yang memperkecil benturan atau goncangan. Selaput
meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan, yaitu:
1) Dura meter
Dura meter secara konfensional terdiri atas dua lapisan yaitu
lapisan endosteal dan lapisan meningel. Dura meter merupakan selaput
yang kera, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada
permukaandalam dari kranium. Karna tidak melekat pada selaput
arachnoid dibawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial ruang
subdural yang terletak antara dura meter dan arachnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural. Pada cidera otak pembuluh - pembuluh
vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior digaris tengah atau disebut bridging veins, dapat mengalami

12
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversusdan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus sinus ini dapat mengalami perdarahan
hebat. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala
gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk
dilakukannya pengalihan perdarahan ini adalah : 1) sakit kepala yang
menetap 2) rasa mengantuk yang hilang timbul 3) linglung 4)
perubahan ingatan 5) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang
berlawanan.
Arteri arteri meningel terletaka antara dura meter dan permukaan
dalam dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala
dapat menyebabkan laserasi pada arteri arteri ini menyebabkan
perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami adalah arteri
meningal media terletak pada fosa media fosa temporalis. Apidural
hematoma diatasi sesegera mungkin dengan membuat lobang di dalam
tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan
pencairan dan penyumbatan sumber perdarahan.
2) Selaput arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia meter sebelah dalam
dan durameter sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan
dari dura meter oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan
dari piameter oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebro spinalis. Perdarahan subarakhnoid umumnya disebebkan oleh
cidera kepala.
3) Piameter
Piameter melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piameter
adalah membran fakuler yang dengan erat membungkus otak, meliputi
gyri dan masuk kedzalam sulci yang paling dalam. Membran ini
membungkus saraf otak dan menyatu dalam epineuriumnya. Arteri
arteri yang masuk dalam substansi otak juga diliputi oleh diameter.

13
c. Otak
menurut Ganong, (tahun 2002) : Price, (2005) otak terdiri dari 3 bagian
antara lain
1. Cerebrum
Cerebrum atau otak besar terdiri dari dua bagian, hemishereium
cerebri kanan dan kiri. Setiap hemisper dibagi dlam empat lobus
yang terdiri dari lobus frontal, oksipital, dan parietal. Yang masing
masing lobu memiliki fungsi yang berbeda
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks cerebriterutama mengendalikan
keahlian motorik misalnya, menulis, memainkan alat musik
atau mengikat tali sepatu. Lobus frontalis juga mengatur
ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus
frontalis bertanggung jawab terhadap aktifitas motorik tertentu
pada sisi tubuh yang berlawanan
Efek prilaku dari kerusakan lobus frontalis berfariasi,
tergantung pada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi.
Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak,
biasanya tidak menyebabkan perubahan prilaku yang nyata,
meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang
mengarah kebagian belakang lobus frontalis biasanya
menyebabkan apatis, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia.
Kerusakan luar yang mengarah ke bagian depan atau samping
lobus frontalis menebabkan perhatian penderita mudah
teralihkan, kegembiaan yang berlebihn, suka menentang, kasar
dan kejam.
b) Lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan
dari bentuk, tekstur dan berat badan kedalam persepsi umum.
Sejumlah kecil kemampuan matematika bahasa berasal dari
daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi

14
pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian
tubuhnya. Kerusakan kecil pada bagian depan lobus parietalis
menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.
Kerusakan yang agak luas bisa meyebabkan hilangnya
kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan keadaan
ini disebut apaksia dan menentukan arah kiri dan kanan.
Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita
dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau
bahkan bisa mempegaruhi ingatanakan akan bentuk yang
sebelumnya di kenal dengan baik misalnya, bentuk kubus atau
jam dinding. Oenderita bisa menjadi linglung atau memgigau
atau dan tidak mampu berpakaina maupun melakukan
pekerjaan sehari hari lainnya.
c) Lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi
menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang.
Lobus temporalis juga memehami suara dan gambaran,
menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta jalur
emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan
mentebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk.
Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan
gangguan pemahaman bahasa dari luar maupun dari dalam dan
menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasa.
Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non
dominan, akan mengalami oerubahan kepribadian seperti tidak
suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa
obsesif dan kehilangan gairah seksual.
d) Lobus oksipital
Fungsinya untuk fisual senter. Kerusakan pada ,obus ini
otomatis akan kehilangan fngsi dari lobus itu sendiri yaitu
penglihatan.

15
2. Cereblum
Terdapat di bagian belakang cranium menempati fosa
serebri posterior di bawah lapisan durameter. Sereblum mempunya
aski merangsang menghambat serta mempunyai tanggung jawab
yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah
mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan
mengintegrasikan inpus sensori.
3. Brainstem
Batang otak yang terdiri dari otak tengah pons dan medulla
oblongata. Otak tengah midbrain ensafalon ,emghbungkan pons
dan cereblum dengan hemisfer sereblum. Bagian ini berisi jalur
sensorik dan motorik, sebagai pusat reflek pendengaran dan
penglihatan. Pons terletak di depan sereblum antara otak dan
medulla, serta merupakan jembatang antara dua bagian sereblum
dan juga antara medilla dengang cerebrum. Pons berisi jarak
sensorik dan kotorik. Medulla oblongata membentuk bagian
interior dari batang otak, terdapat pusat otonom yang mengatur
fungsi fungsi vital seperti pernafasan,frekuensi jantung, pusat
muntah, tonus fasomotor reflek batuk dan bersin.
d. Syaraf syaraf otak
Suzane C Smeltzer, (2013) nervus kranialis dapat terganggu bila
trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak tau
pendarahan otak. Kerusakan nervus yaitu :
1) Nervus olfaktorius (nerfus kranialis I)
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
ransangan aroma (baubauan) dari rongga hidung ke otak
2) Nervus optikus (nervus kranialis II)
Mensyarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak

16
3) Nervus okulomotorius (nervus kranial III)
Bersifat motoris, mensyarafi otot otot orbital(otot pernggerak bola
mata) menghantarkan selaput selaput saraf parasimpati untuk melayani
otot sisliaris dan oto iris
4) Nervus trokhlearis (nerfus kranialis IV)
Bersifat motoris, mesyarafi otot otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak di belakang pusat saraf penggerak mata.
5) Nervus trigeminus (nervus kranialis V)
Sifatnya majemuk (semsoris motoris) saraf ini mempunya tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf
otak besar, sarafnya yaitu:
a) Nervus oftalmikus
Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depa kelopak
mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.
b) Nervus maksilaris
Sifatnay sensoris, mensarafi gigi atas, bbir atas, platum, batang
hidung, rongga hidung dan sinus maksiliaris
c) Nervus mandibula
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mensarafi otot otot
pengunya. Serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit
daerah temporal dan dagu.

6) Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI)

Sifatnya motoris, mensarafi otot otot orbital. Fungsinya sebagai saraf


penggoyang sisi mata

7) Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)

Sifat majemuk (sensoris dan motoris ) serabut – serabut motorisnya


mensarafi otot- otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam
saraf ini terdapat serabut- serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk

17
wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk
menghantarkan rasa pengecap.

8) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VII)

Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari


pendengaran dan dari telinga ke otak, fungsinya sebagai saraf
pendengaran.

9) Nervus glosofaringeus (Nervus Kranialis VII)

Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan


lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.

10) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)

Sifatnya majemuk (sensoris dan majemuk) mengandung saraf - saraf


motoris, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen,
fungsinya sebagai saraf perasa.

11) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI)

Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus


strapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan

12) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)

Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf
ini terdapat di dalam sumsum penyambun.

3. Etiologi

Black (2014) Penyebab cedera kepala antara lain :

a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda,


mobil.
b. Kecelakan saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

18
c. Cidera akibat kekerasan.
d. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah diman
dapat merobek otak.
e. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
f. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapat merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

4. Patofisiologi

Cedara kepala terjadi pada waktu benturan, mungkin karna


memar pada permukaan otak, laserasi cedera robek, homoragi,
akibatnya akan terjadi auto regulasi cderebal yang kurang atau tidak ada
pada area cedera, dan konsekuensinya meliputi hyperemia. Peningkatan
/ kenaikan salah satu otakakan menyebabkan jaringan otak tidak dapat
membesar karna tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi pada otak,
sehingga lesi yang terjadi menggeser dan mendorong jaringan otak. Bila
tekanan terus menerus mengakibatkan tekanan pada ruang cranium juga
terus meningkat. Maka aliran darah dalam otak menurun dan terjadinya
perfusi yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah perubahan perfusi
serebal. Perfusi yang tidak adekuat dapat menimbulkan tingkatan yang
gawat, yang berdampak adanya vasodalitas dan edam otak. Edema akan
terus bertambah menekan / mendesak terhadap jaringan saraf, sehingga
terjadi peningkatan intracranial (Black, 2014).

Edema jaringan otak akan mengakibatkan peningkatan TIK


yang akan menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak.
Dampak dari cedera kepala :

a. Pola pernafasan

Trauma serebral ditandai dengan peningkatan TIK, yang


menyebabkan hipoksia jaringan dan kesadaran menurun. Biasanya
menimbulkan hivopentilasi alpeolar karna nafas dangkal, sehingga

19
menyebabkan kerusakan pertukanran gas (gagal nafas) dan atau
resiko ketidak epekstipan bersihan jalan nafas yang akan
menyebabkan laju mortilitas tinggi pada klien cedera kepala.cedera
serbra juga menyebabkan herniasi hemisper serebra sehingga
terjadi pernapasan chynestoke, selain itu herniasi juga
menyebabkan komplasi otak tengangah dan hivopentilasi
neurogenik central. (Black, 2014).

b. Mobilitas fisik

Akibat trauma dari cedera otak dapat mempengaruhi gerak tubuh,


sebagai akibat dari kerusakan pada area motoirik otak. Selain itu
juga dapat menyebabkan control volunteer terhadap gerakan
terganggu dalam memenuhi perawatan diri dalam kehidupan
sehari-hari dan terjadi gangguan tonus otot dan penampilan postur
abnormal, sehingga menyebabkan masalah kerusakan mobilitas
fisik

c. Keseimbangan cairan
Trauma kepala yang berat akan mempunyai masalah untuk
mempertahan status hidrasi hidrat yang seimbang, sehingga respon
terhadap status berkurang dalam keadaan stress psikologis makin
banyak hormone anti dieuretik dan makin banyak aldosteron
diproduksi sehingga mengakibatkann retensi cairan dan natrium
pada trauma yang menyebabkan fraktur tenggorokan akan terjadi
kerusakan pada kelenjer hipofisis / hipotalamus dan peningkatan
TIKpada keaadan ini terjadi disfungsi dan penyimpanan ADH
sehingga terjadi penurunan jumlah air dan menimbulkan dehidrasi
(Black, 2014).
d. Aktifitas menelan
Adanya trauma menyebabkan gangguan daerah motorik dan
sensorik dari hemisver cerebral akan merusak kemampuan untuk

20
mendeteksi adanya sisa makanan sisa mulut yang dipengaruhi dan
untuk memanipulasinya dengan gerak pipi. Selaim reflek menelan
dan batang otak mungkin hiperaktif/ menurun sampai hilang sama
sekali. (Black, 2014).
e. Kemampuan komunikasi
Pada pasien dengan trauma cerebral disertai gangguan komunikasi,
disfungsi ini paling sering menyebabkan kecactan pada penderita
cdera kepala, kerusakan ini diakibatkan dari kombinasi efek efek
disorganisasi dan kekacauan proses bahasa dan gangguan. Bila ada
pasien yang telah mengalami trauma pada area hemisfer cerebral
dominan dapat menunjukkan kehilangan krmampuan untuk
menggunakan bahasa dan beberapa hal nahkan mungkin semua
bentuk bahasa sehingga dapat menyebabkan gangguan komuniasi
verbal (Black, 2014).
f. Gastrointestial
Setelah trauma kepala perlukaan dan pendsrahan pada lambung
jarang ditemukan tetapi setelah tiga hari pasca trauma terdapat
respon yang biasa dan merangsang aktifitas hipotalamus dan
stimulus pagus yang dapat menyebabkan hipokardium.
Hipotalamus merangsang anterior hipofisis untuk mengeluarkan
kartikosteroid dalam menangani cidera cebral. Hiperkardium
terjadi peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani
stres yang mempengaruhi produksi asam lambung (Black, 2014).

4. Klasifikasi

Menurut Black (2014) jenis cedera adalah sebagai berikut

a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang


tengkorak dan jaringan otak
b. Cedera kepala tertutup dapat disamakan dengan keluhan geger otak
ringan dan oedem cerebra yang luas

21
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (GLOSGOW COMA
SCALE)
a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
 GCS 13-15 (sadar penuh, composmentis,apatis)
 Kehilangan kesadaran / amnesia tetapi kurang dari 30 mnt
 Tak ada fraktur tengkorak
 Tak ada kontusio serebral(hematom)
 Tidak ada intksikasi alkohol atau obat terlarang
 Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
 Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit
kepala
 Tidak adanya kriteria cedera sedang – berat
b. Cedera kepala sedang
 GCS 9-12 (konfusi, latergi, stupor)
 Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam
(konkusi)
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
 Amnesia pasca trauma
 Muntah dan kejang
c. Cedera kepala berat
 GCS 3-8 (somnolen, sopor, semi coma,coma)
 Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran)
 Diikuto contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial
 Tanda neurologi fokal
 Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur cranium

22
Menurut morfologi

a. Fraktur tengkorak: kranium: linear atau stelatum; depresi / non


depresi; terbuka / tertutup
b. Basis: dengan / tanpa kebocoran cairan serebropinal, dengan / tanpa
kelumpuhan VII
c. Lesi intrakranial : focal : epidural, subdural, intrasebral, disfungsi:
konfusi ringan, konfusi klasik, cidera aksonal difusi
5. Woc
Terlampir
6. Glasgow coma saele (GCS)

Terdiri dari dari tiga bidang fungsi neurologik , memberikan


gambran pada tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam
pencarian yang luas pada saat mengevaluasi status neurologik pasien yang
mengalami cedera kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi
motorik pasien, verbal dan membuka mata.

Skala GCS :

a. Membuka mata :
 Spontan 4
 Dengan perintah 3
 Dengan nyeri 2
 Tidak berespon 1
b. Motorik :
 Dengan perintah 6
 Melokalisasi nyeri 5
 Menarik area yang nyeri 4
 Fleksi abnormal 3
 Ekstensi 2
 Tidak berespon 1

23
c. Verbal :
 Berorientasi 5
 Bicara membingungkan 4
 Kata kata tidak tepat 3
 Suara tidak dapat dimengerti 2
 Tidak ada respon 1
7. Manifestasi Klinis
Menifestasi klinik cedera kepala menurut Wijaya & Yessi (2013) :
a. Nyeri yang nmenetap atau setempat
b. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah kranial
c. Fraktur tulang tengkorak : hemorasi dari hidung, faring atau telinga
dan darah terlihat dari kunjungtiva, memar di atas mastoid, otorea
serebro spiral (cairan cerebros piral keluar dari telinga), minorea
serebrospiral (les keluar dari hidung)
d. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah
e. Penurunan kesadaran atay bahkan koma
f. Pusing
g. Perdarahan di otak
h. Peningkatan TIK
i. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis ekstremitas
j. Peningkatan TD, peningkatan pernafasan
8. Komplikasi
Komplikasi cedera kepala menurut Black (2014) adalah sebagai berikut :
a. epilepsi pasca trauma
b. afasia
c. apraksia
d. agnosis
e. amnesia
f. fistel karotis – kavernosus
g. diabetes insipidus
h. kejang pasca trauma

24
i. kebocoran cairan serebrospinal
j. edema serebral & herniasi
k. defisit neurologis & psikologis
9. Pemeriksaan penunjang
a. Scan CT (tanpa/ dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan unkuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. MRI
Sama dengan scan CT dengan atau tampa kontras.
c. Angiografi serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.
d. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis
e. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen
tulang.
f. BAER (brain auditori iviked respons)
Menentukan fungsi kortek dan batang otak
g. PET (posittron emmision tomografi)
Menentukan perubahan aktifitas metabolisme pada otak
h. Fungsi lumbal , CSS
Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
i. GDA (Gas darah arteri)
Mengetahui masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK
j. Kimia / elektrolit darah
Menegtahui ketidakseimbangan yang berperan dalam penngkatan TIK
k. Pemeriksaan toksikologi

25
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap
penurunan kesadaran
l. Kadar anti konvulsan darah
Dapat dilakukan dengan mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif
untuk mengatasi kejang.
(Black, 2014).
10. Penatalaksanaan
1 Pedoman resusitasi dan penilaian awal
a) Menilai jalan nafas : bersihan ja;an nafas dari debris dan
muntahan: lepasan gigi palsu, pertahankan tulang servikal
segaris dengan badan dengan memasang collar cervikal,
pasang gudle
b) Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/
tidak. Jika tidak berikan O2 melalui masker
c) Menilai sirkulasi hentikan semua perdarahan dengan menekan
arterinya. Perhatikan adanya perdarahan intra abdomen/dada.
d) Obat kejang : kejang konvulsif dapat terjadi setelah cidera
kepala dan harus di obati dengan memberikan diazepam
e) Menilai tigkat keparahan : CKR,CKS,CKB
f) Pada semua pasien cidera kepala ringan, sedang dan berat
evaluasi adanyan:
- Hematoma epidural
- Darah dalam subarachnoid
- Kontusio dan perdarahan jaringan otak
- Edema serebri
- Pergeseran garis tengah
- Fraktur kranium
g) Pada pasien yang koma (skor GCS <8) atau dengan pasien
tanda tanda herniasi lakukan :
- Elevasi kepala 30 derajat
- Hiperventilasi

26
- Berikan monitol 20%/1gr/KG bb intravena dalam 20-30
menit. Pasang katetef foley
- Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi
h) Pada semua pasien cidera kepala lakukan foto tulang belakang.
i) Lakukan jalur IV dengan memasang NACL 0,9% atau larutan
ringer laktat
j) Lakukan pemeriksaan hematokrit
k) Lakukan CT Scan dengan jendela tulang.

B. KONSEP KESADARAN
1. Pengertian
Seseorang disebut sadar bila sadar terhadap diri dan
lingkungannya. Orang normal dapat berada dalam keadaan sadar,
mengantuk atau tidur. Bila ia tidur daat di sadarkan oleh ransangan
nyeri, bunyi atau gerak. Ransangan ini di sampaikan pada system aktif
retikuler, yang berfungsi mempertahankan kesadaran. System
aktifitas retikuler terletak dibagian atas batang otak terutama
dimesensefalon di hipotalamus. Lesi diotak yang terletak di
hipotalamus tidak akan menyebabkan penurunan kesadaran, kecuali
lesinya luas dan bilateral. Lesi fokal di erebrum misalnya oleh tumor
atau stroke tidak akan menyebabkan koma, kecuali bila letaknya
dalam dan mengganggu hipotalamus. (Kowalak, 2014).
2. Perubahan Patologi Tingkat Kesadaran
Peyakit dapat mengubah tingkat kesadaran ke dua arah yaitu
penurunan kesadaran apabila sudah mengganggu pusat kesadaran di
otak seperti cidera kepala.
Tingkat kesadaran dapat di bedakan menjadi beberapa tipe yaitu:
1) Composmentis (GCS 14-15)
Merupakan kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini, respon pasien
diri sendiri dan lingkungan sangat baik. Pasien juga dapat menjawab
pertanyaan pertanyaan dengan baik

27
2) Apatis (GCS 12-13)
Merupakan kondisi dimana seseorang tidak peduli atau merasa segan
terhadap lingkungan sekitarnya.
3) Delirium (GCS 10-11)
Penderita delirium menunjukkan penurunan kesdaran di sertai
peningkatan yang abnormal dari aktifitas psikomotor dan siklus tidur
bangun yang terganggua. Pada keadaan ini pasien tampak gaduh,
gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktivitas motoriknya
meningkat, meronta ronta
4) Somnolen (7-9)
Merupakan kondisi mengantuk yang cukup dalam namun masih bisa
dibangunkan dengan ransangan. Ketika ransangan tersebut berhenti,
maka pasien akan langsung tertidur kembali
5) Sopor (GCS 5-6)
Kondisi mengantuk yang dalam dan hanya dapat dibangnkan dengan
ransangan yang kuat seperti ransangan nyeri. Merkipun begitu pasien
tidak dapat bangun dengan sempurna dan tidak mampu memberikan
respon verbal secara sempurna.
6) Semi koma (GCS 4)
Merupakan kondisi penurunan kesadaran dimana kondisi pasien
tidak dapat memberikan respon pada ransanagn verbal dan bahkan
tidak dapat dibangunkan sama sekali. Tetapi jika di periksa melalui
mata maka akan terlihat refleks kornea dan pupil yang baik. Pada
kondisi ini respon terhadap ransangan nyeri sangat sedikit sekali
7) Koma (GCS 3)
Merupakan kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat dalam.
Dalam kondisi ini tidak ditemukan adanya gerakan sponta dan tidak
muncul juga respon terhadap ransangan nyeri.
(Kowalak, 2014).

28
B. Asuhan Keperawatan Teoritis

Pre Operasi
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Biasanya identitas meliputi nama, jenis kelamin (cidera kepala
lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan
karena faktor pekerjaan, perilaku, dsb), No MR, umur (biasanya
cidera kepala terjadi pada usia > 17 tahun), agama, pekerjaan,
pendidikan, tanggal masuh rumah sakit (Black, 2014).
b. Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan keluhan penurunan kesadaran,
muntah, keluar darah dari hidung, mulut,perdarahan di mulut,
sumbatan jalan nafas, nyeri dan sesak nafas karena terjatuh ataupun
kecelakaan lalu lintas (Black, 2014).
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien dengan cidera kepala berat mengalami
penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial,
gelisah, keluar darah dari hidung, mulut, adanya sumbatan
jalan nafas akibat perdarahan di mulut,perdarahan di telinga,
muntah, sesak nafas, peningkatan tekanan darah dan nadi
(Kowalak, 2014).
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien dengan cidera kepala berat memiliki riwayat
penyakit jatuh atau tidak sebelumnya
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya penyakit kien tidak ada masalah yang disebabkan
oleh penyakit keturunan atau menular.

29
d. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Persepsi terhadap penyakit : biasanya keluaraga/ klien
mengatakan klien merasa cemas dengan penyakit yang diderita
klien sekarang dan tindakan pembedahan yang akan dilakukan
klien.
e. Pola Nutrisi/Metabolisme
- Pola makan
Biasanya pola makan klien dengan cidera kepala akan
terganggu karena gangguan menelan, mual muntah bahkan
klien dengan penurunan kesadaran akan terganggu dan akan di
pasangkan NGT
- Pola Minum
Biasanya pada klien cidera akan mengalami gangguan pada
pola minum karena penurunan kesadaran, gangguan menelan,
muntah/
f. Pola Eliminasi
Biasanya tidak mengalami penurunan frekuensi urine, biasanya
abdomen tidak kembung, tidak diare dan tidak konstipasi (Prince &
Wilson, 2010).
g. Pola Aktivitas/Latihan
Biasanya ADL dibantu oleh keluarga dan perawat karena pasien
lemah, penurunan kesadaran, hilang keseimbangan, latergi,
hemiparese, cidera pada tulang dan penurunan tonus otot.
h. Pola Istirahat Tidur
Biasanya klien mengalami susah tidur dikarenakan nyeri kepala
(insomnia, gelisah, atau koma).
i. Pola Kognitif-Persepsi
Biasanya pengkajian kognitif klien cidera kepala akan kehilangan
kesadaran, vertigo, tinitus, gangguan pendengaran, perubahan
penglihatan, gangguan pengecapan/ pembauan. Perubahan status

30
mental (orientasi, kewaspadaan, atensi, dan kosentrasi) perubahan
pupil, kejang dan sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
j. Pola peran hubungan
Biasanya klien cedera kepala akan mengalami perubahan dalam
peran dan tanggung jawabnya karena klien tidak dapat melakukan
aktivitas seperti biasanya dan biasanya keluraga selalu mendukung
klien.
k. Pola Seksualitas/Reproduksi
Biasanya klien tidak mengalami masalah reproduksi dan akan
mengalami gangguan pola seksualitas.
l. Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
Biasanya body image/gambaran diri, Role/peran, Self sistem/harga
diri, Self idea/ideal diri pada pasien cidera kepala terganggu karena
klien mengalami penurunan kesadaran .
m. Pola Koping-Toleransi Stres
Biasanya klien dengan cedera kepala mengalami stress akibat
benturan yang keras di kepala yang akan menyebabkan klien
ngaur, depresi dan sedih.
n. Pola Keyakinan Nilai
Biasanya klien adalah seseorang yang beragama, biasanya akan
megalami gangguan pada menjalankan ibadahnya karena pasien
koma.
Pemeriksaan Fisik
Menurut Smeltzer (2009) yaitu :
1. Tanda Vital
Biasanya pada klien pre operasi TTD biasanya menurun
ataupun meningkat sesuai dengan keadaan klien (Yatim,
2010).
2. BB
Biasanya tidak terjadi penurunan BB selama 6 bulan terakhir.

31
3. Kepala
Biasanya bentuk kepala abnormal, ada pembengkakan, adanya
perdarahan, adanya nyeri tekan, tidak rambut rontok yang
berlebihan, biasanya kepala jejas, ada lesi atau memar.
4. Wajah
Wajah klien biasanya terlihat lebam terutama di bagian
palpebra akan mengalami lebam dan kebiruan bahkan sampai
adanya robekan akibat kecelakaan.
5. Mata
Konjungtiva biasanya anemis atau susah di nilai karena lebam
kebiruan (Black, 2014), biasanya reflex pupil positif, sclera
biasanya tidak ikterik, biasanya terdapat oedema pada
palpebra, ada nyeri tekan dan adanya peningkatan tekanan
bola mata.
6. Hidung
Biasanya tidak ada/ ada gangguan, adanya patahan tulang
hidung, septum nasi berada ditengah, tidak ada polip, terdapat
perdarahan dihidung, terdapat nyeri tekan, terdapat gangguan
pada fungsi penciuman, adanya bekuan darah di hidung.
7. Telinga
Biasanya terdapat perdarahan di bagian telinga, adanya darah
yang membeku di telinga, adanya gangguan fungsi
pendengaran.
8. Mulut
Biasanya mukosa bibir kering, terdapat perdarahan, tidak ada/
adanya gangguan dengan gigi , biasanya lidah kotor.
9. Leher
Biasanya tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid, nodus
limfe, VP dalam batas normal 5-2 cmH2O.

32
10. Dada
Inspeksi : Biasanya simetris kiri dan kanan, biasanya ada
bantuan otot nafas
Palpasi : Biasanya fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Biasanya ronchi, sonor
Auskultasi : Biasanya ada suara nafas tambahan/ tidak
11. Jantung
Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Biasanya ictus cordis teraba di 2 jari di RIC V
LMCS
Perkusi : Biasanya batas jantung jelas, kiri atas: SIC II
Linea para sternalis dextra, kanan atas : SIC II
Line Para Sternalis dextra, kiri bawah : SIC IV
LMCS, kanan bawah : SSIC IV Linea para
sternalis dextra.
Auskultasi : Biasanya regular, BJ 1 dan BJ 2 tunggal.
12. Abdomen
Inspeksi : Biasanya tidak ada asites, dan tidak ada distensi
abdomen
Auskultasi : Biasanya bising usus normal
Palpasi : Biasanya hepar tidak teraba, tidak ada nyeri
tekan dan nyeri lepas
Perkusi : Biasanya tympani
13. Integument
Biasanya kulit klien dengan cidera kepala terjadi perubahan
warna, terkadang pucat ataupun memar atau ada lesi.
14. Ekstremitas
Biasanya ekstremitas terjadi penurunan kekuatan otot (Brunner
& Suddart, 2014).

33
15. Neurologi
Biasanya pasien dengan cidera kepala akan mengalami
gangguan pasa status neurologi, biasanya kesadaran koma,
stupor, GCS 6,7,8,9, tonus otot melemah, kekuatan otot lemah
Pemeriksaan syaraf kranial :
a. Nervus olfaktorius (N.I)
Biasanya klien mengalami kelainan pada penciuman
b. Nervus optikus (N.II)
Biasanya klien akan mengalami gangguan pada ketajaman
penglihatan, luas lapang pandang karean kondisi koma.
c. Nervus okulomotorius (N.III)
Biasanya klien mengalami ketidakmampuan dalam
membuka kelopak mata , eaksi pupil terhadap cahaya dan
ukuran pupil.
d. Nervus troklearis (N.IV)
Biasanya klien akan mengalami gangguan pergerakan bola
mata ke bawah dan keluar
e. Nervus trigeminus (N.V)
Biasanya mengalami gangguan mengunyah, membuka
mulut dan membuka rahang
f. Nervus abdusens (N.VI)
Biasanya klien mengalami gangguan memutas bola mata ke
kanan dan ke kiri, karena pasien mengalami penurunan
kesadaran.
g. Nervus facialis (N. VII)
Biasanya muka tidak simetris karena terjadi lebam di
bagian wajah.
h. Nervus akustikus (N.VIII)
Biasanya penurunan pada fungsi pendenganran dan
ketajaman pendengaran, biasanya penurunan kemampuan
dalam keseimbangan.

34
i. Nervus glosovaringius (N. IX)
Biasanya klien akan mengalami gangguan pada
pengecapan.
j. Nervus vagus (N.X)
Biasanya klien ada reflek muntah.
k. Nervus akustikus (N.XI)
Biasanya ada gangguan pada gerakan bahu dan rotasi
kepala.
l. Nervus hipoglosus (NXII)
Biasanya klien akan mengalami gangguan pada pergerakan
lidah.
16. Mamae
Biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakan
atau masa. Tidak ada gangguan.
17. Genetalia
Biasanya tidak ada kelainan
18. Anus
Biasanya tidak ada gangguan.
o. Pemeriksaan Diagnostik
a) CT Scan
Biasanya adanya perdarahan di kepala, pergeseran jaringan
otak
b) Sianar X
Biasanya menunjukkan fraktur tulang , pergeseran sturuktur
dari garis tengah
c) GDA (Gas Darah Artery)
Biasanya aganya gangguan oksigenasi yang dapat
meningkatkan TIK

35
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI (2017)
adalah sebagai berikut :
Pre Operasi :
1.) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas.
2.) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3.) Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial
4.) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (traumatis)
5.) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan neuromaskuler
6.) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
7.) Resti injuri berhubungan dengan kejang
8.) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
9.) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromaskuler
3. Intervensi Keperawatan
Pre-Operasi

No. Dx.Kep NOC NIC


 Perfusi serebral Manajemen peningkatan
 Tingkat kesadaran tekanan intrakranial
Resiko perfusi meningkat Observasi
jaringan  Kognitif meningkat - Identifikai penyebab
serebral tidak  Tekanan intrakranial peningkatan TIK ( mis.
efektif menurun lesi, gangguan
1.
berhubungan  Sakit kepala menurun metabolisme, edema
dengan  Gelisah menurun serebra)
peningkatan  Kecemasan menurun - Monitor tanda/gejala
intrakranial  Agitasi menurun TIK (mis, tekanan

 Demam menurun darah meningkat,

 Nilai rata-rata tekanan tekanan nadi melebar,

36
darah membaik bradikardie, pola nafas
 Kesadaran membaik ireguler, kesadaran
 Tekanan darah sistolik menurun)
membaik - Monitor MAP (Mean
 Tekanan darah diastolik Arterial Pressure)
membaik - Monitor CVP, PAWP,

 Reflek saraf membaik PAP, jika perlu


- Monitor ICP, monitor
CPP
- Monitor cairan serebro-
spinalis ( Mis, warna,
Konsistensi)
- Monitor gelombang
ICP
- Monitor intake dan
output cairan
- Monitor status
pernafasan
Terapeutik
- Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi
fowler
- Hindari maneuver
valsafa
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaaan
PEEP
- Hindari pemberian
cairan IV hipotonik

37
- Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
- Kolaborasi Pemberian
Diuretik Osmosis, Jika
Perlu
- Kolaborasi Pemberian
Pelunak Tinja, Jika
Perlu
Pemantauan tekanan
intrakranial
Observasi
1. Monitor peningkatan
tekanan darah
2. Monitor pelebaran
tekana nadi (selisih
TDS dan TDD)
3. Monitor penurunan
frekuensi jantung
4. Monitor iregulasi irama
nafas
5. Monitor penurunan
tingkat kesadaran
6. Monitor perlambatan
atau ketidaksimetrisan
respon pupil

38
7. Monitor kadar CO2 dan
pertahankan dalam
rentang yang
diindikasikan
8. Monitor tekanan
perfusiserebral
9. Monitor jumlah,
kecepatan, dan
karakteristik drainase
cairan cerbro spinal
10. Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap
TIK
Terapeutik
11. Ambil sampel drainase
serebrispinal
12. Kalibrasi tranduser
13. Pertahankan sterilitas
system pemantauan
14. Pertahankan posisi
kepala dan leher netral
15. Bilas sistem
pemantauan, jika perlu
16. Atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
17. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
18. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

39
19. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Manajmen jalan nafas


observasi
1. Monitor pola nafas (
Pola nafas
frekuensi, kedalam
1. Ventilasi semenit
usaha napas)
2. Kapasitas vital membaik
2. Monitor bunyi nafas
3. Diameter thorak anterior-
tambahan ( mis.
posterior
gungling, mengi,
4. Tekanan ekspirasi
wheezing, rongkhi
membaik
kering)
5. Ekanan inspirasi
Terapeutik
6. Dispnea menurun
Pola nafas 3. Pertahankan kepatenn
7. Pengguanaan otot bantu
tidak efektif jalan nafas dengan
napas
2. berhubungan head tilt dan chin-lift (
8. Pemanjangan fase
dengan jauthrust jika curiga
ekspirasi
hiperventilasi trauma servikal)
9. Ortopnea
4. Monitor suara nafas
10. Pernapasan fase ekspirasi
tambahan
11. Pernpasan pursed tip
5. Posisikan semi-fowler
12. Pernapasan cuping hidun
atau fowler
menurun
6. Berikan oksigen jika
13. Frekuensi napas
perlu
14. Kedalaman nafas
Edukasi
membaik
7. Anjurkan supan cairan
15. Ekskursi dada menurun
2000 ml/hari, jika
kontra indikasi
Kolaborasi

40
8. Kolaborasi pemberian
brongkodilator,
kspektoran, mukolitik,
jika perlu
Pemantauan respirasi
Observasi
1. Monitor frekuesi,
irama, kedalam dan
upaya napas
2. Monitor pola nafas
3. Monitor adanya
sumbatan jalan nafas
4. Palpasi kesemetrisan
ekspansi paru
5. Auskultasi bunyi napas
6. Monitor saturasi
oksigen
7. Monitor agd
8. Monitor hasil X-ray
toraks
Terapeutik
1. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasie
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

41
Manajemen nyeri
Observasi
- Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
Tingkat nyeri - Identitas skala nyeri
Kriteria hasil - Identifikasi respon
1. Keluhan nyeri menurun nyeri nonverbal
2. Meringis menurun - Identifikasi faktor
3. Sikap protekstif menuru yang memperberat dan
4. Gelisah menurun memperingan nyeri
5. Kesulitan tidur menurun - Monitor keberhasilan
Nyeri akut b.d 6. Frekuensi nadi membaik terapi komplementer
3. agen cidera 7. Kemampuan meuntaskan yang sudah diberikan
fisik aktifitas meningkat - Monitor efek samping
8. Pupil dilatasi menurun penggunaam analgetik
9. Muntah menurun Terapeutik
10. Mual menurun - Berikan teknik
11. Pola nafas membaik nonfarmakologis
12. TD membaik untuk mengurangi
13. Pola tidur membaik nyeri
- Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri

42
untuk pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
Pemberian analgesik
Observasi
- Identifikasi
karakteristik nyeri
- Identifikasi riwayat
alergi obat
- Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik dengan
keparahan nyeri
- Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik

43
- Diskusikan jenis
analgesik yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal
- Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu atau bolus
opioid
- Tetapkan target
efektifitas analgesik
- Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efeknya
Edukasi
- Jelaskan efek terapi
dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, jika perlu
Mobilitas fisik Dukungan ambulasi
Kriteria hasil Observasi
Gangguan 1. Pergerakan ektremitas - Identifikasi adanya
mobilitas fisik meningkat nyeri atau keluhan
b.d dengan 2. Kekuatan otot meningkat fisik
2.
gangguan 3. Rentang gerak ROM - Identifikasi toleransi
neuromaskuler meningkat fisik melakukan
4. Nyeri menurun ambulasi
5. Kecemasan menurun - Monitor frekuesi
6. Kaku sendi menuru jantung dan tekanan

44
7. Gerakan tidak darah sebelum
terkoordinasikan menurun memulai ambulasi
8. Kelemahan fisik menurun - Monitor kondisi
umum selama
melakukan ambulasi

Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan
alatbantu (mis.
tongkat, kruk)
- Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan
ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
perjalanan dari
tempat tidur ke korsi
roda, perjalanan dari

45
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
intoleransi
Dukungan mobilisasi
Observasi
- Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan
fisik lainnya
- Identifikasi toleransi
fisik melakukan
pergerakan
- Minitor frekuensi
jantung dan tekanan
darah sebelum
memulai mobilsasi
- Monitor kondisi
umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktifitas
mobilisasi dengan alat
bantu (misal: pagar
tempat tidur)
- Fasilitas melakukan
pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan

46
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilasasi
sderhana yang harus
dilakukan( misal :
duduk ditempat tidur,
duduk disisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi).
Anxiety Reduction
Control Kecemasan Aktivitas :
Indicator : 1. Gunakan
1. Klien mampu pendekatan yang
mengidentifikasi dan menenangkan
mengungkapkan gejala 2. Nyatakan dengan
cemas jelas harapan
Ansietas b.d 2. Mengidentifikasi, terhadap perilaku
perubahan mengungkapkan teknik klien
3.
status untuk mengontrol 3. Jelaskan semua
kesehatan cemas prosedur dan apa
3. Postur tubuh, ekspresi yang dirasakan
wajah, bahasa tubuh, selama prosedur
dan tingkat aktivitas 4. Dengarkan dengan
menunjukkan penuh harapan
berkurangnya 5. Bantu klien
kecemasan. mengenal situasi
yang menimbulkan

47
kecemasan.
6. Libatkan keluarga
untuk
mendampingi klien
7. Berikan informasi
tentang penyakit,
pengobatan dan
prognosis
8. Pantau TTV
Defisit
perawatan diri
berhubungan
dengan
gangguan
neuromaskuler

Post-Operasi
1. Pengkajian
a Identitas klien
Biasanya identitas meliputi nama, jenis kelamin (cidera kepala
lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan karena
faktor pekerjaan, perilaku, dsb), No MR, umur (biasanya cedera kepala
terjadi pada usia > 17 tahun), agama, pekerjaan, pendidikan, tanggal
masuh rumah sakit (Black, 2014).
b Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan keluhan penurunan kesadaran,
muntah, keluar darah dari hidung, mulut, nyeri dan sesak nafas karena
terjatuh ataupun kecelakaan lalu lintas (Black, 2014).
c Riwayat kesehatan

48
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien dengan cidera kepala berat setelah operasi
craniactomy ditemukan luka bekas operasi di kepala, klien masih
mengalami penurunan kesadaran, biasanya klien di rawat di ruangan
ICU dengan bantuan ventilator atau tidak, peningkatan tekanan darah
dan nadi (Kowalak, 2014).
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien dengan cedera kepala berat memiliki riwayat
penyakit jatuh atau tidak sebelumnya
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya penyakit kien tidak ada masalah yang disebabkan oleh
penyakit keturunan atau menular.
d Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Persepsi terhadap penyakit : biasanya keluaraga/ klien mengatakan
klien merasa cemas dengan penyakit yang diderita klien sekarang dan
tindakan pembedahan yang dilakukan klien.
e Pola Nutrisi/Metabolisme
1. Pola makan
Biasanya pola makan klien dengan cidera kepala post op akan
terganggu karena klien terpasang ventilator atau tidak, gangguan
menelan, mual muntah bahkan klien dengan penurunan kesadaran
akan terganggu dan akan di pasangkan NGT
2. Pola Minum
Biasanya pada klien cidera akan mengalami gangguan pada pola
minum karena penurunan kesadaran, gangguan menelan, muntah/
f Pola Eliminasi
Biasanya tidak mengalami penurunan frekuensi urine, biasanya abdomen
tidak kembung, tidak diare dan tidak konstipasi (Prince & Wilson, 2010).
g Pola Aktivitas/Latihan

49
Biasanya ADL dibantu oleh keluarga dan perawat karena pasien lemah,
penurunan kesadaran, hilang keseimbangan, latergi, hemiparese, cedera
pada tulang dan penurunan tonus otot.
h Pola Istirahat Tidur
Biasanya klien mengalami susah tidur dikarenakan nyeri kepala atau klien
dalam pengaruh obat (insomnia, gelisah, atau koma).
i Pola Kognitif-Persepsi
Biasanya pengkajian kognitif klien cedera kepala akan kehilangan
kesadaran, vertigo, tinitus, gangguan pendengaran, perubahan penglihatan,
gangguan pengecapan/ pembauan. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, atensi, dan kosentrasi) perubahan pupil, kejang dan sensitive
terhadap sentuhan / gerakan.
j Pola peran hubungan
Biasanya klien cidera kepala akan mengalami perubahan dalam peran dan
tanggung jawabnya karena klien tidak dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya dan biasanya keluraga selalu mendukung klien.
k Pola Seksualitas/Reproduksi
Biasanya klien tidak mengalami masalah reproduksi dan akan mengalami
gangguan pola seksualitas.
l Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
Biasanya body image/gambaran diri, Role/peran, Self esteem/harga diri,
Self idea/ideal diri pada pasien cedera kepala terganggu karena klien
mengalami penurunan kesadaran .
m Pola Koping-Toleransi Stres
Biasanya klien dengan cedera kepala mengalami stress akibat operasi
kepala dan benturan yang keras di kepala yang akan menyebabkan klien
ngaur, depresi dan sedih.
n Pola Keyakinan Nilai
Biasanya klien adalah seseorang yang beragama, biasanya akan megalami
gangguan pada menjalankan ibadahnya karena pasien koma.
o Pemeriksaan Fisik

50
Menurut Smeltzer (2009) yaitu :
1) Tanda Vital
Biasanya pada klien post operasi TTD biasanya menurun
ataupun meningkat sesuai dengan keadaan klien (Yatim,
2010).
2) BB
Biasanya tidak terjadi penurunan BB selama 6 bulan terakhir.
3) Kepala
Biasanya bentuk kepala abnormal, adanya luka bekas operasi
di kepala, adanya nyeri tekan, tidak rambut rontok yang
berlebihan, biasanya kepala klien botak karena selesai
menjalankan operasi, ada lesi atau memar.
4) Wajah
Wajah klien biasanya terlihat lebam terutama di bagian
palpebra akan mengalami lebam dan kebiruan bahkan sampai
adanya robekan akibat kecelakaan.
5) Mata
Konjungtiva biasanya anemis atau susah di nilai karena lebam
kebiruan (Black, 2014), biasanya reflex pupil positif, sclera
biasanya tidak ikterik, biasanya terdapat oedema pada
palpebra, ada nyeri tekan dan adanya peningkatan tekanan
bola mata.
6) Hidung
Biasanya tidak ada/ ada gangguan, terpasang NGT, septum
nasi berada ditengah, tidak ada polip, terdapat perdarahan
dihidung, terdapat nyeri tekan, terdapat gangguan pada fungsi
penciuman, adanya bekuan darah di hidung.
7) Telinga
Biasanya terdapat perdarahan di bagian telinga, adanya darah
yang membeku di telinga, adanya gangguan fungsi
pendengaran.

51
8) Mulut
Biasanya mukosa bibir kering, terpasang ETT atau tidak,
terdapat, tidak ada/ adanya gangguan dengan gigi , biasanya
lidah kotor.
9) Leher
Biasanya tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid, nodus
limfe, VP dalam batas normal 5-2 cmH2O.
10) Dada
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, biasanya
ada bantuan otot nafas atau tidak
Palpasi : biasanya fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : biasanya ronchi, sonor
Auskultasi : biasanya ada suara nafas tambahan/ tidak
11) Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di 2 jari di
RIC V LMCS
Perkusi :biasanya batas jantung jelas, kiri atas: SIC
II Linea para sternalis dextra, kanan atas :
SIC II Line Para Sternalis dextra, kiri bawah
: SIC IV LMCS, kanan bawah : SSIC IV
Linea para sternalis dextra.
Auskultasi : biasanya regular, BJ 1 dan BJ 2 tunggal.
12) Abdomen
Inspeksi : biasanya tidak ada asites, dan tidak ada
distensi abdomen
Auskultasi : biasanya bising usus normal
Palpasi : biasanya hepar tidak teraba, tidak ada nyeri
tekan dan nyeri lepas
Perkusi : biasanya tympani
13) Integument

52
Biasanya kulit klien dengan cidera kepala terjadi perubahan
warna, terkadang pucat ataupun memar atau ada lesi.
14) Ekstremitas
Biasanya ekstremitas terjadi penurunan kekuatan otot
(Brunner & Suddart, 2014).
15) Neurologi
Biasanya pasien dengan cidera kepala akan mengalami
gangguan pasa status neurologi, biasanya kesadaran koma,
stupor, GCS 6,7,8,9, tonus otot melemah, kekuatan otot
lemah
Pemeriksaan syaraf kranial :
a) Nervus olfaktorius (N.I)
Biasanya klien mengalami kelainan pada penciuman
b) Nervus optikus (N.II)
Biasanya klien akan mengalami gangguan pada ketajaman
penglihatan, luas lapang pandang karean kondisi koma.
c) Nervus okulomotorius (N.III)
Biasanya klien mengalami ketidakmampuan dalam
membuka kelopak mata , eaksi pupil terhadap cahaya dan
ukuran pupil.
d) Nervus troklearis (N.IV)
Biasanya klien akan mengalami gangguan pergerakan bola
mata ke bawah dan keluar
e) Nervus trigeminus (NV)
Biasanya mengalami gangguan mengunyah, membuka
mulut dan membuka rahang
f) Nervus abdusens (NVI)
Biasanya klien mengalami gangguan memutas bola mata ke
kanan dan ke kiri, karena pasien mengalami penurunan
kesadaran.

53
g) Nervus facialis (N. VII)
Biasanya muka tidak simetris karena terjadi lebam di
bagian wajah.
h) Nervus akustikus (N.VIII)
Biasanya penurunan pada fungsi pendenganran dan
ketajaman pendengaran, biasanya penurunan kemampuan
dalam keseimbangan.
i) Nervus glosovaringius (N. IX)
Biasanya klien akan mengalami gangguan pada
pengecapan.
j) Nervus vagus (N.X)
Biasanya klien ada reflek muntah.
k) Nervus akustikus (N.XI)
Biasanya ada gangguan pada gerakan bahu dan rotasi
kepala.
l) Nervus hipoglosus (NXII)
Biasanya klien akan mengalami gangguan pada pergerakan
lidah.
16) Mamae
Biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakan
atau masa. Tidak ada gangguan.
17) Genetalia
Biasanya tidak ada kelainan
18) Anus
Biasanya tidak ada gangguan.
p. Pemeriksaan Diagnostik
a) CT Scan
Biasanya adanya perdarahan di kepala, pergeseran jaringan
otak
b) Sianar X

54
Biasanya menunjukkan fraktur tulang , pergeseran sturuktur
dari garis tengah

c) GDA (Gas Darah Artery)


Biasanya aganya gangguan oksigenasi yang dapat
meningkatkan TIK
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI 2017 adalah
sbb:
Post op
1.) Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan intrakranial
2.) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3.) Nyeri akut b.d agen cidera fisik (prosedur pembedahan)
4.) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
5.) Kerusakan integritas jaringan b.d prosedur bedah
6.) Resiko infeksi b.d prosedur infasif
7.) Kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi b.d kurangnya
informasi

3. Intervensi Keperawatan
No. Dx.Kep NOC NIC
Manajemen peningkatan
Resiko perfusi Perfusi serebral
tekanan intrakranial
jaringan  Tingkat kesadaran
Observasi
serebral tidak meningkat
- Identifikai penyebab
efektif  Kognitif meningkat
1. peningkatan TIK ( mis.
berhubungan  Tekanan intrakranial
lesi, gangguan
dengan menurun
metabolisme, edema
peningkatan  Sakit kepala menurun
serebra)
intrakranial  Gelisah menurun
- Monitor tanda/gejala TIK

55
 Kecemasan menurun (mis, tekanan darah
 Agitasi menurun meningkat, tekanan nadi
 Demam menurun melebar, bradikardie,

 Nilai rata-rata tekanan pola nafas ireguler,

darah membaik kesadaran menurun)

 Kesadaran membaik - Monitor MAP (Mean

 Tekanan darah sistolik Arterial Pressure)

membaik - Monitor CVP, PAWP,


PAP, jika perlu
 Tekanan darah diastolik
- Monitor ICP, monitor
membaik
CPP
 Reflek saraf membaik
- Monitor cairan serebro-
spinalis ( Mis, warna,
Konsistensi)
- Monitor gelombang ICP
- Monitor intake dan
output cairan
- Monitor status
pernafasan
Terapeutik
- Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi
fowler
- Hindari maneuver valsafa
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaaan
PEEP
- Hindari pemberian cairan
IV hipotonik

56
- Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
- Kolaborasi Pemberian
Diuretik Osmosis, Jika
Perlu
- Kolaborasi Pemberian
Pelunak Tinja, Jika Perlu
Pemantauan tekanan
intrakranial
Observasi
- Monitor peningkatan
tekanan darah
- Monitor pelebaran
tekana nadi (selisih TDS
dan TDD)
- Monitor penurunan
frekuensi jantung
- Monitor iregulasi irama
nafas
- Monitor penurunan
tingkat kesadaran
- Monitor perlambatan
atau ketidaksimetrisan
respon pupil
- Monitor kadar CO2 dan

57
pertahankan dalam
rentang yang
diindikasikan
- Monitor tekanan
perfusiserebral
- Monitor jumlah,
kecepatan, dan
karakteristik drainase
cairan cerbro spinal
- Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap
TIK
Terapeutik
- Ambil sampel drainase
serebrispinal
- Kalibrasi tranduser
- Pertahankan sterilitas
system pemantauan
- Pertahankan posisi
kepala dan leher netral
- Bilas sistem
pemantauan, jika perlu
- Atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil

58
pemantauan, jika perlu

Manajmen jalan nafas


observasi
- Monitor pola nafas (
Pola nafas frekuensi, kedalam usaha
- Ventilasi semenit napas)
- Kapasitas vital membaik - Monitor bunyi nafas
- Diameter thorak anterior- tambahan ( mis.
posterior gungling, mengi,
- Tekanan ekspirasi wheezing, rongkhi
membaik kering)
- Ekanan inspirasi Terapeutik
- Dispnea menurun - Pertahankan kepatenn
Pola nafas
- Pengguanaan otot bantu jalan nafas dengan head
tidak efektif
napas tilt dan chin-lift (
2. berhubungan
- Pemanjangan fase jauthrust jika curiga
dengan
ekspirasi trauma servikal)
hiperventilasi
- Ortopnea - Monitor suara nafas
- Pernapasan fase ekspirasi tambahan
- Pernpasan pursed tip - Posisikan semi-fowler
- Pernapasan cuping hidun atau fowler
menurun - Berikan oksigen jika
- Frekuensi napas perlu
- Kedalaman nafas Edukasi
membaik - Anjurkan supan cairan
- Ekskursi dada menurun 2000 ml/hari, jika kontra
indikasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian

59
brongkodilator,
kspektoran, mukolitik,
jika perlu
Pemantauan respirasi
Observasi
- Monitor frekuesi, irama,
kedalam dan upaya
napas
- Monitor pola nafas
- Monitor adanya
sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesemetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor agd
- Monitor hasil X-ray
toraks
Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasie
- Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

3. Nyeri akut b.d Tingkat nyeri Manajemen nyeri

60
agen cidera Kriteria hasil Observasi
fisik 14. Keluhan nyeri menurun - Identifikasi lokasi,
15. Meringis menurun karakteristik, durasi,
16. Sikap protekstif menuru frekuensi, kualitas,
17. Gelisah menurun intensitas nyeri
18. Kesulitan tidur menurun - Identitas skala nyeri
19. Frekuensi nadi membaik - Identifikasi respon nyeri
20. Kemampuan nonverbal
meuntaskan aktifitas - Identifikasi faktor yang
meningkat memperberat dan
21. Pupil dilatasi menurun memperingan nyeri
22. Muntah menurun - Monitor keberhasilan
23. Mual menurun terapi komplementer
24. Pola nafas membaik yang sudah diberikan
25. TD membaik - Monitor efek samping
26. Pola tidur membaik penggunaam analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
- Control lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri untuk
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi

61
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
Pemberian analgesik
Observasi
- Identifikasi karakteristik
nyeri
- Identifikasi riwayat
alergi obat
- Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik dengan
keparahan nyeri
- Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
- Diskusikan jenis
analgesik yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal
- Pertimbangkan

62
penggunaan infus
kontinu atau bolus
opioid
- Tetapkan target
efektifitas analgesik
- Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efeknya
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, jika perlu
 Pressure Ulcer
Prevention Wound
Care
 Tissue Integrity : Skin - Kaji dan catat
and Mocus Membrane (ukuran, warna,
Kerusakan Indikator : kedalaman luka)
Integritas - Integritas kulit yang - Berikan perawatan
5. jaringan b.d baik bisa luka, bantuan yang
prosedur dipertahankan tepat dan kontrol
pembedahan - Tidak ada luka atau infeksi
lesi pada kulit - Jaga kebersihan kulit
- Perfusi jaringan baik agar tetap bersih dan
kering
- Monitor aktifitas dan
mobilisasi

63
- Monitor status
nutrisi klien.

Dukungan ambulasi
Observasi
- Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan fisik
- Identifikasi toleransi
fisik melakukan
ambulasi
Mobilitas fisik
- Monitor frekuesi
Kriteria hasil
jantung dan tekanan
9. Pergerakan ektremitas
darah sebelum memulai
meningkat
ambulasi
Gangguan 10. Kekuatan otot meningkat
- Monitor kondisi umum
mobilitas fisik 11. Rentang gerak ROM
selama melakukan
b.d dengan meningkat
6. ambulasi
gangguan 12. Nyeri menurun
neuromaskuler 13. Kecemasan menurun
Terapeutik
14. Kaku sendi menuru
- Fasilitasi aktivitas
15. Gerakan tidak
ambulasi dengan
terkoordinasikan menurun
alatbantu (mis. tongkat,
16. Kelemahan fisik menurun
kruk)
- Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
ambulasi

64
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan
ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
perjalanan dari tempat
tidur ke korsi roda,
perjalanan dari tempat
tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai
intoleransi
Dukungan mobilisasi
Observasi
- Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan fisik
lainnya
- Identifikasi toleransi
fisik melakukan
pergerakan
- Minitor frekuensi
jantung dan tekanan
darah sebelum memulai
mobilsasi
- Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik

65
- Fasilitasi aktifitas
mobilisasi dengan alat
bantu (misal: pagar
tempat tidur)
- Fasilitas melakukan
pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilasasi
sderhana yang harus
dilakukan( misal :
duduk ditempat tidur,
duduk disisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi).
 Status Imun  Kontrol infeksi
- Tidak adanya infeksi Aktivitas :
berulang - Bersihkan lingkungan
Resiko infeksi
- Tidak adanya tumor setelah dipakai pasien
7. b.d prosedur
- Status pencernaan dari lain
invasif
skala yang diharapkan - Pertahankan teknik
- Status pernafasan dari isolasi
skala yang diharapkan - Batasi pengunjung bila

66
- Status genito urinary perlu
- Berat dari skala yang - Instruksikan pada
diharapkan pengunjung untuk
- Suhu tubuh dari skala mencuci tangan saat
yang diharapkan berkunjung dan setelah
- Integritas kulit berkunjung
- Integritas mukosa meninggalkan pasien
- Tidak adanya kelelahan - Gunakan sabun
secara terus menerus antibikrobia untuk cuci
- Pengebalan sekarang tangan
- Kadar zat terlarut pada - Cuci tangan setiap
antibodi dalam batas sebelum dan sesudah
normal tindakan keperawatan
- Reaksi tes kulit cocok - Gunakan baju, sarung
dengan pembukaan tangan sebagai alat
- Hal – hal yang mutlak pelindung
dalam menghitung sel - Pertahankan lingkungan
darah putih nilai – nilai aseptik selama
dalam batas normal pemasangan alat
- Diferensial dalam - Ganti letak IV perifer
menghitung sel darah line sentral dan dressing
putih dan nilai – nilai sesuai dengan petunjuk
dalam batas normal umum
- Sel T4 dalam batas normal - Gunakan kateter
- Sel T8 dalam batas normal intermiten untuk
- Pelengkap dalam batas menurunkan infeksi
normal kandung kencing
- Penemuan X – rays timus - Tingkatkan intake
dari skala yang diharapkan nutrisi

 Kontrol Resiko - Berikan terapi antibiotik

67
- Menyatakan resiko bilaperlu
- Memantau faktor resiko  Proteksi terhadap
lingkungan infeksi
- Memantau faktor resiko Aktivitas :
perilaku pribadi - Monitor tanda dan
- Mengembangkan strategi gejala infeksi sistemik
kontrol resiko yang efektif dan lokal
- Menyesuaikan strategi - Monitor hitung
kontrol resiko yang granulosit, WBC
dibutuhkan - Monitor kerentanan
- Melakukan strategi terhadap infeksi
kontrol resiko - Batasi pengunjung
- Mengikuti strategi kontrol - Sering pengunjung
resiko yang dipilih terhadap penyakit
- Modifikasi gaya hidup menular
untuk menurunkan faktor - Pertahankan teknik
resiko aspesis pada pasien
- Menghindari paparan yang beresiko
ancaman kesehatan - Pertahankan teknik
- Berpartisipasi dalam isolasi kepada pasien
skrining masalah - Berikan perawatan kulit
kesehatan yang pada area epidema
berhubungan - Inspeksi kulit dan
- Berpartisipasi dalam membran mukosa
skrining untuk terhadap kemerahan,
mengidentifikasi resiko panas, drainase
- Mendapatkan imunitas - Inspeksi kondisi luka/
yang sesuai insis bedah
- Menggunakan yankes - Dorong memasukkan
sesuai kebutuhan cairan

68
- Menggunakan sistem - Dorong istirahat
dukungan pribadi untuk - Instruksikan pasien
mengontrol resiko untuk minum antibiotik
- Menggunakan sumber sesuai resep
komunitas untuk - Ajarkan pasien dan
mengontrol risiko keluarga tanda dan
- Mengenal perubahan gejala infeksi
status kesehatan - Ajarkan cara
menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan
infeksi
- Laporkan kultur positif
- Teaching : Disease
- Knowledge : disease
proses
proses
Aktivitas :
Indicator :
- Berikan penilaian
- Pasien dan keluarga
tentang tingkat
mengatakan pemahaman
pengetahuan klien
Kurang tentang penyakit, kondisi,
tentang proses penyakit
pengetahuan prognosis dan program
yang spesifik
tentang pengobatan
- Jelaskan patofiologi dari
8. perawatan post - Pasien dan keluarga
penyakit dan bagaimana
operasi b.d mampu melaksanakan
hal yang berhubungan
kurangnya prosedur yang dijelaskan
dengan anatomi fisiologi
informasi secara benar
dengan cara yang tepat
- Pasien dan keluarga
- Gambarkan tanda dan
mampu menjelaskan
gejala yang biasa
kembali apa yang
muncul pada penyakit
dijelaskan perawat / tim
- Jelaskan tentang cara
kesehatan lainnya.
perawatan setelah

69
operasi
- Gambarkan proses
penyakit
- Identifikasi
kemungkinan penyebab
- Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi
- Hindari jaminan kosong
- Sediakan bagi keluarga
atau informasi tentang
kemajuan pasien
- Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi dimana yang
akan datang atau proses
pengontrolan penyakit
- Diskusikan pilihan
terapi atau penanganan
- Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat diindikasikan
- Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan dengan cara

70
yang tepat.

71

Anda mungkin juga menyukai